PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sejak beberapa dekade yang lalu beberapa negara telah dan sedang melakukan
desentralisasi, motivasi Ienomena ini terutama disebabkan oleh alasan politik.
Desentralisasi merupakan bagian yang teramat penting di dalam proses demokratisasi
penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan pusat atau terpusat yang cenderung
otokratis berubah menjadi pemerintahan lokal yang dipilih langsung oleh masyarakat.
Alasan lainnya atas maraknya proses desentralisasi adalah untuk memperbaiki mutu
pelayanan kepada masyarakat oleh penyelenggara pemerintahan. Didalam konteks ini
titik berat desentralisasi adalah pelayanan bukan kekuasaan. Dengan kata lain
desentralisasi adalah suatu upaya mendekatkan pemerintahan kepada rakyatnya
(bringing the State closer to the people).
Tujuan utama dari desentralisasi dan otonomi daerah ini adalah mendekatkan
pemerintah kepada masyarakat yang dilayaninya sehingga pelayanan kepada
masyarakat menjadi lebih baik dan kontrol masyarakat kepada pemerintah menjadi
lebih kuat dan nyata. Desentralisasi dan otonomi daerah dapat dikatakan berhasil
apabila pelayanan pemerintah kepada masyarakat menjadi lebih baik dan masyarakat
menjadi lebih berperan dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. Desentralisasi
tersebut dan menjalankan Iungsinya sebagai aparat. Namun ketika aparat pemerintah
tersebut manjalankan kekuasaannya akan tetapi melebihi atau tidak termasuk dalam
lingkup kewenangannya, atau dapat juga keabsahan dari kewenagannya itu masih
diragukan karena tidak sesuai dengan kewenangannya yang sebenarnya, maka apa
akibat hukum yang timbul terhadap produk hukum yang diterbitkan
#:2:san Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
a. Bagaimana penerapan asas-asas perundang-undangan yang demokratis dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan?
b. Bagaimana apabila proses pembentukan peraturan perundang-undangan tidak sah
karena kekurangan Yuridis?
BAB II
PEMBAHASAN
A 4nsep Negara H:k:2 Dala2 Pe2-ent:kan Perat:ran Per:ndang- :ndangan
Yang De24kratis
Urgensi 4nsep Negara H:k:2
Syarat-syarat dasar rechtsstaat menurut M.C. Burkens (1990) : Asas legalitas
: setiap tindak pemerintahan harus didasarkan atas dasar peraturan perundang-
undangan (wettelifke grondslag). Dengan landasan ini, Undang-Undang dalam arti
Iormal dan UUD sendiri merupakan tumpuan dasar tindak pemerintahan. Dalam
hubungan ini pembentukan Undang-Undang merupakan bagian penting Negara
hukum. Pembagian kekuasaan : syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan
Negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan. Hak-hak dasar (grondrechten):
hak-hak dasar merupakan sasaran perlindungan hukum bagi rakyat dan sekaligus
membatasi kekuasaan pembentukan Undang-Undang. Pengawasan pengadilan : bagi
rakyat tersedia saluran melalui pengadilan yang bebas untuk menguji keabsahan
(rechtmatigheidstoetsing) tindak pemerintahan.
1
Asas legalitas merupakan unsur utama daripada suatu Negara hukum. Semua
tindakan Negara harus berdasarkan dan bersumber pada Undang-Undang. Penguasa
tidak boleh keluar dari rel-rel dan batas-batas yang telah ditetapkan dalam Undang-
Philipus M.Harjon , Pengkafian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif), Fakultas Hukum Universitas
Airlangga, Surabaya, 1994, hlm. 5.
Gouw Giok Siong, Pengertian Tentang Negara Hukum, Keng Po, Jakarta, 1955 hal:12-13
Rochmat Soemitro, Peradilan Administrasi Dalam Hukum Pafak Di Indonesia, cet. Ke-IV, PT.
ERESCO, Jakarta-Bandung,1976, hal:18
Ni` matul Huda, S.H. M. Hum., Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, Raja GraIindo Persada
2005, hlm. 89.
Jimly Assiddiqie, Agenda Pembangunann Hukum Nasional di Era Globalisasi, Balai Pustaka,
Jakarta 1998, hlm 90-91
kolektiI warga masyarakat secara umum serta diseimbangkan dengan hak dan
kewajiban individual.
Pe2-ent:kan Perat:ran Per:ndang-Undangan
Mengenai asas peraturan perundang-undangan, menurut Purnadi Purbacaraka dan
Soerjono Soekanto ada enam, yaitu:
1. Undang-undang tidak berlaku surut;
2. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai
kedudukan lebih tinggi pula;
3. Undang-undang yang bersiIat khusus menyampingkan Undang-undang yang
bersiIat umum (ex specialis derogat lex generalis);
4. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan Undang-undang yang
berlaku terdahulu (ex posteriore derogat lex priori);
5. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat;
6. Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai
kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu, melalui
pembaharuan atau pelestarian (asas Welvaarstaat).
Sementara itu di Pasal 5 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) dinyatakan bahwa dalam
membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik yang meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
I. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.
Asas-asas diatas merupakan pedoman dalam pembuatan peraturan
perundangundangan. Perbedaan pendapat yang tajam semestinya dapat dihindari
dalam proses pembuatan setiap peraturan perundang-undangan jika setiap orang yang
terlibat dalam pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut memperhatikan
asas-asas di atas dalam menyampaikan usul atau keberatan.
