Anda di halaman 1dari 15

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Perilaku Bermasalah Gangguan pemusatan perhatian dan perilaku bermasalah sering kali menimbulkan

masalah sosial dan biasanya lebih merugiakan orang lain daripada anak-anak yang menerima diagnosa tersebut. Meskipun terdapat perbedaan antara gangguan-gangguan tersebut, akan tetapi tingkat terjadinya secara bersamaan (komorbiditas) yang sangat tinggi menurut Jensen, Martin, dan Cantwell (1997). Gangguan pemusatan perhatian dan perilaku bermasalah merupakan suatu ganggguan yeng ditandai dengan rentan perhatian yang buruk yang tidak sesuai dengan perkembangan atau adanya gejala hiperaktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai dengan usia. Dalam gangguan pemusatan perhatian dan perilaku bermasalah dapat dikategorikan menjadi 3 antara lain :
1.

Attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD) Masa anak-anak merupakan masa yang menyenangkan, karena dalam masa itu anakanak bisa bebas untuk berekspersi dan melakukan banyak hal dengan cara mereka sendiri. Kurang dapat memusatkan perhatian pada masa anak-anak merupakan hal yang dianggap normal, akan tetapi untuk attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD) terlihat adanya impulsivitas, tidak adanya perhatian dan hiperaktivitas yang dianggap tidak sesuai dengan tingkat perkembangan mereka.

a.

Pengertian ADHD ADHD merupakan gangguan yang berhubungan dengan perkembangan dan terjadinya peningkatan aktifitas motorik anak-anak yang menyebabkan aktiftas anakanak berbeda dengan teman sebaya dan cenderung berlebihan. Di dalam PPDGJ dijelaskan bahwa berkurangnya perhatian terlihat jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai. Anak-anak ini seringkali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain, rupanya kehilangan minatnya terhadap tugas yang satu karena perhatiannya tertarik kepada kegiatan lainnya (sekalipun kajian laboratorium pada umumnya tidak menunjukkan adanya derajat gangguan sensorik atau perceptual yang tidak biasa). Berkurangnya dalam ketekunan dan perhartian ini bagi anak dengan usia atau IQ yang sama. Sedangkan hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam situasi yang menuntut keadaan relatif tenang. Hal ini, tergantung dari

situasinya, mencakup anak itu berlari-lari atau berlompat-lompat sekeliling ruangan, ataupun bangun dari duduk dalam situasi yang menghendaki anak itu tetap duduk, teralalu banyak bicara (ribut), dan gelisah. Tolok ukur untuk penilaiannya adalah bahwa suatu aktivitas disebut berlebihan dalam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi dan dibandingkan dengan anak-anak lain yang seumuran.
b.

Ciri Diagnostik ADHD 1) Gagal memperhatikan detai atau melakukan kcerobohan dalam tugas sekolah dan lainnya. 2) Kesulitan mempertahankan perhatian di sekolah atau saat bermain. 3) Tampak tidak memperhatikan apa yang dikatakan orang lain. 4) Tidak bisa mengikuti instruksi atau menyelesaikan tugas. 5) Kesulitan mengatur pekerjaan dan aktivitas lain. 6) Menghindar pekerjaan atau aktivitas yang menuntut perhatian. 7) Kehilangan alat-alat sekolah (misalnya pensil, buku, mainan, dan tugas-tugas). 8) Mudah teralihkan perhatiannya. 9) Sering lupa melakukan aktivitas sehari-hari. c. Tipe ADHD Merupakan anak-anak yang permasalahan utamana berada pada rendahnya konsentrasi atau perhatian. 2) Tipe predominan hiperaktif-impulsif Merupakan anak-anak yang permasalahan utamanya diakibatkan oleh perilaku hiperaktif ataupun impulsif. 3) Tipe kombinasi Meupakan anak-anak yang mengalami kedua rangaian tipe predominan tidak adanya perhatian dan tipe predominan hiperaktif-kompulsif yang tinggi menurut (APA, 2000). Diagnosa pada gangguan ini pertama kali ketika anak berada di sekolah dasar, ketika mengalami masalah dengan perhatian atau hiperaktivitas-impulsivitas sehingga menyulitkan anak untuk menyesuaikan diri. Walaupun tanda-randa hiperaktif sudah

