Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I

PENDAHULUAN



Latar Belakang
(1,2,4)

Proses persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
dapat hidup kedunia luar, dari dalam rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain.Menurut
tua (umur) kehamilan, persalinan dapat berlangsung pada usia kehamilan kurang bulan
(Preterm). Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan _37 minggu,
merupakan hal yang berbahaya karena mempunyai dampak yang potensial meningkatkan
kematian perinatal.

Risiko persalinan preterm adalah tingginya angka kematian, disamping dapat terjadi
pertumbuhan mental-intelektual dan Iisik yang kurang menguntungkan sehingga dapat
menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara. Dengan demikian kelahiran preterm yang
mempunyai risiko tinggi diupayakan dapat dikurangi sehingga angka kematian perinatal
dapat diturunkan. Salah satu penyebab terbesar terjadinya persalinan preterm ini adalah
Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan berbagai akibatnya. Oleh karena itu, untuk mengurangi
risiko terjadimya KPD dan persalinan preterm, serta untuk menekan kematian perinatal maka
diperlukan asuhan kebidanan yang intensiI. Untuk itu, penulis tertarik untuk mengangkat
kasus ibu hamil dengan KPD dan persalinan preterm ini agar dapat digunakan dengan
semestinya oleh berbagai pihak.

nemia dapat memperburuk kondisi wanita dalam masa kehamilan, persalinan, niIas dan
masa selanjutnya. Pengaruhnya bisa menyebabkan abortus (keguguran), kelahiran prematur
(lahir sebelum waktu-nya), persalinan yang lama karena rahim tidak berkontraksi, perdarahan
pasca melahirkan, syok serta inIeksi pada saat persalinan atau setelahnya.

Tujuan


Tujuan dari penulisan presentasi kasus ini agar dapat mengerti dan memahami dalam
menegakkan diagnosis KPD, Partus Prematurus serta anemia dengan pansitopeni dengan
penatalaksanaanya secara tepat.































3

BAB II

TIN1AUAN PUSTAKA



KETUBAN PECAH DINI

DEFINISI
(3,4)

Ketuban pecah dini atau premature rupture oI the membranes (PROM) adalah pecahnya
selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda persalinan. Jika ketuban pecah sebelum umur
kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini kehamilan preterm atau preterm premature
rupture oI the membranes (PPROM).

ETIOLOGI
(1,3,4,5)

Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan
tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan Iaktor-Iaktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun Iaktor-Iaktor mana yang lebih berperan sulit
diketahui. Kemungkinan yang menjadi Iaktor predisposisi adalah:
1. InIeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina
atau inIeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan
inIeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.
. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada servik uteri (akibat persalinan, kuretase).
3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya
tumor, hidramnion, gemelli.
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai Iaktor predisisi atau penyebab terjadinya
KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan
seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena
biasanya disertai inIeksi
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu
atas panggul (PP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
4

6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan
antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan
Neischeria gonorhoe.
7. Faktor lain yaitu:
O Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
O Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
O DeIisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C
Membrana khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. pabila jaringan ini dipacu oleh
persalinan atau inIeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan
adanya aktivitas enzim kolagenolitik. InIeksi merupakan Iaktor yang cukup berperan pada
persalinan preterm dengan ketuban pecah dini. Grup B streptococcus mikroorganisme yang
sering menyebabkan amnionitis. Selain itu Bacteroides Iragilis, Lactobacilli dan
Staphylococcus epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan
ketuban pada kehamilan preterm. Bakteri-bakteri tersebut dapat melepaskan mediator
inIlamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya perubahan dan
pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban.
-
DIAGNOSIS
(1,2,4)

Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan Iisik, dan laboratorium. Dari
anamnesis 90 sudah dapat mendiagnosa KPD secara benar. Pengeluaran urin dan cairan
vagina yang banyak dapat disalahartikan sebagai KPD. Pemeriksaan Iisik kondisi ibu dan
janinnya. Tentukan ada tidaknya inIeksi. Tanda-tanda inIeksi antara lain bila suhu ibu _38C.
Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami inIeksi intrauterin.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama terhadap
kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari
oriIisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, Iundus uteri ditekan,
penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah
digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada Iorniks
posterior. 3 Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, bau dan pH nya. ir
ketuban yang keruh dan berbau menunjukkan adanya proses inIeksi.
Tentukan pula tanda-tanda inpartu. Tentukan adanya kontraksi yang teratur. Mengenai
pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan. Periksa dalam dilakukan
5

bila akan dilakukan penanganan aktiI (terminasi kehamilan) antara lain untuk menilai skor
pelvik dan dibatasi sedikit mungkin. Pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam
persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam,
jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan Ilora vagina yang normal.
Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen.
Pemeriksaan penunjang diagnosis antara lain:
1. Pemeriksaan laboratorium
Tes lakmus (tes Nitrazin): jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan
adanya air ketuban (alkalis) karena pH air ketuban 7 7,5 sedangkan sekret vagina ibu hamil
pH nya 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap berwarna kuning. Darah dan
inIeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positiI palsu.
Mikroskopik (tes pakis): dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
. Pemeriksaan ultrasonograIi USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri dan
konIirmasi usia kehamilan. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada
umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengananamnesa dan pemeriksaan sedehana
KOMPLIKASI
(3,4,5)

da tiga komplikasi utama yang terjadi yaitu peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal
oleh karena prematuritas, komplikasi selama persalinan dan kelahiran yaitu risiko resusitasi,
dan yang ketiga adanya risiko inIeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko inIeksi karena
ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab inIeksi.
Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, Ilora vagina normal yang ada bisa
menjadi patogen yang bisa membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Morbiditas
dan mortalitas neonatal meningkat dengan makin rendahnya umur kehamilan.

Komplikasi pada ibu adalah terjadinya risiko inIeksi dikenal dengan korioamnionitis. Dari
studi pemeriksaan histologis cairan ketuban 50 wanita yang lahir prematur, didapatkan
korioamnionitis (inIeksi saluran ketuban), akan tetapi sang ibu tidak mempunyai keluhan
klinis. InIeksi janin dapat terjadi septikemia, pneumonia, inIeksi traktus urinarius dan inIeksi
lokal misalnya konjungtivitis.

PENATALAKSANAAN
(1,2,3,5)

6

Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya inIeksi pada
komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.


A. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Preterm
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm berupa penanganan konservatiI,
antara lain:
Rawat di Rumah Sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya inIeksi dan kehamilan diusahakan bisa
mencapai 37 minggu.
Berikan antibiotika (ampisilin 4500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin) dan
metronidazol x 500 mg selama 7 hari.
Jika umur kehamilan 3-34 minggu dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai
air ketuban tidak keluar lagi.
Pada usia kehamilan 3-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru janin,
dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Sedian terdiri
atas betametason 1 mg sehari dosis tunggal selama hari atau deksametason IM 5 mg setiap
6 jam sebanyak 4 kali.
Jika usia kehamilan 3-37 minggu, belum inpartu, tidak ada inIeksi, tes busa (-): beri
deksametason, observasi tanda-tanda inIeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada
kehamilan 37 minggu.
Jika usia kehamilan 3-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada inIeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 4 jam.
Jika usia kehamilan 3-37 minggu, ada inIeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi.
Nilai tanda-tanda inIeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda inIeksi intrauterin)
B. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Aterm
-Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm berupa penanganan aktiI,
antara lain:
Kehamilan ~ 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesaria. Dapat pula
diberikan misoprostol 50 g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda inIeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan di akhiri:
1. Bila skor pelvik 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi. Jika tidak berhasil
akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
. Bila skor pelvik ~ 5 induksi persalinan, partus pervaginam
7

PERSALINAN PRETERM
2.1 Pengertian
(6,7)

Persalinan preterm yaitu persalinan yang terjadi pada kehamilan _ 37 minggu,
merupakan hal yang berbahaya karena mempunyai dampak yang potensial meningkatkan
kematian perinatal. (Prawirohardjo, Sarwono. 005)
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 8-37 minggu,
dengan berat badan lahir 1000-500 gram. (Mochtar, Rustam. 1998)
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi dibawah umur kehamilan 37
minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 500 gram. (Manuaba, Ida Bagus
Gde.1998)
2.2 Etiologi dan Faktor Resiko
(6,8,9)

Etiologi persalinan preterm sering kali tidak diketahui. Namun, Iaktor etiologi yang
dikemukakan adalah :
Kausa ignota
Toksemia gravidarum
Multiparitas
Perdarahan antepertum
Kelainan serviks
Komplikasi dari penyakit seperti siIilis, dekompensasi kordis, rematik, penyakit-
penyakit ginjal, mioma uteri
Kelainan kongenital
Ketuban pecah dini
Rh Iaktor
Hidramnion, gemeli
da beberapa kondisi medik yang mendorong untuk dilakukan tindakan sehingga
terjadi persalinan preterm.
1) Kondisi yang menimbulkan partus preterm
a. Hipertensi
Tekanan darah tinggi menyebabkan penolong cenderung untuk mengakhiri
kehamilan, hal ini menimbulkan prevalensi persalinan preterm meningkat.
b. Perkembangan janin terhambat
Perkembangan janin terhambat (Intrauterine growth retardation) merupakan
kondisi dimana salah satu sebabnya ialah pemasokan oksigen dan makanan
8

