Anda di halaman 1dari 9

REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA BERTUMPU PADA MASYARAKAT SUB TEMA : PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN YANG

TANGGAP BENCANA

Berada pada jalur Ring of Fire ( Lingkaran Api ) yang merupakan jalur aktif Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik, Indonesia merupakan negara yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Jalur Ring of Fire ini berbentuk seperti tapal kuda dan mencakup wilayah sepanjang 40.000 km. Daerah ini juga sering disebut sebagai sabuk gempa Pasifik. Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi di dunia dan 81% dari gempa bumi terbesar terjadi di pernah terjadi sepanjang Cincin Api ini. Tercatat pada tahun 26 Desember 2004 dengan kekuatan 9,3 Skala Richter. Tak hanya gempa yang terjadi, tetapi tsunami turut memporak-porandakan Bumi Aceh. Selain, gempa bumi dan tsunami, bencana alam yang menghantui lainnya adalah, tanah longsor, banjir, dan puting beliung.

Grafik Kejadian Bencana dan Korban Meninggal Kurun Waktu Tahun 1815 2011 Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Dengan jumlah penduduk mencapai 239.870.940 pada tahun 2010 ( menurut World

Bank), Indonesia sangat rawan dalam menghadapi bencana yang terjadi, artinya semakin besar tingkat bencana yang terjadi, korban jiwa tentunya semakin banyak, karena fungsi Mitigasi Bencana Alam kurang mendapat komunikasi ideal. Yakni, komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat dalam bentuk kebijakan publik dan pemerintah, serta komunikasi masyarakat terhadap pemerintah, dalam bentuk kesadaran gerakan tanggap bencana dari masyarakat. Dari setiap bencana alam di Indonesia selalu mamakan korban jiwa, tentunya hal ini perlu diteliti, sebab dari beberapa bencana yang terjadi, sebenarnya kondisi demikian tidaklah sampai ada yang menjadi korban dari masyarakat. Kelemahan kebijakan penataan ruang kawasan dan wilayah, baik implementasi dan kawasan sepatutnya menjadi kondisi awal yang patut diidentifikasikan. Pembangunan Kawasan Permukiman tentunya harus menjadi rencana pembangunan yang harus direncanakan berdasarkan kondisi alam dan keanekaragaman bencana yang pernah terjadi dan diperkirakan akan terjadi. Oleh karena itu, sangat penting sekali jika perlunya pembenahan kawasan permukiman menuju kawasan yang ter-mitigasi-kan dari bencana. Lingkungan hunian merupakan lingkungan yang harus dikondisikan senyaman dan seaman mungkin baik dari gangguan alam, gangguan sosial, dan gangguan teknis lainnya, sehingga masyarakat dapat menjalani kehidupan sehari hari dengan baik dan tentunya hal ini menjadi kesejahteraan yang paling utama ketika keamanan jiwa benar benar terjamin. Serta melihat definisi dari Lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan lengkap dengan sarana dan prasarana kebutuhan hidup seharihari serta merupakan bagian dari suatu kota (Dirjend Cipta Karya PU, IAP, 1997:60), tentunya kawasan permukiman merupakan kawasan multi-kompleks akan kriteriakriteria teknis dan non-teknis yang berkaitan langsung dengan keberlanjutan manusia dan lingkungan sekitarnya. Dan jabaran Permukiman menurut UU No.2 Tahun 1992 Suatu Perumahan atau kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Lingkungan permukiman selalu berkaitan dengan lingkungan yang ada disekitarnya, sehingga adanya kegiatan permukiman tentunya hal ini akan berdampak pada keadaan lingkungan setempat. Artinya, jika kualitas permukiman baik, maka kualitas lingkungan sekitar permukiman juga baik, tentunya kondisi ini sangat mendukung kegiatan kehidupan masyarakat, dan bencana dari lingkungan sekitar dapat diminamilisir.