1) Tipe predominan tidak adanya perhatian

dapat diamati sejak awal, akan tetapi banyak anak kecil yang terlalu aktif sehingga tidak dikembangkan kedalam gelaja ADHD. ADHD merupakan permasalahan psikologi yang paling banyak terjadi pada akhirakhir ini menurut (Badly & Golden, 2001). Gangguan ini diperkirakan mempengaruhi 3% sampai 7% anak-anak usia sekolah atau sekitar 2 juta anak Amerika. Hal tersebut terjadi karena adanya hubungan tingkat morbiditas psikiatri dan kerusakan fungsional. Selain itu, studi prevalensi ADH pada anak sekitar 6%-7% telah diketahui bahwa 40%70% dari anak yang mengalami ADHD akan menunjukkan gejala berkelanjutan sampai dengan dewasa. Beberapa studi yang meneiliti tentang perilaku penyalahgunaan zat pada orang dewasa menunjukkan 15%-25% diantaranya memiliki cirri-ciri ADHD. Selain itu, pada jangkan panjang anak yang terdiagnosis ADHD akan memiliki resiko ganggguan kepribadian antisocial, penyalahgunan obat dan depresi yang ditemukan pada fase remaja akhir atau awal masa dewasa. Menurut APA (2000) menyatakan bahwa laki-laki lebih banyak mengalami ADHD dibandingkan perempuan setelah dilakukannya diagnosis sebanyak 2 sampai 9 kali. Walaupun kurangnya perhatian merupakan sumber dari masalah, adapun masalahmasalah lain yang mencakup ketidakmampuan untuk duduk tenang lebih dari beberapa menit, menganggu, temper tantrum, keras kepala, dan tidak berespon terhadap hukuman. Aktivitas dan kegelisahan anak ADHD dapat menghambat kemampuan anak untuk berfungsi disekolah karena mereka tidak dapat duduk denga tenang dan bergerak-gerak di kursi, menganggu anak lain, mudah marah, serta dapat melakukan perilaku yang berbahaya seperti berlari ke jalan tanpa melihat ada atau tidaknya kendaraan yang melintas. Hal ini membuat orang tua dan guru tidak beradaya untuk menanganinya. Ada beberapa kritik terhadap ADHD yang menyatakab bahwa diagnosis digunakan semata-mata untuk melabel anak-anak yang sulit dikontrol sebagai mengalami gangguan atau sakit mental. Sebagian besar anak, khususnya laki-laki sangat aktif pada usia awal sekolah. Adapun perebdaan anatara anak yang mengalami ADHD dengan anak yang overaktivitas. Kalau anak overaktivitas yang normal biasanya diarahkan oleh suatu tujuan dan dapat mengontrol perilaku mereka. Sedangkan untuk anak ADHD terlihat hiperaktif tanpa ada alasan dan tidak bisa menyesuaikan perilaku mereka terhadap tuntutan guru atau orang tua. Misalnya, kebanyakan anak dapat duduk tenang dan berkonsentrasi sejenak bila menginginkannya, sedangkan anak ADHD tidak bisa melakukan hal tersebut.

Menurut Faraone dkk (1993) menyatakan bahwa anak yang terdiagnosis ADHD kemungkinan besar memiliki kesulitan belajar, mengulang kelas, dan ditempatkan pada kelas khusus. Meskipun anak yang mengalami ADHD memiliki intelegensi ratarata ataupun diatas rata-rata, akan tetapi prestasi yang diperolehnya di sekolah akan berada dibawah karena mereka sering membuat keributan, berkelahi (terutama anak laki-laki), dan mereka gagal mengikuti dan mengingat instruksi ataupun untuk menyelesaikan tugas. Selain itu, anak ADHD juga memiliki resiko mengalami gangguan mood, kecemasan, dan masalah dalam hubungan dengan keluarga serta kurangnya memiliki rasa empati atau kesadaran akan perasaan orang lain menurut (Biederman dkk, 1996) . Gangguan ADHD sering menetap sampai masa remaja dan dewasa. Walaupun simtom-simtom ADHD akan berkurang sesuai bertambahnya usia, gangguan ini sering menetap dalam bentuk yang lebih ringan sampai usia remaja dan dewasa menurut menurut (Biederman dkk, 2000). d. Penyebab ADHD Menurut perspekrtif teoritis belum diketahui secara pasti tentang penyebab ADHD, akan tetapi ada beberapa penelitian yang menyebutkan adanya faktor biologis dan faktor lingkungan, yaitu : 1) Faktor Biologis Dari hasil-hasil penelitian telah memberikan bukti bahwa ADHD adanya kontribusi genetis yang lebih tingkat concor-dance ADHD pada kembar MZ daripada kembar DZ menurut Sherman, dkk (1997). 2) Faktor Lingkungan Menurut Bradley dan Golden (2001) menyatakan bahwa faktor lingkungan dan interaksi genetis memegang peranan penring. Sebagai contohnya, ADHD dialami pada anak-anak yang ibunya merokok selama kehamilah daripada anakanak lain. Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan kerusakan pada otak selama perkembangan prenatal. Selain itu, ada juga faktor lingkungan lain seperti tingginya konflik dalam keluarga, stress emosional selama kehamilan, dan buruknya pengasuhan orang tua dalam menangani gangguan perilaku anak.

e.