mungkin kurang adekuat dan hal ini mendorong untuk terminasi kehamilan lebih
dini.
c. Solusio plasenta
Terlepasnya plasenta akan merangsang untuk terjadi persalinan preterm, meskipun
sebagian besar (65) terjadi aterm. Pada pasien dengan riwayat solusio plasenta
maka kemungkinan terulang akan menjadi lebih besar yaitu 11.
d. Plasenta previa
Plasenta previa sering kali berhubungan dengan persalinan preterm akibat harus
dilakukan tindakan pada perdarahan yang banyak. Bila telah terjadi perdarahan
banyak maka kemungkinan kondisi janin kurang baik karena hipoksia.
e. Kelainan rhesus
Sebelum ditemukan anti D imunoglobulin maka kejadian induksi menjadi
berkurang, meskipun demikian hal ini masih dapat terjadi.
I. Diabetes
Pada kehamilan dengan diabetes yang tidak terkendali maka dapat
dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Tapi saat ini dengan pemberian
insulin dan diet yang terprogram, umumnya gula darah dapat dikendalikan.
) Kondisi yang menimbulkan kontraksi
a. Kelainan bawaan uterus
Meskipun jarang tetapi dapat dipertimbangkan hubungan kejadian partus preterm
dengan kelainan uterus yang ada.
b. Ketuban pecah dini
Ketuban pecah mungkin mengawali terjadinya kontraksi atau sebaliknya. da
beberapa kondisi yang mungkin menyertai seperti : serviks inkompeten,
hidramnion, kahamilan ganda, inIeksi vagina dan serviks, dan lain-lain.
c. Serviks inkompeten
Riwayat tindakan terhadap serviks dapat dihubungkan dengan terjadinya
inkompeten. Chamberlain dan Gibbings menemukan 60 dari pasien serviks
inkompeten pernah mengalami abortus spontan dan 49 mengalami pengakhiran
kehamilan pervaginam.
d. Kehamilan ganda
Sebanyak 10 pasien dengan dengan partus preterm ialah kehamilan ganda dan
secara umum kahamilan ganda mempunyai panjang usia gestasi yang lebih pendek.
3) Faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Fetus
9

a. Faktor ovum sendiri
Sebagai contoh BB bayi laki-laki lebih besar dari bayi perempuan, misalnya pada
gamelli
b. Faktor ibu
Yaitu Iisikal habitus (bentuk badan), misalnya BB bayi pada ibu yang besar dan
ibu yang kecil, serta kesehatan ibu sewaktu hamil, misalnya pada ibu dengan
diabetes meka BB bayi besar, bila ibu dengan hipertensi maka BB bayi rendah.
c. Faktor lain
Seperti tempat tali pusat pada plasenta dan derajat inIark plasenta.
d. Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan janin intra uterin, yaitu keadaan
gizi ibu terutama, kekurangan lemak dan protein yang lama, dan ibu yang merokok
atau tidak.
4) Faktor yang mempengaruhi Lamanya kehamilan
a. Susunan syaraI otonom
Penerimaan rangsang dari korpus uteri terhadap ans pada tiap wanita berbeda-beda
b. Perangsangan mekanik
Makin besar uterus diregang, makin banyak kesempatan uterus untuk berkontraksi
c. Derajat dimana korpus uteri menjadi kurang sensitiI terhadap rangsangan sewaktu
hamil
O Derajat perkembangan dan pertumbuhan uterus
O Derajat dari harmonal block (progesteron, kerjanya dengan memblokir
perjalanan rangsang dari otot-otot uterus)
d. Faktor serviks
Inkompeten serviks, laserasi serviks, stenosis serviks, jaringan parut serviks.
2.3 Pencegahan
(6,7,8)

O Pemeriksaan ntenatal yang berkualitas untuk menurunkan kejadian BBLR
O Pendidikan masyarakat melalui media yang ada tentang bahaya dan kerugian
kelahiran preterm atau BBLR
O Mengusahakan makan lebih baik pada masa hamil agar menghindarkan kekurangan
gizi dan anemia
O Menghindarkan kerja berat selama hamil
10

O Jangan kawin terlalu muda dan terlalu tua (idealnya 0-30 tahun)
O Perbaiki keadaan sosial ekonomi
O Cegah inIeksi saluran kencing
O Memakai kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan
O Perbaiki kesalahan-kesalahan lokal seperti laserasi serviks dengan Emmet`s operation
atau Sirodkar operation
ANEMIA
(10,11)


nemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan jumlah sel darah merah.
Menurut WHO, anemia dideIinisikan sebagai Hb (hemoglobin) kurang 13 g/dl untuk laki-laki
dan kurang 1 g/dl untuk wanita. DeIinisi sangat tergantung pada usia dan jenis kelamin.
DeIinisi yang paling sering dipakai adalah deIinisi anemia menurut WHO dan CDC (Centers
Ior Disease Control and Prevention).

nemia Pada Ibu Hamil
nemia dapat memperburuk kondisi wanita dalam masa kehamilan, persalinan, niIas dan
masa selanjutnya. Pengaruhnya bisa menyebabkan abortus (keguguran), kelahiran prematur
(lahir sebelum waktu-nya), persalinan yang lama karena rahim tidak berkontraksi, perdarahan
pasca melahirkan, syok serta inIeksi pada saat persalinan atau setelahnya.
Perdarahan antepartum (perdarahan dalam kehamilan) yang disebabkan karena lokasi
implantasi plasenta (ari-ari) yang abnormal atau lepasnya plasenta dari tempat implantasinya
yang dapat disertai gangguan pembekuan darah (DIC : Disseminated Intravascular
Coagulation) dapat memperberat kondisi anemia saat kehamilan. Dan eIeknya akan memberi
pengaruh buruk pada bayi, seperti lahir dengan berat lahir rendah sampai kematian
perinatal.Selain itu, anemia juga dapat menyebabkan gagal jantung.
Gagal jantung baru akan terjadi pada seorang wanita jika Hbnya berada pada ukuran kurang
dari 4 gr/dl. Hal ini menyebabkan angka kematian ibu masih sangat besar. Diperkirakan
dalam 1 jam, ibu meninggal akibat perdarahan, preeklampsia (penyakit pada wanita hamil
dimana terjadi bengkak pada kaki, hipertensi dan adanya protein dalam air seni), inIeksi,
abortus dan persalinan yang macet.
. KlasiIikasi
Secara patoIisiologi anemia terdiri dari :
1. Penurunan produksi : anemia deIisiensi, anemia aplastik.
11

. Peningkatan penghancuran : anemia karena perdarahan, anemia hemolitik.
Secara umum anemia dikelompokan menjadi :
1. nemia mikrositik hipokrom
a. nemia deIisiensi besi
Untuk membuat sel darah merah diperlukan zat besi (Fe). Kebutuhan Fe sekitar 0
mg/hari, dan hanya kira-kira mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh
berkisar -4 mg, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria dan 35 mg/kg BB pada wanita.
nemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di Indonesia banyak
disebabkan oleh inIestasi cacing tambang (ankilostomiasis), inipun tidak akan
menyebabkan anemia bila tidak disertai malnutrisi. nemia jenis ini dapat pula
disebabkan karena :
Diet yang tidak mencukupi
bsorpsi yang menurun
Kebutuhan yang meningkat pada wanita hamil dan menyusui
Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah
Hemoglobinuria
Penyimpanan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.
b. nemia penyakit kronik
nemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial
siderosis. Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit inIeksi
seperti inIeksi ginjal, paru ( abses, empiema, dll ).
. nemia makrositik
a. nemia Pernisiosa
nemia yang terjadi karena kekurangan vitamin B
1
akibat Iaktor intrinsik karena
gangguan absorsi yang merupakan penyakit herediter autoimun maupun Iaktor
ekstrinsik karena kekurangan asupan vitamin B
1
.
b. nemia deIisiensi asam Iolat
nemia ini umumnya berhubungan dengan malnutrisi, namun penurunan absorpsi
asam Iolat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi di seluruh saluran cerna.
Penyebab Kekurangan Folic cid
1. Diet rendah Iolat, bisa disebabkan oleh mutu makanan, jenis makanan, dan
penyediaan makanan.
1

. Sakit berat, gangguan gastro intestinal dan antibiotik oral menyebabkan
gangguan absorsi asam Iolat dari usus.
3. Kekurangan vitamin C, penyakit hepar menyebabkan cadangan energi
berkurang.
4. Muntah pada ibu hamil, terutama hamil kembar menyebabkan kebutuhan
akan Iolic acid meningkat.
5. nemia hemolitik seperti pada malaria, menyebabkan terjadinya
eritropoisis dan perkisaran berlebih dari sel darah merah sehingga
permintaan Iolic acid meningkat sehingga terjadi Iolic acid deIisiensi di
dalam haemoglobinopati.
6. Pemakaian obat-obatan antikonvulsan, alkohol, dan pada ibu dengan
preeklamsi-eklamsi.
Gejala Klinis Kekurangan sam Folat
Tanda dan gejala utama: lesu, lemas, susah bernapas, oedem, naIsu makan
menurun, depresi, dan mual.
Kadang-kadang pucat, glositis, dan diare.
Pada kasus yang berat dijumpai seperti kasus malnutrisi. Gejala Laboratorium
Kekurangan sam Folat
Gejala pernisiosa anemia murni (kekurangan vitamin B1), jarang terjadi.
Pada yang berat, Hb rendah: 4-6 gm/100 ml.
Eritrosit: juta/mm3, bisa terjadi leukopeni/trombositopeni.
Leukosit periIer dominant bentuk segmen.
Pemeriksaan Iiglu test positiI, terutama pada ibu hamil.
Sumsum tulang hiperplastik/megaloplastik (aspirasi sumsum tulang krista iliaka)
pada ibu hamil.
Hitung jenis bergeser ke kanan, sel darah merah dalam bentuk makrositosis dan
poikilositosis.
Komplikasi Kekurangan sam Folat
InIeksi sekunder, pendarahan, kematian janin dalam rahim, dan kematian ibu.
Gangguan plasenta, abortus habitualis, solusio plasenta, dan kelainan kongenital
janin (neural tube deIect).
Neural tube deIect (NTD) merupakan kelainan bawaaan pada otak, tulang kepala,
dan sumsum tulang belakang. Kelainan bawaan ini disebabkan oleh gangguan
13

pembentukan saluran saraI pusat pada periode organogenesis yaitu trisemester
pertama kehamilan terutama 8 hari pascakonsepsi. NTD yang dimaksud di sini
adalah 'isolated NTD, yaitu hanya NTD yang merupakan kelainan bawaan
tanpa disertai kelainan lain. Berdasarkan penelitian 'isolated NTD ini dapat
dicegah Irekurensinya dengan pemberian asam Iolat (Iolate preventable NTD).
ngka kejadian NTD berkisar antara 1,3- per 1000 bayi hidup di US. Di negara
ini NTD merupakan kelainan bawaan kedua terbanyak setelah kelainan jantung
bawaan dan sebagai penyebab utama kematian bayi baru lahir atau cacat tubuh
berat. Untuk menghindari terjadinya NTD pemberian asam Iolat diberikan pada
masa perikonsepsi satu bulan sebelum konsepsi dan satu bulan post konsepsi,
karena neural tube manusia menutup pada minggu ketiga post konsepsi.
nemia karena perdarahan
a. Perdarahan akut
Mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, sedangkan
penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.
b. Perdarahan kronik
Pengeluaran darah biasanya sedikit sedikit sehingga tidak diketahui pasien.
Penyebab yang sering antara lain ulkus peptikum, menometroragi, perdarahan
saluran cerna, dan epistaksis.
3. nemia hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah ( normal 10 hari ),
baik sementara atau terus menerus. nemia ini disebabkan karena kelainan membran,
kelainan glikolisis, kelainan enzim, ganguan sistem imun, inIeksi, hipersplenisme, dan
luka bakar. Biasanya pasien ikterus dan splenomegali.
4. Anemia aplastik
(10,11,12)

nemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia (atau bisitopenia) pada
darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk
aplasia atau hipoplasia tanpa adanya inIiltrasi, supresi, atau pendesakan sumsum
tulang.
nemia aplastik merupakan kegagalan hemopoiesis yang relatiI jarang ditemukan
namun berpotensi mengancam jiwa. Pemakaian nama anemia aplastik dibatasi pada
kasus pansitopenia, hipolasia berat, atau aplasia sumsum tulang, tanpa ada suatu
14

penyakit primer yang menginIiltrasi, mengganti, atau menekan jaringan hemopoietik
sumsum tulang. nemia aplastik dapat diwariskan atau didapat. Perbedaan antara
keduanya bukan pada usia pasien melainkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
laboratorium.
Epidemiologi
Insidensi anemia aplastik bervariasi diseluruh dunia dan berkisar antara sampai 6
kasus per 1 juta penduduk per tahun dengan variasi geograIis. Ternyata penyakit ini
lebih banyak ditemukan di belahan timur dunia daripada di belahan barat. nemia
aplastik umumnya muncul pada usia 15 sampai 5 tahun, puncak insidens kedua yang
lebih kecil muncul setelah usia 60 tahun. Umur dan jenis kelamin pun secara
geograIis bervariasi.
Perjalanan penyakit pada pria juga lebih berat daripada wanita. Perbedaan umur dan
jenis kelamin mungkin disebabkan oleh resiko pekerjaan, sedangkan perbedaan
geograIis mungkin disebabkan oleh pengaruh lingkungan.
KlasiIikasi
nemia aplastik umumnya diklasiIikasikan sebagai berikut :
.KlasiIikasi menurut kausa.
1.Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50 kasus,
.Sekunder : bila kausanya diketahui,
3.Konstitusional : adanya kelainan DN yang dapat diturunkan, misalnya
anemia Fanconi.
B.KlasiIikasi menurut prognosis. (1,,3)
1.nemia aplastik berat : kesempatan sembuh 10 .DideIinisikan anemia aplastik
berat bila :
NeutroIil : kurang dari 500/mm
3
,
Trombosit : kurang dari 0000/mm
3
,
Retikulosit : kurang dari 1 (corrected reticulocyte count),
Sumsum tulang : selularitas kurang dari 5 normal.
15

.nemia aplastik sangat berat : deIinisinya sama dengan anemia aplastik berat
kecuali neutroIil kurang dari 00/mm
3
,
3.nemia aplastik bukan berat : kesempatan sembuh mendekati 50 .
Patogenesis
(12,13,14)

walnya, anemia aplastik dianggap disebabkan paparan terhadap bahan-bahan toksik
seperti radiasi, kemoterapi, obat-obatan, atau senyawa kimia tertentu. Penyebab lain
meliputi kehamilan, hepatitis viral, dan Iasculitis eosinoIilik. Jika pada seorang pasien
tidak diketahui Iaktor penyebabnya, maka pasien digolongkan anemia aplastik
idiopatik.
nemia aplastik terkait obat terjadi karena hipersensitivitas atau dosis obat yang
berlebihan. Obat yang banyak menyebabkan anemia aplastik antara lain
kloramIenikol, Ienilbutason, dan antikonvulsan, obat-obat sitotoksik misalnya mileran
atau nitrosourea. Bahan kimia yang dapat menyebabkan anemia aplastik ialah
senyawa benzena, senyawa sulIur, emas.
Penyakit inIeksi yang dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen,
misalnya virus Epstein-Barr, inIluenza , dengue, tuberculosis milier.
Sitomegalovirus dapat menekan produksi sel sumsum tulang, melalui gangguan pada
sel-sel stroma sumsum tulang.
Pada kehamilan, kadang-kadang ditemukan pansitopenia disertai aplasia sumsum
tulang yang berlangsung sementara. Hal ini mungkin disebabkan oleh estrogen pada
seseorang dengan predisposisi genetik, adanya zat penghambat dalam darah atau tidak
ada perangsang hematopoiesis. nemia aplastik sering sembuh setelah terminasi
kehamilan dan dapat terjadi lagi pada kehamilan selanjutnya.
nemia aplastik dapat disebabkan oleh :
1.DeIisiensi absolut 8tem cell sumsum tulang atau acce88ory-helper cell8,
.Hambatan pada diIerensiasi,
3.Supresi imun,
4.Kelainan stroma,
5.Kelainan rowth factor.
16

Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui :
1.Kerusakan sel induk (8eed theory),
.Kerusakan lingkungan mikro (8oil theory),
3.Mekanisme imunologik.
Manifestasi Klinik
(10,11,14)

nemia aplastik mungkin muncul mendadak (dalam beberapa hari) atau perlahan-
lahan (berminggu-minggu atau berbulan-bulan).
Gejala klinik anemia aplastik timbul akibat adanya anemia, leukopenia, dan
trombositopenia. Gejala ini dapat berupa :
a.Sindrom anemia : gejala anemia bervariasi mulai dari yang ringan sampai yang
berat. nemia menyebabkan Iatigue, dispnea, dan jantung berdebar-debar.
b.Gejala perdarahan paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit
seperti petechie danechymo8i8. Perdarahan mukosa dapat berupa epistaksis,
perdarahan subkonjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis/melena, dan pada wanita
dapat berupa menorhagia. Perdarahan organ dalam lebih jarang dijumpai, tetapi jika
terjadi perdarahan otak sering bersiIat Iatal.
c.Neutropenia meningkatkan kerentanan terhadap inIeksi. Tanda-tanda inIeksi dapat
berupa ulserasi mulut atau tenggorok, selulitis leher, Iebris dan sepsis atau syok
septik. Pasien mungkin juga mengeluh sakit kepala.
d.Organomegali berupa hepatomegali, splenomegali, atau limIadenopati tidak
dijumpai.
Pemeriksaan Laboratorium
(12,14)

Darah Tepi. Pada stadium awal , pansitopenia tidak selalu ditemukan. Jenis anemia
adalah normokrom normositer. Granulosit dan trombosit ditemukan rendah.
LimIositosis relatiI terdapat pada lebih dari 75 kasus. Tidak dijumpai sel muda
dalam darah tepi. Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah.
Laju Endap Darah. Laju endap darah selalu meningkat.
Faal Hemostasis. Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan buruk
disebabkan oleh trombositopenia. Faal hemostasis lainnya normal.
Sumsum Tulang. danya sarang-sarang hemopoiesis hiperaktiI yang mungkin
teraspirasi. Diharuskan melakukan biopsi sumsum tulang pada setiap kasus tersangka
anemia aplastik.
Virus. Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus Hepatitis, HIV,
parvovirus, dan sitomegalovirus.
17

Tes Ham atau Tes Hemolisis Sukrosa. Tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya
PNH sebagai penyebab.
Kromosom. Pada anemia aplastik didapat, tidak ditemukan kelainan kromosom.
Pemeriksaan sitogenetik diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis banding.
DeIisiensi Imun. danya deIisiensi imun diketahui melalui penentuan titer
immunoglobulin dan pemeriksaan imunitas sel T.
Lain-lain. Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, hemoglobin F
meningkat pada pasien anak.

Pemeriksaan Radiologis
(10,11)

Nuclear Magnetic Resonance Imaging
Pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan
karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum tulang berlemak dan
sumsum tulang berseluler.
Radionuclide Bone Marrow Imaging (Bone Marrow Scanning)
Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh 8cannin tubuh. Dengan
bantuan 8can sumsum tulang dapat ditentukan daerah hemopoiesis aktiI untuk
memperoleh sel-sel guna pemeriksaan sitogenetik atau kultur sel-sel induk.

Diagnosis
(12,14)

Pada dasarnya diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan adanya pansitopenia atau
bisitopenia di darah tepi dengan hipoplasia sumsum tulang, serta dengan
menyingkirkan adanya inIiltrasi atau supresi pada sumsum tulang.
Kriteria diagnosis anemia aplastik menurutnternational Aranulocyto8i8 and Apla8tic
Anemia Study Group (AASG) adalah :
1.Satu dari tiga sebagai berikut :
Hemoglobin kurang dari 10 g/dl, atau hematokrit kurang dari 30 .
Trombosit kurang dari 50 x 10
9
/l.
Leukosit kurang dari 3,5 x 10
9
/l, atau netroIil kurang dari 1,5 x 10
9
/l.
.Dengan retikulosit 9/l
3.Dengan gambaran sumsum tulang (harus ada specimen adekuat) :
18

Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel hemopoetik atau
selularitas normal oleh hiperplasia eritroid Iokal dengan deplesi seri granulosit dan
megakariosit.
Tidak adanya Iibrosis yang bermakna atau inIiltrasi neoplastik.
4.Pansitopenia karena obat sitostatika atau radiasi terapeutik harus dieksklusi.
Setelah diagnosis ditegakkan, maka perlu ditentukan derajat penyakit anemia aplastik.
Hal ini sangat penting dilakukan karena menentukan strategi terapi. Kriteria yang
dipakai pada umumnya ialah kriteria Camitta et al.
Diagnosis Banding
(11)

nemia aplastik perlu dibedakan dengan kelainan yang disertai pansitopenia atau
bisitopenia pada darah tepi antara lain :
1.Leukemia aleukemik,
.Sindroma mielodisplastik (tipe hipoplastik),
3.!aroxy8mal Nocturnal Hemolobinuria (!NH),
4.nemia mieloptisik,
5.Pansitopenia karena sebab lain.
Penatalaksanaan
(10,11,12)

Manajemen wal nemia plastik
O Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga
menjadi penyebab anemia aplastik.
O nemia : transIusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.
O Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transIusi trombosit sesuai yang
dibutuhkan.
O Tindakan pencegahan terhadap inIeksi bila terdapat neutropenia berat.
O InIeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesiIik
tidak dapat diidentiIikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan
kurang dan inIeksi ada (misalnya oleh bakteri gram negatiI dan jamur)
pertimbangkan transIusi granulosit dari donor yang belum mendapat terapi G-
CSF.
O ssessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan
histocompatibilitas pasien, orang tua dan saudara kandung pasien
19

Pengobatan spesiIik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu transplantasi
stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresiI (TG, siklosporin dan
metilprednisolon) atau pemberian dosis tinggi sikloIosIamid.
9
Terapi standar untuk
anemia aplastik meliputi imunosupresi atau transplantasi sumsum tulang.

