Anda di halaman 1dari 4

HADITS MARFU, MAUQUF, DAN MAQTHU Oleh: Yunizar Ramadhani A.

Pendahuluan Hadits adalah satu di antara dua pusaka Nabi Muhammad Saw yang beliau tinggalkan untuk umat sebagai perwakilan dirinya dalam memberikan bimbingan dan petunjuk h idup. Hadits (jamak: ahadits) yang berupa segala berita tentang perkataan, perbu atan, dan taqrir Nabi yang datang dari Rasulullah, para Sahabat, dan Tabiin sang at penting dalam dua posisi, yakni penjelas (tabyin) ayat-ayat al-Qur`an yang be rkarakter umum dan pencetus hukum syariah (tasyri) yang tidak termaktub secara ter surat dalam al-Qur`an. Hanya saja, akses umat Islam terhadap Hadits harus dalam bentuk yang sangat hati-hati, sebab tidak semua Hadits dapat diterima sebagai k abar yang berdasarkan kewahyuan. Hal ini dikarenakan upaya pengumpulan Hadits te rjadi jauh setelah Nabi wafat, sedang di zaman Nabi sendiri Hadits tidak dikump ulkan secara tertulis dan berbarengan, melainkan tercatat dalam hafalan-hafalan. K ondisi sejarah ini memungkinkan kemunculan teks-teks atau kabar-kabar lisan yang sebenarnya bukan berasal dari Nabi namun dianggap sebagai Hadits yang benar. Proses seleksi Hadits karena itu menjadi sesuatu yang sangat penting, sehingga k emudian muncullah Ulum al-Hadits yang terdiri atas sub-sub-bidang ilmu yang menel iti suatu kabar dari berbagai sudut pandang. Ada dua sudut pandang umum yang mer upakan titik berangkat dalam suatu penelitian Hadits, yakni sudut pandang sanad (rangkaian kronologis pengkabaran) dan sudut pandang matan (redaksi Hadits). Dar i keduanya, segi sanad dan matan, kita akan menemukan hasil seleksi Hadits yang memposisikan Hadits dengan sebutan mutawatir, masyhur, dan ahad yang dikategorik an dalam berbagai posisi lagi, yaitu shahih, hasan dan dhaif yang masing-masing m emiliki kategori-kategori turunan lagi, dimana posisi-posisi ini menentukan keab sahan kabar-kabar keagamaan yang dikatakan berasal dari Nabi itu. Pada makalah i ni, penulis akan membahas posisi-posisi Hadits dari segi ujung sanad, atau penel itian terhadap penyampai pertama suatu Hadits, dimana Hadits akan disandarkan at au dilegitimasikan berasal dari pihak penyampai pertama itu. Dalam hal ini Hadit s akan terbagi dalam tiga bentuk, yakni Hadits Marfu, Mauquf, dan Maqthu.

B. Hadits Marfu Hadits Marfu adalah Hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir (ketetapan) beliau, entah sanad-nya bersifa t muttashil, munqathi, ataupun mursal. Maksudnya adalah hadits yang jika dilih at dari redaksinya dikatakan berasal dari Nabi sendiri, meskipun diberitakan ole h Sahabat ataupun Tabiin. Jadi, sudut pandang ini tidak bermaksud untuk menetapka n derajat Hadits, melainkan hanya melihat dari siapa Hadits tersebut datang. Dis ebut marfu karena Nabi adalah seorang yang memiliki kedudukan tinggi (raf), sehingga beliau adalah sosok yang selalu diangkat (marfu) derajatnya. Ciri khas dari Hadits Marfu adalah adanya redaksi dalam matan yang berbunyi, misa lnya: Rasulullah Saw bersabda, bahwa Rasulullah Saw bersabda, bahwa Rasulullah Saw m kukan ini, dan lain sebagainya. Contoh dari Hadits Marfu tentu banyak kita temukan di berbagai kitab Hadi ts, sehingga tidak perlu dicontohkan secara eksplisit di sini, namun dapat penul is sampaikan bahwa Hadits Marfu terbagi dalam empat macam yang menunjuk pada kara kteristik-karakteristiknya masing-masing, yaitu: 1. Hadits Marfu Qawliy. Contohnya: Seorang Sahabat atau yang lainnya berkata : Rasulullah Saw berkata begini. 2. Hadits Marfu Filiy. Contohnya: Seorang Sahabat atau yang lainnya berkata: R asulullah Saw melakukan begini. 3. Hadits Marfu Taqririy. Contohnya: Seorang Sahabat atau yang lainnya berka ta: orang melakukan sesuatu di hadapan Rasulullah Saw begini, dan tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Saw melarang perbuatan tersebut. 4. Hadits Marfu Washfiy. Contohnya: Seorang Sahabat atau yang lainnya berkat a: Rasulullah Saw adalah orang yang terbaik posturnya. Ada pula yang membagi Hadits Marfu ke dalam dua bagian: Hadits Marfu Haqiqiy, yait u Hadits yang penyandarannya kepada Nabi Saw tegas, dan Hadits Marfu Hukmiy, yait

u Hadits yang penyandarannya kepada Nabi Saw tidak jelas. Yang terakhir ini juga disebut dengan Hadits Mursal, yakni dimana para Sahabat tidak menyebutkan bahw a Hadits tersebut berasal dari Nabi Saw.

C. Hadits Mauquf Hadits Mauquf adalah Hadits yang disandarkan pada para Sahabat, baik berupa perk ataan, maupun perbuatan mereka, entah sanad-nya bersifat muttashil (bersambung), ataupun ghairu muttashil (tidak bersambung). Dari definisi ini jelas terlihat bahwa jika ada suatu kabar tentang hal-hal agama yang bersumber dari Sahabat, me skipun disampaikan oleh para Tabiin atau generasi sesudahnya. Hadits jenis inilah yang memiliki sebutan lain, yakni Atsar, karena datang dari Sahabat. Disebut mauq uf (terhenti) karena tidak sampai kepada Nabi sebagai sumber utama ajaran Islam a tau dalam periwayatan oleh para Rawi hanya mendapatkan referensi yang menunjuk b ahwa rangkaian sanad hadits tersebut terhenti pada Sahabat. Para Sahabat ialah g enerasi yang hidup sezaman dengan Nabi Muhammad bertemu dengan beliau dalam kead aan beriman dan meninggal dalam keadaan beriman, meski di tengah kehidupannya se mpat keluar dari Islam. Klasifikasi ini tidak termasuk yang menjadi mu min di an tara kematian dan penguburannya, yang bertemu dengan Nabi dalam keadaan kafir ke mudian masuk Islam dan tidak bertemu dengan beliau dalam keadaan mu min, dan yan g bertemu dengan Nabi dalam keadaan mu min namun kemudian keluar Islam dan menin ggal dalam keadaan murtad. Hadits Mauquf terbagi ke dalam tiga macam, yakni: 1. Hadits Mauquf Qawliy. Contohnya adalah perkataan seorang periwayat bahwa Ali ibn Abi Thalib berkata: Berbicaralah kepada orang banyak apa yang mereka kena l. Apakah kalian mau mendustakan Allah dan Rasul-Nya? (HR. al-Bukhari). 2. Hadits Mauquf Filiy. Contohnya adalah perkataan al-Bukhari: Ibnu Abbas menja di imam shalat, sedangkan dia dalam keadaan bertayammum. 3. Hadits Mauquf Taqririy. Misalnya perkataan sebagian Tabiin: Saya melakukan begini dihadapan seorang Sahabat, tetapi Sahabat tersebut tidak mengingkari say a. Hadits Mauquf dapat meningkat kedudukannya menjadi Hadits Marfu jika ditemukan sa lah satu dari ciri sebagai berikut: 1. Di dalam Hadits terdapat kata-kata yang menunjukkan ke-marfu-annya, seper ti: ya tsuruhu, yablughu bihi, rafaahu, yarfauhu, yarwihi, riwayatan marfuan Dari Abu Hurairah ra. bahwa berita ini sampai kepada nabi, bahwa manusia mengik uti orang-orang Quraisy. (Muttafaq alaiyh). 2. Isi Hadits berkenaan dengan asbab al-nuzul suatu ayat al-Qur an. Ini dib enarkan karena para Sahabat adalah pihak-pihak yang menyaksikan secara langsung sebab-sebab dari turunnya ayat al-Qur an. Bahkan, dalam penafsiran al-Qur an ijt ihad mereka diakui, dimana salah satunya alasannya adalah sebab tadi. Contohnya adalah pernyataan Jabir tentang sebab turunnya ayat 223 dari surah al-Baqarah. 3. Hadits yang disampaikan bukan merupakan hasil ijtihad Sahabat sendiri. C ontohnya: Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra. berbuka puasa dan meng-qashr shalat untuk p erjalanan yang berjarak empat barid (18.000 langkah) (HR. al-Bukhari). D. Hadits Maqthu Hadits Maqthu adalah hadits yang disandarkan kepada para Tabiin, baik berupa perka taan maupun perbuatan mereka. Namun tidak seperti Hadits Marfu dan Hadits Mauquf yang diakui tanpa memandang kualitas sanad-nya, Hadits Maqthu harus berupa Hadits yang ghairu munqathi atau yang tidak terputus rangkaian sanad-nya. Hal ini dika renakan bahwa Tabiin adalah generasi yang tidak pernah bertemu secara langsung da n hidup sezaman dengan beliau, sehingga hubungan kewahyuan telah terputus. Maka dari itu, keraguan terhadap kebenaran bahwa Tabiin menyampaikan atau berbuat sesu atu mengenai ajaran agama tidak dapat ditolerir. Tabiin adalah mereka yang bertem u para Sahabat meskipun tidak beriman namun meninggal dalam keadaan beriman. Ka rena terselingnya hubungan mereka dengan Nabi sebagai sumber pertama Hadits oleh generasi Sahabat membuat status mereka terputus, sehingga berita yang datang da ri generasi ini disebut dengan Hadits Maqthu. Hadits ini terbagi ke dalam dua jenis, yakni: 1. Hadits Maqthu Qawliy. Contohnya perkataan Hasan al-Bashriy tentang shalat