Penanganan ADHD 1) Psikososial Dalam menangani anak yang mengalami ADHP menggunakan penggabungan antara kognitif-behavioral dengan modifikasi perilaku. Pada penanganan ini menggunakan dasar reinforcement. Penanganan ini merupakan pendukung dari penangan farmakologi karena dalam penanganan farmakologi apabila tidak didukung dengan penangan perilaku tidak akan berhasil karena stimulan tidak mengajarkan ketrampilan baru. Adapun contoh reinforcement (seorang guru memuji anak ADHD yang duduk dengan tenang) dan modifikasi kognitif (melatih anak untuk berbicara dalam hati melalui tahap pemecahan masalah akademik). 2) Farmakologis Dalam menangani anak yang mengalami ADHD diberikan stimulan yang mencakup Ritalin (metylphenidate), Cylert (pemolin), dan stimulant jangka panjang lainnya yang dosisnya sekali sehari yang bertujuan untuk memberikan ketenangan dan perhatian disekolah menurut (Rugino & Copley, 2001). Pemberian stimulant ini lebih aman dan efektif bila dimonitor secara berhati-hati dan berhasil membantu sekitar tiga sampai empat anak ADHD dengan adanya perbaikan disekolah dan dirumah serta tidak menganggu aktivitas olahraga di akhir minggu. Pada tahun 1990-an penggunaan stimulan meningkat secara dramatis. Pada awalnya tidak ada orang yang mengetahui kenapa stimulan memberikan efek parakdosikal yang bisa memberikan ketenangan pada anak ADHD padahal stimulan bekerja pada neurotransmitter di otak. Selain itu, juga meningkatkan dopamine pada otak bagian depan, area yang mengatur perhatian dan kontrol terhadap perilaku impulsif. Meskipun stimulan dapat mengurangi kegelisahan dan meningkatkan perhatian disekolah, akan tetapi peningkatan ini belum tentu dapat memperbaiki prestasi akademik. Selain itu, pemberian stimulan juga memberikan efek jangka pendek, antara lain kehilangan nafsu makan, insomnia yang akan hilang dalam beberapa minggu atau dapat dihilangkan dengan mnegurangi dosisnya, obat-obatan stimulan juga memberikan efek memperlambat perkembangan fisik.

2.

Gangguan Tingkah Laku (CD) a. Pengertian CD Gangguan tingkah laku merupakan gangguan psikologis pada anak-anak dan

remaja yang ditandai oleh perilaku bermasalah dan antisosial. Walaupun gangguan ini juga melibatkan perilaku, akan tetapi berbeda dengan ADHD. Bila anak ADHD terlihat tidak mampu mengontrol perilaku mereka, sedangkan untuk anak gangguan tingkah laku secara sengaja melakukan perilaku antisosial yang melanggar normanorma sosial dan hak orang lain.` Karakteristik CD Berdasarkan Quay karakteristik gangguan perilaku pada anak yakni : 1) Merusak milik orang lain 2) Tidak pernah diam 3) Mencari perhatian 4) Tidak memperhatikan 5) Mudah terganggu perhatian 6) Sering mengganggu 7) Sering mengejek orang lain
c.

Tipe-Tipe CD

Menurut PPDGJ gangguan tingkah laku menjadi dua, yaitu :


1) Tipe tak berkelompok

Pada gangguan tingkah laku ini memiliki cirri khas yaitu adanya kombinasi mengenai perilaku disosial dan agresif berkelanjutan dengan sifat kelainan yang pervasif dan bermakna dalam hubungan anak yang bersangkutan dengan anak yang lainnya. Hal ini ditandai dengan rusaknya hubungan dengan kelompok sebaya yang dibuktikan oleh keterkucilkan atau penolakan dari anak sebayanya.
2) Tipe berkelompok

