Anda di halaman 1dari 7

14

Pondok Modern Gontor merupakan lembaga pendidikan berasrama yang mengembangkan pengajaran bahasa
Inggris terpadu. Selain menyelenggarakan kegiatan belajar secara Iormal di kelas-kelas, lembaga tersebut juga menyediakan
lingkungan kebahasaan inIormal yang memungkinkan siswa memperoleh pngalaman menggunakan bahasa Ingris secara
alami. Secara spesiIik, beberapa hal penting yang membedakan Model Gotor dengan model lain dalam pengajaran bahasa
Inggris terpadu, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Pengajaran bahasa Inggris terpadu di PMG dilandasi oleh teori bahasa Iungsional dan interaksional yang dipadukan dengan
teori belajar bahasa kognitivisme, behaviorisme, dan humanisme.
2. Tujuan utama pengajaran bahasa Inggris terpadu di PMG adalah pengembangan kemampuan komunikatiI bahasa Inggris
yang dicapai melalui pengembangan silabus penekanan beragam Untuk merealisasikan hal tersebut, dikembangkan berbagai
macam kegiatan belajar dengan bahan pelajaran autentik dan nonautentik, sehingga siswa yang memiliki peran yang lebih
dominan daripada guru dapat memperoleh pengalaman berbahasa Inggris yang sebenarnya.
3. Secara umum proses pengajaran bahasa Inggris di dalam kelas dapat dibedakan menjadi tiga tahap. Kegitan pendahuluan
dimaksudkan untuk melihat kesiapan siswa dalam belajar; kegiatan inti digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran; dan
kegiatan akhir digunakan untuk melihat sejauhmana siswa menguasai materi yang telah dipelajari.
4. Lingkungan kebahasaan di PMG merupakan kunci keberhasilan lembaga tersebut dalam mengembangkan pengajaran
bahasa Inggris terpadu. PMG menciptakan lingkungan kebahasaan sedemikian rupa, sehingga siswa tidak memilliki
kesempatan sedikitpun untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi, tetapi bahasa Inggrislah satu-satunya
alat komunikasi yang digunakan.
DaItar Rujukan
Bolitho, Rod. 'An Eternal Triangle? Roles Ior teachers, Learners, and Teaching Materials
in a Communicative Approach.Language Teaching Methodology Ior Nineties,
ed.Sarinee Anivan. Singapore: Seamo Regional Language Centre, 1990.
BrumIit, Christopher.Language and Literature Teaching: From Practice to Principle.
OxIord: Pergamon Press Ltd., 1985.
Cotton, Kethleen,Schoolwide and Classroom Discipline, http:/www.nwrelorg/
scpd/sirs/5/cu9.html, Tanggal 1 Maret 2001.
Dubin, Fraida dan Olshtain Elite.Course Design. Cambridge: CUP, 1986.
Ellis, Rod.The Study oI Second Language Acquisition. OxIord: OUP, 1994.
Finocchiaro, Marry. 'The Functional-Notional Syllabus: Promise, Problems, Practices,A
Forum Anthology, ed. Anne Covell Newton. Washington D.C: English Language
Programs Division Bureau oI Educational and Cultural AIIairs United States
InIormation Agency, 1988.
15
Hadley, Alice Omaggio, Teaching Language in Context. Boston: Heilnle & Heinle
Publisher, 1993.
Halliday, M. A. K.Language as a Social Semiotic. London: Edward Arnold, 1978.
Harmer, Jeremy.The Practice oI English Language Teaching. London: Longman Group
UK Limited, 1991.
Huda, Nuril.Language learning and Teaching: Issues and Trends. Malang: IKIP Malang
Publisher, 1999.
. 'Metode AudioLingual VS. Metode KomunikatiI: Suatu Perbandingan.Pelba I,
ed. Soejono Dardjowidjojo. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya, 1989.
Hymes, D. H. 'On Communicative Competence,The Communicative Approach to
Language Teaching, eds. C. J. BrumIit dan K. Johnson. OxIord: OUP, 1979.