Pengobatan Suportif
Bila terdapat keluhan akibat anemia, diberikan transIusi eritrosit berupa packed red
cell8 sampai kadar hemoglobin 7-8 g atau lebih pada orang tua dan pasien dengan
penyakit kardiovaskular. Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari
0.000/mm
3
. TransIusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar
trombosit dibawah 0.000/mm
3
sebagai proIilaksis.
Terapi Imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresiI adalah antithymocyte
lobulin (TG) atau antilymphocyte lobulin (LG) dan siklosporin (CS).
TG atau LG diindikasikan pada
15
:
O nemia aplastik bukan berat
O Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok

0

O nemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 0 tahun dan pada saat
pengobatan tidak terdapat inIeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih
dari 00/mm3
Protokol Pemberian TG pada anemia aplastik
Dosis test TG :TG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc
disuntikan intradermal pada lengan dengan saline kontrol 0,1 cc
disuntikkan intradermal pada lengan sebelahnya. Bila tidak ada
reaksi anaIilaksis, TG dapat diberikan.Premedikasi untuk TG
(diberikan 30 menit sebelum TG) :
setaminoIen 650 mg peroral
DiIenhidrahim 50 mg p.o atau intravena perbolus
Hidrokortison 50 mg intravena perbolus
Terapi TG :
TG 40 g/kg dalam 1000 cc NS selama 8-1 jam perhari untuk 4
hari
Obat-obat yang diberikan serentak dengan TG :
Prednison 100 mg/mm

peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan


dengan TG dan dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila
tidak terjadi serum sickness, tapering dosis setiap minggu.
Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan kali sehari sampai
respon maksimal kemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih
lambat. Pasien usia 50 tahun atau lebih mendapatkan dosis
siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus diturunkan bila terdapat
kerusakan Iungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.


Prognosis
(10,14)

1

SiIat alami dari perkembangan anemia aplastik adalah penurunan kesehatan dan
kematian. Persiapan sel darah merah dan kemudian transIusi sel darah putih serta
antibiotic platelet terkadang berguna, namun hanya segelintir pasien memperlihatkan
penyembuhan spontan.
Riwayat alamiah anemia aplastik dapat berupa:
1. Berakhir dengan remisi sempurna. Hal ini jarang terjadi kecuali bila iatrogenik
akibat kemoterapi atau radiasi. Remisi sempurna biasanya terjadi segera.
. Meninggal dalam 1 tahun. Hal ini terjadi pada kebanyakan kasus.
3. Bertahan hidup selama 0 tahun atau lebih. Membaik dan bertahan hidup lama
namun kebanyakan kasus mengalami remisi tidak sempurna.
Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netroIil dan trombosit. Jumlah absolut
netroIil lebih bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah netroIil kurang dari 500/l
(0,510
9
/liter) dipertimbangkan sebagai anemia aplastik berat dan jumlah netroIil
kurang dari 00/l (0,10
9
/liter) dikaitkan dengan respon buruk terhadap imunoterapi
dan prognosis yang jelek bila transplantasi sumsum tulang allogenik tidak tersedia.
nak-anak memiliki respon yang lebih baik daripada orang dewasa. nemia aplastik
konstitusional merespon sementara terhadap androgen dan glukokortikoid akan tetapi
biasanya Iatal kecuali pasien mendapatkan transplantasi sumsum tulang. Transplantasi
sumsum tulang bersiIat kuratiI pada sekitar 80 pasien yang berusia kurang dari 0
tahun, sekitar 70 pada pasien yang berusia 0-40 tahun dan sekitar 50 pada pasien
berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak 40 pasien yang bertahan karena
mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan menderita gangguan akibat GVHD
kronik dan resiko mendapatkan kanker sekitar 11 pada pasien usia tua atau setelah
mendapatkan terapi siklosporin sebelum transplantasi stem sel. Hasil yang terbaik
didapatkan pada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresiI sebelum
transplantasi, belum mendapatkan dan belum tersensitisasi dengan produk sel darah
serta tidak mendapatkan iradiasi dalam hal conditionin untuk transplantasi.
Sekitar 70 pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi kombinasi
imunosupresiI (TG dengan siklosporin). Walaupun beberapa pasien setelah terapi


memiliki jumlah sel darah yang normal, banyak yang kemudian mendapatkan anemia
sedang atau trombositopenia. Penyakit ini juga akan berkembang dalam 10 tahun
menjadi proxysmal nokturnal hemoglobinuria, sindrom myelodisplastik atau akut
myelogenous leukimia pada 40 pasien yang pada mulanya memiliki respon terhadap
imunosupresiI. Pada 168 pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang,
hanya sekitar 69 yang bertahan selama 15 tahun dan pada 7 pasien yang
mendapatkan terapi imunosupresiI, hanya 38 yang bertahan dalam 15 tahun.
Pencegahan Anemia Aplastik
(10,11,12)

Usaha pertama untuk mencegah anemia aplastik adalah menghindari paparan bahan
kimia berlebih sebab bahan kimia seperti benzena juga diduga dapat menyebabkan
anemia aplastik. Kemudian hindari juga konsumsi obat-obat yang dapat memicu
anemia aplastik. Kalaupun memang harus mengonsumsi obat-obat yang demikian,
sebisa mungkin jangan mengonsumsinya secara berlebihan. Selain bahan kimia dan
obat, ada baiknya pula untuk menjauhi radiasi seperti sinar X dan radiasi lainnya yang
telah dijelaskan di bagian Iaktor penyebab di atas.
Bila ada anak dalam keluarga pembawa siIat thalassemia,agar tidak menikah dengan
pembawa siIat thalassemia juga. Bagi pemabawa siIat thalassemia agar tidak
berencana mempunyai anak lagi bila telah mendapatkan anak dengan Ienotip
normal.Usahakan agar jangan sampai terjadi gangguan saluran pernapasan baik
melalui kontak (jika penyebab pada pasien adalah virus atau obat-obatan) dengan
pasien ataupun karena sistem imun tubuh menurun.
Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan
aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada
pendarahan dan/atau inIeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana,
yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik. gen-agen perangsang
sumsum tulang seperti androgen diduga menimbulkan eritropoiesis, tetapi eIisiensinya
tidak menentu. Penderita anemia aplastik kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb)
antara 8 dan 9 g dengan tranIusi darah yang periodik.
Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan
sel induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor
3

yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia |HL( yang cocok).
Pada kasus-kasus yang dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan globulin
antitimosit (TG) yang mengandung antibodi untuk melawan sel T manusia untuk
mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini dianjurkan untuk penderita yang
agak tua atau untuk penderita yang tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.
Pencegahan penyakit ini tergantung dari penyebabnya. Suplemen terbaik adalah zat
besi, asam Iolat dan vitamin B1 untuk mencegah deIisiensi zat besi. nemia tidak
dapat dicegah jika penyebabnya adalah karena cacat bawaan (genetik), anemia aplastik,
thalasemia dan anemia sel sabit. Makan diet seimbang yang mengandung biji bijian
seperti kacang kedelai dan kacang hijau yang mengandung vitamin, zat besi dan asam
Iolat membantu pembentukan sel darah merah. pilihan lain makanan yang banyak
mengandung zat besi adalah sereal, daging merah, kuning telur, sayuran berdaun hijau,
sayuran kuning dan buah-buahan, kulit kentang, tomat, molasses, dan kismis.

INDIKASI TRANSFUSI KOMPONEN DARAH
(12,13,14)

transfusi sel darah merah:
O TransIusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin (Hb)
7 g/dl, terutama pada anemia akut. TransIusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik
dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesiIik lain, maka batas kadar Hb yang lebih
rendah dapat diterima.
O TransIusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila
ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium.
O TransIusi tidak dilakukan bila kadar Hb _10 g/dl, kecuali bila ada indikasi tertentu,
misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih tinggi
(contoh: penyakit paru obstruktiI kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat).
O TransIusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb _11 g/dL;
bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7 g/dL (seperti pada anemia
bayi prematur). Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau yang sedang
membutuhkan suplementasi oksigen batas untuk memberi transIusi adalah Hb _13
g/dL.
4

TransIusi satu unit darah lengkap (whole blood) atau sel darah merah pada pasien dewasa
berat badan 70 kg yang tidak mengalami perdarahan dapat meningkatkan hematokrit kira-kira
3 atau kadar Hb sebanyak 1 g/dl. Tetapi, kadar Hb bukan satu-satunya Iaktor penentu
untuk transIusi sel darah merah. Faktor lain yang harus menjadi pertimbangan adalah kondisi
pasien, tanda dan gejala hipoksia, kehilangan darah, risiko anemia karena penyakit yang
diderita oleh pasien dan risiko transIusi.


Banyak transIusi sel darah merah dilakukan pada kehilangan darah ringan atau sedang,
padahal kehilangan darah itu sendiri tidak menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas perioperatiI. Meniadakan transIusi tidak menyebabkan keluaran (outcome)
perioperatiI yang lebih buruk.
3
Beberapa Iaktor spesiIik yang perlu menjadi pertimbangan transIusi adalah:


O Pasien dengan riwayat menderita penyakit kardiopulmonal perlu transIusi pada batas
kadar Hb yang lebih tinggi.
O Volume darah yang hilang selama masa perioperatiI baik pada operasi darurat
maupun elektiI, dapat dinilai secara klinis dan dapat dikoreksi dengan penggantian
volume yang tepat.
O Konsumsi oksigen, dapat dipengaruhi oleh berbagai Iaktor penyebab antara lain
adalah demam, anestesia dan menggigil. Jika kebutuhan oksigen meningkat maka
kebutuhan untuk transIusi sel darah merah juga meningkat.