Pada gangguan tingkah laku ini memiliki cirri khas yaitu adanya kombinasi mengenai perilaku disosial dan agresif berkelanjutan. Gangguan tingkah laku berkelompok ini anak diterima dalam kelompok sebayanya dan memiliki hubungan yang erat, namun kelompoknya yang memiliki hubungan erat tersebut yaitu anakanak yang memiliki tingkah laku yang sama dengan anak tersebut sehingga anak

diterima oleh teman sebayanya, akan tetapi tidak diterima oleh masyarakat karena tingkah lakunya yang tidak sesuai dengan norma yang ada. 3) Tipe agresif Terdapat tingkah laku agresif dengan tindak kekerasan terhadap orang lain, mencakup konfrontasi dengan korban atau pencurian diluar rumah 4) Tipe non agresif Gangguan tingkah laku tetapi tidak terdapat tindak kekerasan terhadap orang lain, tidak terdapat konfrontasi langsung dengan korban d. Penyebab CD Disfungsi kelenjar endoktrin ini merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan. Jika kelenjar endoktrin ini secara terus menerus mengeluarkan hormon maka akan mempengaruhi perkembangan fisik dan mental seseorang sehingga akan berpengaruh pula terhadap perkembangan wataknya. 2) Masalah perkembangan Setiap memasuki fase perkembangan baru individu dihadapkan pada berbagai tantangan atau krisis emosi. Anak biasanya dapat mengatasi krisis emosi ini jika pada dirinya tumbuh kemampuan baru yang berasal dari adanya proses kematangan yang menyertai perkembangan. Apabila ego dapat mengatasi krisis ini maka perkembangan ego yang matang akan terjadi, sehingga individu dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosial atau masyarakatnya. Sebaliknya apabila individu tidak berhasil menyelesaikan masalah tersebut, maka akan menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku. 3) Lingkungan keluarga Sebagai lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan anak, keluarga memiliki pengaruh yang demikian penting dalam membentuk kepribadian pada anak. Keluargalah peletak dasar perasaan aman pada anak, dalam keluarga pula memperoleh pengalaman pertama mengenai perasaan aman, dasar perkembangan sosial, dasar perkembangan emosi dan perilaku yang baik. Kesalahan dalam keluarga dapat menimbulkan gangguan emosi dan perkembangan perilaku pada seorang anak.

1) Kondisi atau keadaan fisik

4) Lingkungan sekolah Sekolah merupakan tempat pendidikan yang kedua setelah keluarga. timbulnya gangguan tingkah laku yang berasal dari sekolah karena adanya otoriter guru sebagai tenaga pendidik yang menyebabkan anak menjadi tertekan sehingga memutuskan untuk membolos sekolah dan berkeliaran diaman-mana. 5) Lingkungan masyarakat Sala satu yang mempengaruhi pola perilaku anak dalam lingkungan sosial adalah keteladanan atau menirukan perilaku orang lain. Dengan masuknya budaya asing yang kurang sesuai dengan tradisi yang dianut masyarakat pada umumnya akan menyebabkan pola perilaku anak menyimpang. e. Penangan CD Penanganan pada gangguan tingkah laku masih merupakan tantangan. Walaupun tidak ada pendekatan penanganan farmakologi yang jelas, studi baru-baru ini menunjukkan bahwa Ritalin efektif untuk mengurangi perilaku antisosial pada anakanak dan remaja dengan CD menurut Klein dkk (1997). Sedangkan pada psikoterapi tradisional secara umum tidak menunjukkan manfaat dalam membantu anak-abak untuk mengubah perilaku mereka. Apabila ingin mendapatkan hasil yang menjanjikan sebaiknya menempatkan anak CD dalam program penanganan residential yang menetapkan aturan-aturan eksplisit dan reward. Program ini biasanya di dasarkan pada prosedur operant conditioning yang melibatkan penggunaan reward dan hukuman secara sistematis. Sebagian besar anak CD, terutama anak laki-laki menunjukkan perilaku agresif dan memiliki masalah dalam mengontrol kemarahan mereka. Untuk membantu program ketrampilan menangangi amarah yang akan digunakan untuk mengatasi situasi-situasi konflik tanpa menggunakan perilaku yang kasar. Selain itu, Henggeler dkk (1986) telah mengembangkan suatu penedekatan keluarga-lingkungan family-cological approach yang didasarkan pada teori ekologis Urie Bronfenbrenner (1979). Seperti Bronfebrenner, Henggler melihat anak-anak berada dalam berbagai sistem sosial-keluarga, sekolah, hukum komunitas, dan seterusnya. Pendeketan ini berusaha untuk mengubah hubungan-hubungan anak dengan berbagai sistem untuk mengehentikan interaksi-interaksi yang mengganggu. Pendekatan beragam sistem atau multysistemick theraphy (MST) telah memberikan hasil yang menjanjikan untuk menangani pelanggaran hukum dalam hal mengurangi

