Anda di halaman 1dari 18

Disusun Oleh :

Ayu Karlina
Catur Bagus Windu Saputra
Chandra Frayoga
Edeng
Melinda Eka Pratiwi
Monica Veronica
Rahayu Ningtyas Saputri
Ririn Endah
Robiatul Adawiyah
Sri Ayuningsih
Yulian Fredika


Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah 1akarta 2011



KATA PENGANTAR

Tiada kata yang paling indah dan paling bermakna, kecuali Puji dan syukur kami kepada
Allah SWT, atas segala rahmat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas laporan pemeriksaan laboraturium pada penderita penyakit ginjal.
Rasa terimakasih juga tak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang telah bersedia
membantu kami dalam pembuatan laporan ini. Terutama kepada Ibu Diana Irawati yang telah
membimbing kami dengan sepenuh hati, kepada Orang tua kami yang selalu memberikan
dukungan moril kepada kami, dan kepada teman-teman yang dengan ikhlas memberi support
kepada kami.
Kami menyadari dalam laporan ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangatlah kami butuhkan untuk memperbaiki kesalahan kami
di masa yang akan datang.
Semoga laporan ini dapat membantu pembaca dalam memahami ilmu gangguan system
perkemihan.




Jakarta, Juni 2011


Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. atar Belakang
Dengan berat hanya sekitar 150 gram atau sebesar kira-kira separuh genggaman tangan
kita, ginjal memiliki Iungsi sangat strategis dalam mempengaruhi kinerja semua bagian
tubuh. Selain mengatur keseimbangan cairan tubuh, eletrolit, dan asam basa, ginjal juga
akan membuang sisa metabolisme yang akan meracuni tubuh, mengatur tekanan darah dan
menjaga kesehatan tulang.
Menurut ahli ginjal, penyakit ginjal disebut kronik jika kerusakannya sudah terjadi selama
lebih dari tiga bulan dan lewat pemeriksaan terbukti adanya kelainan struktur atau Iungsi
ginjal.
Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan Iungsi ginjal secara perlahan sehingga
terjadi gagal ginjal yang merupakan stadium terberat penyakit ginjal kronik. Jika sudah
sampai stadium ini, pasien memerlukan terapi pengganti ginjal berupa cuci darah
(hemodialisis) atau cangkok ginjal yang biayanya mahal.

B. Tujuan Permasalahan
Penulisan laporan ini mempunyai tujuan secara umum dan khusus, adapun tujuan
tersebut diantaranya :
Tujuan umum penulisan laporan ini, diharapkan mahasiswa mampu mengetahui
deIinisi, etiologi, patoIisiologi dan pemeriksaan laboraturium pada penyakit ginjal.
Kemudian tujuan secara khusus laporan ini diharapkan :
a. Menjelaskan pemeriksaan laboraturium pada gagal ginjal
b. Menjelaskan pemeriksaan laboraturium pada inIeksi ginjal
c. Menjelaskan pemeriksaan laboraturium pada batu ginjal
d. Menjelaskan pemeriksaan laboraturium pada sindrom neIrotik