berjamaah dengan imam orang yang ahli bidah: Shalatlah anda dan pekerjaan bidah it u adalah tanggungan imam itu sendiri. (Shahih al-Bukhari, Juz I). 2. Hadits Maqthu Filiy. Contohnya perkataan Ibrahim ibn Muhammad ibn al-Munta syir: Masyruq pernah menurunkan dinding antara dia dengan keluarganya dan menuju shalatnya serta meninggalkan mereka dan dunia mereka. (Hilyah al-Awliya) E. Kedudukan Hadits Marfu, Mauquf, dan Maqthu Sebagai Landasan Hukum Syariah Telah penulis sebutkan bahwa salah satu fungsi Hadits adalah pencetus hukum syar iah yang tidak termaktub secara eksplisit dalam al-Qur an. Akan tetapi, kondisi k eabsahan Hadits yang tergantung dari hasil kodifikasinya menentukan kedudukannya sebagai landasan hukum. Kita telah mengetahui, misalnya, bagaimana kedudukan Ha dits Dhaif sebagai landasan hukum beserta kontroversi antar ulama mengenai status nya tersebut. Lalu bagaimana dengan Hadits Marfu, Mauquf, dan Maqthu? Penulis telah pula menyebutkan bahwa suatu Hadits dapat dikatakan Marfu atau Mauq uf tanpa memperdulikan kualitas sanad sebab pembagian jenis Hadits ke dalam Marf u dan Mauquf hanya mempersoalkan kepada siapa Hadits itu disandarkan atau siapa p engucap pertama Hadits. Ini dapat dilihat pada definisi Hadits Marfu dan Hadits M auquf di atas. Mengenai keabsahan keduanya sebagai landasan hukum syariah harus d ilihat sesuai hasil penderajatan Hadits, apakah ia bersifat shahih, hasan, dhaif, atau maudhu, dan lain sebagainya. Sedangkan Hadits Maqthu sama sekali tidak dapat dijadikan landasan bagi hukum syariah, meskipun memiliki derajat yang shahih, se bab ia hanyalah merupakan perkataan dari seorang muslim saja. Namun jika ada qar inah (hubungan) yang menunjukkan ke-marfu-an Hadits tersebut maka ia disebut deng an marfu mursal. Perbedaan sikap ini terhadap Hadits-Hadits marfu, mauquf, dan ma qthu, menurut hemat penulis, adalah karena status figur yang menjadi sandaran Had its-Hadits tersebut, yakni Nabi bagi Hadits Marfu, Sahabat bagi Hadits Mauquf, da n Tabiin bagi Hadits Maqthu, ditinjau dari hubungan masing-masing pihak dengan kew ahyuan. Nabi tentu tidak diragukan lagi hubungan beliau dengan wahyu karena beli au menerimanya secara langsung, sedang Sahabat meski tidak langsung menerima wah yu dari Allah namun menyaksikan langsung konteks kedatangan wahyu dan mendapatka n ilmu langsung dari Nabi Muhammad, sehingga hubungan Sahabat dengan wahyu masih terbilang dekat. Adapun Tabiin jelas sekali jauh hubungannya dengan wahyu, sehin gga apapun berita tentang mereka tidak lebih dari sekedar mengenai hasil pemikir an dan perbuatan seorang muslim yang baik. Lalu apakah urgensi klasifikasi Hadits menjadi Hadits Marfu, Hadits Mauquf, dan H adits Maqthu? Segala berita, pemberitahuan, dan petunjuk mengenai ajaran-ajaran a gama Islam tidak hanya datang dari al-Qur an, namun juga datang dari sejarah, at au kejadian-kejadian yang terjadi di era awal Islam, yang dalam hal ini adalah d ari Nabi, para Sahabat, dan para Tabiin. Masing-masing pihak ini menyandang statu s tertentu sebagaimana dijabarkan pada alinea sebelumnya. Ketika kita memerlukan suatu petunjuk keagamaan tentu kita akan merujuk pada sumber berita yang lebih absah, atau lebih detailnya berita yang lebih dekat dengan sumber ajaran Islam u tama, yakni wahyu Allah. Karena itu, setelah al-Qur an petunjuk keagamaan harus diambil dari sumber terdekat dengan wahyu. Dengan demikian, menurut penulis, kla sifikasi Hadits dalam bentuk-bentuk Marfu, Mauquf, dan Maqthu berhubungan dengan H adits mana yang didahulukan untuk dijadikan sumber petunjuk, lalu kemudian ditel iti kualitas ke-shahih-annya sesuai petunjuk Ilm Mushthalah al-Hadits. F. Kesimpulan dan Penutup Kesimpulan yang dapat dipetik dari tulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Dilihat dari sandaran Hadits, atau kepada siapa suatu Hadits disandarkan , atau siapa penyampai pertama, Hadits terbagi kepada tiga macam: a. Hadits Marfu, yaitu Hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, bai k berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir beliau, entah sanad-nya bersambung ataupun terputus. b. Hadits Mauquf, yaitu Hadits yang disandarkan kepada sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir-nya, entah sanad-nya bersambung ataupun ter putus. Hadits ini juga disebut dengan Atsar. c. Hadits Maqthu, yaitu Hadits yang disandarkan kepada para Tabiin, baik beru pa perkataan, perbuatan mereka, namun sanad-nya harus bersambung.