Pertimbangan untuk transIusi darah pada kadar Hb 7-10 g/dl adalah bila pasien akan
menjalani operasi yang menyebabkan banyak kehilangan darah serta adanya gejala dan tanda
klinis dari gangguan transportasi oksigen yang dapat diperberat oleh anemia.

Kehilangan
darah akut sebanyak 5 volume darah total harus diatasi dengan penggantian volume
darah yang hilang. Hal ini lebih penting daripada menaikkan kadar Hb. Pemberian cairan
pengganti plasma (pla8ma 8ubtitute) atau cairan pengembang plasma (pla8ma expander)
dapat mengembalikan volume sirkulasi sehingga mengurangi kebutuhan transIusi, terutama
bila perdarahan dapat diatasi.


Pada perdarahan akut dan syok hipovolemik, kadar Hb bukan satu-satunya pertimbangan
dalam menentukan kebutuhan transIusi sel darah merah. Setelah pasien mendapat koloid atau
5

cairan pengganti lainnya, kadar Hb atau hematokrit dapat digunakan sebagai indikator apakah
transIusi sel darah merah dibutuhkan atau tidak.

Sel darah merah diperlukan bila terjadi ketidakseimbangan transportasi oksigen, terutama bila
volume darah yang hilang ~5 dan perdarahan belum dapat diatasi. Kehilangan volume
darah ~40 dapat menyebabkan kematian. Sebaiknya hindari transIusi darah menggunakan
darah simpan lebih dari sepuluh hari karena tingginya potensi eIek samping akibat
penyimpanan.

Darah yang disimpan lebih dari 7 hari memiliki kadar kalium yang tinggi, pH
rendah, debris sel tinggi, usia eritrosit pendek dan kadar ,3-diphosphoglycerate rendah.
1
Pertimbangan dalam memutuskan jumlah unit transIusi sel darah merah:

O Menghitung berdasarkan rumus umum sampai target Hb yang disesuaikan dengan
penilaian kasus per kasus.
O Menilai hasil/eIek transIusi yang sudah diberikan kemudian menentukan kebutuhan
selanjutnya.
Penelitian oleh Carmel dan Shulman
4
(dipublikasikan tahun 1989) menyatakan bahwa
dispnea tidak terjadi sampai Hb 7 g/dl. Pada penelitian lain dengan Hb 6 g/dl, hanya 54
pasien mengalami takikardia, 3 mengalami hipotensi, 35 penurunan kesadaran, dan 7
dispnea. Pada anak, gejala baru muncul pada nilai Hb yang lebih rendah lagi. Kelambatan
munculnya tanda-tanda tersebut mungkin menyebabkan undertran8fu8ion. Walaupun Hb
merupakan prediktor yang cukup baik untuk kebutuhan transIusi, pengukuran oksigenasi
jaringan lebih akurat dalam menentukan kebutuhan.
Perdarahan antepartum dan postpartum merupakan penyebab utama kematian maternal di
Inggris. ngka lain menunjukkan bahwa perdarahan yang dapat mengancam nyawa terjadi
pada 1 di antara 1.000 persalinan.
11
Selama kehamilan, konsentrasi Hb turun disebabkan
kenaikan volume plasma dalam jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah
sel darah merah.
11
Perdarahan akut adalah penyebab utama kematian ibu. Perdarahan masiI
dapat berasal dari plasenta, trauma saluran genital, atau keduanya, dan banyaknya paritas
juga meningkatkan insidens perdarahan obstetrik.
1
Perdarahan obstetrik dideIinisikan sebagai
hilangnya darah yang terjadi pada masa peripartum, yang dapat membahayakan nyawa. Pada
usia kehamilan cukup bulan, aliran darah ke plasenta mencapai 700 ml/menit. Seluruh
volume darah pasien dapat berkurang dalam 5-10 menit, kecuali bila miometrium pada
tempat implantasi plasenta berkontraksi. Perdarahan obstetrik mungkin tidak terduga dan
masiI. danya perdarahan obstetrik dapat dilihat dengan adanya gejala syok hipovolemik
6

tetapi karena adanya perubahan Iisiologis yang ditimbulkan oleh kehamilan, maka hanya ada
beberapa tanda hipovolemia yang mungkin mengarah pada perdarahan. Tanda hipovolemia
antara lain takipnea, haus, hipotensi, takikardia, waktu pengisian kapiler meningkat,
berkurangnya urin dan penurunan kesadaran. Karena itu penting untuk memantau pasien
dengan perdarahan obstetrik, walaupun tidak ada tanda syok hipovolemik.
1


Keputusan melakukan transIusi pada pasien obstetrik tidak hanya berdasarkan kadar Hb,
tetapi juga bergantung pada kebutuhan klinis pasien. Faktor yang menjadi pertimbangan
adalah usia kehamilan, riwayat gagal jantung, adanya inIeksi seperti pneumonia dan malaria,
riwayat obstetrik, cara persalinan dan tentu saja kadar Hb.
1
Penyebab perdarahan akut pada
pasien obstetrik antara lain adalah abortus (abortus inkomplit, abortus septik), kehamilan
ektopik (tuba atau abdominal), perdarahan antepartum (plasenta previa, plasenta abrupsi,
ruptur uteri, vasa previa, perdarahan serviks atau vagina) dan lesi traumatik (perdarahan
postpartum primer, perdarahan postpartum sekunder, koagulasi intravaskular diseminata
(di88eminated intrava8cular coaulation -DIC).
1
Pada tahun 001 CREST menyatakan bahwa penyediaan darah sebaiknya dilakukan pada
perdarahan antepartum, intrapartum, atau postpartum yang cukup bermakna, plasenta previa,
preeklampsia dan eklampsia berat, kelainan koagulasi yang bermakna, anemia sebelum
operasi seksio (Hb 10 g/dl) dan kelainan obstetrik bermakna yang ada sebelum operasi
(seperti Iibroid uteri, riwayat seksio atau riwayat plasenta akreta). Bila keadaan di atas tidak
ada, golongan darah dan status antibodi diketahui, maka pemberian darah dapat ditunda pada
keadaan seksio elektiI atau darurat, plasenta manual tanpa adanya komplikasi perdarahan
postpartum, operasi elektiI pada mi88ed abortion, anemia sebelum persalinan normal (Hb 10
g/dl).
11
transfusi trombosit
TransIusi trombosit dapat digunakan untuk:
O Mengatasi perdarahan pada pasien dengan trombositopenia bila hitung trombosit
50.000/uL, bila terdapat perdarahan mikrovaskular diIus batasnya menjadi
100.000/uL. Pada kasus DHF dan DIC supaya merujuk pada penatalaksanaan
masing-masing.
O ProIilaksis dilakukan bila hitung trombosit 50.000/uL pada pasien yang akan
menjalani operasi, prosedur invasiI lainnya atau sesudah transIusi masiI.
O Pasien dengan kelainan Iungsi trombosit yang mengalami perdarahan.
7

Pada tahun 1987 Na8ional n8titute of Health Con8en8u8 Conference merekomendasikan
proIilaksis transIusi trombosit untuk pasien dengan hitung trombosit kurang dari 10.000-
0.000/uL, sedangkan untuk pasien dengan hitung trombosit ~50.000/uL transIusi trombosit
tidak memberikan keuntungan. TransIusi trombosit pada hitung trombosit yang lebih tinggi
diindikasikan untuk pasien dengan perdarahan sistemik atau yang memiliki risiko tinggi
mengalami perdarahan karena kelainan koagulasi, sepsis, atau disIungsi trombosit. Pada
tahun 1994 CP merekomendasikan transIusi trombosit pada pasien dengan penurunan
produksi trombosit dengan hitung trombosit 5000/uL. CP juga merekomendasikan untuk
memberikan proIilaksis transIusi trombosit pada pasien dengan hitung trombosit antara 5000-
30.000/uL. Untuk operasi besar dengan perdarahan yang mengancam nyawa, CP
menyimpulkan bahwa transIusi trombosit dapat dilakukan pada hitung trombosit yang lebih
tinggi untuk mempertahankan hitung trombosit ~50.000/uL. CP juga merekomendasikan
melakukan transIusi pada pasien yang menderita destruksi trombosit dengan hitung trombosit
50.000/uL dan adanya perdarahan mikrovaskular.
3,1

American Collee of Ob8tetrician8 and Gynecoloi8t8 (COG) merekomendasikan transIusi
trombosit pada trombositopenia bawaan atau didapat. Suatu survei pada tahun 199 terhadap
630 rumah sakit bagian hematologi dan onkologi melaporkan bahwa proIilaksis transIusi
trombosit ditujukan bagi pasien dengan hitung trombosit _0.000/uL sedangkan pasien yang
menjalani prosedur invasiI minor seperti biopsi atau pungsi lumbal, kriteria yang paling
sering digunakan adalah hitung trombosit _ 50.000/uL.
3
Kelompok kerja S pada tahun 1996 menyatakan bahwa transIusi trombosit proIilaksis
tidak eIektiI dan tidak diindikasikan untuk trombositopenia yang disebabkan karena
meningkatnya perusakan platelet (misalnya purpura trombositopenia idiopatik ITP).
TransIusi trombosit jarang diindikasikan pada pasien trombositopenia yang akan menjalani
operasi dengan penurunan produksi trombosit jika hitung trombosit mencapai 100.000/uL,
dan biasanya baru diindikasikan bila hitung trombosit 50.000/uL. Penentuan apakah pasien
yang memiliki jumlah trombosit 50.000-100.000/uL membutuhkan transIusi, harus
berdasarkan pada risiko terjadinya perdarahan. Pasien obstetrik dengan perdarahan
mikrovaskular yang akan menjalani prosedur operasi atau persalinan biasanya membutuhkan
transIusi trombosit bila hitung trombosit 50.000/uL dan jarang memerlukan bila hitung
trombosit ~100.000/uL. Pada pasien dengan hitung trombosit 50.000-100.000/uL, pemberian
transIusi trombosit berdasarkan risiko perdarahan. TransIusi trombosit juga diindikasikan
8

pada pasien dengan hitung trombosit normal tetapi terdapat gangguan Iungsi trombosit dan
perdarahan mikrovaskular.
3
BCSH pada tahun 003 merekomendasikan bahwa pada pasien dengan trombositopenia
kronik, hitung trombosit 10.000/uL merupakan batas dasar untuk melakukan transIusi
trombosit bila tidak ada risiko lainnya, seperti sepsis, penggunaan antibiotik berulang atau
kelainan hemostasis lainnya. Sedangkan pasien tanpa Iaktor risiko maka batas hitung
trombosit untuk melakukan transIusi trombosit adalah 5.000/uL mungkin sesuai bila
dianggap transIusi trombosit dapat menyebabkan reIrakter terhadap trombosit. BCSH juga
menyatakan bahwa pada pasien dengan trombopatia, transIusi trombosit dilakukan bila
ternyata penatalaksanaan dengan menggunakan desmopresin tidak eIektiI lagi. Pada pasien
dengan perdarahan akut hitung trombosit tidak boleh turun sampai 50.000/uL, dan untuk
pasien dengan trauma multipel dan cedera kepala, hitung trombosit harus dipertahankan
~100.000/uL. Pada pasien dengan DIC, transIusi trombosit diberikan untuk mempertahankan
hitung trombosit pada ~50.000/uL seperti halnya pada pasien yang mengalami perdarahan
masiI.
13
NHMRC-SBT pada tahun 001 merekomendasikan penggunaan trombosit sebagai
proIilaksis pada kegagalan Iungsi sumsum tulang bila hitung trombosit 10.000/uL tanpa
adanya Iaktor risiko dan hitung trombosit 0.000/uL bila terdapat Iaktor risiko (demam,
antibiotik, kegagalan hemostatik sistemik); untuk mempertahankan hitung trombosit
~50.000/uL pada pasien yang akan menjalani operasi atau prosedur invasiI lainnya; adanya
kelainan Iungsi trombosit yang didapat atau bawaan bergantung pada kondisi klinis, dengan
kondisi tersebut hitung trombosit bukan merupakan indikator yang sahih. Selain itu
penggunaan trombosit sebagai terapi diberikan pada pasien dengan trombositopenia yang
mengalami perdarahan, yaitu jika hitung trombosit 50.000/uL bila terdapat perdarahan masiI
atau transIusi masiI, atau trombosit 100.000/uL bila terdapat perdarahan mikrovaskular
diIus. NHMRC-SBT juga menyatakan bahwa transIusi trombosit biasanya tidak digunakan
pada pasien dengan destruksi trombosit autoimmun, purpura trombositopenia trombotik,
sindrom uremik hemolitik atau trombositopenia yang ditimbulkan oleh obat atau pintasan
jantung tanpa perdarahan.


Suatu penelitian randomisasi prospektiI yang dilakukan oleh Zumberg dkk
14
menyatakan
bahwa batas dasar hitung trombosit 10.000/uL adalah aman untuk melakukan transIusi
trombosit pada resipien transplantasi sumsum tulang, namun usaha untuk mengurangi
penggunaan trombosit tidak tercapai karena penilaian keamanan dimasukkan dalam
9

metodologi penelitian ini. Penelitian ini dilakukan pada 159 pasien transplantasi sumsum
tulang yang dibagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama mendapatkan transIusi
trombosit bila hitung trombosit 10.000/uL, sedangkan kelompok kedua diberi transIusi bila
hitung trombosit 0.000/uL. Tidak ada perbedaan antara kedua kelompok dalam hal
insidens perdarahan maupun tingkat keparahan. Hanya terdapat 3 perdarahan sistem saraI
pusat, terjadi pada kelompok pertama sedangkan satu terjadi pada kelompok kedua, namun
tidak ada pasien yang meninggal. Rata-rata perdarahan di kedua kelompok adalah 11,4 hari.
Rata-rata transIusi trombosit pada kelompok pertama adalah 10,4 per pasien dibandingkan
kelompok kedua rata-rata 10, per pasien. Pada kelompok pertama, transIusi lebih banyak
diberikan di atas batas dasar transIusi dibandingkan pada kelompok kedua (4,3 per pasien
dibandingkan 1,9 per pasien, p0,5).

Penggunaan trombosit diindikasikan untuk pencegahan dan penatalaksanaan perdarahan pada
pasien dengan trombositopenia atau kelainan Iungsi trombosit. Hitung trombosit adalah
Iaktor pemicu utama penggunaan trombosit, dengan Iaktor risiko terjadi perdarahan dan
banyaknya perdarahan akan mempengaruhi keputusan perlu tidaknya transIusi.

Pada pasien dengan kegagalan Iungsi sumsum tulang, berbagai penelitian klinis terkontrol
menyatakan bahwa proIilaksis suspensi trombosit eIektiI bila hitung trombosit 10.000/uL.
pabila terdapat berbagai Iaktor yang berhubungan dengan perdarahan pada pasien
trombositopenia seperti demam, kelainan koagulasi, kegagalan hemostatik sistemik atau
terdapat tempat potensial timbulnya perdarahan karena operasi, maka dipertimbangkan
penggunaan trombosit untuk mempertahankan hitung trombosit ~0.000/uL. Umumnya,
sebagian besar pedoman merekomendasikan hitung trombosit untuk prosedur operasi adalah
~50.000/uL, walaupun tidak ada penelitian terkontrol yang menyatakan hal tersebut. Untuk
pasien yang menjalani operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan (operasi mata atau
saraI), hitung trombosit perlu dipertahankan pada batas 100.000/uL.
3
Untuk kasus kelainan
Iungsi trombosit bawaan, ada bukti ilmiah menyatakan bahwa transIusi trombosit eIektiI
sebagai proIilaksis operasi dan untuk terapi perdarahan. Sedangkan bukti ilmiah untuk
kelainan Iungsi trombosit yang didapat masih kurang jelas. Untuk kelainan Iungsi trombosit
akibat gagal ginjal maka pengobatan utamanya adalah koreksi anemia, penggunaan
desmopresin dan kriopresipitat. Dalam hal ini tidak ada bukti ilmiah yang mendukung
penggunaan trombosit.

Penggunaan trombosit sebagai terapi pada pasien dengan trombositopenia dan/atau kelainan
Iungsi trombosit yang mengalami perdarahan bermakna harus dikontrol. TransIusi sel darah
30

merah lebih dari 10 unit atau satu volume darah dalam 4 jam seringkali diikuti dengan
hitung trombosit 50.000/uL terutama bila 0 unit atau lebih telah ditransIusikan.

Pada
penelitian prospektiI komparatiI yang dilakukan oleh Wandt dkk
15
selama 15 bulan
(dipublikasikan tahun 1998) melibatkan 105 penderita leukemia mieloid akut yang menjalani
kemoterapi. Pasien ini dibagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama adalah kelompok
yang akan diberi transIusi bila hitung trombosit 10.000/uL sedangkan kelompok kedua akan
diberi transIusi bila hitung trombosit 0.000/uL. Didapatkan perbedaan bermakna dalam
jumlah trombosit yang diberikan pada tiap siklus kemoterapi (15,4 vs 5,4 pada konsentrat
trombosit dan 3,0 vs 4,8 pada trombosit aIeresis), hal ini menyebabkan biaya yang
dikeluarkan pada kelompok pertama adalah sepertiga dari biaya pada kelompok kedua.





















BAB III

31

PRESENTASI KASUS



I. IDENTITS PSIEN
Nama : Ny.M
Umur : 9 tahun
Nomor CM : 837175
Jenis Kelamin : Perempuan
lamat : Pekauman RT 01/01. Kec. Madukara, Kab. Banjarnegara
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
gama : Islam
Tgl masuk IGD RSMS: 8 Januari 011 Pukul: 3.00 WIB

II. NMNESIS (utoanamnesis / lloanamnesis)
a. Keluhan utama : Kenceng-kenceng
b. Keluhan tambahan : Keluar lendir darah dan cairan kepyok
c. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke VK IGD RSMS dengan surat rujukan dari rumah bidan nugah
Banjarnegara dengan GIP00 umur 9 tahun hamil 36
4
minggu dengan keluhan
kenceng-kenceng. HPHT 14/05/010. Kenceng-kenceng dirasakan sejak tanggal
8/01/011 pukul 18.30, disertai pengeluaran lendir darah dan cairan kepyok
berwarna jernih. Pasien kemudian dibawa ke rumah bidan nugrah Banjarnegara dan
diketahui dari hasil laboratorium Hb: 5,4 gr/dL, Trombosit: 16.000, BT: 4,8, CT: 7,8.
d. Riwayat haid : Teratur, 1x/bulan, 5-7 hari
e. Riwayat pernikahan : Satu kali, 10 bulan
I. Riwayat NC : Teratur, ke bidan
g. Riwayat Obstetri : GIP00
h. Riwayat KB : Belum KB
i. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat penyakit darah tinggi disangkal
3

- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit ginjal disangkal
- Riwayat penyakit DM disangkal
- Riwayat penyakit paru disangkal
- Riwayat penyakit perdarahan sulit berhenti disangkal
j. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat penyakit darah tinggi disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit ginjal disangkal
- Riwayat penyakit DM disangkal
- Riwayat penyakit paru disangkal
- Riwayat penyakit perdarahan sulit berhenti disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
Diperiksa tanggal 8 Januari 011 jam .54 WIB
. Pemeriksan Umum
Keadaan umum : Tampak pucat
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign : TD : 110/70 mmHg
RR : 8x/menit
N : 100x/menit
S : 36 C
Mata : Konjungtiva anemis (/), sklera ikterik (-/-)
Thorak : Cor : Takikardi 118x/men, S1 ~ S, reguler, bising
(-), gallop (-)
Pulmo : Suara dasar vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
- -
Ekstremitas : Udem
- -
- -
Pucat
- -
Dingin
33




B. Status Lokalis
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Cembung gravid
Palpasi : TFU: 8 cm
Leopold I : Teraba 1 bagian bulat lunak.
Leopold II :Teraba tahanan memanjang di kanan
ibu.
Leopold III : Teraba 1 bagiann bulat keras.
Leopold !V : Konvergen.
Perkusi : Pekak
uskultasi : BU ()N, DJJ: 1-1-1
Pemeriksaan Genitalia
I :
Pemeriksaan Dalam
VT : 4-5 cm, Porsio lunak,kulit ketuban: -, kepala: Hodge II.

IV. PEMERIKSAAN PENUN1ANG
Pemeriksaan Darah Lengkap tanggal 8 Januari 011 pukul 3.40
Hb : 7,0 g/dl
Leukosit : 7.460 u/L
Ht : 21
Eritrosit : 1,8 juta
Trombosit : 16.000
MCV : 116,2
MCH : 39,1
MCHC : 99,7
RBW : 14,5
MPV : Negative

Hitung Jenis:
34

BasoIil : 0,0
EosinoIil : 0,0
Batang : 0,0
Segmen : 69,3
LimIosit : 8,7
Monosit : 5,0
PT : 1,3
PTT : 9,9

V. DIAGNOSIS
GIP00, 9 tahun, hamil 36 minggu 4 hari dengan KPD, Presentasi kepala, Punggung kanan,
Inpartu kala I Iase aktiI, anemia berat, trombositopeni.
TINDKN DN TERPI
1. VK IGD RSMS
Tanggal 8 januari 011 Pukul: 3.00
IVFD RL 0 tetes/menit
Pro transIusi pre IV kolI
Monitoring keadaan umum/vital sign/DJJ
Pukul: 3.30
Cek laboratorium
Pukul: 3.35
Konsul ke residen (dr.Indah):
Usaha darah kolI whole blood.
mpicilin injeksi 1 gram
Rawat ke vk
Observasi pucat
. VK Belakang RSMS
Tanggal 9 januari 011 Pukul 3.50:
Keadaan Umum: Tampak lemah
Kesadaran: Compos mentis
Tanda vital:
TD: 100/70 mmHg
35

N: 84x/menit
RR: 8x/menit
S:36
0
C
DJJ: 1-1-1
His: ()
Pukul 00.0:
Hasil laboratorium ()
Lapor residen,residen periksa lalu konsul Sp.OG.
Konsul Sp.OG:
Usaha darah Iresh whole blood kolI
(keluarga sedang usaha donor)
Instruksi residen:
Sementara transIusi whole blood
Injeksi lasix 1 ampul.
Pukul 01.00
DJJ:1-1-1
HIS:()
TransIusi WB 1 diberikan
Pukul:0.35
Ibu ingin mengejan
VT lengkap, kulit ketuban (-), kepala turun Hodge III.
Persalinan dipimpin.
Pukul: 0.40
-Bayi lahir spontan dengan presentasi belakang kepala. Bayi laki-laki, /S: 7-8-9,
BBL: 450 gr.
-Injeksi Synto 10 iu/im placenta lahir spontan, lengkap, explorasi cavum uteri bersih.
-kontraksi uterus lembekdrip synto 0 iu, Gastrul 4 tablet/rectal.
-pasang DC
-pasang inIus jalur: -TransIusi ke-
-drip synto
Pukul 05.30
TransIusi ke- habis,usaha donor Iresh whole blood keluarga tidak ada yang cocok
Lapor ke residen, Instruksi:-Usaha Trombosit IV kolI
36

3. Monitoring dan Evaluasi di Bangsal
29 1anuari 2011
S Perut mules dan lemas
O ku/kes lemah / compos mentis
VS : TD : 130/90 mmHg RR : 18 x/menit
N : 80 x/menit S : 37,9`c
Status Generalis :
Mata : C /, SI -/-
Thorax :
Pulmo : SD vesikuler, Rbk -/-, Rbh -/-
Cor : S1~S reg, murmur (-), Gallop (-)
Status Lokalis :
bdomen :
I : Datar
: BU () N
Pe : timpani
Pal : supel, NT (-), TFU setinggi pusat, kontraksi keras
Status Genitalia externa :
PPV () darah merah segar
BK () DC 00ml, BB (-) hari, Ilatus ()
Ekstremitas : Edema - /-, -/-
ss :
O P10, 9 tahun, post Partum prematurus spontan H1, post transIusi
wholeblood kolI, anemia sedang, trombositopenia
Terapi : Cek Lab, jika Trombosit 50.000 protransIusi.
31 1anuari 2011
S -
O ku/kes lemah / compos mentis
VS : TD : 140/90 mmHg RR : 18 x/menit
N : 84 x/menit S : 36,8`c
Status Generalis :
Mata : C /, SI -/-
37

Thorax :
Pulmo : SD vesikuler, Rbk -/-, Rbh -/-
Cor : S1~S reg, murmur (-), Gallop (-)
Status Lokalis :
bdomen :
I : Datar
: BU () N
Pe : timpani
Pal : supel, NT (-), TFU setinggi pusat, kontraksi keras
Status Genitalia externa :
PPV () darah merah segar
BK () DC 00ml, BB (-) 4 hari, Ilatus ()
Ekstremitas : Edema - /-, -/-
ss :
O P10, 9 tahun, post Partum prematurus spontan H, post transIusi
wholeblood kolI, anemia sedang, trombositopenia
Terapi : Konsul interna, Iresh wholeblood tidak perlu lanjutkan transIusi trombosit.
1 Februari 2011
S Lemas
O ku/kes Tampak pucat / compos mentis
VS : TD : 140/80 mmHg RR : 18 x/menit
N : 68 x/menit S : 37,`c
Status Generalis :
Mata : C /, SI -/-
Thorax :
Pulmo : SD vesikuler, Rbk -/-, Rbh -/-
Cor : S1~S reg, murmur (-), Gallop (-)
Status Lokalis :
bdomen :
I : Datar
: BU () N
Pe : timpani
Pal : supel, NT (-), TFU jari dibawah pusat, kontraksi keras
38

Status Genitalia externa :
PPV () darah merah segar
BK () DC 500ml, BB (-), Ilatus ()
Ekstremitas : Edema - /-, -/-
ss :
O P10, 9 tahun, post Partum prematurus spontan H3, post transIusi
wholeblood kolI, anemia sedang, trombositopenia
Terapi :
2 Februari 2011
S Sedikit Lemas
O ku/kes Sedang / compos mentis
VS : TD : 130/80 mmHg RR : 18 x/menit
N : 88 x/menit S : 36,8`c
Status Generalis :
Mata : C /, SI -/-
Thorax :
Pulmo : SD vesikuler, Rbk -/-, Rbh -/-
Cor : S1~S reg, murmur (-), Gallop (-)
Status Lokalis :
bdomen :
I : Datar
: BU () N
Pe : timpani
Pal : supel, NT (-), TFU 3jari dibawah pusat
Status Genitalia externa :
PPV () darah merah sedikit
BK () DC 500ml, BB (-), Ilatus ()
Ekstremitas : Edema - /-, -/-
ss :
O P10, 9 tahun, post Partum prematurus spontan H4, anemia sedang,
leukopeni dan trombositopenia
Terapi :

39

3 Februari 2011
S -
O ku/kes Sedang / compos mentis
VS : TD : 130/70 mmHg RR : 18 x/menit
N : 88 x/menit S : 36,8`c
Status Generalis :
Mata : C /, SI -/-
Thorax :
Pulmo : SD vesikuler, Rbk -/-, Rbh -/-
Cor : S1~S reg, murmur (-), Gallop (-)
Status Lokalis :
bdomen :
I : Datar
: BU () N
Pe : timpani
Pal : supel, NT (-), TFU 3jari dibawah pusat
Status Genitalia externa :
PPV () darah merah sedikit
BK () DC, BB (), Ilatus ()
Ekstremitas : Edema - /-, -/-
ss :
O P10, 9 tahun, post Partum prematurus spontan H5, anemia sedang,
leukopeni dan trombositopenia
Terapi :
4 Februari 2011
S -
O ku/kes Sedang / compos mentis
VS : TD : 110/60 mmHg RR : 4 x/menit
N : 84 x/menit S : 36,9`c
Status Generalis :
Mata : C /, SI -/-
Thorax :
Pulmo : SD vesikuler, Rbk -/-, Rbh -/-
40

Cor : S1~S reg, murmur (-), Gallop (-)
Status Lokalis :
bdomen :
I : Datar
: BU () N
Pe : timpani
Pal : supel, NT (-), TFU 3jari dibawah pusat, kontraksi keras
Status Genitalia externa :
PPV () merah sedikit
BK () DC, BB (), Ilatus ()
Ekstremitas : Edema - /-, -/-
ss :
O P10, 9 tahun, post Partum prematurus spontan H6, anemia sedang,
leukopeni dan trombositopenia
Terapi : moksisilin 3x500mg
SF 1x1


Prognosis
d sanationam: dubia ad bonam.
d vitam: dubia ad bonam.
d Iungsionam: dubia ad bonam.











41

Lampiran:
Lab tanggal 29 1anuari 2011 pukul 20.29
Darah lengkap:
Hb 7,4 gr/dl
Leukosit 6.700/uL
Ht 22
ritrosit 2,1 juta/uL
1rombosit 18./uL
MCJ 12 fL
MCH 35, pg
MCHC 34,7
DiII 0,0/0/0/0,0/65,0/30,0/5,9
Kimia Klinik
Total protein : 5,40 g/dl (6,30-8,0)
lbumin : ,0 g/dl (3,50-5,00)
Globulin : 3,0 g/dl (,70-3,0)
SGOT 33 U/L
SGPT R/habis
Elektrolit
Na 14 mmol/L
K 3,8 mmol/L
Cl 109 mmol/L
Ca 7,8 mg/dL

Lab tanggal 31 1anuari 2011 pukul 15.01
Darah lengkap:
Hb 7,2 gr/dl
Leukosit 4.71 /uL
Ht 22"
ritrosit 2,1 juta/uL
1rombosit 3./uL
MCJ 14,3 fL
MCH 34,8 pg
MCHC 33,3
4

DiII 0,/0,4/0/61,9/30,6/7,6
Lab tanggal 02 Februari 2011 pukul 22.12
Hb 7,4 gr/dl
Leukosit 4.5/uL
Ht 22"
ritrosit 2,1 juta/uL
1rombosit ./uL
MCJ 14,2 fL
MCH 34,7 pg
MCHC 33,3
MPV9,7IL
DiII 0,7/0,0/0/0,00/77,8/17,8/3,7

Lab tanggal 03 Februari 2011 pukul 22.12
Darah lengkap:
Hb 9,9 gr/dl
Leukosit 3.9/uL
Ht 30
Eritrosit 3,1 juta/uL
1rombosit 44./uL
MCV 95, IL
MCH 31,5 pg
MCHC 33,1
RDW1,4
MPV9,1IL
DiII 1,0/1,0/0,9/50,0/38,0/10,0








43

BAB IV

PERMASALAHAN



ANEMIA, TROMBOSITOPENI, LEUKOPENI
Pasien datang ke VK IGD RSMS dengan surat rujukan dari rumah bidan nugah
Banjarnegara dengan GIP00 umur 9 tahun hamil 36
4
minggu dengan keluhan kenceng-
kenceng. HPHT 14/05/010. Kenceng-kenceng dirasakan sejak tanggal 8/01/011 pukul
18.30, disertai pengeluaran lendir darah dan cairan kepyok berwarna jernih.Pasien kemudian
dibawa ke rumah bidan nugrah Banjarnegara dan diketahui dari hasil laboratorium Hb: 5,4
gr/dL, Trombosit: 16.000, BT: 4,8, CT: 7,8. Saat sampai di RSMS mendapatkan
penatalaksanaan IVFD RL 0 tetes/menit, TransIusi Whole Blood II kolI, Usaha trombosit IV
kolI, Monitoring keadaan umum/vital sign/DJJ.

KETUBAN PECAH DINI
Saat pembukaan servik 4-5 cm, selaput ketuban sudah pecah spontan.Warna jernih, disertai
dengan lendir darah, jumlahnya cukup. Pasien diberikan antibiotik proIilaksis yaitu ampicilin
1gr.

PARTUS PREMATURUS
Pasien datang ke VK IGD RSMS dengan surat rujukan dari rumah bidan nugah
Banjarnegara dengan GIP00 umur 9 tahun hamil 36
4
minggu dengan keluhan kenceng-
kenceng. HPHT 14/05/010. Kenceng-kenceng dirasakan sejak tanggal 8/01/011 pukul
18.30.








44

BAB V

PEMBAHASAN



Pada Presentasi Kasus 'GIP00 umur 9 tahun hamil 36
4
minggu dengan keluhan kenceng-
kenceng. HPHT 14/05/010. Kenceng-kenceng dirasakan sejak tanggal 8/01/011 pukul
18.30, disertai pengeluaran lendir darah dan cairan kepyok berwarna jernih.Pasien kemudian
dibawa ke rumah bidan nugrah Banjarnegara dan diketahui dari hasil laboratorium Hb: 5,4
gr/dL, Trombosit: 16.000, BT: 4,8, CT: 7,8.

Anemia, Trombositopeni, Leukopeni
nemia dapat memperburuk kondisi wanita dalam masa kehamilan, persalinan, niIas dan
masa selanjutnya. Pengaruhnya bisa menyebabkan abortus (keguguran), kelahiran prematur
(lahir sebelum waktunya), persalinan yang lama karena rahim tidak berkontraksi, perdarahan
pasca melahirkan, syok serta inIeksi pada saat persalinan atau setelahnya.
Pada kasus pasien ini dimana anemia yang disertai penurunan jumlah trombosit,leukosit
(pada hasil lab tanggal 31/01/011) ini merupakan tanda-tanda dari pansitopeni. nemia yang
disertai oleh pansitopenia (atau bisitopenia) pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan
primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya inIiltrasi,
supresi, atau pendesakan sumsum tulang. Pada hasil laboratorium didapatkan bahwa pasien
menderita anemia makrositik karena pada hasil laboratorium pada penderita anemia aplastik
dapat ditemukan anemia normositik normokrom atau anemia makrositik.
Setelah pasien mendapatkan penatalaksanaan berupa transIusi whole blood pasien berangsur-
angsur membaik yang dapat dilihat pada hasil pemeriksaan lab jumlah Hb, trombosit serta
leukosit semakin meningkat. Walaupun peningkatan terutama pada jumlah trombosit
cenderung tidak signiIikan dan masih terbilang labil. Pada pasien ini tidak diberikan terapi
imunosupresan padahal dalam penatalaksanaan anemia aplastik ini sangat diperlukan
imunosupresan untuk mengurangi reaksi terjadinya autoimun si penderita sendiri. Selain itu
untuk mengetahui penyebab pasti dari anemia, Trombositopeni dan leukopeni ini perlu
dilakukan pemeriksaan biopsi sumsum tulang untuk mengetahui adanya sarang-sarang
hemopoiesis hiperaktiI yang mungkin teraspirasi. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan
45

tersebut sehingga kita tidak dapat mengetahui seberapa berat kelainan pada sumsum tulang
pasien. Pada tanggal 9/01/011 pasca transIusi pertama pasien diberikan diuretika (dalam
kasus ini diberikan lasix) bertujuan untuk mempertahankan jumlah urine yang keluar.
nemia aplastik sering sembuh setelah terminasi kehamilan dan dapat terjadi lagi pada
kehamilan selanjutnya, sehingga sebaiknya pasien diusahakan untuk tidak hamil kembali agar
menghindari risiko kematian pada ibu maupun janin.

KETUBAN PECAH DINI
Saat pembukaan servik 4-5 cm, selaput ketuban sudah pecah spontan. Warna jernih, disertai
dengan lendir darah, jumlahnya cukup. Pasien diberikan antibiotik proIilaksis yaitu ampicilin
1gr. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu pada
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multi kurang dari 5 cm. Pada kasus pasien
ini pasien merupakn rujukan dari RB anugrah banjarnegara pada saat disana pada
pemeriksaan VT kulit ketuban sudah tidak ada dan pasien merasa pada tanggal 8/01/011
ada cairan kepyok berwarna jernih. Dalam reIerensi lain disebutkan suatu keadaan dimana
selaput ketuban pecah pada kehamilan yang telah viable dan 6 jam setelah itu tidak diikuti
dengan terjadinya persalinan.
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan
tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan Iaktor-Iaktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun Iaktor-Iaktor mana yang lebih berperan sulit
diketahui. Kemungkinan yang menjadi Iaktorpredisposisi adalah InIeksi yang terjadi secara
langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina atau inIeksi pada cairan ketuban
bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan inIeksi sebagai penyebab utama
ketuban pecah dini. Berdasarkan teori penanganan untuk Jika usia kehamilan 3-37 minggu,
ada inIeksi, beri antibiotik pemberian antibiotik proIilaksis (ampisilin 4500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampisilin) dan metronidazol x 500 mg dan lakukan induksi
Sedangkan dalam kasus ini diberikan ampicilin 1 gr IV.

Partus Prematurus
GIP00 umur 9 tahun hamil 36
4
minggu dengan berat bayi lahir sebesar 450
gram. Pada kasus ini usia kehamilan belum aterm. Sesuai dengan pengertian dari persalinan
preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 8-37 minggu, dengan berat
badan lahir 1000-500 gram. (Mochtar, Rustam. 1998)
46

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi dibawah umur kehamilan 37
minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 500 gram. (Manuaba, Ida Bagus
Gde.1998). terjadinya partus prematurus ini bisa disebabkan akibat pecah ketuban dini
maupun eIek dari sang ibu yang menderita anemia. Dengan persalinan preterm ini dapat
mengurangi risiko anemia yang berat pada ibu.





























47

BAB VI

KESIMPULAN



da tiga komplikasi utama yang terjadi yaitu peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal
oleh karena prematuritas, komplikasi selama persalinan dan kelahiran yaitu risiko resusitasi,
dan yang ketiga adanya risiko inIeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko inIeksi karena
ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab inIeksi.
Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, Ilora vagina normal yang ada bisa
menjadi patogen yang bisa membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Morbiditas
dan mortalitas neonatal meningkat dengan makin rendahnya umur kehamilan.

Komplikasi pada ibu adalah terjadinya risiko inIeksi dikenal dengan korioamnionitis. Dari
studi pemeriksaan histologis cairan ketuban 50 wanita yang lahir prematur, didapatkan
korioamnionitis (inIeksi saluran ketuban), akan tetapi sang ibu tidak mempunyai keluhan
klinis. InIeksi janin dapat terjadi septikemia, pneumonia, inIeksi traktus urinarius dan inIeksi
lokal misalnya konjungtivitis.

nemia dapat memperburuk kondisi wanita dalam masa kehamilan, persalinan, niIas dan
masa selanjutnya. Pengaruhnya bisa menyebabkan abortus (keguguran), kelahiran prematur
(lahir sebelum waktu-nya), persalinan yang lama karena rahim tidak berkontraksi, perdarahan
pasca melahirkan, syok serta inIeksi pada saat persalinan atau setelahnya.










48

DAFTAR PUSTAKA



Smith. J. F. !remature Rupture of Membrane8,
http://www.chclibrary.org/micromed/00061770. html, 001.

Bruce. E., !remature Rupture of Membrane (!ROM),
http://www.compleatmother.com/prom.htm, 00.

Yancey .M.K., !relabor Rupture of Membrane at Term . nducce or Wait?, medscape
General Medicine 1 (1), 1999.

nonim, !remature Rupture of Membrane,
http://www.medem.com/medlb/articledetaillbIorprinter.cIm?articleIDzzzcoCHLUJC&
subcat005, 00.

nonim, !remature Rupture of Membrane,
http://www.mcevoy.demon.co.uk/medicine/ObsGyn/Obstetric/labour/PROM.html, 00.

Junadi, Purnawan. 007. Jalan Cerdas menuju Sehat. Diakses tanggal 18 September 010.
http://www.litbang.depkes.go.id

Muchtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid 1, EGC, Jakaerta.

Kinzie and Gomez. 004. Basic Maternal and Newborn Care; Guide Ior Skilled Providers.
Baltimore, Maryland, US : JHPIEGO.

debisi, Omoniyi, Gregory Stayhorn. 005. nemia in Pregnancy and Race in the United
States:Blacks at Risk. Dimuat dalam Jurnal Health Services Research: volume 37 no. 9, hal.
655-66, Oktober 005.

nemia and Pregnancy: Case Report. Dimuat dalam jurnal Perinatal Journal: volume 15,
tanggal 1 pril 007.
49


Pettit, JE, HoIIbrand V. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. 00. Jakarta: EGC. Hal: 83-8.
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KJ. 006.
Ob8tetri William8 21nd edition. Jakarta : EGC. Hal: 1463-5

Departemen Kesehatan. 008. ProIil Kesehatan Indonesia 008. Diakses tanggal 18
September 010. http://www.depkes.go.id

Yilmaz, Ercan, Umit Korucuoglu, rzu car, Nuray Bozkurt, ydan Biri. 007. plastic

Anda mungkin juga menyukai