Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

Meningoensefalitis berarti peradangan pada otak (encephalon) dan selaput pembungkusnya (meningen). Meningitis adalah suatu peradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi (keluarnya cairan) berupa pus (nanah) atau serosa. Meningitis biasanya disebabkan oleh infeksi infeksi virus, infeksi bakteri, jamur, dan parasit, juga bisa dari berbagai penyebab non-infeksius, seperti karena obat-obatan misalnya atau bisa juga penyebaran ke meninges (malignant meningitis). Virus yang dapat menyebabkan meningitis termasuk enterovirus, virus tipe 2 (dan kurang umum tipe 1), varicella zoster virus (dikenal sebagai penyebab cacar air dan ruam saraf), virus gondok, HIV, dan LCMV. Pemeriksaan yang sangat penting apabila penderita telah diduga meningitis adalah pemeriksaan lumbal pungsi (pemeriksaan cairan selaput otak). Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai meningitis, maka pemberian antibiotik secara infus (intravenous) adalah langkah yang baik untuk kesembuhan serta mengurangi atau menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan. Adapun beberapa antibiotik yang sering diresepkan oleh dokter pada kasus meningitis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain Cephalosporin (ceftriaxone atau cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes akan diberikan Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem (meropenem), Chloramphenicol atau Ceftriaxone. Terapi lainnya adalah yang mengarah kepada gejala yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam (paracetamol), shock dan kejang (diazepam) dan lain sebagainya. Ensefalitis adalah suatu peradangan pada otak, yang biasanya disebabkan oleh virus dan dikenal sebagai ensefalitis virus. Penyakit ini terjadi pada 0.5 dari 100.000 penduduk, umumnya pada anak-anak usia 2 bulan sampai 2 tahun, orang tua, dan individu yang mengalami gangguan sistem imun. Ensefalitis bisa disebabkan berbagai macam mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, cacing, protozoa, dan sebagainya. Yang terpenting dan tersering adalah virus: virus herpes simpleks, arbovirus, dan enterovirus. Beberapa virus yang berbeda bisa menginfeksi otak dan medula spinalis, termasuk virus penyebab herpes dan gondongan (mumps).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MENINGITIS

2.1.1. Definisi Meningitis adalah infeksi atau inflamasi yang terjadi pada selaput otak (meningens) yang terdiri dari piamater, arachnoid, dan duramater yang disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.

2.1.2. Etiologi Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. 1. Meningitis bakterial : a. Bakteri non spesifik : meningokokus, H. influenzae, S. pneumoniae, Stafilokokus, Streptokokus, E. coli, S. typhosa.

Streptococcus pneumoniae, the species that causes invasive pneumococcal disease like meningitis, bacteraemia, and pneumonia

b. 2.

Bakteri spesifik : M. tuberkulosa.

Meningitis virus : Enterovirus, Virus Herpes Simpleks tipe I (HSV-I), Virus Varisela-zoster (VVZ).

3. 4.

Meningitis karena jamur. Meningitis karena parasit, seperti toksoplasma, amoeba.

2.1.3. Klasifikasi Meningitis berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak sebagai berikut : 1. Meningitis purulenta

Radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medulla spinalis. Penyebabnya adalah bakteri non spesifik, berjalan secara hematogen dari sumber infeksi (tonsilitis, pneumonia, endokarditis, dll.)

2.

Meningitis serosa

Radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti lues, virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.

2.1.4. Patogenesis a. Meningitis bakteri Meningitis bakteri merupakan salah satu infeksi serius pada anak-anak. Infeksi ini berhubungan dengan komplikasi dan risiko kematian. Etiologi dari meningitis bakterial pada neonatus yaitu pada periode 0 28 hari. Bakteri menyebabkan meningitis pada neonatus apabila terpapar dengan flora pada gastrointestinal dan genitourinarius ibu. Contohnya: streptococcus, E. coli, klebsiella. E.coli merupakan penyebab kedua tersering pada meningitis neonatus. Kebanyakan kasus meningitis akibat dari penyebaran hematogen yang masuk melalui celah subarachnoid. Mikroorganisme masuk ke cerebral nervous system melalui 2 jalur potensial. Bakteri masuk kedalam kavitas intrakranial melalui sirkulasi darah atau berasal dari infeksi primer pada nasofaring, sinus, telinga tengah, sistem kardiopulmonal, trauma atau kelainan kongenital daripada tulang tengkorak. Frekuensi terbanyak berasal dari sinusitis. Organisme juga dapat menginvasi meningens dari telinga tengah. Meningitis yang diikuti terjadinya otitis media merupakan proses bakteriemia, walaupun bukan kongenital atau adanya posttraumatic fistula pada tulang temporal yang mensuplai akses ke CSS.

