1. #uang lingkup praktek gawat darurat pada system persarafan a. Keperawatan gawat darurat merupakan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada, individu, keluarga/orang terdekat dan masyarakat yang diperkirakan atau sedang mengalami keadaan yang mengancam kehidupan dan terjadi secara mendadak dalam suatu lingkungan yang tidak dapat dikendalikan serta memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien gawat darurat. Gawat darurat bias dimana saja, entah ketika terjadi di kecelakaan ataupun kejang di tempat umum, namun ruangan yang menangani pasien dengan gawat darurat di rumah sakit yaitu UGD (unit gawat darura), ICU (intensive care unit), ICCU (intensive cardiac care unit). Dalam keperawatan kegawatan ada 2 istilah yang biasa digunakan yaitu: O Intensive care/perawatan intensiI merupakan proses keperawatan yang memerlukan pemantuan terus menerus. O Critical care/Perawatan kritis dimana pasien berada dalam keadaan gawat. Kedua jenis perawatan ini memerlukan : Ruangan yang khusus Alat/Iasilitas khusus %enaga yang terlatih b. Proses KGD meliputi Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi, Dokumentasi c. Pertolongan penderita gawat darurat untuk mencegah kematian ataupun kecacatan. Mati disini terbagi menjadi dua, yaitu mati klinis dan mati biologis. Mati klinis merupakan keadaan pasien dengan otak kekurangan oksigen selama 6-8 menit, tejadi gangguan Iungsi dan bersiIat reversible. Sedangkan mati biologis yaitu keadaan pasien dengan otak kekurangan oksigen selama 8-10 menit, terjadi kerusakan sel dan bersiIat irreversible. d. Lingkup PPGD (Lingkup pertolongan gawat darurat secara umum) : Melakukan Primary Survey, tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan Secondary Survey, Menggunakan tahapan ABCDE, resusitasi pada kasus dengan henti napas dan henti jantung. Jadi, dalam kasus kecelakaan atau trauma apapun, dahulukan penanganan airway management, breathing management, circulation management, drug (deIibrillator, disability, DD/), EKG (exposure). %riage, tindakan memilah-milah korban sesuai dengan tingkat kegawatannya untuk memperoleh prioritas tindakan. %riage dan pengelompokan berdasar tagging : O Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera Iatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi. O Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal naIas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-Iasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat). O Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, Iraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan). O Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala (cedera jaringan lunak, Iraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-Iasial tanpa gangguan jalan naIas, serta gawat darurat psikologis). O Prioritas Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki kritis dan berpotensi Iatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi, dan Prioritas Kelima (Putih)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas. Bila pada Retriage ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan pindahkan kekelompok sesuai.
2. %rauma critical care a. %indakan-tindakan yag dilakukan pada paisien kritis : %indakan pada jalan naIas, torak, kardiovaskular, lambung, renal, susunan saraI pusat. Melakukan penilaian dan mengatasi pasien kritis, dengan melihat sejauh mana kegawatdaruratan pasien dan yang lebih diutamakan menurut triage, itu yang ditangani. Memonitoring pasien kritis di ICU seperti : Monitoring suhu tubuh, tekanan darah, tekanan vena sentral, cardiac output, respirasi, oksigen dan karbondioksida, urin, EKG, asam basa, elektrolit, pH intragastrik, serebral dll.
b. Keluhan klinis pasien kritis : Nyeri, nyeri abdomen, punggung dan dada, pusing, dispnea, disuri, nyeri kepala, kejang dll
. Issue, legal dan etik dalam kegawatdaruratan medic Issue yang bagi saya membingungkan adalah tentang Ienomena gray area, dimana terjadi ketidakjelasan wewenang proIesi, baik pada bidang keperawatan, maupun pada proIesi kesehatan lain masih sulit dihindari, terutama dalam keadaan 020703.. Dalam hal ini, perawat yang 24 jam di samping pasien sering mengalami kedaruratan, sehingga membuat perawat terpaksa melakukan tindakan medis yang di luar proIesinya atau di luar wewenangnya. Fenomena ini sering terjadi di pukesmas atau di daerah-daerah terpencil. Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005) menunjukkan bahwa terdapat perawat yang menetapkan diagnosis penyakit (92,6), membuat resep obat (93,1), melakukan tindakan pengobatan di dalam maupun di luar gedung puskesmas (97,1), melakukan pemeriksaan kehamilan (70,1), melakukan pertolongan persalinan (57,7), melaksanakan tugas petugas kebersihan (78,8), dan melakuakan tugas administrasi seperti bendahara, dll (63,6). Kenyataan tersebut tentunya dapat merugikan semua pihak, Ienomena gray area atau pengalihan Iungsi yang menyebabkan pelayanan kesehatan kurang maksimal yang dapat mengakibatkan marakny tuntutan hokum, masyarakat akan menilai sebagai kegagalan pemberian pelayanan atau malpraktik ketika terjadi hal yang merugikan terhadap pasien. Padahal perawat hanya melakukan daya upaya sesuai disiplin ilmu keperawatan. Setiap proIesi telah ditentukan kode etiknya serta kewajiban-kewajibannya yang merupakan batasan antar proIesi atau wewenang dan kewjiban-kewajiban tenaga medis adalah hak pasien. Sangat terlihat tidak jelasnya ketetapan hokum yang mengatur praktik keperawatan. RUU keperawatan yang belum tersah kan oleh pemerintah pun menjadi hambatan bagi perawat proIessional untuk melakukan tindakan yang dapat menjamin perlindungan terhadap masyarakat penerima pelayanan asuhan keperawatan serta perawat sebagai pemberi pelayanan asuhan keperawatan. Kelak UU Keperawatan, sebagai badan independen yang bertanggungjawab langsung kepada presiden, akan berIungsi mengatur sistem registrasi, lisensi, dan sertiIikasi praktik dan pendidikan bagi proIesi keperawatan. Dengan adanya Undang-undang Keperawatan maka akan terdapat jaminan terhadap mutu dan standar pelayanan keperawatan, di samping sebagai perlindungan hukum bagipemberi dan penerima palayanan keperawatan.