Gambaran Penggunaan Ruang Permukiman Penggunaan ruang permukiman dilihat dari tinjauan batasan kegiatan secara umum dibedakan menjadi 2 yakni : 1. Kawasan Permukiman Perkotaan; dan 2. Kawasan Permukiman Pedesaan. Perbedaan tersebut dilihat dari tataran masyarakat yang menghuni lingkungan permukiman. Menurut Paul B. Horton & C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut. Sehingga nampaklah jelas bahwa masyarakat yang tinggal di kawasan permukiman memiliki hubungan kekerabatan secara ruang dan kelompok. Perbedaan antara masyarakat perkotaan dan pedesaan sangatlah jelas, Masyarakat perkotaan lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut: Masyarakat Pedesaan : 1).Perilaku homogen 2).Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan 3).Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status . 4).Isolasi sosial, sehingga statik 5).Kesatuan dan keutuhan kultural 6).Banyak ritual dan nilai-nilai sakral 7). Kolektivisme Masyarakat Kota: 1). Perilaku heterogen 2).Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan 3).Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi 4).Mobilitassosial,sehingga dinamik 5).Kebauran dan diversifikasi kultural 6).Birokrasi fungsional dan nilai-nilaisekular 7).Individualisme Dengan melihat gambaran dari perbedaan tipe masyarakat pedesaan dan perkotaan diharapkan mampu menjadi acuan awal dalam mengembangkan dan membangun lingkungan permukiman yang tanggap bencana. Selain itu pentingnya unsur ruang dalam kebijakan tanggap bencana berbasis masyarakat dilingkungan permukiman, sangatlah membantu dalam pemahaman lebih lanjut akan rencana ini.

Kawasan Penggunaan Ruang Pada Kegiatan Permukiman Dalam penataan lingkungan permukiman, pemahaman akan jenis kawasan penggunaan ruang secara umum sangatlah penting, karena memang pada dasarnya terdapat perbedaan mendasar diantara keduanya, yang dimanadibedakan menjadi 2 yakni : 1. Kawasan Perkotaan,dan 2. Kawasan Pedesaan Menurut Pedoman Umum Perencanaan Tata Ruang Dinas PU, Kawasan Perkotaan memiliki kriteria umum sebagai berikut : - Memiliki fungsi kegiatan utama budidaya bukan pertanian atau lebih dari 75% mata pencaharian penduduknya di sektor perkotaan; - Memiliki jumlah penduduk sekurang-kurangnya 10.000 jiwa; - Memiliki kepadatan penduduk sekurang-kurangnya 50 jiwa per hektar; - Memiliki fungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi pelayanan barang dan jasa dalam bentuk sarana dan prasarana pergantian moda transportasi. - Kawasan yang terletak di atas tanah yang bukan merupakan kawasan pertanian beririgasi teknis dan bukan kawasan yang rawan bencana alam;

Suasana Kawasan Perkotaan Sumber : www.google.com

Menurut Panduan Identifikasi Desa Terpencil Dinas Cipta Karya, Kriteria untuk menentukan (mengindikasikan) Desa Terpencil dalam kegiatan ini yaitu: - Memiliki Sarana/ Infrastruktur Aksesibilitas Kurang/Tidak Ada - Secara Geografis Jauh dari Pusat Pertumbuhan - Ada Isolasi Geografis yang memisahkan dari daerah lain - Sebagian besar berprofesi sebagai petani dan dominasi lahan pertanian

Suasana Kawasan Pedesaan Sumber : www.google.com

Dengan adanya penjabaran mengenai hakekat ruang pada lokasi permukiman, dapat dijelaskan bahwa dalam pengembangan penataan lingkungan permukiman yang tanggap bencana, sudah sewajarnya kebijakan tersebut harus dibedakan menurut penggunaan ruang, yakni permukiman di ruang perkotaan, dan permukiman di ruang pedesaan. Ditambah lagi dengan adanya kesulitan pihak pemerintah untuk menangani masalahmasalah perumahan, maka akhir-akhir ini muncul suatu gagasan Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Perumahan dan Permukiman. Sehingga, muncul konsep-konsep baru misalnya Pembangunan Perumahan Bertumpu pada Kelompok (P2BPK), Pembangunan Perumahan berdasar partisipasi masyarakat, Pola Kemitraan PPP (Public-Private Partnership), dan sebagainya. Hal ini menjadi upaya yang perlu diapresiasi karena dengan adanya kebijakan desentralisasi sistem

pengelolaan kegiatan permukiman seperti ini masyarakat dapat lebih memahami tantangan dan hambatan dalam menghadapi kebencanaan yang bisa terjadi pada kawasan lingkungan permukima mereka.

Kebijakan Penataan Lingkungan Permukiman Yang Tanggap Bencana Pentingnya keterlibatan masyarakat dalam gerakan penataan lingkungan permukiman yang tanggap bencana dilatar belakangi bahwa, masyarakat Indonesa adalah masyarakat demokratis. Artinya, masyarakat yang berkepentingan harus dimintai pendapat dan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan yang akan secara langsung mempengaruhi cara hidup di permukiman dan kehidupan permukiman, serta lingkungan permukiman mereka sendiri. Beragamnya bencana di dalam lingkungan permukiman sangatlah penting, kebijakan penataan lingkungan yang tanggap bencana perlu diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat. Memang, terjadinya bencana alam tidak mengenal tempat dan waktu, namun seyogyanya menyiapkan diri dari bencana harus cepat dilaksanakan. Hal paling vital yaitu dimulai dari kawasan permukiman, yang logisnya kawasan ini merupakan pusat aktivitas hidup manusia. Atau sebagian waktu kehidupan masyarakat dihabiskan pada lingkungan permukiman, seperti bermasyarakat, berkeluarga, dan sebagainya. Berikut adalah Tahapan yang perlu dilakukan dalam melakukan Program Kebijakan Penataan Lingkungan Permukiman Yang Tanggap Bencana : 1. Identifikasi Jenis Ruang Permukiman Hal ini sangat berguna dalam penyusunan rencana awal, yakni apakah jenis ruang permukiman yang digunakan tersebut merupakan Permukiman Perkotaan atau Permukiman Pedesaan. Dengan adanya identifikasi ini, kebijakan yang akan dirumuskan mampu melihat lebih dalam perbedaan permukiman yang ada di masyarakat. 2. Identifikasi Tipe Masyarakat Pengguna Ruang Permukiman Dengan melihat khazanah tipe masyarakat yang menghuni kegiatan permukiman, diharapakan Pemerintah dapat lebih paham dalam mengenal pola kerja sama antar jenis tipe masyarakat, yakni masyarakat tipe pedesaaan dan tipe perkotaan. 3. Identifikasi Kearifan Lokal Pada Lingkungan Permukiman Kearifan Lokal merupakan salah satu kunci utama dalam pengembangan lingkungan permukiman tanggap bencana. Nilai nilai lokal budaya di kawasan permukiman setempat, dapat menjadi dasar yang kokoh dalam merumuskan kebijakan tanggap bencan bersama masyarakat tentunya, karena

masyarakat secara umum tidak akan terganggu keadaan spiritual, sosial, dan budayanya. 4. Merumuskan Kebijakan Penataan Lingkungan Permukiman dari Segi Teknis oleh Pemerintah dan Swasta Pemberian aturan aturan kriteria teknsi yang harus dijaga oleh masyarakat dalam kegiatan Lingkungan Permukiman Tanggap Bencana, seperti : Kejelasan struktur ruang kawasan: Hirarkhi jalan dan ruang terbuka: konfigurasi tapak Kemudahan & efisiensi pembangunan utilitas lingkungan: konfigurasi tanah Efisiensi penggunaan lahan: lay out persil. Pengelompokan yang optimal untuk rasa ketentanggaan dan efisiensi utilitas/fasilitas: clustering Kualitas ekologi dan kesehatan lingkungan: KDB & KLB

5. Merumuskan Mitigasi Bencana Alam di Kawasan Permukiman oleh Pemerintah, Masyarakat, dan Swasta Perumusan kebijakan mitigasi bencana merupakan pembuatan aturan teknsi tanggap bencana alam, hal ini harus dikoordinasikan dengan Pemerintah Pusat dan BNPB dalam hal penyusunannya agar sesuai dengan pedoman yang dibuat secara nasional, namun disini terdapat modifikasi atau menyesuaikan dengan kondisi lingkungan permukiman yang ada. 6. Membuat Peraturan antara Pemerintah dan Masyarakat setempat mengenai Kerja Sama Tanggap Bencana Kerja sama disini perlu untuk menguatkan rasa saling percaya dalam implementasi kebijakan yang akan dilakukan baik oleh Pemerintah dan Masyarakat. 7. Membuat Aturan Kesepakatan dan Kesepahaman Visi dan Misi Lingkungan Permukiman Tangga Bencana oleh Pemerintah dan Masyarakat Hal ini merupakan teknis dari kerja sama yang akan dilakukan secara rinci baik oleh Pemerintah dan Masyarakat, sehingga masyarakat dapat paham secara mendalam sehingga pada tahap implementasi dapat diterapkan dengan baik. 8. Pemberian Bimbingan Teknis Mengenai Sistem Tanggap Bencana Permukiman Bimbingan teknis sangat diperlukan dalam menangani kawasan permukiman didaerah rawan bencana, seperti permukiman yang terletak di dekat Gunung Berapi, dekat dengan Pantai, dan merupakan jalur langganan Gempa Bumi

dan Puting Beliung. Sehingga, diharapkan mampu menyelamatkan diri dahulu. 9. Pembelajaran Diri Mandiri dari Masyarakat Mengenai Tanggap Bencana Dengan Melihat Kearifan Lokal yang ada di Lingkungan Permukiman Hal ini berkaitan dengan kebijakan point 8 yakni Pemberian Bimbingan Teknis Mengenai Sistem Tanggap Bencana Permukiman, artinya setelah kita dapat menyelamatkan diri, kita baru bisa menyelamatkan kegiatan permukiman yang tersisa dan berusaha untuk membangunnya kembali sesuai dengan kearifan lokal yang ada.

Setelah kegiatan tahapan diatas dapat dilaksanakan, namun ketika terjadi bencana alam yang tidak terhindarkan dan tidak terprediksi maka perlu menjalankan skenario sebagai berikut : 1. Tahap Rehabilitasi Tahap ini bertujuan mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap darurat pada sarana penunjangan permukiman , seperti rehabilitasi bangunan ibadah, bangunan sekolah, infrastruktur sosial dasar, serta prasarana dan sarana perekonomian yang sangat diperlukan. Sasaran utama dari tahap rehabilitasi ini adalah untuk memperbaiki pelayanan publik hingga pada tingkat yang memadai. Dalam tahap rehabilitasi ini, juga diupayakan penyelesaian berbagai permasalahan yang terkait dengan aspek psikologis melalui penanganan trauma korban bencana.

2. Tahap Rekonstruksi Tahap ini bertujuan membangun kembali kawasan permukiman secara keseluruhan, lengkap dengan fasilitas saran dan prasarana yang ada, dengan melibatkan semua masyarakat, perwakilan lembaga swadaya masyarakat, dan dunia usaha. Pembangunan prasarana dan sarana haruslah dimulai dari sejak selesainya penyesuaian tata ruang (apabila diperlukan) pada setiap kawasan permukiman yang dilanda atau diprediksikan akan
terjadi bencana.

Sumber Pustaka : http://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_Samudra_Hindia_2004 http://id.wikipedia.org/wiki/Cincin_Api_Pasifik http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp?countrycode=id&continue=y &lang=ID http://cahyamenethil.wordpress.com/2010/11/29/masyarakat-perkotaan-danmasyarakat-pedesaan/ http://perencanaankota.blogspot.com/2011/11/tinjauan-peremajaanlingkungan.html Pedoman Umum Perencanaan Tata Ruang Dinas PU, Panduan Identifikasi Desa Terpencil Dinas Cipta Karya

Anda mungkin juga menyukai