b. Meningitis Virus Pada umumnya virus masuk melalui sistem limfatik, melalui saluran pencernaan disebabkan oleh Enterovirus, pada membran mukosa disebabkan oleh campak, rubella, virus varisela-zoster (VVZ), Virus herpes simpleks (VHS), atau dengan penyebaran hematogen melalui gigitan serangga. Pada tempat tersebut, virus melakukan multiplikasi dalam aliran darah yang disebut fase ekstraneural, pada keadaan ini febris sistemik sering terjadi. Propagasi virus sekunder terjadi jika menyebar dan multiplikasi dalam organ-organ. VHS mencapai otak dengan penyebaran langsung melalui akson-akson neuron. Kerusakan neurologis disebabkan oleh ; (1) Invasi langsung dan perusakan jaringan saraf oleh virus yang bermultiplikasi aktif. (2) Reaksi hospes terhadap antigen virus secara langsung, sedangkan respons jaringan hospes mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vascular serta perivaskuler. Pada pemotongan jaringan otak biasanya dapat ditemukan kongesti meningeal dan infiltrasi mononukleus, manset limfosit dan sel-sel plasma perivaskuler, beberapa nekrosis jaringan perivaskuler dengan penguraian myelin, gangguan saraf pada berbagai stadium termasuk pada akhirnya neuronofagia dan proliferasi atau nekrosis jaringan. Tingkat

demielinisasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan akson, terutama dianggap menggambarkan ensefalitis pascainfeksi atau alergi.

2.1.5. Manifestasi Klinis

1.

Gejala-gejala yang terkait dengan tanda-tanda non spesifik disertai dengan

infeksi sistemik atau bakteremia meliputi, demam, anoreksia, ISPA, mialgia, arthralgia, takikardia, hipotensi dan tanda-tanda kulit seperti; ptechie, purpura, atau ruam macular eritematosa. Mulainya tanda-tanda tersebut diatas mempunyai dua pola dominan yaitu : - Akut / timbul mendadak berupa ; manifestasi syok progresif, DIC, penurunan kesadaran cepat, sering menunjukkan sepsis akibat meningokokus dan pada akhirnya menimbulkan kematian dalam 24 jam. - Sub akut berupa ; timbul beberapa hari, didahului gejala ISPA atau gangguan GIT yang disebabkan oleh H.influenza dan Streptokokus.

2.

Tanda-tanda peningkatan TIK dikesankan oleh adanya muntah, nyeri kepala

dapat menjalar ke tengkuk dan punggung, moaning cry, kejang umum, fokal, twitching, UUB menonjol, paresis, paralisis saraf N.III (okulomotorius) dan N.VI (abdusens), strabismus, hipertensi dengan bradikardia, apnea dan hiperventilasi, sikap

dekortikasi atau deserebrasi, stopor, koma. Selain tersebut diatas, hal lain yang juga meningkatkkan TIK dikarenakan : Peningkatan protein pada CSS : Karena adanya peningkatan permeabilitas pada sawar otak (Blood Brain Barier) dan masuknya cairan yang mengandung albumin ke subdural. Penurunan kadar glukosa dalam LCS : Karena adanya gangguan transpor glukosa yang disebabkan adanya peradangan pada selaput otak dan pemakaian gula oleh jaringan otak Peningkatan metabolisme yang menyebabkan terjadinya asidosis laktat.

3.

