Persepsi Hukum dan Pembangunan
Oleh : Drs. M. Sofyan Lubis, SH.
back ke articles
Kalau secara gamblang Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu konsep
yang di dalamnya terdapat perihal usul tentang perubahan perilaku manusia
yang diinginkan, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat Pembangunan
Hukum adalah bagaimana merubah perilaku manusia kearah kesadaran dan
kepatuhan hukum terhadap nilai-nilai yang hidup dan diberlakukan dalam
masyarakat. Tegasnya membangun perilaku manusia dan masyarakat harus
di dalam konteks kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara dimana mereka
mengerti dan bersedia menjalankan kewajiban hukumnya sebagai warganegara dan
mengerti tentang bagaimana menuntut hak-hak yang dijamin secara hukum dalam proses
hukum itu sendiri.
Pembangunan harus juga ditujukan bagaimana merubah prilaku rakyat bangsa Indonesia,
dari perilaku yang serba terbelakang menuju kearah perilaku yang lebih maju sosial
ekonomi, budaya, akhlak serta perilaku yang sejahtera dengan memahami hak dan
kewajibannya sebagai warganegara. Dalam konteks ini jelas pembangunan tidak dapat
dipisahkan dari kesadaran dan kepatuhan manusia atau masyarakat terhadap nilai-nilai
hukum. Pembangunan hukum harus dilakukan secara simultan dengan perencanaan
pembangunan lainnya yang dilaksanakan dalam proses perencanaan pembangunan suatu
bangsa secara global, karena sasaran akhir (goal end) perencanaan pembangunan adalah
~prilaku manusia yang mematuhi nilai-nilai pembangunan itu sendiri.
Atas dasar pemikiran ini pembangunan hukum yang bermuara pada kesadaran dan
kepatuhan hukum masyarakat haruslah mendapat perhatian yang utama dari seluruh
aspek pembangunan yang direncanakan. Perlu kita ketahui bahwa hukum sebagai suatu
disiplin ilmu sebenarnya mempunyai 2 (dua) obyek, yaitu obyek formil dan obyek materil.
Obyek formil dari ilmu hukum adalah bagaimana meletakkan dasar dan pegangan agar
terciptanya ketertiban, ketenteraman, kepatutan dan keadilan bagi individu dan
masyarakat, sedang Obyek Materiil dari ilmu hukum adalah bagaimana menciptakan
terbentuknya budaya perilaku manusia dan masyarakat yang sadar dan patuh serta
memahami betul terhadap hak dan kewajibannya sebagai bagian dari komunitas suatu
masyarakat, dari suatu bangsa dan/atau suatu negara.
Kita sangat prihatin melihat budaya prilaku hukum bangsa kita yang semu dimana
sebenarnya di dalamnya penuh dengan potensi kekerasan dan ketidakpedulian dengan
tertib yang dituntut di dalam habitatnya. Potensi prilaku hukum ini dapat digambarkan
seperti budaya perilaku berlalu-lintas di jalanan. Kepatuhan berlalu-lintas di jalanan lebih
dapat terjadi jika ada polisi lalu-lintas yang siap selalu mengawasi para pemakai jalan atau
pengendara di jalanan, jika Poltas tidak ada maka semua rambu-rambu lalu lintas
cenderung untuk dilanggar terutama pelanggaran terhadap tanda lampu lalu lintas yang
ada di persimpangan-persimpangan jalan. Tertib tidaknya suatu masyarakat terhadap
hukum dapat diukur dari kesadaran masyarakat dalam berlalu-lintas di jalanan umum.
Bahkan tidak sedikit pula banyak pemakai jalan (pengendara) yang cenderung melanggar
rambu -rambu jalanan dan sama sekali tidak memperdulikannya sekalipun ada Polisi
Lalu-Lintas yang menjaganya saat itu. Pembangunan Hukum agaknya tidak dapat berjalan
mulus jika akar masalah yang merupakan indikator-indikator gagalnya suatu
pembangunan itu tidak diselesaikan, misalnya antara lain yang menyangkut : 1) aspek
kesejahteraan (prosperity) yang di dalamnya menyangkut beberapa indikator antara lain
indikator tersedianya lapangan pekerjaan dengan gaji yang ~cukup ; 2) aspek sarana dan
pra-sarana jalan yang mengakomodir kenyamanan dan keamanan para pengendara
pemakai jalan ; 3) aspek profesionalnya para penegak hukum ; 4) aspek terjaminnya
kebutuhan masyarakat yang menyangkut sandang, pangan dan papan ; 5) aspek
berjalannya system yang kondusif dari infrastruktur dan suprastruktur yang menyangkut
bidang pelayanan publik ; serta banyak lagi aspek-aspek lainnya yang tidak dapat
disebutkan mengingat terbatasnya kolom.
Tegasnya Pembangunan Hukum tidak dapat dilakukan secara parsial atau merupakan
suatu konsep yang berdiri sendiri. Masyarakat cenderung tidak patuh pada semua rambu-
rambu norma dan hukum jika aspek yang mendasar yang menyangkut kebutuhan
hidupnya terancam dan/atau sulit dapat terpenuhi di tengah-tengah system global dimana
mereka hidup. 1ika ini terjadi, jangan berharap banyak masyarakat kita mau dengan sadar
mematuhi semua norma dan kaidah hukum yang berlaku di negara kita. Hal ini secara
berantai akan melahirkan dampak dari hasil Pembangunan yang semu. Apakah itu
pembangunan demokrasi, pembangunan moral dan akhlak bangsa, pembangunan phisik
berupa sarana dan pra-sarana berupa gedung-gedung perkantoran dan super market, atau
pembangunan sarana pendidikan yang hanya melahirkan dan memproduksi para pencari
kerja. Pembangunan hukum harus dilakukan secara simultan dan sinergi dengan aspek
pembangunan lainnya. Tanpa seperti itu ia menjadi utopia, sehingga hukum hanya bisa
dipatuhi oleh masyarakat di dalam system pemerintahan yang otoriter.