frekuensi penahanan beruntun dibandingkan dengan anak-anak muda yang menerima penanganan biasa dari youth services department local (Henggeler, Melton, & Smoth, 1992). 3. Gangguan Sikap Menentang (ODD) a. Pengertian ODD Gangguan sikap menentang merupakan gangguan yang berbeda atau variasi dari gangguan perilaku bermasalah yang sama terus berlangsung. Atau ODD merupakan awal atau bentuk yang lebih ringan dari gangguan tingkah laku menurut (Abikoff & Klein, 1992; Beiderman dkk, 1996). Kedua gangguan sering dikonseptualisasikan sebagai hubungan, namun berbeda. ODD lebih terkait erat dengan gangguan tingkah laku yang bukan kenakalan (negatif), dan gangguan tingkah laku melibatkan perilaku kenakalan seperti membolos, mencuri, berbohong, agresif menurut Rey (1993). Sedangkan menurut PPDGJ gangguan sikap menentang memiliki cirri khas yaitu tidak adanya kepatuhan, sikap menentang, pola prilaku negativistik, bermusuhan, provokatif yang melampaui rentan perilaku normal dikelompok usianya.
b.

Gejala ODD

1) Sering marah 2) Argumentative pada orang dewasa 3) Penolakan untuk mematuhi permintaan atau peraturan 4) Secara sengaja membuat jengkel orang lain 5) Menyalahkan orang lain atas kesalahan atau kenakalan 6) Bertindak sensitive dan mudah jengkel 7) Kemarahan dan kebencian 8) Pendendam 9) Agresif terhadap teman sebaya 10) Kesulitan mempertahankan persahabatan 11) Masalah akademik Perspektif Teoritis mengenai ODD dan CD Faktor-faktor penyebab ODD belum diketahui secara pasti, namun sebagian ahli yakin bahwa sikap menentang merupakan ekspresi dari tempramen anak yang digambarkan sebagai tipe anak yang sulit (Rey, 1993). Selain itu, ada juga yang

meyakini bahwa konflik orang tua dan anak yang tidak terselesaikan atau kontrol orang tua yang terlalu ketat dapat menjadi akar dari gangguan ini. Teoritikus psikodinamika memandang ODD sebagai tanda dari fiksasi pada masa anal perkembangan psikoseksual, ketika konflik diantara orang tua dan anak mungkin muncul pada toilet training. Konflik-konflik yang tersisa mungkin diekspresikan dalam bentuk menentang terahdap harapan-harapan orang tua. Teoritikus belajar melihar perilaku menentang muncul akibat penggunaan strategi reinforcement yang tidak tepat dari orang tua. Menurut pandangan ini, orang tua member reinforcement secara tidak tepat pada perilaku menentang dengan menyerah pada tuntutan anak setiap kali anak menolah untuk patuh pada harapan orang tua, sehingga kemudian menjadi suatu pola. Dari faktor keluarga juga sangat mendukung perkembangan CD. Beberapa bentuk CD terlihat berkaitan dengan gaya pengasuhan yang tidak efektif, seperti kegagalan dalam memberikan reinforcement positif untuk perilaku yang tepat dan penggunaan disiplin yang kasar dan tidak konsisten untuk perilaku buruk. Keluarga dengan anak-anak CD cenderung memiliki interaksi yang negatif serta penuh paksaan (Dadds dkk, 1992). Anak-anak CD terlihat sebagai anak yang penuntut dan tidak patuh dalam berhubungan dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya. Perilaku agresivitas orang tua terhadap anak CD mencakup perilaku mendorong, menampar, memukul, atau menendang. Adapun faktor yang mempengaruhi CD antara lain faktor psikososial dan faktor genetis keluarga. selain itu, faktor genetis juga terlibat dalam perkembangan ODD. Penanganan Penanganan pada gangguan tingkah laku masih merupakan tantangan. Walaupun tidak ada pendekatan penanganan farmakologi yang jelas, studi baru-baru ini menunjukkan bahwa Ritalin efektif untuk mengurangi perilaku antisosial pada anak-anak dan remaja dengan CD menurut Klein dkk (1997). Sedangkan pada psikoterapi tradisional secara umum tidak menunjukkan manfaat dalam membantu anak-abak untuk mengubah perilaku mereka. Apabila ingin mendapatkan hasil yang menjanjikan sebaiknya menempatkan anak CD dalam program penanganan residential yang menetapkan aturan-aturan eksplisit dan reward. Program ini biasanya di dasarkan pada prosedur operant conditioning yang melibatkan penggunaan reward dan hukuman secara sistematis. Sebagian besar anak CD, terutama anak laki-laki menunjukkan perilaku agresif dan memiliki masalah dalam mengontrol kemarahan mereka. Untuk membantu program