2. Kedudukan dan keabsahan Hadits Marfu dan Mauquf sebagai landasan hukum di lihat dari derajatnya, apakah ia bersifat shahih, hasan, dhaif, dan lain-lain. Se dangkan khusus bagi Maqthu tidak dapat dijadikan sandaran hukum meskipun kualitas pemberitaannya shahih. Demikianlah, tulisan singkat mengenai Hadits Marfu, Hadits Mauquf, dan Hadits Maq thu kami sampaikan. Kritik dan saran sangatlah diharapkan. Wallahu alam bi al-shaw ab. DAFTAR PUSTAKA Karim, Abdullah, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, Banjarmasin: Comdes Kalimantan, 2005 Al-Tahanawi, Ahmad al-Utsmani, Qawaid fi Ulum al-Hadits, Beirut: Maktab al-Mathbuat al-Islamiyah, t.th. Ibn Katsir, Al-Hafizh, al-Baits al-Hatsis fi Ikhtishar Ulum al-Hadits, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.

Hadits Maqthu dapat dijadikan sandaran hukum Syariah jika ada hadits-hadits lain ( marfu maupun mauquf) yang mendukung kebenarannya, semacam marfu li ghairihi atau m auquf li ghairihi.

Anda mungkin juga menyukai

  • Untitled
    Untitled
    Dokumen5 halaman
    Untitled
    Annida Shaira
    Belum ada peringkat
  • Untitled
    Untitled
    Dokumen5 halaman
    Untitled
    Annida Shaira
    Belum ada peringkat
  • Untitled
    Untitled
    Dokumen8 halaman
    Untitled
    Annida Shaira
    Belum ada peringkat
  • Untitled
    Untitled
    Dokumen4 halaman
    Untitled
    Annida Shaira
    Belum ada peringkat
  • Difusi Dan Osmosis
    Difusi Dan Osmosis
    Dokumen4 halaman
    Difusi Dan Osmosis
    Annida Shaira
    Belum ada peringkat