Pengar:h Adanya Uns:r ek:rangan Y:ridis Terhadap Pe2-ent:kan
Perat:ran Per:ndang-:ndangan ata: ep:t:san Tata Usaha Negara
A. Syarat Tidak Adanya Kekurangan Yuridis Pada Keputusan Tata Usaha Negara
Suatu Keputusan tata usaha negara merupakan produk hukum aparat
pemerintah dalam bidang legislatiI, yaitu dalam hubungannya dengan kewenangan
delegasi peraturan perundang-undangan yang dimiliki oleh badan-badan administrasi
negara. Mengenai keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha Negara maka keputusan
tersebut harus ada syarat Iormil dan materiil yang harus dipenuhi.
Kekurangan yuridis yang dimaksud merupakan salah satu syarat materiil
dalam suatu keputusan tata usaha negara agar dapat dikatakan absah. Kekurangan
yuridis dapat disebabkan oleh satu atau lebih unsur, yaitu:
7
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, UII Press, 2002, hlm. 124.
1. Paksaan (dwang);
2. KhilaI/ salah kira (dwaling); dan
3. Tipuan (bedrog).
Dari ketiga unsur tersebut merupakan adaptasi dari hukum privat dalam
KUHPerdata pasal 1321-1328 yang dianalogikan dalam hukum administrasi negara.
Menurut Van der Pot (Nederlandsch bestuursrecht, 1993 hal 208) dalam
terjemahannya menyetujui adanya adaptasi dari peraturan mengenai pernyataan
kehendak dalam mengadakan perjanjian yang terdapat dalam KUHPerdata pasal
1321-1328 oleh karena hukum administrasi negara belum mengatur.
Berbeda dengan Van der Pot, A.H Donner, Huart, Van der Weld an DR
Stellinga tidak menyetujui analogi hukum privat kedalam hukum administrasi negara.
Menurut mereka, hukum administrasi harus mampu mengembangkan teori-teorinya
sendiri.
Oleh karena analogi yang dipakai yaitu KUHPerdata, maka penjelasan
mengenai ketiga unsur tidak terlepas dari pengertian yang ada dalam hukum privat.
Ketiga unsur kekurangan yuridis memiliki persamaan yaitu unsur-unsur tersebut
antara kenyataan yang dialami dan kehendak yang diinginkan berbeda, sedangkan
perbedaan antara unsur-unsur kekurangan yuridis yang satu dengan yang lain pada
causa prima atau penyebabnya.
KhilaI yang sungguh- sungguh yang akan berbeda akibatnya pada keputusan
tata usaha negara dapat dibagi menjadi beberapa hal yaitu:
a. KhilaI mengenai orang;
b. KhilaI mengenai pokok maksud; dan
c. KhilaI mengenai hal yang bukan mengenai pokok maksud.
Mengenai khilaI terhadap suatu keputusan yang dibuat mengenai orang
(subyek hukum) oleh Van der Pot dapat dinyatakan batal. Berbeda dengan Van der
Pot, Utrecht menganggap hal tersebut dapat dinyatakan batal jika ada itikad jahat (te
kwade trouw) tetapi jika orang (subjek hukum) yang oleh keputusan tata usaha negara
tersebut memiliki itikad baik (te goe der trouw) maka Utrech mengganggap
keputusan tersebut batal demi hukum.
KhilaI (dwaling) mengenai suatu pokok maksud mengakibatkan keputusan
tersebut batal. Hal ini dapat diterima oleh Utrecht dengan catatan bahwa keputusan
yang batal harus diperhatikan syarat unsur essensialnya juga.
KhilaI mengenai hal yang bukan mengenai maksud pokoknya keputusan tata
usaha negara tersebut dinyatakan tidak sah. Hal ini karena juga khilaInya keputusan
tersebut bukanlah hal yang mengandung essensial.
Dalam kesimpulannya, Utrecht menilai salah kira (dwaling) dapat
mempengaruhi ketetapan jika salah kira tersebut bertentangan langsung dengan
Undang-Undang atau bertentangan dengan kejadian-kejadian yang benar ada.
Suatu keputusan tata usaha negara dapat dibatalkan apabila tidak mengandung
unsur essensial dari keputusan tata usaha negara yang mengalami kekurangan yuridis.
Akibatnya, sebagian keputusan dapat dinyatakan sah sedangkan hal-hal lainnya
dinyatakan batal. Suatu keputusan tata usaha negara dinyatakan batal apabila unsur-
unsur essensial yang ada di dalam keputusan tersebut sebagai kehendak si pembuat
secara nyata bertentangan dengan undang-undang dan berbeda dengan kejadian
sebenarnya.
BAB III
esi2p:lan
1. Berdasarkan uraian mengenai tiga unsur dari kekurangan yuridis, yakni
adanya paksaan (dwang), khilaI (dwaling), dan tipuan (bedrog) maka ada
dua akibat ketidakabsahan keputusan tata usaha negara yakni:
1. Dapat dibatalkan; dan
2. Batal mutlak.
2. Mengenai kedua akibat pembatalan keputusan tata usaha negara
tersebutperbedaannya terletak pada ada atau tidaknya unsur essensial atau
hal-hal yang dianggap paling mendasar dari isi keputusan tata usaha
negara tersebut.
3. Suatu keputusan tata usaha negara dapat dibatalkan apabila tidak
mengandung unsur essensial dari keputusan tata usaha negara yang
mengalami kekurangan yuridis. Akibatnya, sebagian keputusan dapat
dinyatakan sah sedangkan hal-hal lainnya dinyatakan batal.