BAB II
ISI
GAGAL GIN1AL KRONIK
1. Pengertian
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan Iungsi
ginjal yang bersiIat menahun, berlangsung progresiI, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila
laju Iiltrasi glomerular (G) kurang dari 50 ml/menit (Suhardjono, dkk, 2001). Sedangkan
menurut Mansjoer (2001) gagal ginjal kronik adalah penurunan Iungsi ginjal yang bersiIat
persisten dan ireversibel.
Menurut Brunner dan Suddarth (2001), gagal ginjal kronik atau penyakti renal tahap akhir
merupakan gangguan Iungsi renal yang progresiI dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
2. Etiologi
Menurut Mansjoer (2001) etiologi dari gagal ginjal kronik adalah glomeruloneIritik,
neIropati analgesik, neIropati reIluks, ginjal polikistik, neIropati, diabetik, penyebab lain
seperti hipertensi, obstruksi, gout, dan tidak diketahui.
3. Patofisiologi
Pada gagal ginjal kronik Iungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala
akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan
klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya
glomerulo Iiltrat rate (GR ) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan
kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang
menyebabkan anoreksia, nausea maupan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak mempengaruhi
Iungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraI, terutama pada neurosensori. Selain itu
Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap akhir
urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga terjadi
ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal
jantung kongestiI. Penderita dapat menjadi sesak naIas, akibat ketidakseimbangan suplai
oksigen dengan kebutuhan. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan
ascites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu
dimonitor balance cairannya. Semakin menurunnya Iungsi renal terjadi asidosis metabolik
akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H) yang berlebihan. Terjadi penurunan
produksi eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya anemia. Sehingga pada penderita dapat
timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak toleran
terhadap aktiIitas.
Dengan menurunnya Iiltrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar IosIat serum
dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. aju penurunan Iungsi ginjal dan perkembangan gagal
ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan
adanya hipertensi (Brunner dan Suddarth, 2001).
4. Pemeriksaan laboraturium
4 Pemeriksaan integritas barier filtrasi glomerulus dan fungsi tubulus
ginjal/urinalisis
Pemeriksaan ini merupakan bagian dari penilaian dasar terhadap penyakit ginjal,
terutama untuk menilai barier Iiltrasi dan Iungsi tubulus ginjal. Pada pemriksaan
urinalisis diperlukan specimen urin yang segar yaitu dengan mengumpulkan atau
mengambil urin aliran tengah dengan cara clean catch. Dengan dipstick dapat diperiksa
pH, protein, glukosa dan hemoglobin.
Sebelum diperiksa, urin harus disentripugasi 3-5 menit dengan kecepatan tidak lebih dari
3000 rpm.
Dari pemeriksaan urinalisis ini dapat diketahui antara lain:
1) Warna: normal warna urin adalah kuning jernih diluar warna ini menunjukkana
adanya kelainan sesuai penyakit yang mendasari.
2) Berat jenis: hanya dilakukan bila Iungsi ginjal normal terutama untuk mengetahui
konsentrasi urin. Sering dilakukan pemeriksaan dengan dipstick, batasannya antara
1,001-1,030 yang merupakan osmolaritas urin. Peningkatan berat jenis menentukan
adanya bahan-bahan atau zat hiperosmolar seperti radiokontras atau terjadinya deplesi
volume.
3) Ph: pemeriksaan terutama untuk mengetahui kesamaan urin. Biasanya dilakukan
dengan dipstick dan hasilnya sangat bergantung kepada keseimbangan asam basa
sistemik. Nilai pH urin ini berkisar 7,0 dan bila ~7,0 menunjukkan terjadinya
pembentukan bakteri oleh urese atau diurase bikarbonat.
4) Gula/glukosa: pemeriksaan ini berguna untuk menilai reabsorpsi glukosa dan bahan-
bahan lain. Adanya glukosuria pada pemeriksaan dipstick sedangkan pada gula darah
normal menunjukkan adanya kelaianan ginjal berupa gangguan reabsorpsi gula.
Keadaan ini dapat dipastikan dengan pemeriksaan uji toleransi glukosa.
5) Protein: pemeriksaan protein urin bertujuan untuk menilai barier Iiltrasi glomerulus.
Dengan dipstick dapat diketahui konsentrasi protein berkisar dibawah 10-15mg/dl.
Hasil pemeriksaan dipstick initidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh dengan
