Anda di halaman 1dari 22

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmatNya kepada
kami berupa kesehatan dan kesempatan sehingga tugas ini dapat dibuat walaupun dalam bentuk
yang sederhana.
Kami sangat menyadari bahwa tugas ini dalam realisasinya masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan baik dari segi ilmiahnya maupun teknis penyusunannya. Oleh karena
itu, kami mengharapkan saran serta kritikan yang siIatnya membangn demi kesempurnaan tugas
ini.
Mudah-mudahan ingas ini dapat bermanIaat bagi kami dan rekan-rekan pada umumnya.
Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.


Makassar, 12 november 2011



Penyusun






2
A F T A R I S I


KATA PENGANTAR . 1

BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah . 3
I.2. Rumusan Masalah . 3

BAB II PEMBAHASAN
II.1. Istilah Dan Pengertian . 4
II.2. Masyarakat Dan IPTEK Bahari . 5
II.3. Sistem Pengetahuan Budaya Bahari
Dan Perkembangannya . 6
II.4.Perkembangan seni kebaharian Indonesia ................................. 16
II.5.Hubungan ilmu pengetahuan, teknologi
Dan seni .................................................................................. 17

BAB III PENUTUP
III.1. Kesimpulan . 20
III.2. Saran . 20

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 22








3

BAB I
PENAHULUAN

I. 1. Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati laut terbesar di
dunia karena memiliki ekosistem-ekosistem pesisir. Perairan Indonesia merupakan laut tropis
yang mengandung stok sumber daya biotik melimpah yang dapat dieksploitasi tanpa
membahayakan kondisi kelangsungan sumberdayanya.
Secara realitas, keterlibatan masyarakat Bahari dalam pengolaan sumber daya hayati
laut mempunyai peranan penting. Salah satu mata pencaharian masyarakat yang bermukim di
sekitar pesisir adalah nelayan. Hasil yang diperoleh dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan sebagian dikomsumsi bersama keluarga.
Selanjutnya jenis peralatan yang digunakan, sebagian besar masyarakat bahari masih
menggunakan peralatan yang belum memadai. Peralatan yang digunakan sebagian besar bersiIat
manual artinya mengandalkan kondisi alam dan kemampuan melaut yang diperoleh secara turun
temurun.
Kondisi diatas menunjukkan bahwa kemampuan dalam pengelola hasil yang diperoleh
dinilai masih sangat rendah dan belum mencapai sasaran. Hal ini disebabkan rendahnya
pemahaman masyarakat Bahari terhadap eIektiIitas dan eIisiensi pengelolaan serta jenis peraltan
yang digunakan masih minim.
Oleh sebab itu Pengetahuan dan Teknologi Bahari perlu dikaji guna meningkatkan
kemampuan pengelolaan sumberdaya hayati terkait dengan penggunaan peralatan yang
memadai.

I. 2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka diperoleh 2 (dua) pokok masalah sebagai
berikut :
1. Sejauh mana pemahaman masyarakat terhadap IPTEK bahari ?
2. Bagaimana Perkembangan Sistem Pengetahuan Budaya Bahari di Indonesia ?

4

BAB II
PEMBAHASAN

II. 1. Istilah dan Pengertian
Masyarakat Bahari merupakan kesatuan-kesatuan hidup manusia berupa kelompok-kelompok
kerja, kampung, desa, suku bangsa (Ethnic Group), komuniti-komuniti, kesatuan-kesatuan
administratiI berupa kecamatan, provinsi, bahkan bisa merupakan negara atau kerajaan, yang
sebagian besar atau sepenuhnya menggantungkan kehidupan ekonominya secara langsung atau
tidak langsung pada pemanIaatan sumber daya hayati atau non hayati laut serta jasa-jasa laut,
yang dipedomani oleh dan dicirikan bersama dengan kebudayaan baharinya. Sedangkan
Pengetahuan
Adanya kemampuan berIikir pada manusia yang menyebabkan terus berkembangnya rasa
ingin tahu tentang segala yang ada di alam semesta ini. pengetahuan yang diperoleh dari alam
semesta ini kemudian merupakan dasar kelahiran ilmu pengetahuan selanjutnya diterapkan pada
munculnya teknologi dan seni.
Pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu:
1. Pengetahuan ilmiah yakni suatu proses pembentukan yang menerus sampai dapat
menjelaskan Ienomena alam dan keberadaan alam itu sendiri.
2. Pengetahuan non ilmiah (sosiologis) diperoleh terutama dengan mengandalkan
perasaan, kayakinan dan tanpa diikuti proses pemikiran yang cermat.

Teknologi
Manusia memiliki karsa yang mendorong manusia untuk bertindak dan berkarya untuk selalu
ingin menghasilkan sesuatu hal yang bermanIaat bagi kebaikan manusia (teknologi).
Teknologi yang digunakan nelayan tak lepas kaitannya dengan pengetahuan mereka dalam
mencari naIkah di lautan. Tanpa pengetahuan tentang lautan, ombak, gejala alam dan
pengetahuan lainnya, maka secanggih apapun teknologi yang digunakan tidak akan mencapai
tujuan dibalik teknologi itu sendiri. Oleh karena itu, pengetahuan dan teknologi harus berjalan
beriringan, apabila salah satunya tertinggal maka dapat dipastikan hasil tangkapan yang

5
maksimal akan sulit dicapai. Jadi, IPTEK merupakan ilmu yang mengantar kita tentang
pengetahuan bentuk-bentuk teknologi yang biasanya digunakan oleh nelayan dalam hal
penangkapan dalam berlayar.
II. 2. Masyarakat dan IPTEK Bahari
Masyarakat Bahari adalah kesatuan-kesatuan hidup manusia yang sepenuhnya
menggantungkan kehidupan ekonominya secara langsung maupun tidak langsung pada
pemanIaatan sumber daya hayati maupun non hayati laut, serta jasa-jasa laut.
Beberapa kategori Masyarakat Bahari secara garis besar teridiri dari penduduk nelayan
pesisir dan pulau, pelayar/pengusaha, transportasi/perhubungan laut, pemanIaatan sumber daya
dan jasa-jasa laut lainnya.
Untuk lebih jelasnya kategori masyarakat Bahari dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Penduduk Nelayan Pesisir dan Pulau-Pulau :
Penduduk nelayan di Indonesia pada umumnya menghuni daerah pesisir pulau-pulau
besar dan memenuhi pulau-pulau kecil yang sangat banyak jumlahnya terbentang dari
Sabang hingga Merauke. Mereka ini, dikategorikan sebagai penduduk nelayan karena
sebagian besar atau penghuninya menggantungkan kehidupan ekonominya secara langsung
atau tidak langsung pada pemanIaatan sumber daya perikanan laut dengan menggunakan
berbagai, tipe perahu, jenis-jenis alat teknik eksploitasi, dan lain sebagainya.
Dilihat dari sumber pendapatan ekonominya, terdapat sebagian penduduk nelayan
yang disamping hidup dari menangkap ikan dilaut, juga mengandalkan sumber-sumber
lainnya seperti pelayaran/usaha transportasi laut, bertani padi, sawah, berladang mengelolan
tambak, berdagang, beternak dan lain-lain. Terdapat sebagian penduduk nelayan, terutama di
pulau-pulau besar dan kecil yang padat penduduknya (Jawa dan Madura, Sapudi Kangean,
Bawean, Sulawesi-Selatan, Buton). Telah memusatkan aktivitasnya pada penangkapan ikan.
Selain dari penduduk pesisir dan pulau-pulau kecil, sejak tahun 1980-an tumbuh dan
berkembang perusahaan-perusahaan perikanan modern, yang mengelola dan tenaga kerjanya
banyak direkrut dari berbagai tempat berpisah (perkantoran, desa-desa pedalaman, pesisir
dan pulau-pulau) yang memiliki pengetahuan dan keterampilan Iormal.
Meningkat pesatnya penduduk Indonesia dan semakin menipisnya peluang-peluang
mata pencaharian di darat (daerah perkotaan dan pedalaman) memungkinkan penduduk
nelayan dengan usaha perikanan intensiI akan meningkat drastis.

6
b. Pelayar / Pengusaha Transportasi Laut
Pelayar (Pengusaha dan Pekerja Transportasi Laut), merupakan kategori penduduk
pemangku budaya Bahari, tulen. Banyak kalangan ilmuan terutama Sejarawan, menganggap
para nelayan sebagai kelompok-kelompok masyarakat maritim murni, karena dicirikan
dengan aktivitas pelayarannya. Mengarungi lautan antar pulau, antar negara dan bahkan antar
benua. Penduduk pelayar tradisional di Indonesia biasanya relatiI terkonsentrasi di daerah
pesisir dan jasa pulau-pulau. Sedangkan anggota kelompok-kelompok awak kapal besar dan
modern direkrut dari para lulusan akdemi atau perguruan tinggi kelautan yang berasal dari
keluarga-keluarga mampu di kota-kota dan desa-desa pedalaman.
Berbeda dengan penduduk nelayan yang pada umumnya digambarkan sebagai
masyarakat miskin, keluarga-keluarga pelayar dan saudagar justru banyak dicirikan dengan
kondisi sosial ekonomi stabil sebagai golongan masyarakat Bahari yang kaya di Indonesia
ini.
c. Pengguna Sumber Daya Dan Jasa-Jasa Laut Yang Lain
Termasuk dalam kategori penduduk pengguna jasa-jasa laut lainnya, selain nelayan
dan pelayar, ialah para pedagang hasil-hasil laut, pengelolan/tukang dan pekerja industri
perahu/kapal dan alat-alat tangkap yang bermukim bersama keluarga-keluarga nelayan di
wilayah pesisir dan pulau-pulau, para petambang batu karang dan pasir laut, petambang
migas dan mineral, pengelola industri pariwisata dan wisatawan, penyelam, wisatawan dan
bahkan Marinir/AL dan satuan-satuan tugas keamanan laut lainnya sedikit banyak bisa
dikategorikan sebagai penduduk dan warga masyarakat Bahari. Meskipun sebagian besar dari
mereka ini tidak menghuni kawasan pemukiman pesisir dan pulau-pulau.
II.3. Perkembangan Sistem Pengetahuan Budaya Bahari i Indonesia.
Kebudayaan Bahari terdiri dari beberapa aspek yang saling terkait secara
keseluruhan. Aspek-aspek tersebut berupa sistem-sistem ide/gagasan, pengetahuan, kepercayaan,
nilai, norma/aturan, bahasa/komunikasi, kelembagaan/organisasi sosial, ekonomi, teknologi dan
seni kebaharian. Berikut disajikan gambaran singkat tentang aspek-aspek budaya bahari dengan
menggunakan budaya nelayan dan pelayar material, untuk lebih jelasnya dapat diuraikan singkat
sebagai berikut :
a. Sistem Pengetahuan
Pengetahuan Pelayaran

7
AktiIitas pelayaran, masyarakat Bahari membutuhkan pengetahuan-pengetahuan tentang
musim, kondisi, cuaca dan suhu, kondisi dasar dan tanda-tanda lainnya untuk menentukan
waktu-waktu memulai melakukan pelayaran, kelancaran, kebersihan dan keselamatannya. Di
berbagai daerah di Indonesia, masyarakat bahari memiliki sistem pengetahuan yang
beranekaragam, tergantung dari asal daerahnya. Namun seluruhnya dapat dikatakan memilki satu
benang merah, di mana sebagian besar masih berpegang teguh pada budaya tradisional. Salah
satunya adalah masyarakat nelayan di desa Pambusuang.
Sistem pengetahuan navigasi yang dimiliki oleh warga masyarakat nelayan di desa
Pambusuang adalah sebagai berikut :
Mengenal beberapa bahaya laut
a. Angin topan
Karena angin topan merupakan salah satu bahaya pelayaran maka Masyarakat
Pambusuang mengetahui akan datangnya angin topan dengan mempersiapkan :
O Menutup semua permukaan perahu yang dapat dilalui air masuk ke dalam geladak
perahu
OMemperbaiki semua tali temali perahu
OMengikat semua benda-benda peralatan yang dapat disapu oleh ombak besar.
b. Hantu Laut
Hantu laut ini biasanya muncul dalam bentuk titik-titik yang menyerupai kunang-kunang
(kembang api). Cara-cara untuk menanggulangi atau atau menghilangkan hantu laut itu
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
OSegera mengambil jeruk nipis, airnya diperas dan diteteskan pada hantu laut yang baru
muncul itu
OKalau kebetulan jeruk nipis tidak ada, maka sebagai penggantinya adalah celana dalam
seseorang yang dipikulkan pada hantu laut itu.
OMengambil seutas tali ijuk yang diikatkan atau dipikulkan pada hantu laut itu.
.. Laso Angin
Laso angin biasanya berbentuk sebatang tetesan hujan raksasa yang tampak turun dalam
segumpal awan, yang mungkin sekali sama tornado dan menjadi ancaman yang sangat
berbahaya bagi pelayaran. Apabila laso angin itu melalui perahu, maka perahu-perahu itu
dapat tenggelam ditelan oleh pusaran air.

8
d. Gurita Besar
Adalah sejenis binatang laut yang mempunyai jari-jari tiga buah. Besarnya jari-jari itu
paling kecil sebesar pohon kelapa, dengan panjangnya antara 10-20 meter. Binatang ini
dinamakan oleh orang Pambusuang dengan nama Kawao. Bintang tersebut biasanya
menyerang pelayaran di waktu malam.

Cara warga masyarakat nelayan Pambusuang mengusir binatang gurita besar bila ada
yang mendekati perahu, adalah sebagai berikut :
OPertama-tama mematikan semua nyala api, menurut para pelaut di desa Pambusuang ,
bahwa setiap benda yang menyala pada malam hari dianggap kawanan binatang lain
yang mau menyerangnya.
OMembuang terasi atau tembakau ke dalam laut, karena kedua jenis bahan ini dapat
memabukkan gurita besar tersebut.
OSeorang anak perahu disuruh meniru ayam gagak berkokok untuk menakuti gurita ,
agar gurita menyangka bahwa ia sedang berada di dekat daratan, karena pada umumnya
gurita besar takut berada di dekat daratan yang dihuni oleh manusia.
Pengenalan Posisi
Untuk mengetahui posisi perahu dapat pula melalui pengenalan mata angin. Ada
beberapa macam cara yang sering digunakan oleh masyarakat nelayan di desa Pambusuang
telah menentukan posisi perahunya bila berada di tengah lautan. Cara praktis mereka lakukan
adalah mengeahui benda-benda langit di waktu malam dan menggunakan matahari, ombak,
arus, dan sebagainya sebagai kompas di siang hari.
Pada malam hari para nelayan mempergunakan bintang-bintang sebagai alat untuk
mengetahui mata angin dan sekaligus sebagai alat untuk mengontrol arah haluan. Juga
masyarakat Mandar Pambusuang, ada beberapa jenis bintang yang sering digunakan untuk
menentukan posisi perahu yang sedang berlayar yang olehnya disebut :
O Lambaru (Bintang Pari) yang selalu berada di sebelah selatan.
O Boyang Kepang (Bintang Hidup) yang selalu berada di sebelah utara.
Akan tetapi apabila malam telah larut, bintang-bintang tersebut telah terbenam, lalu pada saat
mereka menggunakan jenis bintang yang lain sebagai alat, yaitu :
O Tallu-tallu (Bintang Tiga) yang selalu terbit di sebelah tenggara.

9
O Balunus (Bintang Tujuh) yang selalu terbit di sebelah timur.
Demikian pula untuk mengetahui posisi daratan dari perahu atau sebaliknya. Biasanya
perkiraan mereka jarang meleset dengan menggunakan tanda-tanda atau daratan, seperti
melihat adanya awan yang keputih-putihan biasanya merupakan tanda bahwa daratan yang
dekat. Para pelaut Mandar Pambusuang juga menggunakan burung-burung sebagai tanda.
Ada beberapa jenis burung yang dapat dianggap sebagai alat untuk menentukan atau
mengenal posisi daratan. Yang paling dikenal adalah jenis burung yang dalam bahasa
Mandar, disebut jagong. Burung ini pada malam hari tinggal di pohon-pohon daratan, akan
tetapi pada siang hari terbang sampai seratus mil jauhnya dari pantai.
Pada pagi hari burung Jagong meninggalkan pantai menuju ke laut dengan menentang
angin laut dan pada sore hari ke pantai mengikuti arah tiupan angin. Dengan melihat burung
jagong dengan memperhatikan jenis-jenis angin yang bertiup, maka pelaut-pelaut Mandar
Pambusuang dapat mengetahui dimana posisinya di lautan. Sealnjutnya pengenalan posisi
dapat pula dilakukan melalui kilat dan awan.
Pengenalan arah
Pengetahuan tentang pergantian musim merupakan cara untuk mengetahui arah. Suatu
hal yang sangat penting dalam dunia navigasi adalah mengetahui pergantian musim, karena
dengan mengetahui pergantian musim dan perubahan musim dapat membuat perencanaan
kegiatan pelayaran.
Masyarakat Bahari, khususnya nelayan dan pelayar di nusantara ini mempunyai
pengetahuan tentang dua musim utama, yaitu musim barat dan timur, yang menentukan
waktu intensiI atau sepinya aktivitas pemanIaatan sumber daya laut dan pelayaran.
Pembagian dan karakteristik masing-masing pola musim tersebut sebagai berikut :
Bulan 12 16 : Berlangsungnya musim barat dengan hujan lebat, angin/badai besar dan
arus kuat dari arah barat ke timur tidak atau kurang memungkinkan aktivitas nelayan dan
pelayanan rakyat.
Sebaliknya musim timur berlangsung antara 7 12 di tandai dengan angin dan arus agak
lemah dari timur ke barat, memberikan peluang besar bagi nelayan dan pelayanan rakyat
beroperasi secara intensiI.

10
Dari musim barat ke timur ada musim peralihan yang berlangsung selama kurang lebih 3
bulan (bulan 5 bulan 7) membawa angin dengan guncangan ombak kurang menentu tak
henti-hentinya.
Nelayan pulau sembilan, khususnya penangkap kerapu (sunu dalam istilah lokal)
mempunyai pengetahuan munculnya sunu dan ikan karang besar lainnya, yaitu antar
bulan 10 bulan 4.
Mengenai perubahan musim, perubahan cuaca dan suhu, kondisi air laut, kondisi dasar
yang mempengaruhi (positiI,negatiI) aktivitas pelayaran dan eksploitasi sumber daya
laut/Perikanan, pelayar dan nelayan Bugis dan Makassar misalnya berpedoman pada perangkat
pengetahuan mereka tentang tanda-tanda di laut angkasa berupa kital, awan hitam, bunyi kemudi
perahu, cahaya laut, yang dihubungkan dengan peristiwa atau hal datangnya angin kencang,
angin tornado adanya batu karang, mahluk berbahaya seperti gurita dan lain-lain. Denga hal ini
nelayan dan pelayar mendasarkan pengetahuannya dengan indra pakkita (penglihatan),
parengkalingan (pendengaran), paremmau (penciuman), papenedding (Iirasat) dan tentuang
(keyakinan).
Pelayar dan nelayan mempunyai perangkat pengetahuan tentang lokasi-lokasi
berbahaya, seperti selat-selat dimana banyak pusaran air (kala-kala dalam istilah bugis dan
makassar), tempat dimana berdiam banyak hiu, gurita dan paus. Pengetahuan tempat-tempat
keramat dihuni hantu-hantu laut, demikian juga tempat aman untuk di lalui dan beristirahat selain
itu nelayan juga mempunyai pengetahuan tentang kondisi dasar (dalam, dangkal, berpasir
berlumpur, berbatu-batu, rata, landai, curam) dan kondisi air laut terutama ombak dan arus.
Khusus untuk aktivitas pelayaran, pelaut-pelaut bugis makassar dan bajo menggunakan
pengetahuan astronomi dengan dasar letak bintang-bintang seperti sulo bawi (muncul disebelah
timur, menandakan akan datangnya angin timur), warawarae (menandakan akan datangnya panas
terik), bintang tanrae (menandakan akan datangnya angin kencang) manue (menandakan musim
barat mulai datang dan tellu-tellue (petunjuk berlayar ke arah barat atau timur).
Nelayan Pambusuang dalam hal pengenalan arah dapat pula dilakukan dengan cara
pengenalan terhadap bulan sabit, seorang nahkoda nelayan di Pambusuang dapat saja
mengetahui arah pergantian musim. Pengetahuan nelayan tentang entang musim dapat dilihat
dari letak kemiringan bulan sabit tersebut pada musim barat, pada musim penghujan letak

11
bulan sabit agak miring ke utara, sedangkan pada musim timur atau musim kemarau letak
bulan sabit agak iring ke selatan.
Dengan mengetahui arah perubahan posisi bulan sabit, maka para pelaut atau nelayan di
Pambusuang dapat memastikan arah perubahan musim, sehingga dengan demikian
masyarakat nelayan di Pambusuang dalam sistem pengetahuan mereka banyak melihat
bagaimana kondisi alam sekitar. Pengetahuan seperti ini merupakan modal dasar yang sangat
berguna dalam melakukan kegiatannya sehari-hari mereka dalam mencari naIkah
(menangkap ikan).
Pada dasarnya sistem pengetahuan berkisar dari bagaimana kondisi kosmogonio
pada saat tertentu, karena menurutnya alam biasanya memberikan simbol-simbol yang
dicerna melalui pengalaman-pengalaman. Oleh karena itu masyarakat nelayan di
Pambusuang telah banyak mengetahui seluk beluk pelayaran, antara lain pengetahuan
mereka tentang keadaan laut , pengetahuan tentang hari baik dan hari buruk (kotika), dan
sebagainya.
b. Sistem Pengetahuan Tetang KlasiIikasi Biata Laut Bernilai Ekonomi.
KlasiIikasi, pengetahuan tentang biodata laut bernilai, ekonomi yang dimiliki, oleh
komuniti-komuniti, nelayan bisa berbeda-beda dari satu tempat ketempat lainnya, baik dalam
penanaman maupun jumlahnya. KlasiIikasi pengetahuan lokal tersebut seperti, berikut :
Ikan Karang : Nelayan Jawa dan Madura masing-masing mengetahui 80-an dan 60-an
jenis ikan bernilai, ekonomi, nelayan Bugis dan Bajo pulau sembilan (Sinjai).
Mengetahui tidak kurang dari 60 jenis ikan dan lebih dari 20 jenis ikan pelagik di laut
dalam dan dangkal. Bagi nelayan pengguna karang di Sulawesi Selatan sejak lebih dari
10 tahun terakhir, jenis-jenis sunu, kerapu, ketampa langkoe (napoleon dalam istilah
pasarnya) merupakan komuditi, ekspor andalannya. Ekor kunig, banjara, sinrili dan jenis
ikan berkelompok sebagai tangkapan utama nelayan pembom dari Sulawesi Selatan.
O Udang Laut : Nelayan pulau mengenal kurang lebih 20 jenis teripang. Diantaranya yang
mahal harganya ialah teripang koro, teripang buang kulit asli, teripang nanas, teripang
pandang (diurut dari yang termahal). Sedangkan para pedagang teripang di Makassar
mengetahui tidak kurang dari 40 jenis teripang yang laku di pasar.
O Teripang. Nelayan pulau sembilan mengenal kurang lebih 20 jenis teripang. Di antaranya

12
yang mahal harganya ialah teripang koro, teripang buang kulit asli, teripang buang kulit
biasa, teripang tai konkong, teripang batu, teripang nenas, teripang pandang, (diurut dari
yang termahal). Sedangkan pada pedagang teripang di Makassar mengetahui tidak kurang
dari 40 jenis teripang yang laku di pasar.
O Bagi nelayan pulau sembilan, berbagai klasiIikasi biota dan tidak liar, seperti penyu (sisi'
nama lokal), hiu (diambil siripnya), siput/kerang mutiara lola kima mata tujuh, dan lain-
lain),. Akar bahar, rotan laut, agar-agar merupakan tangkapan utama nelayan untuk diekspor
sejak abad ke-16.
Dibandingkan dengan pengetahuan saintis yang mengetahui (nama latin) ribuan jenis
ikan laut, demikian juga biota lainnya, pengetahuan nelayan lokal adalah miskin. Ini disebabkan
oleh karena nelayan hanya perlu memberi nama ika-ikan bernilai ekonomi, berIungsi, simbolik,
berbahaya, dan berIungsi praktis lainnya.
c. Pengetahuan Tentang Perilaku Ikan dan Biota Laut Lainnya.
Masyarkat nelayan dimana-mana mempunyai pengetahuan tentang perilaku ikan dan
spesis-spesis biota laut lainnya yang menjadi tangkapannya. Misalnya :
Nelayan penangkap ikan zalm di Amerika Tengah dan Canada mengetahui persis pola
perkembangbiakan dan musim migrasi ikan zalm dari sungai-sungai besar ke laut lepas
kemudian kembali lagi ke habitat utamanya disungai-sungai besar.
Nelayan Eropa mengetahui pola perilaku ikan horing (ikan berkelompok besar) di laut
lepas atlantik. Nelayan Jawa dan madura, Bugis (Mandar) dan Makassar mengetahui pola
perkembangbiakan dan rute-rute migrasi ikan layang yang melalui pembiakan pantai
utara Jawa dan selat Makassar.
Nelayan Mandar dan Galesong (Makassar) mengetahui pola perkembangbiakan dan
lokasi-lokasi ikan terbang (tuing-tuing, torani dalam istilah lokal) menurut nelayan, jenis-
jenis layang dan ikan terbang hanya suka hidup di laut yang kadar garamnya tinggi.
Nelayan kerapu dari pulau sembilan mengetahui pola perkembangbiakan, tempat-tempat
musim dan saat-saat munculnya ikan-ikan kerapu di pendirian gugusan karang (taka-taka
dalam istilah lokal) pulau sembilan.

13
Bahkan nelayan tahu jenis-jenis ikan suka hidup dalam atau dangkal; didasar pesisir atau
berlumpur ; di habitat terumbu karang padong lamun, hutang mangroeIe atau muara-
muara sungai. Nelayan mengetahui pula saat-saat muncul dan menghilangnya ikan-ikan
tertentu.
d. Pengertian Tentang Lokasi Penangkapan Dan Letak Rumah Ikan Di Laut\
Dari akumulasi pengalaman dan warisan genarasi tua, nelayan dimana-mana
mempunyai pengetahuan tentang lokasi-lokasi ikan, bahkan letak rumah-rumah ikan targetnya.
Nelayan pancing sunu leong-leong dari pulau sembilan misalnya, mempunyai pengetahuan
beberapa lokasi penangkapan dengan letak rumah-rumah ikan sunu disitu, antara lain seperti :
1aka / Lokasi, Karang Letak Rumah Ikan
Taka Malambere Selatan
Taka Loangnge Utara dan Selatan
Taka Pangami Ujung Timur
Taka Limpoge Utara dan Tengah
Taka Lakaranga Utara dan Selatan
Taka Legenda Timur
Taka Laborao` Timur
Taka Alusie Timur
e. Pengetahuan Mengetahui Lingkungan Sosial.
Kelompok-kelompok nelayan dan pelayar tertentu, disekelilingi, oleh kelompok-
kelompok sosial dengan mana mereka berinteraksi, bekerja sama atau bersaing memperebutkan
peluang-peluang penguasaan sumber daya dan pasar, kalau bukan bahkan dianggap musuh atau
penghambat. Pengetahuan tentang kondisi lingkungan sosial sekeliling tersebut digunakannya
untuk menyusun siasat sebagai pengambilan keputusan/pilihan tindakan (Choice Actions).
Kategori kategori, lingkungan sosial dimaksudkan seperti :

a. Para pedagang hasil luat, pengusaha modal, pasar/tpi, dan lain-lain dimana-mana merupakan
lingkungan sosial dengan siapa nelayan bekerja sama dan menjual tangkapannya.
b. Kelompok-kelompok nelayan lain yang mengusahakan jenis-jenis tangkapan sama
merupakan pihak-pihak/kelompok-kelompok penyaing.
c. Bagi, nelayan teripang, pengguna bahan peledak atau bius dari Sulawesi Selatan misalnya,
komuniti-komuniti di Maluku, Irian, Jawa dan personil keamanan laut Jawagana, Babinsa,

14
Binmas, Kp3, Angkatan Laut yang menguasai kawasan-kawasan indung dianggapnya
sebagai kelompok-kelompok atau pihak-pihak yang biasa diajak kerjasama kalau bukan
justru dianggapnya perintang yang harus dihindari dilaut.
Meskipun dengan Iungsi relatiI sama. Namun tipe atau bentuk-bentuk teknologi
pelayaran dan masyarakat ke tempat-tempat dan masyarakat-masyarakat lainnya didunia.
Berbagai Iaktor menyumbang kepada deversiti dan variasi bentuk-bentuk teknologi kebaharian
bisa dikategorikan atas Iaktor-Iaktor internal/lokal dan eksternal, berupa konteks sosial budaya,
ekonomi, demograIi, politik lingkungan pisik dan sumber daya alam/laut. Berbagai tipe/bentuk
perahu tradisional milik kelompok-kelompok etnis di Indonesia (lihat Horridge, 1985, 1986)
antara lain sebagai berikut :
Perahu Patorani (Makassar)
Lambo (Mandar)
Pinisi (Bugis)
Sandeg, Pangkur, Bago (Mandar)
Bagang (Bugis)
Padewakang (Makassar)
Bodi tipe kapal kayu baru 1980-an (Bugis, Makassar, Bajo, Sulawesi Selatan)
Lambo (Buton)
Janggolan (Madura)
Mayara (Jawa)
Prahu Jaring (Madura)
Lis-alis, Golekan, Leti-leti (Jawa)
Jukung (Jawa)
Janggolan (Bali)
Nade (Sumatera)
Perahu-perahu Jawa dan Bali dicirikan dengan ukuran dan gambar-gambar binatang
dengan kombinasi warna cet, gambar-gambar tersebut berIungsi seni. Juga memuat
makna/gagasan dan keyakinan-keyakinan religius. Pinisi adalah salah satu tipe perahu Bugis
dengan konstruksi yang bagus, namun kurang dari segi ukuran, warna dan motiI-motiI
bermakna. Konstruksi ini rupa-rupanya lebih mengutamakan nilai praktis berupa Iungsi
keseimbangan daya muat dan kecepatan.

15
Teknologi penangkapan ikan di Indonesia (Lihat P.N Van Komponen, 1909) secara
garis besar dikategorikan dalam :
(1).Net
(2).Pancing
(3).Bulon
(4).Alat Tusuk : Tombak, Panah
Setiap kategori, terutama net dan pancing, mempunyai banyak variasi. Nelayan Jawa
dan Madura cukup kaya dengan alat tangkap net. Net panjang saja sebagai salah satu jenis net
mempunyai 7 variasi (P. Besar, P.Peperek, P. Krakkat, P. Arad, P. Kopek, P. Dedang, P.
Bhorton). Sebagian besar dari jenis-jenis tersebut masih digunakan sebagian nelayan Jawa dan
Madura hingga sekarang ini.
Di desa Titawai Saparna dikenal jenis-jenis alat tangkap tradisional seperti : rumpan,
jaring bobo/lingkar, j. labsi/ingsang, j.tuing-tuing/ingsang hanyut, jala, bubu, panah ikan,
kolawai/tembok, yang masih tetap digunakan nelayan setempat.
Sistem ekonomi dipahami sebagai saling berkaitan diantara sub-sub sistem produksi,
distribusi dan konsumsi dengan aspek-aspek sosial budaya lokal dan yang dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan eksternal (ekonomi pasar, demograIi, institusi sosial, inovasi teknologi,
kondisi lingkungan Iisik dan sebagainya). Dalam pengertian sempit, setiap sektor ekonomi
masyarakat, termasuk sektor-sektor ekonomi kebaharian. Cukup banyak sektor ekonomi kelautan
dikembangkan masyarakat-masyarakat bahari di negara-negara tergolong maju. Sektor-sektor
ekonomi kebaharian tersebut seperti pelayaran/perhubungan, perikanan pertambangan,
perdagangan hasil laut, industri hasil laut, industri kapal, industri alat-alat tangkap, pengerukan
pantai kawasan pelabuhan dan rute-rute pelayaran, pariwisata Bahari, jasa olah jasa Bahari,
birokrasi, dan lain-lain.
Untuk Indonesia, pada kenyatannya baru sedikit diantaranya sekian banyak sektor
ekonomi kebaharian yang berkembang di negara-negara maju, yang sejak dahulu kala telah di
geluti dan menyentuh hajat hidup rakyat banyak, seperti sebagai berikut :
Perikanan
Perhubungan
Perdagangan
Industri dan Pertambangan

16
II.4. Perkembangan Seni Kebaharian di Indonesia
Manusia mempunyai daya cipta yang mengilhami kekuatan manusia untuk selalu ingin
tahu (mencari ilmu pengetahuan), dan mempunyai rasa yaitu daya yang memberi kekuatan
mengindera sehingga cinta akan keindahan (seni).
Di Indonesia terdapat beranekaragam seni kebaharian, beberapa di antaranya adalah sebagai
berikut :
1. Perahu-perahu Jawa dan Bali dicirikan dengan ukiran dan gambar binatang
2. Pinisi adalah salah satu perahu dengan konstruksi yang bagus tetapi konstruksi ini lebih
mengutamakan Iungsi kesimbangan, daya muat, dan kecepatan.
3. Berupa nyanyian. Nelayan Urk (Belanda) kaya dengan lagu-lagu berIungsi seni dan doa-
doa kepada Tuhan untuk meminta reseki ekonomi dan keselamatan di laut. Nelayan
torani (ikan terbang) dari galesong mempunyai lagu-lagu mengandung kekuatan
supranatural memikat ikan-ikan untuk datang sendiri melompat masuk ke dalam perahu-
perahu patorani yang dioperasikannya.

Sebuah nyanyian nelayan dan pegaram Makassar yang miskin berIungsi pelipur lara,
sebagai berikut :
' Bulang sumarakko naik
Na nu seorok ballaku
Na kacinikang
Somberek kasiasiku
Bintoeng paleng mammumba
Kukana wari-waria
Ku tuju mata
Kuparek pannyaleori

Artinya :
Bulan bersinarlah engkau
Dan sorotilah rumahku
Sehingga tampak kemiskinanku
Bintang rupanya yang timbul

17
Ku kira sang kejora
Kutatap, kujadikan pelipur lara.
II.5. HUBUNGAN ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI dan SENI
1). Hubungan antara Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pada tahap awal teknologi berkembang dengan menggunakan kaedah-kaedah
atau pedoman dari pengalaman-pengalamn yang telah dikumpulkan sehingga pada Iase
ini dapat dikatakan teknologi berjalan sendiri tanpa hubungan dengan ilmu pengetahuan.
Fase ini berlangsung menjelang revolusi industri dan teknologi yang menonjol atau
pertanian, mekanik, dan kedokteran.
Dalam tahapan berikut memunculkan permasalahan-permasalahan yang
memerlukan pendekatan ilmiah/metode ilmiah sehingga dengan demikian teknologi
memerlukan ilmu pengatahuan sebagaimana telah dirintis oleh Francis Bacon, Newton
dan lainnya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berhubungan erat, bisa dikatakan
teknologi adalah terapan dari ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Bahkan ada pernyataan interaksi antara ilmu pengetahuan dan teknologi yang berbunyi :
'Ilmu pengetahuan yang berkembang tanpa teknologi bagai pohon tanpa buah sebaliknya
bila teknologi berkembang tanpa ilmu pengetahuan bagai pohon tanpa akar.
Perkembangan sains dan teknologi yang sekian pesatnya mempunyai pengaruh
langsung pada kehidupan. Pengaruh tersebut siIatnya berbeda-beda. Yang jelasnya
perkembangan itu mempengaruhi 4 bidang, yaitu :
1) Langsung ke bidang intelektual, meninggalkan kebiasaan-kebiasaan, ataupun
kepercayaan-kepercayaan tradisional dan mengambil kebiasaan-kebiasaan baru.
2) Pengaruh pada bidang industri dan kemampuan di medan perang.
3) Perubahan yang dibawakannya pada organisasi-organisasi sosial lambat laut
merambat dalam kehidupan politik.
4) Perubahan maupun benturan terhadap tata lingkungan.
Hal-hal itu semuanya secara langsung menyangkut sendi kehidupan manusia
dan lambat laun telah menjadi keterlibatan bersama dan pada akhirnya menentukan hidup
matinya umat manusia di dunia ini.
2) Hubungan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni

18
Frase dunia bersudut tiga merupakan penyederhanaan dari keadaan sebenarnya,
tentu saja sepanjang hal ini dapat menyikap materi, maka penggunaannya dapat
diperluas. Berbagai dunia segitiga lainnya dapat disingkap, dan ternyata memiliki
keterkaitan Iungsi dari masing-masing sudutnya.

Moralita



Intelektualita Sensibilita



Etika Teknologi





FilsaIat Estetika Sain/ Seni
` Ilmu Pengetahuan

Dari segitiga intelektualita, moralita, sensibilita dapat diturunkan dari masing-
masing sudutnya. Menuju kanan bawah dapat dilihat bahwa sains (ilmu pengetahuan),
teknologi dan seni berada dalam satu segitiga yang saling terkait satu sama lain.
Kualitas seni maupun ilmu dapat memiliki kemajuan dengan bantuan teknologi.
Walaupun demikian tidak berarti bahwa teknologi berada di tengah garis ilmu dan seni,
tetapi terdapat pula perhubungan ilmu dan teknologi yang langsung, begitu pula terdapat
hubungan teknologi dengan seni secara langsung. Oleh karena itu ketiganya membentuk
suatu segitiga ilmu, teknologi dan seni.
Seni adalah muara dari perkembangan ilmu pengerahan dan teknologi yang
bahu membahu saling membantu dalam perkembangannya. Karya-karya seni baik yang
bersiIat kebendaan maupun kecerdasan, selain ditunjang oleh beragam gagasan
keindahan dari seniman itu sendiri, akan nampak di dalam bukti-bukti kemajuan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, yang menunjukkan kesatupaduan PTEKS

19
misalnya : candi Borobudur, gedung Taj Mahal, Pyramid, adalah karya kesatupaduan
IPTEKS yang luar biasa.






























20
BAB III
PENUTUP

III. 1. Kesimpulan
Penduduk nelayan di Indonesia pada umumnya menghuni daerah pesisir pulau-pulau
besar dan memenuhi pulau-pulau kecil dari Sabang sampai Merauke. Mereka ini dikategorikan
sebagai penduduk nelayan karena itu masyarakat harus menggantungkan hidupnya pada laut dan
daerah sekitarnya. Teknologi pelayaran dan produksi serta perlengkapan-perlengkapan lain harus
diketahui oleh setiap nelayan tentang alat tangkapan yang baik seperti net, pancing, bubu, dan
sebagainya, karena masyarakat pada umumnya masyarakat pesisir beroprasi sebagai nelayan.
O Dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni manusia dapat menguasai alam dan
mengolahnya untuk kepentingan mereka sebab IPTEKS mempunyai pengaruh langsung
pada kehidupan.
O Perkembangan dunia bahari didukung oleh peningkatan IPTEKS yang selalu seiring
dengan laju perkembangan zaman.
O Perkembangan perahu-perahu yang biasa digunakan untuk berlayar bermanIaat dalam
proses peningkatan laju perekonomian mesyarakat bahari khususnya pada masa kerajaan-
kerajaan maritim.
O Seni kebaharian bisa berupa nyanyian nelayan masyarakat yang berIungsi sebagai pelipur
lara ketika mereka hanya memperoleh hasil yang sedikit ataupun tidak sama sekali.
O Masyarakat bahari khususnya nelayan dan pelayar mempunyai pengetahuan tentang 2
musim yakni musim barat dan timur.
O Pelayar dan nelayan memiliki beberapa sistem pengetahuan yang membantu mereka
dalam melaksanakan kebaharian.

III. 2. Saran
Menurut kami pemahaman tentang IPTEK perlu diterapkan lagi secara detil dan
jelas dalam kalangan masyarakat kecil atau masyarakat yang pengetahannya masih di
bawah standar. Dimana pada umumnya masyarakat Bahari tidak memiliki pendidikan
yang tinggi tetapi hanya memiliki pendidikan dasar, tentang bagaimana menjadi seorang

21
nelayan dan alat-alat tangkap apa yag baik dan mempunyai kualitas terbaik. Juga
masyarakat masih menggunakan alat tangkap tradisional, sehingga IPTEK harus lebih
disebarkan kepada masyarakat menengah kebawah.





























22
AFTAR PUSTAKA

Lampe, Munsi. 2007. awasan Sosial Budaya Bahari (SBB). Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Pendidikan AlternatiI Untuk Warga Pesisir. Harian Fajar. Edisi Jumat, 2 Maret 2007. Makassar.
www.kompas.com

Anda mungkin juga menyukai