Tanda Rangsang Meningeal seperti : Kaku kuduk Brudzinsky 1 & 2 Kernig sign Sakit pada leher dan punggung Posisi hiperekstensi pada leher & punggung Kelainan N.II, III, VI, VII, VIII

2.1.6. Diagnosa Diagnosa meningitis tergantung dari organisme penyebab yang terisolasi dari darah, CSS, urin dan cairan tubuh lainnya. Namun terutama berdasar pada pemeriksaan kultur dari cairan serebrospinal. Lumbal punksi dilakukan pada setiap anak dengan kecurigaan terjadinya sepsis. Hasil lumbal pungsi, ditemukan hitung leukosit > 1.000/mm3. Kekeruhan CSS terlihat leukosit pada CSS melampaui 200 400/mm3. Normal pada neonatus hanya 30 leukosit/mm3. Sedangkan pada anak-anak < 5 leukosit/mm. Pada CSS dilakukan pemeriksaan terhadap adanya bakteri, jumlah sel, protein dan glukosa level. Pada pemeriksaan bakteri dapat ditemukan cairan jernih dengan beberapa sel mengandung banyak bakteri, yaitu sekitar 80% pada bayi dengan diagnosa meningitis. Jumlah sel dalam CSS > 60/l dan yang terbanyak adalah sel neutrofil. Konsentrasi protein yang meningkat dan penurunan glukosa juga dapat ditemukan. Kadar protein normal pada neonatus dapat mencapai 150 mg/dl, terutama pada bayi prematur. Pada meningitis kadar proteinnya dapat mencapai beberapa ratus sampai beberapa ribu mg/dl. Kadar glukosanya kurang dari 40 mg/dl dan 50% lebih rendah dari glukosa darah yang waktu pengambilan darahnya bersamaan dengan pengambilan likuor.

Skema Meningitis Bakteri Warna Sel Protein Glukosa Keruh PMN Virus Jernih Limfosit Ringan Normal TBC Jernih Limfosit Tinggi

Pemeriksaan sediaan apus likuor dengan pewarnaan gram dapat menduga penyebab meningitis serta diagnosis meningitis dapat segera ditegakkan. Biakan dari bagian tubuh lainnya seperti aspirasi cairan selulitis atau abses, usapan dari kotoran mata yang purulen, sekret di umbilikus, dan luka sebaiknya dilakukan pula, mengingat mikroorganisme pada bahan tersebut mungkin sesuai dengan penyebab meningitis. Pada bayi usia 1 bulan jumlah leukosit berkisar antara 0-5 sel/mL, banyak kasus pada neonatus ditemukan peningkatan jumlah leukosit dengan polymorphonuclear (PMN) leukosit lebih dominan. Kultur darah pada meningitis bakterial mempunyai nilai positif pada 85% kasus neonatus. Pemeriksaan radiologis yaitu foto dada, foto kepala, bila mungkin CT scan.

2.1.7. Penatalaksanaan

Meningitis bakterial : a. Meningitis pada bayi dan anak dengan sistem imun yang baik, untuk : S.pneumonia, M.meningitidis dan H.influenza Cephalosporin generasi III: Cefotaksim 200mg/kgBB/24jam dibagi 4 dosis atau Ceftriakson 100mg/kgBB/24jam dosis tunggal atau Ceftriakson 50mg/kgBB/12 jam Kombinasi dengan Vankomycin 60mg/kgBB/hari dalam 4 dosis.

Lama terapi antibiotik S.pneumonia sensitif penisilin: dengan cephalosporin generasi III atau penicillin IV dosis 300.000 U/kg/24jam dalam 4-6 dosis selama 10-14 hari, Jika resisten: Vankomycin N.meningitidis: Penicillin IV u/ 5-7 hari H.influenza type B tanpa komplikasi:7-10 hari

Meningitis tuberkulosa : OAT PO atau parenteral Multi drug treatment dengan OAT (INH, Rifampisin, Pirazinamid) Bila berat dapat + Etambutol/ Streptomycin Pengobatan minimal 9 bulan

OAT INH Bakteriosid & bakteriostatik Dosis 10-20mg/kgBB/hari max. 300mg/hari PO Komplikasi : Neuropati perifer, dpt dicegah dg Piridoksin 25-50mg/hari INH + Rifampisin : Hepatotoksik

Rifampisin Bakteriostatik Dosis 10-20mg/kgBB/hari PO AC Menyebabkan urin merah Efek samping : Hepatitis, kelainan GIT, trombositopenia

Pirazinamid Bakteriostatik Dosis 20-40mg/kgBB/hari PO atau 50-70 mg/kgBB/minggu dibagi dalam 2-3 dosis PO selama 2 bulan

Etambutol Bakteriostatik Dosis 15-25mg/kgBB/hari PO atau 50mg/kgBB/minggu dibagi dalam 2 dosis PO Efek samping : Neuritis optika, atrofi optik

o Rehabilitasi: Fisioterapi & penanganan lanjut bila ada komplikasi o Diet : Tinggi Kalori Tinggi Protein o Konsultasi dokter spesialis saraf o Konsultasi bedah saraf (bila ada hidrosefalus)

Meningitis Virus Istirahat dan pengobatan simptomatis. Likuor serebrospinalis yang dikeluarkan untuk keperluan diagnosis dapat mengurangi gejala nyeri kepala.

Pengobatan simptomatis Menghentikan kejang : o Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis rektal suppositoria, kemudian dilanjutkan dengan : o Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau o Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis

Menurunkan panas : o Antipiretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10 mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari o Kompres air hangat/biasa

Pengobatan suportif Cairan intravena Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.
10

2.2. ENSEFALITIS VIRUS

2.2.1. Definisi Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang proses peradangannya jarang terbatas pada jaringan otak saja tetapi hampir selalu mengenai selaput otak, maka dari itu lebih tepat bila disebut meningoensefalitis. Manifestasi utama meningoensefalitis virus terdiri dari konvulsi, gangguan kesadaran (acute organic brain syndrome), hemiparesis, paralisis bulbaris (meningo-encephalomyelitis), gejala-gejala serebelar dan nyeri serta kaku kuduk. Ensefalitis mencakup berbagai variasi dari bentuk yang paling ringan sampai dengan yang parah sekali seperti koma dan kematian. Ensefalitis dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, riketsia dan virus, tetapi yang terutama virus dan bakteri.

2.2.2. Etiologi Ensefalitis virus di bagi dalam 3 kelompok : 1) Ensefalitis primer yang bisa disebabkan oleh infeksi virus kelompok herpes simpleks, virus influenza, ECHO, Coxsackie dan virus arbo 2) 3) Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya Ensefalitis para-infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus yang sudah dikenal, seperti rubeola, varisela, herpes zoster, parotitis epidemika, mononukleosis infeksiosa dan vaksinasi.

11

2.2.3. Manifestasi Klinis Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga sering mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih tepat bila disebut sebagai meningo-ensefalitis. Manifestasi utama meningo-ensefalitis adalah konvulsi, gangguan kesadaran (acute organic brain syndrome), hemiparesis, paralisis bulbaris (meningoencephalomyelitis), gejala-gejala serebelar, nyeri, dan kaku kuduk.

1. Infeksi ringan: - demam - nyeri kepala - nafsu makan yang memburuk - lemah

2. Infeksi berat: - demam tinggi - nyeri kepala yang berat - mual dan muntah - kekakuan leher - disorientasi dan halusinasi - gangguan kepribadian - kejang - gangguan berbicara dan mendengar - lupa ingatan - penurunan kesadaran sampai koma

3. Tanda-tanda yang bisa dilihat adalah: - muntah - ubun-ubun mencembung - menangis yang tidak berhenti

Secara umum, gejala ensefalitis dibagi menjadi tiga (trias): - tanda infeksi, baik akut maupun subakut: panas - kejang-kejang - kesadaran menurun
12

2.2.4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, titer antibodi terhadap virus, pemeriksaan cairan otak: limfosit, monosit meningkat, kadar protein meninggi ringan, kadar glukosa normal, kultur virus bila mungkin, EEG dan CT-Scan bila mungkin. Pada ensefalitis yang disebabkan oleh Herpes simpleks tipe I, gambaran EEG khas berupa aktivitas gelombang tajam periodik di temporal dengan latar belakang fokal/difus.

2.2.5. Penatalaksanaan Pengobatan simtomatik diberikan untuk menurunkan demam dan mencegah kejang. Kortison diberikan untuk mengurangi edema otak. Pengobatan antivirus diberikan pada ensefaltis virus yang disebabkan herpes simpleks atau varisela zoster yaitu dengan memberikan asiklovir 10 mg/kgBB intravena, 3 kali sehari selama 10 hari, atau 200 mg tiap 4 jam per oral. Bila kadar hemoglobin (Hb) turun hingga 9 d/dl, turunkan dosis hingga 200 mg tiap 8 jam. Bila Hb kurang dari 7 g/dl, hentikan pengobatan dan baru diberikan lagi setelah Hb normal kembali dengan dosis 200 mg per 8 jam.

2.3. ENSEFALITIS SUPURATIF AKUT

2.3.1. Etiologi Bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. coli, M. tuberculosa dan T. pallidum. Tiga bakteri yang pertama merupakan penyebab ensefalitis bakterial akut yang menimbulkan pernanahan pada korteks serebri sehingga terbentuk abses serebri. Ensefalitis bakterial akut sering disebut ensefalitis supuratif akut.

2.3.2. Patogenesis Pada ensefalitis supuratif akut, peradangan dapat berasal dari radang, abses di dalam paru, bronkiektasis, empiema, osteomielitis tengkorak, fraktur terbuka, trauma tembus otak atau penjalaran langsung ke dalam otak dari otitis media, mastoiditis, sinusitis. Akibat proses ensefalitis supuratif akut ini akan terbentuk abses serebri yang biasanya terjadi di substansia alba karena perdarahan di sini kurang intensif dibandingkan dengan substansia grisea. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema dan kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan nanah. Fibroblas sekitar pembuluh

13

darah bereaksi dengan proliferasi. Astroglia ikut juga dan membentuk kapsul. Bila kapsul pecah, nanah masuk ke ventrikel dan menimbulkan kematian.

2.3.3. Manifestasi Klinis Secara umum, gejala berupa trias ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. Pada ensefalitis supuratif akut yang berkembang menjadi abses serebri , akan timbul gejala-gejala sesuai dengan proses patologik yang terjadi di otak. Gejala-gejala tersebut ialah gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala yang kronik progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun. Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses.

2.3.4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ensefalitis supuratif akut adalah pemeriksaan yang biasa dilakukan pada kasus-kasus infeksi lainnya. Di samping itu dapat juga dilakukan pemeriksaan elektroensefalogram (EEG), foto Rontgen kepala, bila mungkin CTScan otak, atau arteriografi. Pungsi lumbal tidak dilakukan bila terdapat edema papil. Bila dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal maka dapat diperoleh hasil berupa peningkatan tekanan intrakranial, pleiositosis polinuklearis, jumlah protein yang lebih besar daripada normal, dan kadar klorida dan glukosa dalam batas-batas normal.

2.3.5. Diagnosis Banding Pada kasus ensefalitis supuratif akut diagnosis bandingnya adalah neoplasma, hematoma subdural kronik, tuberkuloma, hematoma intraserebri.

2.3.6. Penatalaksanaan Pada ensefalitis supuratif akut diberikan ampisilin 4 x 3-4 g dan kloramfenikol 4 x 1 g per 24 jam intravena, selama 10 hari. Steroid dapat diberikan untuk mengurangi edema otak. Bila abses tunggal dan dapat dicapai dengan cara operasi sebaiknya dibuka dan dibersihkan tetapi bila multiple, yang dioperasi ialah yang terbesar dan mudah dicapai.

2.3.7. Prognosis Prognosis ensefalitis supuratif akut buruk karena angka kematian mencapai 50%.

14

2.4. ENSEFALITIS SIFILIS

2.4.1. Patogenesis Pada sifilis, yang disebabkan kuman Treponema pallidum, infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistem limfatik. Melalui kelenjar limfe, kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat. Treponema pallidum akan tersebar di seluruh korteks serebri dan bagian-bagian lain susunan saraf pusat.

2.4.2. Manifestasi Klinis Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian yaitu gejala-gejala neurologis dan gejalagejala mental. Gejala-gejala neurologis itu diantaranya adalah kejang-kejang yang dating dalam serangan-serangan, afasia, apraksia, hemianopsia, kesadaran mungkin menurun, sering dijumpai pupil Argyl-Robertson. Nervus optikus dapat mengalami atrofi. Pada stadium akhir timbul gangguan-gangguan motorik yang profresif. Gejala-gejala mental yang dijumpai ialah timbulnya proses demensia yang progresif. Intelegensia mundur perlahan-lahan yang pada awalnya tampak pada kurang efektifnya kerja, daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian terganggu, pasien kemudian tak acuh terhadap pakaian dan penampilannya, tak acuh terhadap uang. Pada sebagian timbul waham-waham kebesaran, sebagian menjadi depresif, lainnya maniakal.

2.4.3. Pemeriksaan Penunjang Pada kasus-kasus ensefalitis sifilis, perlu dilakukan pemeriksaan tes serologik darah (VDRL, TPHA) dan cairan otak. Cairan otak menunjukkan limfositosis, kadar protein meningkat, IgG, IgM meninggi, tes serologis positif. Scan otak dapat dilakukan bila dicurigai ada komplikasi hidrosefalus.

2.4.4. Penatalaksanaan Terapi dengan medikamentosa yaitu: 1. Penisilin parenteral dosis tinggi Penisilin G dalam air: 12 24 juta unit/hari intravena dibagi 6 dosis selama 14 hari, atau Penisilin prokain G:
15

2,4 juta unit/hari intramuskular + Probenesid 4 x 500 mg oral selama 14 hari Dapat ditambahkan Benzatin penisilin G: 2,4 juta unit, intramuscklar, selama 3 minggu 2. Bila alergi penisilin: Tetrasiklin: 4 x 500 mg per oral selama 30 hari, atau Eritromisin: 4 x 500 mg per oral selama 30 hari, atau Kloramfenikol: 4 x 1 gram intravena selama 6 minggu, atau Seftriakson: 2 gram intravena/ intra muskular selama 14 hari

16

BAB III KESIMPULAN

Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak. Diagnosis meningoensefalitis pada pasien dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik serta penunjang yang dilakukan pada pasien. Pada pasien didapatkan keluhan demam yang berlangsung selama 5 hari, merupakan salah satu keluhan atau gejala pada meningitis, selain demam juga didapatkan adanya keluhan mual tapi tidak sampai muntah ini menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial pada pasien: Agen penyebab reaksi local pada meninges inflamasi meninges pe permiabilitas kapiler kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial pe volume cairan interstisial edema Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat pe TIK Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks serebri pada bagian premotor. Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas. Sedangan pada pemeriksaan Kernig sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah. Hasil pemeriksaan dan laboratorium yang menunjukkan adanya leukositosis menunjang terjadinya demam pada pasien, hasil pemeriksaan fisik juga menunjukkan adanya infeksi pada meningen yang belum mencapai medulla spinalis, oleh karena itu gejala yang didapat pada pasien ditunjang dengan pemeriksaan fisik dan penunjang maka sesuai dengan diagnosis meningitis. untuk mengetahui penyebab pastinya dibutuhkan adanya kultur.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Gilroy, John Basic Neurology, Mc Graw Hill. USA, 1997 Hauser,Stephen,L (ed). Harrisons , Neurology in Clinical Medicine . Mc Graw Hill, Philadelphia, 2005 2. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. 2000. Hal 11- 16 3. Mark Mumenthaler, Neurologi jilid 1, Bern, Swiss, 1989. hlm. 66 7 4. Taslim S. Soetamenggolo, Sofyan Ismael, Buku Ajar Neurologi Anak, Jakarta, IDAI, 1999, hlm. 373 84 5. http://www.bergerlagnese.com/library/the-facts-about-meningitis.cfm 6. http://www.emedicine.com/EMERG/topic 163.htm 7. http://www.emedicine.com/EMERG/topic 247.htm 8. http://www.hajardaku.wordpress.com/2010/05/10/laporan-kasus-meningoen sefalitis-tuberkulosis/ 9. http://www.healthtalk.info/neurological-disorders/neurology-meningitis/399/ 10. http://www.pediatricinfo.wordpress.com/2009/03/07/117/ 11. http://www.scribd.com/doc/42285748/Patofisiologi-Infeksi-Sistem-Saraf-PusatMeningitis-Ensefalitis 12. http://www.scribd.com/doc/24170145/Ensefalitis-Virus-Akut

18

Anda mungkin juga menyukai