Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Iisiologi hewan yang berjudul 'Reseptor Perasa. Untuk menyelesaikan laporan ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. edua orangtua tercinta dan segenap keluarga yang telah banyak memberi dorongan baik moril maupun materiil. 2. Para probandus yang bersedia secara sukarela untuk membantu kelancaran pelaksanaan praktikum ini 3. Asisten praktikum yang selalu membimbing Penulis dalam pelaksanaan praktikum dan pembuatan laporan hingga dapat diselesaikan secara keseluruhan Semoga Allah SWT berkenan mencatatnya sebagai amal shaleh. Penulis sadar bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Dengan iringan doa semoga laporan ini dapat bermanIaat dalam pengembangan ilmu dan wacana berpikir kita bersama. Amin.
Malang, 23 Maret 2011
Penulis
RESEPTOR PERASA
Rizky Nurdiansyah 1urusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya Malang
Abstrak
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui lokasi pengecap pada manusia dan mengetahui variasi waktu sensasi rasa. Praktikum ini menggunakan jasa 6 probandus dengan kriteria pria perokok, tidak merokok, suka pedas, tidak suka pedas, wanita suka pedas dan tidak suka pedas. Bahan yang digunakan adalah air, larutan gula (manis), larutan garam (asin), larutan asam sitrat (asam) dan larutan pil kina (pahit). Uji pertama adalah menentukan lokasi reseptor, dilakukan dengan mengoleskan setiap larutan uji pada bagian lidah tertentu yaitu ujung, tepi depan, tepi belakang dan pangkal. Data uji pertama digunakan untuk uji kedua. Uji kedua dilakukan dengan mengoleskan larutan uji pada bagian yang sensitiI dengan rasa larutan uji dan dihitung waktu hingga muncul sensasi rasanya. Uji dibedakan antara kondisi lidah basah dengan kondisi lidah kering. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa tiap lokasi terkadang memiliki lebih dari 1 kepekaan rasa. Waktu sensasi juga bervariasi. Variasi tersebut disebabkan oleh gaya hidup, kondisi lidah dan jenis kelamin probandus.
ata kunci : Gaya hidup, lidah, pengecap, rasa
BAB I HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Analisa Prosedur Praktikum kali ini terdapat dua uji bagi probandus, yang pertama adalah menentukan lokasi reseptor pengecap dan yang kedua adalah menghitung waktu sensasi rasa muncul. Setiap uji memiliki tujuan masing-masing. Uji penentuan lokasi adalah untuk mengetahui lokasi pengecapan pada manusia, sedangkan uji kedua bertujuan untuk mengetahui variasi waktu sensasi pengecapan pada lidah dalam keadaan kering dan basah. Probandus yang dipilih berjumlah 6 dengan kriteria pria perokok, tidak merokok, suka pedas, tidak suka pedas, wanita suka pedas dan wanita tidak suka pedas. Pemilihan ini bertujuan untuk mengetahui apakah jenis kelamin dan gaya hidup seseorang mempengaruhi kepekaan indra pengecapnya. Uji pertama dimulai dengan membersihkan rongga mulut dengan berkumur. Tujuannya adalah untuk menghilangkan zat-zat yang dapat mengubah persepsi rasa pada mulut agar hasil yang dihasilkan dapat akurat. Selanjutnya, cotton bud dicelupkan pada salah satu larutan uji yang merupakan representatiI dari 4 rasa dasar yang dapat dirasakan manusia, yaitu manis (larutan gula), asam (larutan asam sitrat), asin (larutan garam dapur) dan pahit (larutan pil kina) (Bowen, 2006). Cotton bud yang telah dicelupkan tersebut dioleskan pada berbagai bagian lidah, yaitu bagian ujung, tepi depan, tepi belakang dan pangkal, setelah itu dicatat rasa larutan dan daerah yang paling peka terhadap rasa tersebut. Pengulangan dilakukan sebanyak jenis larutan yang digunakan. 4 bagian lidah tersebut dipilih karena menurut Sherwood (2007), 4 tempat tersebut memiliki tingkat kepekaan paling tinggi pada salah satu dari 4 rasa dasar yang dapat dirasakan oleh manusia. Uji kedua dimulai dengan membersihkan rongga mulut seperti halnya uji pertama. Berdasarkan data yang telah didapatkan dari uji pertama, larutan uji dioleskan pada bagian lidah yang paling peka dengan rasa larutan tersebut, lalu dihitung waktu yang diperlukan untuk merasakan sensasi rasa tersebut dengan menggunakan stopwatch. Setelah itu, mulut probandus dibersihkan dengan cara berkumur dan dilakukan pengulangan sejumlah jenis larutan uji yang dibuat. Perbedaan perlakuan yang dilakukan dalam uji ini adalah dibuat menjadi 2 variabel amatan, yaitu saat lidah kering dan saat lidah basah. Tujuannya adalah melihat perbedaan waktu yang diperlukan untuk merasakan sensasi rasa yang ditimbulkan. Teori yang mendasari adalah sensasi rasa disebabkan oleh zat yang berbentuk cair atau larut dalam air, sehingga lebih cepat stimuli rasa pada lidah basah daripada lidah kering (Shallenberger 1997).
1.2 Analisa Hasil 1.2.1 Data Hasil Pengamatan Praktikum kali ini mendapatkan data sebagai berikut: Tabel 1. Data Lokasi Reseptor Pengecap Probandus No. Probandus Letak Reseptor Pengecap Ujung Tepi Depan Tepi Belakang Pangkal 1. Pria perokok (JR. Sulthan) Pahit Asam Manis Manis - - 2. Pria tidak merokok (M. Dwi Susan) Manis Pahit Asam Pahit Asam Pahit Pahit 3. Pria suka pedas (Bayu Hendra) Manis Asam Asin Pahit 4. Pria tidak suka pedas (Yustino) - Asin Pahit Manis Asam 5. Wanita suka pedas (Sela) Asin Manis Asam Pahit 6. Wanita tidak suka pedas (Ratna) Manis Asin Asam Pahit
Tabel 2. Waktu Sensasi Pengecap Probandus No Probandus Waktu sensasi pengecap (s) Manis Asam Asin Pahit B B B B 1. Pria perokok 18 7 1 0 3 2 13 12 2. Pria tidak merokok 1 1 2 1 4 2 1 1 3. Pria suka pedas ~60 ~60 5,5 2,8 3,5 2,4 3,0 ~60 4. Pria tidak suka pedas 1,34 1,77 0,8 1,75 1,38 1,77 1,02 0,9 5. Wanita suka pedas 5 4 2 1 3 2 1 1 6. Wanita tidak suka pedas 1,4 3,8 2,7 1,3 4,1 1,8 1,3 2,2 1.2.2 Pembahasan Data Berdasarkan tabel data yang telah dibuat, dapat diketahui bahwa setiap probandus memiliki hasil percobaan yang berbeda-beda. Uji pertama dan kedua memiliki tingkat variasi yang tinggi dalam datanya. Uji pertama (tabel 1) menunjukkan bahwa tempat lidah yang paling peka pada 1 sensasi rasa sangat beragam dari tiap probandus. Menurut Sherwood (2007), tiap rasa memiliki tempat yang paling peka terhadap rasa tersebut pada lidah, yaitu manis di ujung lidah, asam di bagian samping, asin di tepi depan dan pahit di pangkal lidah. Data praktikum menunjukkan bahwa tidak semua probandus mengikuti teori tersebut. Probandus pria perokok pada ujungnya peka terhadap 3 rasa sekaligus, yaitu pahit, asam dan manis. Menurut Marieb (2009), hanya terdapat sangat sedikit perbedaan pada tiap lokasi sel reseptor rasa dan taste buds tidak hanya merespon 1 jenis rasa, bisa 2, 3 atau bahkan semua jenis rasa dasar. Probandus yang memiliki gaya hidup tidak merokok dan tidak suka pedas cenderung memiliki susunan kepekaan rasa yang sesuai dengan teori Sherwood (2007). Tabel 2 menunjukkan hasil dari uji kedua pada praktikum kali ini. Perbedaan waktu sensasi yang cukup signiIikan pada lidah basah dengan lidah kering terlihat dari seluruh probandus, yaitu lidah basah memiliki waktu yang lebih cepat merasakan sensasi rasa daripada lidah yang kering. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Shallenberger (1997), bahwa lidah yang basah karena saliva ataupun air, dapat melarutkan ion-ion yang menyebabkan terjadinya sensasi rasa sehingga lebih mudah mencapai reseptor rasa pada membran sel pengecap. Hal ini dikarenakan oleh zat yang menyebabkan sensasi rasa (tastant) membutuhkan air untuk mencapai reseptor dan interaksi tastant dengan reseptor ditransmisikan melalui air. Berdasarkan data dari kedua uji tersebut, dapat diketahui bahwa gaya hidup juga mempengaruhi kepekaan dari sel-sel perasa di lidah. Probandus yang memiliki kebiasaan merokok dan memiliki kesukaan pada rasa pedas memiliki waktu sensasi pengecap yang lebih lama daripada yang tidak suka rasa pedas, tidak peduli jenis kelaminnya. Rasa pedas yang timbul saat kita memakan makanan pedas dirimbulkan oleh senyawa capsaicin (8-methyl-N-vanillyl-6- nonenamide) yang banyak terkandung di cabai. Selain itu juga terdapat capsaicinoids yang merupakan senyawa yang mirip dengan capsaicin. Saat dimakan, senyawa-senyawa tersebut akan berikatan dengan reseptor nyeri di mulut dan kerongkongan sehingga menyebabkan sensai rasa pedas, selanjutnya, stimuli ini akan diteruskan ke otak dan direspon dengan menaiknya denyut jantung, meningkatkan pengeluaran keringat dan pelepasan hormon endorIin. Makanan pedas di satu sisi memiliki manIaat bagi tubuh seperti meningkatkan naIsu makan, mengurangi resiko penyakit kardiovaskular, menurunkan berat badan bahkan berpotensi mengurangi resiko kanker. Namun, terlalu banyak memakan makanan pedas dapat menyebabkan iritasi pada lidah dengan mengubah geograIis dari lidah sehingga dapat menyebabkan kepekaan pada rasa berkurang (Suaramedia, 2009).
1.2.3 Faktor-faktor yang Berpengaruh Persepsi rasa yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh data- data yang diperoleh oleh organ sensor lainnya. InIormasi-inIormasi seperti bau dari makanan, tekstur, suhu dan lain sebagainya dapat mempengaruhi rasa dari suatu makanan (Martini dan Nath, 2009). Menurut Mason dan Nottingham (2002), beberapa Iaktor yang dapat mempengaruhi kepekaan indra pengecap adalah : 1. Suhu 2. Tidur 3. Tingkat lapar 4. Umur 5. Jenis kelamin Ambang rasa untuk setiap rasa juga dapat berpengaruh. Ambang rasa manis oleh sukrosa 0,1M, asin untuk natrium klorida 0,01M, asam untuk asam klorida 0,0009M dan pahit oleh quinin 0,8x10 -6 M. Ambang rasa berarti konsentrasi minimum bagi senyawa kimia tertentu untuk dapat melakukan transduksi pada sel pengecap sehingga akan menimbulkan sensasi rasa (Guyton, 1976). Faktor lain yang berpengaruh adalah adanya Ienomena buta rasa. Beberapa orang mengalami akan adanya buta rasa pada lidahnya, yang berarti bila pada orang lain dapat merasakan suatu substansi, maka bagi orang yang buta rasa maka akan tidak berasa apa-apa. Contohnya adalah PTC (phenylthiocarbamide) yang tidak dapat merasakan rasa pahit (Martini dan Nath, 2009). Pemberian ektrak miracle berry (Synespalum dulficum) dapat memberikan pergantian rasa, yang sebelumnya berasa asam menjadi manis dengan potensial rasa manis sama dengan potensial rasa asamnya (Shallenberger, 1997).
1.2.4 Mekanisme Pengecapan 5 rasa klasik yang dapat dirasakan manusia (manis, asin, asam, pahit dan umami) ternyata melakukan mekanisme transduksi yang berbeda-beda dan terjadi di sel reseptor yang berbeda pula. 2 dari mekanisme ini merupakan ionotrophic (rasa asin dan asam) dan sisanya (rasa manis, umami dan pahit) merupakan metabrotropic dan dimediasi oleh GPCRs (Hill et al. 2008).
Gambar 1. Mekanisme transduksi tiap rasa (Mann, 2011)
Mekanisme transduksi yang paling simpel adalah mekanisme transduksi rasa asin. Makanan yang memiliki rasa asin biasanya mengandung ion natrium atau sodium (Na
) dan ion ini dengan
mudah memasuki sel pengecap melalui kanal natrium atau kanal kationik (Mann, 2011). Substansi garam yang memberikan rasa garam yang asli hanyalah NaCl, beberapa jenis garam yang lain biasanya memberikan rasa yang pahit (Shallenberger, 1997). etika kita memakan makanan yang mengandung ion tersebut, maka konsentrasi di mulut akan lebih tinggi dan menyebabkan depolarisasi pada sel pengecap. PNa akan lebih dari 0 dan kelebihan Na
akan menyebabkan perubahan positiI pada potensial membran. anal pengecap rasa sama sekali tidak berhubungan dengan ;oltage-gated Na
channel pada axon dan menunjukkan sedikit persamaan dengan
kanal Na
pada ginjal. Sensivitas rasa asin sedikit tidak peka
dibandingkan dengan rasa lain. Selain mekanisme transduksinya yang terkesan tidak sensitiI, manusia terdaptasi dengan rasa asin karena saliva memiliki konsentrasi NaCl sedikitnya 1.0 mM dan meningkat saat saliva makin banyak. onsentrasi NaCl minimum agar suatu makanan berasa asin adalah 50 mM (Hill et al. 2008). Seperti halnya rasa asin, rasa asam juga ditransduksi menggunakan channel protein. Rasa asam ditimbulkan oleh senyawa asam atau ion H
. ion tersebut dapat memasuki sel melalui cationic
channel (Mann, 2011). Channel yang memediasi masuknya ion tersebut dibentuk pada sel pengecap PD1L3 dan PD2L1 yang merupakan anggota dari keluarga polycycstic kidney disease yang mirip dengan ion channel. edua channel ini selektiI permeabel terhadap ion H
. PD1L3 dan PD2L1 diekspresikan secara
bersama pada sel pengecap yang berbeda. Bila gen yang mengekspresikan PD2L1 dihilangkan, maka kemampuan mengecap rasa asam akan menghilang pula (Hill et al. 2008). Rasa manis dimediasi oleh suatu dimer protein yang disebut dengan T1R3 dan T1R2. edua protein ini memiliki daerah terminal amino yang besar dan ekstraseluler yang membentuk daerah pengikatan gula. Rasa umami yang ditimbulkan oleh makanan dengan protein tinggi juga disensor oleh dimer yang sama, T1R3 dengan protein lain, T1R1. T1R1 dan T1R2 terekspresi pada populasi sel yang berbeda, dan akhirnya mengindikasi terdapat kumpulan sel pengecap yang berbeda yang memediasi kedua rasa tersebut (Hill et al. 2008). Rasa pahit dimediasi oleh GPCRs yang lebih besar dan memiliki sequence yang berbeda. Hal ini mungkin didasari oleh senyawa yang menyebabkan rasa pahit sangat beragam. eluarga protein yang memediasi rasa ini adalah keluarga T2R yang memiliki 30 jenis anggota. Reseptor ini terekspresi pada kumpulan sel pengecap yang unik sehingga tidak akan mengekspresikan reseptor T1R. Reseptor pahit tidak dibagi-bagi secara populasi sel, namun satu sel pengecap rasa pahit dapat mengecap semua jenis rasa pahit dan mungkin itulah alasan mengapa kita tidak dapat membedakan rasa-rasa pahit (Hill et al. 2008). %ransduction pathway dari 3 rasa yang dimediasi oleh GPCRs menggunaakan second messenger (Mann, 2011). G protein (gustducin), yang mengaktivasi phospholipase C, memproduksi 2 second messenger IP3 dan diacylglycerol. Mekanisme ini menyebabkan gating pada channel TRP (TRPM5). Menghilangkan gen yang mengkode phospholipase C ataupun TRPM5 maka akan menghilangkan kemampuan mengecap rasa manis, umami dan pahit, namun tetap dapat merasakan asin dan asam, karena mekanisme transduksinya dan gen yang mengkode mediator transduksi berbeda (Hill et al. 2008). Transduksi tersebut akan menimbulkan sinyal elektrik atau sinaps pada sel pengecap. Sinyal elektrik sensasi rasa tersebut akan disalurkan melalui 3 pathway (Boroditsky, 1999): 1. SaraI chorda tympani (dari lidah bagian depan dan samping) 2. SaraI glosso-pharyngeal (dari lidah bagian pangkal) 3. SaraI ;agus (dari mulut dan laring)
Gambar 2. SaraI indra pengecap (Jacob, 2008)
etiga saraI tersebut membentuk koneksi ke batang otak pada bagian NST (nucleus of solitary tract) sebelum mencapai thalamus dan akhirnya akan disalurkan ke daerah insula dan korteks operkulum Irontal di bagian lobus Irontal otak untuk diolah (Boroditsky, 1999).
1.2.5 Papilla Permukaan lidah memiliki kondisi geograIis yang begitu unik. ondisi geograIis tersebut disebabkan oleh adanya proyeksi sel epithel lidah yang disebut lingual papillae. Mamalia memiliki 3 jenis papilla, yaitu papilla IiliIorm (dari kata Iilum atau benang), papilla IungiIorm (Iungus atau jamur) dan papilla circumvallate (circum, yang berarti berputar dan vallum yang berarti di dinding) (Martini dan Nath, 2009). Namun menurut Boroditsky (1999), terdapat 1 jenis papilla lagi, yaitu papilla Ioliata yang berbentuk lipatan-lipatan pada tepi lidah. Papilla yang memiliki sel pengecap adalah semua tipe papilla kecuali papillia IiliIorm.
Gambar 3. Lidah, Papila dan %aste bud (Jacob, 2008)
Fungsi papilla sendiri bermacam-macam. Papilla IiliIorm tidak dapat mengecap rasa, namun berIungsi sebagai pemberi gaya gesek agar lidah dapat memindahkan objek secara mudah di dalam rongga mulut. Papilla lainnya akan berIungsi sebagai indra pengecap, karena di dalamnya terdapat sel pengecap. Papilla circumvallate membentuk huruI V pada tepi posterior dari lidah (Martini dan Nath, 2009).
1.2.6 Anomali Indra Perasa Anomali dapat terjadi pada indra perasa. Hal tersebut dapat disebabkan oleh Iaktor dari luar maupun dari dalam. Beberapa contoh anomali yang sering dijumpai adalah buta rasa, atau PTC. Gejala PTC adalah tidak dapatnya individu untuk merasakan rasa pahit seperti orang-orang normal biasanya (Martini dan Nath, 2009). Anomali lain adalah terapi lidah dengan miracle berry yang dapat mengubah persepsi rasa asam menjadi manis (Shallenberger, 1997). Menurut Jacob (2008), terdapat suatu Ienomena anomali lain, yaitu super taster. Fenomena ini ditemukan pada orang-orang yang memiliki papila perasa yang lebih daripada normal. Mereka dibedakan dengan peningkatan densitas papila IungiIorm dan sensivitas ekstrim dari n-propylthiouracil (PROP). Orang-orang super taster cenderung tidak menyukai sayuran hijau dan makanan berlemak. Bila didasarkan pada hasil praktikum kali ini, anomali indra perasa juga dapat disebabkan oleh gaya hidup, yaitu merokok dan menyukai masakan pedas.
BAB II PENUTUP
2.1. Kesimpulan Lokasi pengecap pada manusia adalah ada pada lidah dengan pembagian bagian ujung untuk rasa manis, bagian tepi depan untuk rasa asin, bagian tepi belakang untuk asam dan pangkal untuk pahit. Variasi waktu sensasi dapat dipengaruhi oleh kondisi lidah, gaya hidup seseorang dan jenis kelamin.
2.2. Saran Sebaiknya pada praktikum ini dilakukan juga percobaan dengan berbagai konsentrasi larutan uji yang diketahui. Harapannya dapat mengetahui ambang batas dari probandus.
DAFTAR PUSTAKA
Boroditsky, L. 1999. %aste Smell and %ouch. Lecture Note. http://www- psych.stanIord.edu/~lera/psych115s/notes/lecture11/ tanggal akses 16 Maret 2011. Bowen, R. 2006. Physiology of %aste. http://www.vivo.colostate.edu/hbooks/pathphys/digestion/preg astric/taste.html tanggal akses 16 Maret 2011. Guyton, A.C. 1976. %extbook of Medical Physiology. W.B. Saunders Company: Philadelphia. Hill, R.W., G.A. Wyse dan M. Anderson. 2008. Animal Physiology 2 nd Edition. Sinauer Associates Inc.: Massachusetts. Jacob, T. 2008. %he Physiology of %aste. http://www.cardiII.ac.uk/biosi/staIIinIo/jacob/teaching/sensory /taste.html tanggal akses 23 Maret 2011. Mann, M.D. 2011. Chapter 4b Sensory Receptors. http://www.unmc.edu/physiology/Mann/mann4b.html tanggal akses 20 Maret 2011. Marieb, E. N. 2009. Essentials of Human Anatomy and Physiology 9 th Edition. Benjamin Cummings: San Francisco. Martini, F.H. dan J.L. Nath. 2009. Fundamentals of Anatomy and Physiology 8 th Edition. Benjamin Cummings: San Francisco. Mason, R.L. dan S.M. Nottingham. 2002. Sensory E;aluation Manual. The University oI Queensland: Queensland. Shallenberger R.S. 1997. %aste Recognition Chemistry. Pure & Appl. Chem. Vol 69. No 4: 659-666. Sherwood, L. 2007. Human Physiology from Cell to System 7 th
Edition. Brooks/Cole: Belmont Suaramedia. 2009. Efek Negatif Sensasi Cabai Iritasi Lidah dengan Pola Aneh. http://www.suaramedia.com/gaya- hidup/makanan/39744-eIek-negatiI-sensasi-cabai-iritasi-lidah- dengan-pola-aneh.html tanggal akses 20 Maret 2011.