Larsen-Freeman, Diane.Techniques and Principles in Language Teaching. OxIord:
OxIord University Press, 1986.
Lightbown, Patsy M. dan Spada, Nina.How Languages are learned. OxIord: OUP, 1993.
Littlewood, William.Communicative Language Teaching. Cambridge: CUP, 1981.
Marshal, Catherine and Gretghen B. Rossman.Designing Qualitative Research. Newbury
Park: Sage Publication, inc., 1989.
Milne, John. 'Teaching Adult Beginner.Communication in the Classroom, eds. Keith
Johnson dan Keith Morrow. Essex: Longman Group Limited, 1981.
Nunan, David.Language Teaching Methodology. London: Prentice Hall International Ltd.,
1991
.Syllabus Design. OxIord: OxIord University Press, 1988.
Purwo, Bambang Kaswanti. 'Pragmatik dan Pengajaran Bahasa,PELBA I, ed. Soejono
Dardjowidjojo. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya, 1988
Richards, Jack C. dan Rodgers, Theodore S.Approaches and Methods in Language
Teaching. Cambridge: Cambridge University Press, 1986.
Rodgers, Theodore S. 'Syllabus Design, Curriculum Development, and Polity
Determination.The Second Language Curriculum. Ed. Robert Keith Johnson
Cambridge: Cambridge University Press, 1989.
Spradley, James P.Participant Observation. New York: Holt, Rinehart & Winston, 1980.
.The Ethnographic Interview. New York: Holt, Rinehart and Winston, 1979.
16
Stern, H. H.Issues and Opinions in Language Teaching. OxIord: OUP, 1992.
Tomlinson, Brian. 'Introduction.Material Development in Language Teaching, ed. Brian
Tomlinson. Cambridge: CUP, 1998.
Yalden, Janice. 'An Interactive Approach to Syllabus Design: The Iramework project.
The Practice oI Communicative Teaching, ed. Christopher BrumIit. OxIord:
Pergamon Press Ltd., 1986.

. Communicative Syllabus: Evolution, design, & imp
9
berupa komponen kebahasaan, seperti gramatika dan kosakata dengan bahan pelajaran yang berbentuk Iungsi-Iungsi
komunikatiI bahasa (Yalden, 1983: 110). Model silabus itu dianggap relatiI lebih mudah diterapkan dalam kegiatan
pembelajaran di dalam kelas karena penyampaian materi komponen kebahasaan dilakukan secara terpisah sebelum Iungsi-
Iungsi komunikatiI diberikan. secara terpisah sebelum Iungsi-Iungsi komunikatiI diberikan.
Model silabus komunikatiI yang dikembangkan PMG dapat juga dikelompokkan ke dalam model silabus penekanan
beragam(variable-Iocus syllabus). Di PMG bahan pelajaran bahasa Inggris yang berkaitan dengan komponen kebahasaan
lebih banyak dijumpai pada kelas-kelas awal, sedangkan materi pelajaran yang berhubungan dengan penggunaan bahasa lebih
banyak ditemukan pada kelas-kelas akhir. Artinya, makin tinggi kelas siswa makin banyak materi penggunaan bahasa yang
diberikan; sebaliknya, makin rendah kelas siswa makin banyak materi komponen kebahasaaan yang diterimanya. Model itu
memandang pemilihan dan pentahapan bahan pelajaran harus disesuaikan dengan kemampuan siswa atau tingkatan kelas
siswa. Bagi siswa yang berada pada tingkat pemula dan belum memiliki latar belakang bahasa sasaran yang memadai, silabus
yang lebih tepat adalah silabus yang mengandung muatan komponen kebahasaan yang lebih banyak. Bagi siswa yang
termasuk dalam kelas menengah dan sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bahasa sasaran, silabus yang lebih
tepat adalah silabus yang mengandung muatan komponen kebahasaan dan penggunaan bahasa secara seimbang. Adapun bagi
siswa yang termasuk ke dalam kelas yang lebih tinggi dan sudah memiliki latar belakang bahasa sasaran yang cukup baik,
silabus yang lebih tepat adalah silabus yang lebih banyak mengandung muatan penggunaan bahasa daripada komponen
bahasa. Untuk memenuhi kebutuhan siswa dalam belajar, PMG banyak memanIaatkan bahan pelajaran yang bersumber dari
buku teks; koran dan majalah berbahasa Inggris; artikel-artikel berbahasa Inggris yang diambil dari internet; CD-Rom bahasa
Inggris; kaset-kaset dan video berbahasa Inggris. Keseluruhan bahan pelajaran tersebut merupakan bahan-bahan yang bersiIat
autentik, kecuali buku teks. Melalui bahan-bahan yang bersiIat autentik itu, siswa memiliki kesempatan yang besar untuk
memperoleh pengalaman menggunakan bahasa sasaran sesuai dengan konteks penggunaan yang sebenarnya (Harmer,
1991: 187).