ketrampilan menangangi amarah yang akan digunakan untuk mengatasi situasi-situasi konflik tanpa menggunakan perilaku yang kasar. Selain itu, Henggeler dan kawan-kawan (1986) telah mengembangkan suatu penedekatan keluarga-lingkungan family-cological approach yang didasarkan pada teori ekologis Urie Bronfenbrenner (1979). Seperti Bronfebrenner, Henggler melihat anak-anak berada dalam berbagai sistem sosial-keluarga, sekolah, hukum komunitas, dan seterusnya. Pendeketan ini berusaha untuk mengubah hubungan-hubungan anak dengan berbagai sistem untuk mengehentikan interaksi-interaksi yang mengganggu. Pendekatan beragam sistem atau multysistemick theraphy (MST) telah memberikan hasil yang menjanjikan untuk menangani pelanggaran hukum dalam hal mengurangi frekuensi penahanan beruntun dibandingkan dengan anak-anak muda yang menerima penanganan biasa dari youth services department local (Henggeler, Melton, & Smoth, 1992). 1. Farmakologi Sebagian besar orang yang mengalami ADHD umumnya melibatkan obat-obatan untuk treatmennya. Meskipun terdapat banyak merek obat yang diresepkan, mayoritas obat-obatan yang digunakan yaitu metilferdinat (Ritalin). Selama beberapa decade terakhir, perusahaan farmasi telah membuat kemajuan yang signifikan dalam mengembangkan obat-obatan yang efektif untuk ADHD. Adapun formulanya yang lebih berkembang dan awet, kelas pertama obat-obatan stimulant yang termasuk metilferdinat efektif untuk durasi singkat (3-5 jam) dan memerlukan dosis bertingkat serta terukur oleh waktu sepanjang hari. Sedangkan untuk formula terbaru bekerja dalam satu atau dua cara, antara lain sistem penyaluran back-loaded dan sistem penyaluran terikat sebanyak 50-50. Concerta merupakan suatu produk back-loaded;22 persen dari dosisnya diberikna segera, dan 78 persen dosis lainnya diberikan sekitar 4 jam setelah dosis pertama diberikan, Adderall XR adalah produk sistem penyaluran terikat 50-50 dan diberikan pada pasien dalam dua dosis yang setara pada waktu yang tepat, durasi dari tindakan tersebut antara 7-9 jam pada orang dewasa (Dodson, 2005) Sebagai suatu alternatif dari metilferdinat, obat-obatan antidepresi terkadang diresepkan bagi orang ADHD. Termasuk bupropion (Wellbutrin SR), pemoline (Cylert), atomoxetine (Strattera), dan imipramina. Obat-obatan tersebut digunakan untuk menangani ADHD ringan hingga menengan dengan beberapa efek yang muncul selama 2 atau 3 hari, jauh sebelum antidepresai diharapaan efektif bekerja, keuntungan penuh akan berkembang dalam waktu 8-10 minggu. Kelompok obat-obatan tersebut

