Anda di halaman 1dari 3

Menulis, Alternatif Dalam Berdakwah

ANEN SUTIANTO

DI tengah hingar-bingar munculnya berbagai budaya pada zaman modern saat ini, ada satu kecenderungan dalam dunia dakwah Islamiyah, untuk mentransformasikan syiar Islam dengan menghidupkan kembali dakwah yang tidak sebatas retorika yang selama ini mendominasi, yakni dengan merambah dalam dunia tulis-menulis (dakwah bi al-qalam). Dakwah bi al-qalam sejatinya menjadi sebuah alternatif di tengah kejemuan masyarakat modern untuk mendengarkan ceramah, tausiah yang disampaikan dengan budaya oral atau lisan. Dakwah bi al-qalam juga menyuguhkan beberapa kelebihan yang sekiranya menjadi daya tarik tersendiri dalam syiar Islam. Budaya dakwah melalui tulisan mengingatkan kita pada perjalanan historis umat Islam terdahulu. Kejayaan umat Islam dalam sepanjang sejarah lebih didominasii ketika para alim ulama terdahulu menghasilkan karya dalam bentuk tulisan. Misalnya, kita mengenal Al-Ghazali, Rasyid Ridha dengan tafsir alManar-nya, ulama kontemporer saat ini M. Quarish Shihab dengan tafsir al-Misbah, juga buku yang mempelajari Islam lainnya yang hampir memadati sudut toko buku. Budaya menulis dalam kalangan umat Islam pada dasarnya bukanlah sesuatu yang baru. Sebagaimana pernah dilakukan juga oleh generasi-generasi terdahulu. Namun, jika dalam realitas hari ini dirasakan begitu minimnya budaya tersebut, maka hal itu pula lah yang menjadikan umat Islam menjadi stagnan dan teralienasi di tengah zaman modern. Maka, di tengah "keterasingan" tersebut tidak ada jalan lain bagi kita selaku umat Islam hari ini untuk mengambil jalan yang telah diwariskan ulama terdahulu dengan membumikan nilai-nilai Islam melalui budaya menulis. Pembentukan opini dan paradigma tentang Islam dalam sebuah tatanan masyarakat modern akan terasa lebih signifikan jika dilakukan melalui dakwah bi al-qalam. Selain itu, tugas dakwad bi al-qalam paling tidak menjadi salah satu instrumen yang akan meng-counter media-media asing yang lebih dominan berbau negatif, dekadensi moral yang terjadi saat ini menjadi sebuah gambaran betapa telah akutnya "virus Barat", yang itu semua disebarkan melalui berbagai media, salah satunya adalah media

cetak. Namun demikian, perlu diingat bahwa menghidupkan kembali budaya tersebut tidaklah segampang membalikan telapak tangan. Namun memerlukan sebuah proses yang tidak pendek. Artinya, kita akan dapat melakukan dakwah bi al-qalam andaikan SDM yang dimiliki umat Islam cukup kapabel dalam dunia tulis menulis. Memang, pada awalnya untuk memulai sebuah tulisan terasa amat sulit, hal ini sesuai dengan pepatah lama yang mengatakan the writing start is difficult. Sebagian orang menganggap bahwa untuk menjadi penulis yang handal dan sukses seseorang mesti memiliki bakat yang kuat. Sehingga, orang menjadi sungkan untuk menerjuni dunia ini, mengingat menulis hanya teruntuk bagi orang-orang yang berbakat. Menurut Abdul Hadi WM, ia menjelaskan bahwa untuk kemahiran menulis, bakat hanya mempunyai andil sekira 5%, keberuntungan 5% dan selebihnya tidak lain adalah kesungguhan dan kerja keras. Senada dengan hal tersebut, Wilson Nadaek (1989) mengatakan bahwa kemahiran menulis bisa didapatkan dengan membiasakan diri untuk menulis. Sementara itu Aep Kusnawan (seorang penulis muda berbakat) menjelaskan bahwa hambatan yang menjadikan seseorang masih takut untuk menulis adalah, masih adanya mitos yang mengkerangkeng di dalam benak bahwa penulis yang "sesungguhnya" ialah orang yang mampu menulis berdasarkan pada ide (inspirasi) yang kuat. Hal ini akan menggiring pemahaman seseorang pada keciutan nyali untuk mencoba menuangkan ide ke dalam sebuah tulisan, karena merasa ide-nya masing terasa begitu minim. Dengan kata lain, semua hambatan itu pada dasarnya merupakan sebuah gejala psikis dan itu bisa dihilangkan dengan membiasakan kita untuk mencoba menuangkan semua ide yang ada ke dalam sebuah tulisan. Artinya, mentradisikan diri dengan latihan dan latihan yang merupakan kata kunci menjadi seorang penulis yang sukses. Di samping itu, ada beberapa hal yang mesti disiapkan oleh para dai sebelum memulai aktivitasnya melalui dakwah bi al-qalam. Yakni, untuk menghasilkan sebuah tulisan yang bernilai guna bagi kemaslahatan umum, tentunya tulisan itu harus memenuhi standar

kelayakan sebuah tulisan. Di antaranya, mempertimbangkan kualitas tulisan yang akan disodorkan terhadap pembaca dengan memperhatikan alur yang sistematis, logis, dan sarat dengan argumentasi (Aep Kusnawan: 2003) Langkah selanjutnya adalah memilih media yang akan dijadikan sarana untuk mempublikasikan karyanya. Hal ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dunia tulis-menulis karena peranan media massa akan sangat menentukan keberhasilan dakwah bi alqalam ini. Setidaknya dalam pandangan saya, berdakwah lewat tulisan menjadi sebuah terobosan yang dapat menggugah umat Islam untuk melihat sejarah kejayaan umat Islam pada periode pertangahan. Sebuah abad yang sarat dengan kecakapan intelektual yang begitu tinggi dan terlahir atas banyaknya karya yang terangkum dalam tulisan. Berbagai buku telah dilahirkan dari pena para ulama-ulama terdahulu, yang itu di kemudian hari tidak sedikit yang menjadi referensi bagi kemajuan abad modern saat ini. Penulis adalah mahasiswa jurusan Aqidah Filsafat IAIN SGD, Bandung

Anda mungkin juga menyukai