Sebagai upaya pembumian silabus di dalam kelas, guru-guru bahasa Inggris di PMG mengembangkan berbagai
macam kegiatan belajar yang lebih banyak berorientasi pada siswa daripada guru. Siswa memiliki peran yang lebih dominan
daripada guru. Kegiatan belajar bahasa Inggris yang sering dikembangkan di dalam kelas adalah wawancara atau dialog
antarsiswa; bertanya-jawab; mendengarkan keterangan guru; menerjemahkan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia;
membuat ringkasan dari majalah atau artikel beerbahasa Inggris; memanggil orang asing; mengerjakan tugas/latihan;
membuat karangan atau tulisan dalam bahasa Inggris; bermain peran; dan kerja kelompok. Selain itu, untuk menunjang
kegiatan belajar di dalam kelas, PMG memIasilitasi siswanya dengan berbagai kegiatan belajar yang dapat dilakukan di luar
kelas. Adapun kegiatan belajar yang sering dilakukan adalah mengikuti English club atau kursus; berdiskusi dengan teman
tentang materi pelajaran; membaca koran dan majalah berbahasa Inggris; melihat atau membuka internet; mencatat dan
mengkaji kosakata yang diberikan di asrama; mencatat dan mengkaji kosakata yang terdapat di zona-zona tertentu;
mendengarkan berita berbahasa Inggris di radio; mendengarkan dan memahami lagu-lagu berbahasa Inggris; membuat
karangan untuk majalah dinding dalam lomba kebahasaan antarasrama; bermain drama; mengikuti latihan pidato berbahasa
Inggris; mengikuti diskusi bahasa Inggris; mengikuti latihan muhadatsah atau conversation; belajar bersama bahasa Inggris;
dan masuk laboratorium bahasa.
10
Secara umum kegiatan belajar bahasa Inggris yang dikembangkan guru-guru PMG telah memenuhi beberapa ciri
belajar bahasa Inggris komunikatiI (Richards dan Rogers, 1986: 72) seperti berikut.
a. menekankan penggunaan bahasa dari pada bentuk bahasa atau mementingkan kegiatan yang mengarah pada kelancaran
berkomunikasi;
b. memperhatikan latihan berkomunikasi dengan bahasa sasaran;
c. mementingkan belajar yang terpusat pada siswa;
d. memperhatikan perbedaan antarsiswa; dan
e. mementingkan variasi dalam penggunaan bahasa.
Keragaman aktivitas belajar komunikatiI yang dikembangkan oleh guru-guru bahasa Inggris PMG dapat juga
dibedakan menjadi dua kelompok besar yang masing-masing terdiri dari dua bagian, yaitu aktivitas prakomunikatiI yang
mencakup aktivitas struktural dan aktivitas komunikatiI tersamar; dan aktivitas komunikatiI yang meliputi aktivitas
komunikasi Iungsional dan aktivitas interaksi sosial (Littlewood, 1981: 85-86). Aktivitas prakomunikatiI merupakan aktivitas
belajar bahasa yang memisahkan antara aspek struktural bahasa dari aspek Iungsional bahasa, tetapi masih tetap dalam
koredor belajar bahasa komunikatiI. Adapun kegiatan belajar bahasa Inggris di PMG yang termasuk pada kelompok itu
adalah mendengarkan keterangan guru, bertanya-jawab, membuat ringkasan, mengkaji kosakata yang diberikan di asrama dan
tempat-tempat strategis; dan masuk laboratorium bahasa. Aktivitas komunikatiI merupakan aktivitas belajar bahasa yang
menempatkan kemampuan komunikatiI sebagai perhatian utamannya dengan memberikan berbagai latihan dan kegiatan yang
memungkinkan siswa untuk memadukan kemampuan prakomunikatiI dengan kemampuan struktural yang telah dikuasainya.