akan khusus dipertimbangkan bagi para individu dengan simtom ADHD ringan dan simtom lainnya yang menyertainya, seperti kecemasan atau depresi. Beberapa orang mempertimbangkan efek samping dari penggunaan stimulant. Sebagai contoh, beberapa anak yang sedang dalam masa pengobatan mengalami kesulitan tidur dan penurunan selera makan. Efek samping yang lebih serius melibatkan perkembangan pergerakan tubuh dan verbalisasi yang tidak terkontrol, serta gangguan pertumbuhan untuk sementara waktu. Meskipun penggunaan obat-obatan untuk merawat ADHD telah terbangun dengan baik, penggunaannya tidak tanpak kontrovesi. Beberapa ktirikan menyebutkan bahwa obat-obatan tersebut terlalu banyak diresepkan dan hanya digunakan sebagai intervensi utama dan satu-satunya cara untuk menangani para individu, khususnya anak-anak dengan msalahan perilaku menurut Breeggin (2002). Mayoritas ahli setuju bahwa intervensi bagi para individu dengan ADHD harus melibatkan sesuatu yang lebih jauh dan bukan hanya menggantungkan pada obat-obatan saja. Posisikan diri anda ditempat para orang tua yang mencoba untuk memutuskan apakah akan mengikuti rekomendasi untuk menempatkan anak hiperaktif di bawah pengaruh obat yang memiliki efek samping mengkhawatirkan atau tidak. Dengan menyetujui untuk mengikuti rekomendasi seperti itu, para orang tua berharap bahwa keuntungan yang berupa peningkatan kontrol terhadap kemampuan memperhatikan pada anak serta menurunnya perilaku hiperaktif akan dicapai sebagai pertanda bahwa mereka telah mengambil keputusan yang benar. Para ahli dibidang ini (Barkley & Edwards, 1998) percaya bahwa keuntungan dari penggunaan obat-obatan tersebut tentu sesuai dengan biaya yang harus dikeluarkan, bahwa anak-anak yang lebih dapat mengontrol dirinya cenderung merasa lebih bahagia, lebih sukse dalam bidang akademis, dan cenderung untuk berperilaku dengan lebih tepat sesuai norma sosial. Lebih jauh lagi, mereka mungkin akan memiliki interaksi yang lebih positif dengan orang tua mereka akrena obat-obatan tersebut membuat mereka lebih menyadari bagaimana berperilaku dengan lebih benar. 2. Psikososial Adapun dalam area nonfarmakologi, sejumlah intervensi dipandang efektif untuk menurunkan simtom ADHD dan mmebantu individu dengan kondisi tersebut untuk berfungsi lebih baik secara interpersonal dan merasa lebih baik mengenai kondisi mereka. Murphy (2005) mengumpulkan suatu pendekatan multicabang untuk treatment psikososial. Meskipun ia berfokus pada treatment bagi remaja dan orang dewasa

ADHD, beberapa startegi dapat juga diaplikasikan untuk keluarga yang memiliki anak dengan ADHD, strategi Murphy tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
a.

Psikoedukasi adalah titik awalanya, karena semakin banyak orang dengan

ADHD memahami kondisi mereka dan bagaimana konsisi tersebut mempengaruhi kehidupan mereka secara keseluruhan, mereka akan lebih mampu untuk memahami pengaruh dari kondisi ini terhadap fungsi keseharian mereka dan bagiamana cara untuk membangun strategi penanggulangannya. Psikoedukasi mengembangkan harapan dan optimism karena individu memandang bahwa kondisi tersebut tidak dapat ditangani dan mulai mengharapkan bahwa kehidupan mereka akan menjadi lebih baik setelah memebuat perubahan-perubahan.
b.

Tepari psikologi seperti terapi individual menyediakan suatu konteks yang

tujuan treatmennya dapay ditentukan, konflik dapat diatasi, masalah dapat diselesaikan, perubahan hidup dapat diatur, dan masalah yang menyertai seperti depresi dan kecemasan dapat ditangani. Teknik khusus seperti strategi kognitifperilaku dapat membantu klien mengubah perilaku dan pola pikir yang maladaptif yang mempengaruhi fungsi-fungsi sehari-hari. Pola pikir yang maladaptif secara umum telah mengakar sebagai hasil dari pesan-pesan negatif dari guru, orang tua dan teman sebaya yang berulang.
c.

Perilaku

pengganti dan

pelatihan

memanajemen

diri

memberikan

kesempatan untuk membangun ketrampilan dengan menyatukan lebih banyak struktur dan rutinitas pada kehidupan seseorang. Strategi-strategi sederhana dapat membuat tugas dan tanggungjawab sehari-hari lebih mudah dikelola. Hal tersebut termasuk membuat daftar hal yang harus dilakukan, menggunakan buku untuk mencatat janji, meletakkan catatan pada lokasi yang diperlukan, memiliki bebrapa set kunci dan sebagainya.
d.

Terapi psikologi lain, seperti konseling perkawinan, terapi keluarga, untuk mencari berbagai cara ketika simtom-simtom ADHD

konseling karier, terapi kelompok, dan perencanaan pendidikan juga menyediakan kesempatan tersebut.
e.

mempengaruhi keputusan hidup dan orang-orang yang terlibat dengan individu Coaching, intervensi yang baru saja dikembangkan melibatkan konsultasi

dengan seseorang professional yang dapat membantu individu dengan ADHD untuk focus terhadap implementasi praktis dari tujuannya, dengan kata lain pelatihan membantu seseorang individu menemukan cara-cara untuk menyelesaikan sesuatu

melalui suatu pendekatan yang pragmatis, berdasarkan pendekatan perilaku dan berorientasi pada hasil.
f. Teknologi (seperti program computer atau personal digital assistant (PDA)) dapat

digunakan untuk membantu individu dengan ADHD mengakses peralayan yang membantu mereka berkomunikasi dengan lebih efektif, menulis, mengeja, tetap teratur, mengingat informasi, menepati jadwal, dan menjaga catatan waktu.
g.

Akomodasi sekolah dan tempat kerja dapat dicari yang memfalitasi

produktivitas dan meminimalisasi gangguan. Para pelajar atau pekerja dengan ADHD biasanya bekerja lebih baik dalam kondisi lingkungan yang tenang tanpa gangguan, mereka juga lebih cenderung sukse ketika mereka menerima evaluasi hasil kerja keras lebih sering untuk membantu membentuk performa mereka dan membangun prioritas. Tugas-tugas dapat direstrukturisasi, sehingga pekerja ataupun pelajar dapat lebih menggunakan kekuatan serta kemampuan mereka.
h.

Advokasi, khususnya dalam bentuk advokasi untuk seseorang, terutama

penting untuk mencapai sukses. Meskipun sulit bagi sebagian orang untuk menyingkap aspek-aspek melumpuhkan dari ADHD kepada orang lain, mereka dapat menemukan bahwa menjelaskan kondisi mereka kepada orang lain meningkatkan situasi bagi setiap orang yang terlibat di dalamnya. Pendekatan multicabang tersebut jelas paling tepat diterapkan pada remaja dan orang dewasa yang lebih dapat mengambil tanggungjawab bagi kehidupan mereka. Beberapa dari strategi tersebut dapat disesuaikan oleh klinisis, orang tua, dan guru yang menghadapi anak dengan ADHD. Seorang terapis yang bekerja dengan seorang anak dapat menggunakan penguatan diri untuk mendorong anak meregulasi perilaku, seperti tetap mengerjakan suatu tugas, menunda pemuasan, mengelola motivasi diri, dan memonitor kemajuan menuju tujuan. Hal yang tersirat dalam pendekatan perilaku adalah dugaan bahwa keluarga harus menggunakan metode-metode yang menggunakan pendekatan perilaku dan langsung terlibat dalam membantu anak menurunkan perilakunya yang mengganggu. Mengkoordinasi usaha tersebut dengan intervensi yang dapat dibandingkan oleh guru di kelas meningkatkan kemungkinan untuk membantu anak tersebut mencapai kontrol diri yang lebih baik. Sekali lagi, tidak ada satu metode yang akan memberikan semua solusi, melainkan menggunakan pendekatan treatmen

multidimensional yang melibatkan obat-obatan, intervensi edukasi, modifikasi perilaku, pelatihan ketrampilan sosial, dan konseling. Beberapa intervensi yang digunakan untuk menangani remaja dengan ADHD juga digunakan untuk mengatasi individu yang mengalami gangguan perilaku menentang dan gangguan tingkah laku. Gangguan tingkah laku umumnya memberikan tantangan yang lebih besar dibandingkan ADHD karena lingkungan rumah dengan kebanyakan anak dengan gangguan tersebut dicirikan oleh beberapa masalah serius, seperti alkoholisme dan kekerasan. Anak-anak dan remaja sendiri sering kali terlibat dalam pengguanaan obat terlarang yang dapat mengembang kedalam gangguan kepribadian antisosial. Suatu kombinasi pendekatan perilaku, kognitif, dan belajar sosial terlihat menjadi strategi yang paling sukses untuk menangani kaum muda dengan gangguan perilaku yang menganggu. Tujuan dari treatmen tersebut adalah untuk membentuk para anak muda mempelajari perilaku yang tepat, seperti kerjasama dan kontrol diri serta untuk menghilangkan masalah perilaku, seperti agresi, mencuri, dan berbohong. Terapi berfokus pada faktor penguat, kontrak perilaku, modeling, dan pelatihan relaksasi serta dilakukan dalam konteks pelatihan terapi kelompok teman sebaya dan orang tua. Akan tetapi, intervensi terhadap anak muda yang mengalami gangguan perilaku menganggu seringkali dilakukan pada masa remaja, suatu tahap perkembangan yang dipandang terlambat oleh beberapa ahli dibidang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai