Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DeIinisi Hak PrerogatiI
PrerogatiI berasal dari bahasa latin praerogativa yang artinya dipilih
sebagai yang paling dahulu memberi suara, praerogativus yang yang artinya
diminta sebagai yang pertama memberi suara, praerogare yang diminta
sebelum meminta yang lain.
Dalam prakteknya kekuasaan Presiden RI sebagai kepala negara sering
disebut dengan istilah 'hak prerogatiI Presiden dan diartikan sebagai
kekuasaan mutlak Presiden yang tidak dapat diganggu oleh pihak lain.
Secara teoritis, hak prerogatiI diterjemahkan sebagai hak istimewa yang
dimiliki oleh lembaga-lembaga tertentu yang bersiIat mandiri dan mutlak
dalam arti tidak dapat digugat oleh lembaga negara yang lain. Dalam sistem
pemerintahan negara-negara modern, hak ini dimiliki oleh kepala negara baik
raja ataupun presiden dan kepala pemerintahan dalam bidang-bidang tertentu
yang dinyatakan dalam konstitusi. Hak ini juga dipadankan dengan
kewenangan penuh yang diberikan oleh konstitusi kepada lembaga eksekutiI
dalam ruang lingkup kekuasaan pemerintahannya seperti membuat kebijakan-
kebijakan politik dan ekonomi.

2.2 DeIinisi ReshuIIle Kabinet
ReshuIIle cabinet

2.3 Analisa Perkembangan Hak PrerogatiI di Indonesia

Hak prerogatiI pertama kali diterapkan di kerajaan Inggris. Hak ini


memberikan keistimewaan bagi penguasa politik untuk memutuskan sesuatu
berdasarkan pertimbangan sendiri. Hak ini kemudian diadopsi banyak negara
termasuk Indonesia. Namun pada awal digunakannya, hak eksekutiI tersebut
tidak diatur secara memadai oleh undang - undang. Akibatnya presiden
memiliki kekuasaan yang luas dan cenderung menganggap kekuasaannya
setara dengan seorang raja. Sehingga menimbulkan berbagai masalah,
misalnya saja pemerintahan menjadi tidak sehat , pengaturan pemerintah
kacau balau dan pemerintahannya cenderung korup.
Di Indonesia, hak istimewa yang dimiliki presiden ini sepatutnya
dibatasi, karena kekuasaannya harus terkontrol oleh konstitusi. Kekuasaan
seorang presiden jelas berbeda dengan seorang raja, dalam hal ini presiden
tidak dapat sepenuhnya menggunakan hak prerogatiInya. Jika seorang raja
memimpin suatu negara dan kekuasaanya diwariskan secara turun temurun
kepada putra mahkotanya, berbeda dengan seorang presiden, agar bisa
memimpin suatu negara dilakukan dengan cara pemilihan umum,
kekuasannyapun dibatasi setidaknya dua kali masa kepemimpinan.
Sedangkan agar bisa mencapai kekuasaanpun harus mempertimbangkan
partai koalisi. Sehingga apabila hak prerogatiI diterapkan, tidak sepenuhnya
bisa dijalankan.

2.4 Dasar Hukum Hak PrerogatiI Presiden
Indonesia merupakan negara yang menggunakan sistem pemerintahan
presidensial, maka presiden pemegang kekuasaan pemerintahan menurut
UUD, dapat dilihat dari Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi 'Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-
Undang Dasar.. Ketentuan ini, secara umum dapat ditaIsirkan apabila
presiden dapat menjalankan segala kemampuannya untuk mengendalikan
pemerintahan. Jadi dalam taIsiran UUD 1945, presiden dibekali hak
prerogatiI. Misalnya saja dalam hal :

1. Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12)


2. Mengangkat duta dan konsul (Pasal 13)
3. Memberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan MA (Pasal 14 ayat (1))
4. Amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
(Pasal 14 ayat (2))
5. Membentuk Dewan Pertimbangan Presiden (Pasal 16)
6. Mengangkat dan memberhentikan menteri (Bab V Pasal 17 ayat (2))
2.5 Permasalahan Penggunaan Hak PrerogatiI Presiden
Presiden memang memiliki salah satu hak yang disebut sebagai "Hak
PrerogatiI" dan sejatinya rakyat negara ini juga menjunjung kepemilikan hak
tersebut. Namun sejak negara ini masih disebut sebagai Republik, maka
kekuasaan tertinggi tetap masih ada ditangan rakyat yang mengalahkan hak
prerogatiI tadi (kecuali rakyat memang sudah menyetujui bahwa bentuk
negara ini diubah menjadi sebuah negara monarki).
Seiring berjalannya waktu kata kata "Hak prerogatiI" dijadikan senjata
oleh pemerintah

Pembentukan kabinet merupakan tindakan politik, terbentuknya suatu kabinet
tergantung etika pelaku politik. Jika para pelaku politik adalah manusia-
manusia serakah, tipis idealisme, kabinet proIesional tidak akan terbentuk.

Sebaliknya, jika pelaku-pelaku politik adalah manusia-manusia yang sarat
idealisme dan masuk politik bukan untuk merampok negara dan masyarakat,
tetapi untuk mengabdi kepada negara dan masyarakat, akan muncul
kesempatan terbentuknya kabinet uang ProIesional.
menyangkut hak peroregatiI yg dimiliki presiden dlam konsep
presidensial mmg mngarahkan kepada kebebasan pimpinan negara ato
presiden dalam memutuskan dan menentukan kebijakan ato keputusan tanpa

harus meminta pertimbangan pada legislatiI...



ketika dikaitkan pada wilayah penentuan konIigurasi kabinet tentulah sang
presiden memilih orang yg mampu d temani untuk bkerjasama dgn baik..
kan konyol ketika kita sebagai pemimpin memilih seseorang yg kita anggap
tdk mampu bekerjasama dgn kita untuk d masukkan dalam konIigurasi
susunan kabinet,yg pastinya akan meniscayakan terjadinya ketidakstabilan
dalam kinerja2 kabinet..

benturan idealisme pun kadang sering terjadi ketika kita diperhadapkan pada
realitas sosial yg terbangun..yg jelas yg perlu d ubah dr bangsa ini adalah
moralitas yg mendorong mereka menjadi pemimpin,bkn cuma pemimpinx
tetapi rakyat yg dipimpinx pun perlu mendapatkan sentuhan magis dalam hal
moralitas...

sangatlah berat bagi teman2 yg memiliki garis idealisme yg sngat ideal untuk
mngaktualisasikan suatu harapannya teman2 ketika teman2 jg blum selesai
pd wilayah moralitas..

jadi persoalan kebngsaan yg mesti kita selesaikan bersama terlebih dahulu
yaitu persoalan moral yg menimpa bangsa ini..yg tentunya akan
meniscayakan kita untuk melakukan revolusi epistemologi pada semua
elemen yg ada d bngsa ini..!!

Sistem pemerintahan presidensial memberikan kewenangan prerogatiI
yang melekat pada jabatan presiden. Dengan demikian, hak prerogatiI
presiden dalam catatan ini untuk memilih para pembantunya, tak pernah
perlu diributkan. Tapi republik ini ternyata makin suka menikmati tontonan,
juga yang sengaja dipertunjukkan guna mengesankan bahwa presiden adalah
seorang yang tak sembrono atau grusa-grusu memilih. Semua calon menteri
diaudisi, harus menjalani fit and proper test di hadapan Presiden dan Wakil
Presiden RI, juga dites kesehatan jiwa-raganya. Dan karena sudah jadi

tontonan publik, maka membaca, menonton, dan ikut berkomentar untuk


dibaca maupun ditonton adalah sesuatu yang wajar (dan mungkin juga
diharapkan).
Disediakan pula kesempatan bagi setiap calon untuk berbicara kepada
masyarakat. Karena belum resmi diumumkan apalagi dilantik, si calon
seolah-olah mengajak masyarakat penonton untuk menebak dia akan menjadi
menteri apa. Sementara itu, masyarakat pun sudah mendapatkan bocoran
yang sangat mengherankan, semakin lazim terjadi (Apakah karena belum dan
atau karenanya perlu UU Kerahasiaan Negara ya?) tentang susunan Kabinet
Indonesia Bersatu (jilid?) II. Nyaris tidak ada kejutan, kecuali tentang
penunjukan Menteri Kesehatan, karena setiap orang dipanggil untuk jabatan
yang konon memang akan dipercayakan kepadanya, tanpa kandidat lain di
posisi yang sama.
Maka selayaknya tayangan infotainment, kamera pun berlanjut ke
rumah-rumah para calon guna meliput ekspresi si calon pada saat namanya
diumumkan sebagai menteri. Ada yang mengesankan jabatan itu biasa-biasa
saja, ada pula yang berterus terang menyatakan bahwa jabatan itu
diharapkannya. Segera setelah namanya disebut sebagai calon menteri ini
atau itu dalam KIB II, pemilik nama sudah sangat lancar berbicara tentang
kewajiban yang akan dilaksanakannya lima tahun ke depan. Maklum,
sebagian besar yang terpilih adalah para politisi yang sudah biasa bicara di
depan kamera dan seperti pemilihnya sudah sadar kamera`.
Presiden RI 2009-2014 oleh para pengamat sering disebut sebagai
seorang pemimpin yang sangat memerhatikan pencitraan dirinya kendati
pernah mempersetankan pencitraan tatkala merasa gerah dinilai begitu. Sikap
reaktiInya dalam mengomentari setiap omongan orang lain tentang dirinya
kadang-kadang justru membuatnya tampak genit. Beliau adalah
purnawirawan jenderal militer satu-satunya yang sering menepuk dadanya
sendiri sambil mengatakan bahwa ia sakit (hati?) karena komentar dan kritik
tentang dirinya.

Sebagai pemegang kekuasaan eksekutiI, Presiden RI 2009-2014 dengan


hak prerogatiInya menyatakan bahwa sang calon menteri yang gagal
sesungguhnya sudah akan diajaknya masuk kabinet sejak tahun 2004.
Apabila secara tiba-tiba ia tak jadi masuk KIB II, bukan hal lain, tetapi
karena Presiden RI ngeman, tak ingin membebaninya pekerjaan yang tingkat
stress-nya tinggi, dan memandangnya lebih tepat di posisi yang lain. Padahal
sudah terlanjur tersiar kabar, bahwa tak jadi masuknya justru karena alasan
kesehatan. Semua juga paham, tes kesehatan biasa menjadi alasan terakhir
tapi paling eIektiI untuk menjelaskan penolakan atau pembatalan.
Itu kalau benar. Kalau tidak benar, diperlukan keterangan pers agar tak
menjadi kisruh yang berkepanjangan. Seandainya tak hanya satu yang
diaudisi untuk setiap jabatan, barangkali calon yang tak jadi diangkat takkan
merasa (terlalu) dipermalukan. Untung jika calon yang dibatalkan berhati
besar dan hanya mengatakan: 'Kali lain jangan begitu . sesudah terlanjur
mefeng disorot banyak kamera, mafang karangan bunga ucapan selamat.
Jempolnya pun mungkin terlanjur kaku karena membalas sangat banyak sms
dan menerima panggilan ke telepon selulernya.
2.7 Keterkaitan Reshuffle Kabinet dengan Hak PrerogatiI Presiden
Reshuffle kabinet sudah menjadi tradisi didalam sistem tata politik
persidensial yang kita anut. Tradisi ini menyebabkan gejolak sosial atau
konIlik antar kepentingan politik terjadi terutama berkaitan dengan distribusi
kekuasaan. Reshuffle kabinet semacam ini rentan dengan konIlik laten karena
tekanannya bukan pada kualitas tetapi pada kuantitas, hal ini akan
mempersempit peluang bagi pemenuhan hak-hak berkat prestasi atau
pengisian jabatan atas dasar kompetisi politik. Dampaknya, institusi politik
cenderung menghasilkan politik diskriminasi dan kabinet jual-beli (kartel).
Apa lagi pemerintah tidak mampu mensterilkan posisi-posisi kementrian
yang bermasalah.

ReshuIIle Kabinet merupakan salah satu hak prerogatiI presiden.


Namun bukan berarti presiden bisa mengubah susunan Kabinet tanpa
mempertimbangkan partai politik pendukungnya. Selama i

Anda mungkin juga menyukai