Adapun kegiatan belajar bahasa Inggris di PMG yang termasuk dalam kelompok itu adalah melakukan wawancara, bertanya-
jawab, latihan percakapan, latihan berpidato, bermain peran, diskusi kelompok, dan diskusi berbahasa Inggris.
Kegiatan belajar bahasa Inggris, sebagaimana yang telah dikembangkan PMG, lebih mangarah pada upaya
pengembangan kemampuan komunikatiI daripada hanya sekedar menguasai bentuk-bentuk bahasa, tetapi sekaligus
menguasai bentuk, makna, serta kaitannya dengan konteks tempat bentuk dan makna itu dipakai. Tentu saja, orientasi itu
berdampak pada keragaman peran siswa, guru, dan bahan pelajaran. Di PMG, siswa memiliki beberapa peran yang
mempermudah kegiatan belajar yang dikembangkan guru, seperti sebagai motivator bagi siswa-siswa lain; sebagai partner
bagi siswa-siswa lain; membantu siswa yang mendapatkan kesulitan dalam belajar (Iasilitator); dan memonitor bahasa Inggris
yang digunakan siswa-siswa lain (monitor). Peran-peran tersebut muncul sebagai akibat dari kegiatan belajar yang
dikembangkan PMG yang cenderung mengarah pada pengajaran yang terpusat pada siswa. Kegiatan belajar tersebut
membuka peluang yang lebar bagi siswa untuk memainkan perannya secara lebih bebas guna memperoleh pengalaman
berbahasa Inggris sesuai dengan konteks yang sebenarnya. Tidak berbeda dengan siswa, dalam kegiatan belajar guru juga
memiliki peran tertentu yang tidak jauh berbeda dengan peran-peran yang dimainkan siswa. Di PMG, peran-peran yang dapat
dimainkan guru dalam kegiatan belajar bahasa Inggris adalah memberikan contoh bagaimana berbahasa Inggris yang
baik(model); memberikan motivasi supaya siswa senang belajar bahasa Inggris(motivator); memIasilitasi siswa dalam
belajar bahasa Inggris(Iasilitor); menjadi partner dalam kegiatan belajar; mengevaluasi bahasa Inggris siswa(evaluator); dan
memantau penggunaan bahasa Inggris siswa(monitor). Peran-peran tersebut lahir sebagai akibat yang takterelakkan dari
penyelenggaraan kelas bahasa komunikatiI yang terpusat pada siswa (Bolithio, 1990: 27).
11
Bahan pelajaran merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam kegiatan pengajaran bahasa. Oleh karena
itu, bahan pelajaran harus dipersiapkan sedemikian rupa sehingga mampu dengan baik memainkan peran utamanya sebagai
pemermudah kegiatan belajar. Untuk memainkan peran tersebut, bahan pelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar
tidak hanya berbentuk buku pegangan atau buku teks, tetapi mencakup segala sesuatu yang dapat dimanIaatkan guru dan
siswa untuk memIasilitasi kegiatan belajar, atau paling tidak dapat dimanIaatkan guru untuk memberikan pengalaman kepada
siswa bagaimana menggunakan bahasa sasaran sebagaimana mestinya. Guru-guru bahasa Inggris di PMG biasanya
menggunakan koran, majalah, video, dan bahkan mengahadirkan penutur asli di dalam kelas untuk menjadi mitra dalam
diskusi kelompok atau kegiatan belajar lainnya. Mengenai hal ini, Tomlinson (1998: 2) mengatakan 'Materials could
obviously be
cassets, vidioes, CD-roms, dictionaries, grammar book, readers, work book, or photocopied exercises. They could also be
newspapers, Iood packages, photographs, live talks by invited native speakers, instruction given by a teacher, tasks written
on cards or discussion between leaners.