pemeriksaan dilusi specimen urin yang psoitiI dan bermakna dari konsentrasi
specimen. Hasilnya harus dilanjutkan dengan pemeriksaan protein urin dalam 24 jam
untuk mengetahui jumlah total ekskresi protein. Jumlah protein ~150mg/24 jam
merupakan jumlah yang abnormal dan diperlukan pemeriksaan yang lebih lanjut.
6) Hemoglobin: dalam keadaan lemah tidak dijumpai dalam urin. Akan tetapi bila
dijumpai perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan sel darah merah pada sediemnen urin.
7) eukosit esterase: pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat reaksi positiI dengan
dipstick yang disebabkan oleh adanya paling sedikit 4 leukosit per lapanagan
pandang besar.
8) Nitrit: meski kurang sensitive, pemeriksaan dengan dipstick ini menunjukkan adanya
bakteri yang dapat mengubah nitrat menjadi nitrit.
9) Pemeriksaan sedimen urin:
ritrosit: pemeriksaan sedimen eritrosit merupakan salah satu glomerulus ginjal.
Dalam keadaan normal dijumpai12.000 sel darah merah/ml urin. Pada kelainan
glomerulus jumlahnya menjadi lebih banyak dengan bentuk dan ukuran yang
tidak teratur. Keadaan ini menunjukkan terjadinya gangguan Iiltrasi glomerulus.
eukosit: pada keadaan normal sel darah putih dapat ditemukan berkisar 2-3 per
lapang pandang besar. Bila jumlahnya lebih, hal ini menunjukkan kemungkinan
adanya inIeksi saluran kemih atau inIlamasi. Namun demikian bila biakan urin
dengan piuria hasilnya negative untuk bakteri, kemungkinan lainnya harus
dipertimbangkan seperti prostatitis, ureteritis kronik, TBC ginjal, batu saluran
kemih atau nekrosis papilari. Sedangkan neIritis interstisial harus
dipertimbangkan anadaikata ditemukan adanya eosinoIilia dengan pewarnaan
wright atau Hansel pada sedimen urin.
Sel epitel tubulus ginjal : meskipun tidak di periksa pada urinalisis rutin, sel-sel
besar ini dengan inti yang sangat jelas sering terlihat pada nekrosis tubular akut ,
glomeruloneIritis atau pielcneIritis .Dan pada proteinurias dengan batasan
neIrotik, degenerasi sel epitel dapat dijumpai sebagai oval bodies.
Cast : silinder.silinder terbentuk di dalam tubulus distal atau bagian awal tubulus
kontortus,karena aglutinasis masa seluler dan elemen non seluler di dalam matriks
protein Tamm-HorsIall.Adanya silinder menujukan kelaianan yang berasal dari
ginjal .silinder,seperti nama nya , berbentuk bulat panjang,mempunyai besar dan
isi bermacam-macam sesuai dengan kelainan ginjal yang terdapat. Silinder
menunjukan gambaran lumen tubulus ginjal yang terdiri dari bagian bagian sel
dan protein dengan berbagai bentuk yang berkaitan dengan erat dengan kelainan-
kelainan tertentu seperti hialin (tidak berhubungan dengan penyakit ginjal), sel
darah merah (perdarahan glomerulu) ,leukosit ,(paling sering pieloneIritis dan
mungkin juga neIritis interstisial dan glomeruloneIritis ),epitel tubulus ginjal
(nekrosis tubulus akut ,glomeruloneIritis dan penyakit tubulointerstitisial),gula .
keadaan ini dapat dipastikan dengan pemeriksaan uji toleransi glukosa.
4 Pemeriksaan laju filtarasi glomerulus
Kreatinin plasma dan bersihan kreatinin
Kreatinin merupakan metabolit endogen yang sangat berguna untuk menilai Iungsi
glomerulus. Zat ini umumnya berasal dari metabolism otot dalam jumlah bilangan yang
masih kasar. Dari kesemuanya diekskresikan melalui ginjal dengan proses Iiltrasi
glomerulus bebas dengan skresi tubulus yang minimal. Dalam keadaan normal (Iungsi
ginjal, pengaturan diet, massa otot dan metabolism normal) kreatinin diproduksi dalam
jumlah yang sama dan diekskresikan melalui urin setiap hari. Sedangkat sekresi melalui
tubulus dan saluran pencernaan hanya dalam jumlah yang sedikit. Dengan demikian
penilaian G dengan mengukur konsentrasi kratinin plasma atau bersihan kreatinin
dapat menjadi over estimasi. Oleh karenanya proporsi ekskresi non-glomerulus
meningkat akibat terganggunya Iungsi ginjal. Over estimasi ini menjadi lebih progresiI
dan berat sehingga akibatnya G menurun. Beberapa jenisobat-obatan dapat
mempengaruhi sekresi kreatinin melalui tubulus yang dapat menyebabkan peningkatan
konsentrasi kreatinin dan penurunan bersihan kreatinin tanpa perubahan G.
Untuk mengukur bersihan kreatinni, urin pasien harus dikumpulkan selama 24 jam.
Konsentrasi plasma kratinin 9permmol/) dan konsentrasi urin (mmol/) juga harus
diperiksa. Juga lamanya pengumpulan urin dan volume urin. Kemudian dapat dihitung
bersihan kratinin. Nilai normal bersihan kreatinin berkisar 120 m/menit yang bervariasi
dengan ukuran yang dapat dinilai dari perluasan permukaan tubuh.

Pemeriksaan kreatinin serum
Pemriksaan konsentrasi kreatinin serum sangat mudah dan secara klinis sangat berguna
untuk menilai G (Iungsi ginjal). Penentuan kreatinin serum sebagai pegangan untuk
G sangat beralasan oleh karena kreatinin merupakan zat yang secara prima diIiltrasi
dengan jumlah yang Cuma sedikit akan tetapi bervariasi terhadap bahan-bahan yang
diekskresi. Peningkatan kreatinin serum dari 1,0 menjadi 2,0 mg/dl menunjukkan
penurunan Iungsi ginjal, dengan perhitungan secara kasar kurang lebih 50.
4 Penentuan perhitungan LFG
G dapat dihitung dengan Iormula CockcroIt-gault yaitu:
Untuk laki-laki: G (140-umur) x (BB/kg) x 72
Kreatini serum (mg/dl)
Untuk wanita: G nilai pada laki-laki x 0,85
Namun demikian perhitungan yang terbaik untuk G adalah dengan menentukan
bersihan kreatinin yaitu:
Bersihan kreatinin kreatinin urin (mg/dl) x volume urin (m/24 jam)
Kratinin serum (mg/dl) x 1440 menit
Nilai normalnya untuk bersihan kratinin:
aki-laki 97-137 m/ment/1,73 m2 atau 0,93-1,32 m/detiik/m2
Wanita 88- 128 m/menit /1,73 m2 atau 0,85-1,23 m/detik/m2
Pengumpulan urin yang tidak tepat akan menghasilkan bersihan kreatinin yang kurang
akurat. Untuk laki-laki urinnya mengandung 15-20 mg kreatini/kgBB/hari, sedang pada
wanita 10-15 mg kreatinin/kgBB/hari. Nilai ini akan menurun dengan bertambahnya
umur. Pada keadaan normal dengan nilai bersihan kreatinin berkisar 20 m/menit, jumlah
kreatinin yang terdapat dalam urin yang telah diIiltrasi akan menurun. Hal ini oleh karena
besarnya persentase kreatinin yang diekskresikan ke dalam urin oleh tubulus sesuai
dnegan penurunan G. Oleh Karen itu rendahnya nilai G yang sesungguhnya
menjadi melebihi perhitungan dengan bersihan kreatinin.
4 Pemeriksaan konsentrasi ureum plasma
Nilai normal konsentrasi ureum plasma 80 mg/dl. Ureum merupakan produk nitrogen
terbesar yang dikeluarkan melalui ginjal yang berasal dari diet dan protein endogen yang
Telah diIiltrasi oleh glomeruli dan sebagian direabsorbsi oleh tubulus. Ureum akan lebih
banyak lagi diabsrobsi pada dikeaadan dimana urin lambat/terganggu (dehidrasi).
Pengaruh yang penting dari diet dan reabsorbsi tubulus menjadikan pemeriksaan bersihan
ureum menjadi tidak tepat, sama seperti pengukuran G. Namun demikian pemeriksaan
kadar ureum plasma tetap penting dan diperlukan pada pasien-pasien penyakit ginjal
terutama untuk mengevaluasi pengaruh diet restriksi protein. Pada pasien gagal ginjal
kadar ureum lebih memberikan gambaran gejala-gejala yang terjadi dibandingkan
kreatinin. Hal ini diduga ada beberapa zat toksik sama dengan ureum. Dengan demikian
pada kadar ureum 20-25 mmol/ akan memperlihatkan gejala-gejala muntah, dan pada
kadar 50-60 mmol/ akan meningkat menjadi lebih berat. Oleh karena itu kadar ureum
merupakan tanda yang paling baik untuk timbulnya uremik toksik. Diperhitungan gejala
toksik ureum juga dapat dihilangkan dengan menurunkan kadar ureum dengan jalan
pengaturan ginjal rendah protein untuk pasien gagal ginjal berat.
Normal perbandingan ureum-kreatinin berkisar 60-80. Peningkatan perbandingan ureum-
kreatinin ini menunjukan adanya Iaktor-Iaktor lain diluar gagal ginjal tersebut yang
meningkatkan kadar ureum.
4 Pemeriksaan Proteinuria
Orang dewasa normal dan sehat mengekskresi dekit protein dalam urin hingga
150mg/hari, terutama terdiri dari albumin dan protein Tamm HorsIall. Yang terakhir ini
disekresi oleh tubulus distal. Proteinuria yang lebih dari 150mg/hari dianggap patologis.
Uji dipstick (albustix, combistix) mudah digunakan sehingga merupakan uji yang paling
sering digunakan untuk menguji proteinuria.ujung kertas dicelupkan kedalam urin, lalu
segera diangkat dan ditirskan dengan mengetuk-ngetukan ujung kertas celup tersebut
pada tepi tempat penampung urin. Hasilnya kemudian dibaca dengan membandingkan
dengan kartu daItar warna pada label. Tingkatan berkisar dari 0 sampai 4 yang
mengindikasikan jumlah protein dalam urin.
Uji skrining untuk proteinuria
Tingkatan dipstick Konsentrasi protein (Mg/dl)
0
Samar
1
2
3
4
0-5
5-20
30
100
300
1000

Mekanisme penyebab proteinuria:
1) Proteinuria Iungsional dapat terjadi pada pasien dengan ginjal normal. Keadaan ini
mengacu pada peningkatan sementara ekskresi protein akibat latihan yang berat,
demam atau peningkatan ekskresi protein yang diperkirakan karena posisi berdiri
(proteinuria ortostatik).
2) Proteinuria aliran keluar terjadi bersamaan dengan ekskresi protein berberat molekul
rendah jika terdapat produksi protein tertentu yang berlebihan (hampir selalu berupa
immunoglobulin rantai pendek pada multiple myeloma). Pada keadaan ini, beban
yang diIiltrasi meningkat ke tingkat yang melebihi kemampuan reabsorpsi normal
dari tubulus proksimal dan meningkat ke titik saat beban yang diIiltrasi sangat
melebihi kemampuan reabsorpsi dari tubulus proksimal.
3) Proteinuria glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang melibatkan
glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan permeabilitas glomerulus,
termasuk hilangnya ukuran atau beban sawar atau perubahan hemodinamik
glomerulus (khusunya tekanan glomerulus). Sawar Iiltrasi glomerulus terdiri dari
tiga lapisan (endotel, membrane basal, dan epitel) yang mempunyai rangkaian pori-
pori dengan berbagai ukuran.
No. Pemantauan penting Batas normal tiologi
1 Albumin 3,5 5,0
mg/d
Menurun
(hipoalbuminemia)
a. stres akut
b. katabolisme
c. overload cairan
d. gagal hati
e. pembedahan

Meningkat
(hiperalbuminemia)
a. dehidrasi
b. gagal ginjal
2 Blood urea nitrogen 9 20
mg/d

Menurun
a. overload cairan
b. malnutrisi

Meningkat (a:otemia)
a. dehidrasi
b. pemberian protein
berlebihan
c. gagal ginjal
3 Kalsium 8,5
10,5mg/d

Menurun
(hipokalsemia)
a. asupan kalsiumyang
tidakmemadai
b. asupan magnesium yang
tidak memadai
c. kadar albumin serum
yang rendah
d. transIusi yangmasiI
e. pankreatitis

Meningkat
(hiperkalsemia)
a. pemberian kalsiumpada
penyakitmetabolik
tulang
b. pemberian kalsiumdan
atau vitamin D yang
berlebihan
4 Kreatinin 0,3 1,3
mg/d

Menurun
a. overload cairan
b. malnutrisi

Meningkat
a. dehidrasi
b. gagal ginjal
5 olat (serum) 4 20
ng/d
Menurun
a. anemia makrositik
b. penggunaan obatobatan
6 Glukosa 60 110
mg/d
Menurun
(hipoglikemia)
a. penghentian nutrisi
parenteral total
yang mendadak
b. pemberian insulin
yang berlebihan
Meningkat
(hiperglikemia)
a. kanker
b. diabetes melitus
c. inIus dekstrosa
yang berlebihan
d. inIeksi (diobati)
e. penggunaan obatobatan
I. respon stres
7 Hemoglobin pa: 14
17,5
mg/d
pi: 13
15,5
mg/d

Menurun
a. anemia
b. pendarahan

Meningkat
a. dehidrasi
8 Magnesium 1,5 2,5
m6/d

Menurun
(hipomagnesemia)
a. diare
b. penggunaan obatobatan
c. sindrom reIeeding

Meningkat
(hipermagnesemia)
a. terapi replacement yang
berlebihan
b. antasid yang
mengandung magnesium
c. gagal ginjal
9 osIor 2,5 4,5
mg/d

Menurun
(hipofosfatemia)
a. pemberiandekstrose/
karbohidrat yang
berlebihan
b. terapi insulin dosis
tinggi
c. pengikat IosIat
d. sindron reIeeding
e. terapi replacement yang
berlebihan

Meningkat
(hiperfosfatemia)
a. gagal ginjal
10 Kalium 3,5 5
m6/d
Menurun
(hipokalemia)
a. diare
b. keadaan dilusi
c. terapi insulin dosis
tinggi
d. obat-obatan (diuretik,
steroid)
e. sindrom reIeeding
I. SIADH

Meningkat
(hiperkalemia)
a. terapi replacement yang
berlebihan
b. gagal ginjal
c. perbaikanpermasalahan
yang berhubungan
dengan deIisiensi
11 Bikarbonat
serum

24 32
m6/d

Menurun (asidosis)
a. asidosis metabolik
(diare, gagal ginjal,
alkalosis
respiratorik, sepsis)

Meningkat (alkalosis)
a. alkalosis metabolik
12 Hematokrit pa: 47
7
pi: 41
5

Menurun
a. anemia
b. pendarahan
c. overhidrasi

Meningkat
a. dehidrasi
13 Zat besi 50 150
g/d

Menurun
a. inIeksi akut
b. inIlamasi
c. deIisiensi zat besi

Meningkat
a. pemberian besi
yang berlebihan

INFEKSI GIN1AL
pengertian
InIeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya
invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001). ISK
merupakan kasus yang sering terjadi dalam dunia kedokteran. Walaupun terdiri dari berbagai
cairan, garam, dan produk buangan, biasanya urin tidak mengandung bakteri. Jika bakteri
menuju kandung kemih atau ginjal dan berkembang biak dalam urin, terjadilah ISK. Jenis
ISK yang paling umum adalah inIeksi kandung kemih yang sering juga disebut sebagai
sistitis. Gejala yang dapat timbul dari ISK yaitu perasaan tidak enak berkemih (disuria, Jawa:
anyang-anyangen). Tidak semua ISK menimbulkan gejala, ISK yang tidak menimbulkan
gejala disebut sebagai ISK asimtomatis.
Etiologi
Bakteri (schericia coli
Jamur dan virus
InIeksi ginjal
Prostat hipertropi (urine sisa)
Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :
a. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung daro tempat terdekat.
b. Hematogen
c. imIogen
d. ksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
aktor-Iaktor yang mempermudah terjadinya inIeksi saluran kemih yaitu :
Bendungan aliran urine.
1) Anatomi konginetal.
2) Batu saluran kemih.
3) Oklusi ureter (sebagian atau total).ReIluks vesi ke ureter
4) Neurogenik bladder.
5) Striktur uretra.
6) Hipertropi prostat.
7) Gangguan metabolic
8) Hiperkalsemia
9) Hipokalemia
10)Agamaglobulinemia.Instrumentasi
11)Dilatasi uretra sistoskopi.Kehamilan
12)aktor statis dan bendungan.
13)PH urine yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman.

InIeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada Iaeces yang naik dari
perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar
inIeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan
mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih,
mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inIlamasi.
InIlamasi, abrasi mukosa uretral, pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, gangguan
status metabolisme (diabetes, kehamilan, gout) dan imunosupresi meningkatkan resiko
inIeksi saluran kemih dengan cara mengganggu mekanisme normal.InIeksi saluran kemih
dapat dibagi menjadi sistisis dan pieloneIritis.PieloneIritis akut biasanya terjadi akibat inIeksi
kandung kemih asendens. PieloneIritis akut juga dapat terjadi melalui inIeksi hematogen.
InIeksi dapat terjadi di satu atau di kedua ginjal.PieloneIritis kronik dapat terjadi akibat
inIeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain,
atau reIluks vesikoureter.
Sistitis (inIlamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya inIeksi
dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke dalam kandung
kemih (reIluks urtrovesikal), kontaminasi Iekal, pemakaian kateter atau sistoskop.Uretritis
suatu inIlamasi biasanya adalah suatu inIeksi yang menyebar naik yang digolongkan sebagai
general atau mongonoreal. Uretritis gnoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan
ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis nongonoreal ; uretritis yang tidak berhubungan
dengan niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia Irakomatik atau urea plasma
urelytikum.
PieloneIritis (inIeksi traktus urinarius atas) merupakan inIeksi bakteri piala ginjal, tobulus
dan jaringan intertisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kmih
melalui uretra dan naik ke ginjal meskipun ginjal 20 sampai 25 curah jantung; bakteri
jarang mencapai ginjal melalui aliran darah ; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari
3 .
Pemriksaan laboraturium
1) Urinalisis
4 eukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.
eukosuria positiI bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (PB)
sediment air kemih
4 Hematuria: hematuria- positiI bila terdapat 5-10 eritrosit/PB sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan
glomerulus ataupun urolitiasis.
2) Bakteriologis
4 Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 -103 organisme
koliIorm / m urin plus piuria
4 Biakan bakteri
4 Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik
3) Kultur urine untuk mengidentiIikasi adanya organisme spesiIik
4) Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung
aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya
inIeksi.
5) Metode tes
4 Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk
pengurangan nitrat).
4 Tes esterase lekosit positiI: maka pasien mengalami piuria.
4 Tes pengurangan nitrat, Griess positiI jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat
urin normal menjadi nitrit.

SINDROM NEFROTIK
1. Pengertian
Sindrom NeIrotik (SN) ialah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuri massiI
(~50mg/kgBB/24jam), hipoalbuminemia (2,5gram/100ml) yang disertai atau tidak dengan
edema dan hiperkolesterolemia.
Secara klinis SN terdiri dari :
1) dema massiI
2) Proteinuria
3) Hipoalbuminemia
4) Hiperkolesterolemia atau normokolesterolemia

Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom NeIrotik Idiopatik (SNI). Kelainan
histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat sedikit perubahan
yang terjadi sehingga disebut inimal Change Nephritic Syndrome atau Sindrom NeIrotik
Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana lain menyebut NI (Nothing in Light microscopy)
disease.
2. Penyebab
a) Penyebab primer
Umumnya tidak diketahui kausanya dan terdiri atas SNI dengan kelainan histologik
menurut pembagian ISKDC
b) Penyebab sekunder
6) Sistemik
Penyakit kolagen seperti Systemic upus ritomatosus, Scholen Henoch Syndrome
Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome
Penyakit keganasan : hodgkin disease, eukemia
7) InIeksi
Malaria, Schitomatosis, mansoni, ues, Subacute Bacterial ndocarditis, Cytomegalic
inclusion disease
8) Metabolik
Diabetes Mellitus dan Amyloiodosis
9) Obat-obatan/ alergen
Trimetahdion, paramethadion, probenecid, tepung sari, gigitan ular, serangga, dan aksin
polio
3. Patogenesis
Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya SN pada anak yaitu :
a) Soluble Antogen Antibody Complex
Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibodi sehingga terjadi reaksi antigen
antibodi yang larut (soluble) dalam darah. SAAC ini kemudian menyebabkan sistem
komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C
3
akan bersatu dengan SAAC
membentuk deposit yang kemudian terperangkap dibawah epitel kapsula Bowman yang
secara imunoIlouresensi terlihat berupa benjolan yang disebut HUMPS sepanjang
membrana basalis glomerulus (mbg) berbentuk granuler atau noduler. Komplemen C
3

yang ada dalam HUMPS inilah yang menyebabkan permeabilitas mbg terganggu
sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati mg sehingga dapat dijumpai
dalm urin.
b) Perubahan elektrokemis
Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga menimbulkan
proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting pada
glomerulus terhadap Iiltrasi protein yaitu hilangnya Iixed negative ion yang terdapat
pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka
permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat
sehingga albumin dapat keluar bersama urin.
4. Pemeriksaan laboraturium
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah:
1) Urin
a. Albumin
O KualitatiI : sampai
O KuantitatiI : ~ 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa menggunkan reagen SBACH)
b. Sedimen : oval Iat bodies: epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-
kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin, dan toraks eritrosit
2) Darah
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
a. Protein total menurun
b. Albumin menurun
Penyakit sindrom neIrotik sangat berkaitan dengan albumin dalam darah. Albumin
dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Penderita yang
mengalami sindrom neIrotik ini terdapat albumin pada air seninya yang semestinya
tak ada pada orang normal. Normalnya dalam air kemih ini tak terdapat albumin
protein, tapi dalam sindrom neIrotik ini terdapat albumin sehingga orang
mengatakannya ginjalnya bocor. Padahal sebenarnya tak sedikit pun pada ginjal itu
yang bocor. Kalau dilihat di mikroskop, jelas tak ada yang bolong.ebih jauh lagi,
setiap darah yang mengalir dari pembuluh arteri akan masuk ke ginjal, lalu diproses
dan disaring di glomerulus, lalu balik keluar lagi. Hasil dari penyaringan inilah akan
keluar air kemih. Pada penderita sindrom neIrotik, permeabilitas ginjal ini meningkat
sehingga albumin yang semestinya tak merembes jadi keluar. Istilah permeabilitas
inilah yang susah menjelaskannya pada pasien. Akibat kekurangan albumin ini
muncul bengkak di seluruh tubuh karena cairan darah dalam pembuluh darah
berkurang.
Jika kadar albumin ini terlalu rendah, tubuh bisa shock mendadak yang
mengakibatkan kematian dalam waktu singkat." Dalam waktu lama, albumin yang
rendah itu mengakibatkan penderita mudah terkena inIeksi karena Iungsi protein
salah satunya adalah menangkal inIeksi. Selain albuminuria (terdapatnya protein
dalam air kemih) dan hipoalbuminemia, sindrom neIrotik ini juga ditandai oleh
munculnya edema (sembab pada tubuh), hiperkolesterolemia (peningkatan kadar
kolesterol dalam darah). Kadang-kadang kelainan ini disertai hematuria (terdapat
darah dalam air kemih), hipertensi (peninggian tekanan darah) dan penurunan Iungsi
ginjal.
c. globulin normal
d. u
1
globulin normal
e. u
2
globulin meninggi
I. globulin normal
g. Rasio albumin/globulin
h. Komplemen C
3
rendah/normal
i. Ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal

















DAFTAR PUSTAKA
A. Price, Sylvia. 2008. PatoIisiologi disi 6. Jakarta: GC
M. Nurs, Nursalam. 2008. suhan Keperawatan pada Paien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Robbins & Kumar. Buku ar Patologi II Edisi 4. Jakarta: GC
Sudoyo, Aru.W. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi J. Jakarta: Internal Publishing

Anda mungkin juga menyukai