Prosedur
Prosedur sebagai tahapan implementatiI di dalam kelas mencakup beberapa kegiatan sesuai dengan materi pelajaran
dan cara bagaimana materi tersebut disampaikan kepada siswa. Di PMG, secara umum prosedur pengajaran bahasa Inggris
yang dikembangkan guru-guru kelas III cenderung memiliki tiga tahapan kegiatan, yakni kegiatan pendahuluan
(pre-teaching), inti (while-teaching), dan akhir (post-teaching) yang masing-masing
kegiatan memiliki tujuan dan aktivitas yang berbeda-beda. (Hadley, 1993: 374). Kegiatan pendahuluan merupakan kegiatan
belajar yang dirancang untuk melihat kesiapan siswa dalam menghadapi materi pelajaran baru. Di PMG, kegiatan
pendahuluan biasanya mencakup beberapa kegiatan, seperti mereview kembali pelajaran yang telah diberikan sebelumnya
dengan menanyakan kembali pelajaran yang lalu; menjelaskan tema/topik yang akan dipelajari; dan melontarkan beberapa
pertanyaan berkaitan dengan topik yang akan dibahas.
Kegiatan inti merupakan tahapan pengajaran bahasa yang memungkinkan terjadinya proses pemahaman dan
penguasaan materi pelajaran yang sedang dibahas di dalam kelas. Di PMG, kegiatan inti dikembangkan guru-guru bahasa
Inggris adalah menerangkan pelajaran; memeriksa apa yang siswa sedangkan kerjakan; menyuruh siswa untuk mengerjakan
tugas-tugas; dan mengajak siswa untuk berdiskusi. Secara lebih spesiIik, kegiatan belajar yang sering dikembangkan guru-
guru bahasa Inggris adalah latihan percakapan, menerjemahkan, membuat ringkasan, mendengarkan kaset berbahasa Inggris,
bermain peran, dan diskusi kelompok. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, guru-guru berusaha membantu siswa untuk
memahami pelajaran dan memperoleh pengalaman berbahasa yang baik sehingga siswa dapat menggunakannya dalam
konteks komunikasi yang sebenarnya.
Kegiatan akhir merupakan seluruh kegiatan yang dikembangkan guru untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap
materi pelajaran yang telah diberikan. Di PMG, kegiatan inti yang dikembangkan guru-guru bahasa Inggris adalah mengecek
kembali pemahaman siswa mengenai pelajaran yang baru diberikan; memberikan tugas/PR untuk dikerjakan di kamar; dan
menjelaskan kembali pelajaran yang telah diberikan. Untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman siswa terhadap pelajaran
yang telah dipelajari, guru-guru di PMG memberikan beberapa pertanyaan lisan. Bila mendapatkan kesulitan yang dihadapi
siswa, guru menerangkan kembali secara ringkas sesuai dengan
12
permasalahan yang ada; dan untuk memantabkan pemahaman siswa, guru memberikan
pekerjaan tambahan yang harus dikerjakan siswa di asrama masing-masing.
Lingkungan Kebahasaan
Lingkungan kebahasaan(language environment) merupakan salah satu Iaktor yang turut menentukan keberhasilan
pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau asing. Lingkungan kebahasaan ini sangat terkait dengan kebijaksanaan
suatu lembaga pendidikan atau bahkan pemerintah terhadap bahasa itu sendiri, apakah bahasa tersebut dinyatakan sebagai
bahasa pertama, bahasa kedua, atau bahasa asing. Kebijakan itu menjadi sesuatu yang sangat penting dan strategis yang dapat
menentukan sejauhmana bahasa itu digunakan sebagai alat komunikasi, dan bagaimana bahasa itu dipelajari di sekolah-
sekolah.
Di PMG, lingkungan kebahasaan diartikan sebagai lingkungan yang memungkinkan siswa memiliki kesempatan
untuk menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi. Pandangan itu menunjukkan bahwa lingkungan kebahasaan
bukan merupakan Iaktor Iaktor linguistik, tetapi mengarah pada Iaktor Iaktor nonlinguistik yang banyak dipengaruhi oleh
aspek sosial, ekonomi dan politik. Pandangan tersebut juga bermakna bahwa lingkungan kebahasaan berkaitan dengan peran
bahasa-bahasa lain yang terdapat dalam suatu kelompok masyarakat apakah sebagai bahasa pertama, kedua, atau asing Dubin
dan Olhstain, 1986: 7-8). Di PMG, bahasa Inggris dapat dianggap sebagai bahasa kedua karena bahasa tersebut digunakan
siswa dalam berbagai aktivitas komunikasi keseharian selama berada di dalam lingkungan pondok, lingkungan yang secara
sengaja diciptakan sedemikian rupa sehingga siswa tidak memiliki kesempatan untuk menggunakan bahasa lain sebagai alat
komunikasi. Seluruh kegiatan yang dialami oleh siswa, baik di dalam maupun di luar kelas, dilakukan dalam bahasa Inggris
(dan bahasa Arab).
Di PMG, lingkungan kebahasaaan dibedakan menjadi dua, yakni lingkungan kebahasaan Iormal dan lingkungan
kebahasaan inIormal. Lingkungan kebahasaan Iormal lebih dikenal sebagai pengajaran bahasa Iormal yang terjadi di kelas-
kelas. Sebaliknya, lingkungan kebahasaan inIormal yang dapat terjadi, baik di dalam kelas maupun di luar kelas, lebih banyak
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkomunikasi dengan bahasa sasaran secara alamiah daripada memahami
struktur bahasa (Huda, 1999: 18). Lingkungan kebahasaan Iormal di PMG meliputi beberapa lingkungan, seperti di dalam
kelas pagi; di dalam kelas sore; di kursus atau klub-klub bahasa Inggris; dan di dalam kegiatan latihan pidato. Pada
lingkungan itu terjadi kegiatan belajar bahasa Inggris Iormal yang terencana dan disengaja melalui penggunaan kurikulum
dan penjadwalan. Proses Iormal tersebut terjadi karena dilakukan melalui suatu perencanaan dan program yang mengede-
pankan aspek Iormalitas bahasa atau struktur bahasa. Siswa hanya diberi kesempatan yang sangat sedikit untuk menggunakan
bahasa sasaran dalam interaksi komunikatiI yang sesungguhnya, sehingga mereka cenderung kurang atau bahkan tidak
memiliki pengalaman yang berarti bagaimana menggunakan bahasa tersebut sesuai dengan konteks yang sesungguhnya.
Berbeda dengan lingkungan kebahasaan Iormal, di PMG lingkungan kebahasaan inIormal meliputi berbagai situasi di
luar kelas pagi dan sore, seperti situasi pada waktu belajar bersama di kamar; di koperasi pelajar, di kaIetaria, di lapangan olah
raga, di dapur, dan lain-lain. Di dalam lingkungan kebahasaan tersebut terjadi proses belajar bahasa Inggris yang tidak
terencana dan disengaja. Proses itu terjadi karena seluruh aktivitas kehidupan yang melibatkan interaksi komunikatiI
dilakukan dengan menggunakan bahasa Inggris sehingga siswa memiliki kesempatan yang luas sekali untuk menggunakan
bahasa tersebut dalam kehidupan kesehariannya. Ellis (1999: 214)
13
menamakan lingkungan kebahasaan inIormal yang ditandai dengan proses belajar bahasa yang berlangsung secara tidak
terencana atau melalui interaksi komunikatiI yang sesungguhnya dengan istilah latar natural, sedangkan lingkungan
kebahasaan Iormal dengan latar edukatiI.
Menyadari betapa penting peran lingkungan kebahasaan di dalam pengajaran bahasa Inggris yang bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan komunikatiI siswa, PMG berusaha memadukan antara lingkungan Iormal dengan lingkungan
inIormal sehingga tercipta suatu lingkungan yang sangat kondusiI bagi siswa untuk menguasai bahasa Inggris secara
komunikatiI. Perpaduan antara kedua lingkungan tersebut, tidak bertolak belakang dengan pandangan Nunan (1991: 173)
yang mengatakan bahwa agar para siswa memiliki kemampuan untuk menggunakan bahasa Inggris secara komuni-katiI,
pengajaran bahasa Inggris yang dilakukan di dalam kelas atau pada lingkungan kebahasaan Iormal harus diiringi dan
didukung oleh pelibatan seluruh siswa dalam konteks komunikasi yang sebenarnya atau lingkungan kebahasaan inIormal.
Pandangan itu seirama dengan pandangan Huda (1999: 22) yang menerangkan bahwa penggunaan dua lingkungan
kebahasaan Iormal dan inIormal merupakan tuntutan yang harus dipenuhi bila tujuan belajar bahasa Inggris yang ingin
dicapai adalah pengembangan kemampuan komunikatiI; tetapi apabila tujuannya hanya untuk mengembangkan kemampuan
reseptiI saja, penggunaan lingkungan kebahasaan Iormal lebih diutamakan.
Karena PMG merupakan lingkungan yang sengaja diciptakan untuk kepentingan kegiatan belajar, lingkungan
tersebut diberdayakan sedemikian rupa sehingga siswa memiliki kesempatan untuk menggunakan bahasa Inggris sebagai alat
komunikasi. Salah satu upaya yang dilakukan PMG dalam pemberdayaan lingkungan kebahasaan itu adalah penegakan
disiplin. Penegakan disiplin berbahasa bertujuan untuk pembiasaan diri siswa untuk menggunakan bahasa Inggris se-bagai
media komunikasi dilakukan dengan penerapan disiplin berbahasa Inggris. Disiplin berarti penegakan aturan-aturan tertentu
dengan maksud untuk melahir-kan prilaku tertentu yang diinginkan bersama (Cotton dkk, 2001: 2). Karena terdapat dua
bahasa yang harus digunakan dibuatlah peraturan perdua- mingguan untuk memudahkan pemantauannya. Dua minggu
pertama seluruh siswa diwajibkan untuk menggunakan bahasa Inggris dalam berbagai aktivitas yang dilakukan, dan dua
minggu berikutnya dalam bulan yang sama seluruh siswa diwajibkan untuk menggunakan bahasa Arab dalam berbagai
aktivitas yang dilakukan. Peraturan tersebut mengikat seluruh siswa PMG tanpa terkecuali, baik pengurus organisasi siswa
maupun bukan. Kapan pun dan di mana pun siswa berada di lingkungan kampus PMG, siswa dituntut untuk menegakkan
disiplin berbahasa sesuai dengan waktunya.
Agar penegakan disiplin berbahasa berjalan lancar, PMG membentuk lembaga penggerak bahasa yang berasal
dari siswa, yaitu CLI(centre Ior language improvement); dan guru-guru, yaitu LAC(Language advisory council). Selain
itu, kedua lembaga tersebut bertanggung terhadap perkembangan bahasa Inggris dan bahasa Arab di PMG. Dalam penegakan
disiplin berbahasa Inggris, CLI dan LAC menyelenggarakan persidangan bahasa, pemberian hukuman dan sanksi yang
mendidik yang dapat berupa pembuatan karangan dan lain-lain. Adapun berkaitan dengan pengembangan kemampuan
berbahasa siswa, kedua lembaga tersebut menyelenggarakan berbagai macam kegiatan yang dapat dilakukan siswa, baik
secara individual maupun berkelompok, seperti pengenalan kosakata dan ujaran bahasa Inggris di asrama setelah sholat
shubuh; penyelenggaraan lomba kebahasaan antar asrama; penyelenggaraan latihan percakapan; penerbitan buletin berbahasa
Inggris; dan penyelenggaraan diskusi berbahasa Inggris.
Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai