Anda di halaman 1dari 11

STRATEGI MANAJEMEN PEMBELAJARAN PROGRAM AKSELERASI SMP SWASTA HARAPAN 2 MEDAN

Oleh : Admin Lkas Pada tanggal : 18 Mei 2010Hits: Comments: 11 Candra Wijaya Dosen Fak.Tarbiyah IAIN Medan, Sumatera Utara Abstract This research uses the qualitative approach to know deeply about the learning management of acceleration program: case study at a Private Middle School in Medan, North Sumatera. To obtain data and information for this research, the researcher applies the data analysis technique offered by Miles and Huberman (1984) with the following steps: data reduction, data description, and verification/conclusion. There are three findings of this research: First, it shows that learning management strategy at the acceleration program at Private Middle School Harapan 2 in Medan have not yet reflected the guideline issued by the Ministry of National Education due to teaching preparation conducted at the learning acceleration program in general has the similarities with strategy of regular program. Second, the research also finds that factors supporting and impeding the implementation of learning management strategy at the Private Middle School are due to huge motivation of the principal and teachers in executing the acceleration program, the great name of Educational Foundation Harapan Medan, and support from the Educational Office of Medan. Meanwhile, the impeding factors lie on the lack of facilities and infrastructures and on students low input. Pendahuluan Upaya mewujudkan cita-cita pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 salah satunya adalah menempatkan sektor pendidikan pada posisi dan peran yang sangat strategis dalam akselerasi pembangunan. Peran itu secara prinsip mengarah pada adanya suatu tujuan yakni meningkatkan kemakmuran (prosperity) masyarakat secara keseluruhan di samping sebagai langkah untuk mewujudkan investasi sumber daya manusia (human investment) yang penting di era globalisasi ini. Lebih lanjut secara khusus sasaran pembangunan di bidang pendidikan untuk semua jenis dan jenjang sekolah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 Tahun 2003 dimaksudkan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang adil, dan makmur serta memungkinkan para warganya mengembang-kan diri, baik berkenaan dengan aspek jasmaniah maupun rohaniah. Namun, kenyataannya pendidikan di negara ini belum ditempatkan pada posisi yang sewajarnya. Kondisi seperti ini dapat dilihat dalam berbagai segi, di antaranya sistem sekolah yang masih terlalu panjang yang masing-masing memakan waktu yang cukup lama, diskriminatif, pelayanan yang masih di bawah rata-rata, sampai kepada masalah kurang memberikan masa depan yang lebih baik bagi peserta didik dan pengguna jasa pendidikan (stakeholder). Juga masih belum seimbangnya antara amanat pendidikan sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 dan berbagai peraturan lainnya dengan komitmen pembiayaan yang dialokasikan dalam anggaran operasional

pendidikan. Selama ini penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indo-nesia dari masa ke masa lebih banyak bersifat klasikal massal yaitu berorien-tasi untuk dapat melayani sebanyak-banyaknya jumlah siswa, kelemahan dari penyelenggaraan pendidikan ini adalah tidak terakomodasinya kebutuhan individual siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Banyaknya harapan yang belum terpenuhi menyebabkan muncul-nya kecemasan yang tinggi. Hal ini menuntut adanya pembekalan untuk pendidikan per sekolah agar terjadi akselerasi ke arah pembelajaran masyarakat yang bertumpu di sekolah. Program akselerasi adalah program layanan pendidikan khusus bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang lebih, dapat menyelesaikan belajar lebih awal dari waktu yang ditetapkan. Dengan program akselerasi ini, lama pendidikan SD bisa dipersingkat menjadi 5 tahun, SMP menjadi 2 tahun, demikian pula SMA/SMK cukup 2 tahun saja. Tentu hal ini harus diterapkan dengan dukungan sistem dan strategi manajemen sekolah, kurikulum, proses belajar mengajar, dan metode pe-ngajaran yang efektif dan efisien. Memang, akan muncul konsekuensi dari sistem akselerasi ini, seperti perlunya memperhitungkan kembali kebutuhan guru, baik mengenai pengadaan maupun penempatannya, jumlah ruang kelas serta penggunaannya, perkiraan anggaran, dan penentuan usia peserta didik. Dari beberapa kali grand tour yang dilakukan, terlihat beberapa gejala-gejala umum antara lain: l) Sistem pembelajaran belum sepenuhnya mengacu pada sistem akselerasi yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional; 2) penyelenggaraan manajemen pembelajaran belum sepenuhnya berlangsung secara efektif dan efisien; 3) Penyediaan guru khusus kelas akselerasi belum sepenuhnya terpenuhi. Memperhatikan gejala-gejala umum yang diperoleh dari penelusuran tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan mengangkat judul Strategi Manajemen Pembelajaran Program Akselerasi SMP Swasta Harapan 2 Medan, dengan meletakkan fokus penelitian ini pada: 1) Strategi manajemen pembelajaran program Akselerasi, dan 2) Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan strategi manajemen pembelajaran program akselerasi. Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, tujuan penelitian ini ialah untuk mengungkapkan bagaimana sesungguhnya strategi manajemen pembelajaran program akselerasi dan faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan strategi manajemen pembelajaran program akselerasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif naturalistik, dalam rangka menyajikan data yang menggambarkan dan melukiskan realita yang terjadi di lapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi situs dan menggunakan metode pengumpulan dan analisis data yang mengacu pada kaedah-kaedah penelitian kualitatif yang dikembangkan oleh Lincoln dan Guba (1985, 1994), dan Hubermen & Miles (1984, 1994). Subjek penelitian ini adalah aktor yang terlibat dalam aktivitas penye-lenggaraan program akselerasi SMP Swasta Harapan 2 Medan, yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah (pembantu kepala sekolah), guru, dan siswa. Penelitian ini juga menggunakan teknik sampel bola salju (snow ball technique) atau sampel yang tidak dibatasi terlebih dahulu tetapi batasan sampel berdasarkan kecukupan informasi atau

data yang diperlukan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi serta penggalian dokumen (catatan atau arsip). Kemudian penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif model interaktif dari Miles dan Huberman (1984:45) yang terdiri dari: reduksi data, penyajian data dan kesimpulan. Untuk memperkuat kesahihan data hasil temuan dan keotentikan penelitian, maka peneliti mengacu kepada penggunaan standar keabsahan data yang disarankan oleh Lincoln & Guba (1985), yang terdiri dari kredibilitas, keteralihan, dapat dipercaya, dan dapat dikonfirmasikan. Hasil penelitian ini secara konseptual dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan dalam upaya memahami secara lebih jauh tentang fenomena manajemen pembelajaran program akselerasi SMP Swasta Harapan 2 Medan, Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Pendidikan Kota Medan, sebagai masukan tentang bagaimana menyelenggarakan program akselerasi di SMP, Kepala SMP Swasta Harapan 2 Medan, sebagai masukan pemikiran dan evaluasi tentang pelaksanaan program akselerasi yang berlangsung selama ini, dan guru sebagai masukan, untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasi kerjanya dalam menyelenggarakan program akselerasi ini. Namun sebelum memaparkan hasil penelitian ini, perlu dijelaskan dua konsep atau istilah sebagai berikut: a. Strategi manajemen pembelajaran dalam kaitan penelitian ini adalah sebagai suatu langkahlangkah atau siasat aktivitas yang sebelumnya dipersiapkan untuk mencapai tujuan pembelajaran seoptimal mungkin. Langkah-langkah tersebut menyangkut: 1) persiapan mengajar; 2) materi pelajaran dan metode pembelajaran; 3) siswa; 4) guru atau tenaga kependidikan profesional; 5) sistem evaluasi; dan 6) logistik atau unsur penunjang. b. Program akselerasi dalam kaitan penelitian ini adalah program percepatan belajar khusus bagi siswa SMP Swasta Harapan 2 Medan yang memiliki kecerdasan serta bakat yang lebih dan telah lulus seleksi. Strategi manajemen pembelajaran program akselerasi Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa strategi manajemen pembelajaran pada program akselerasi di SMP Swasta Harapan 2 Medan secara umum belum sepenuhnya mencerminkan mengikuti pedoman yang telah digariskan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Hal ini terlihat dari persiapan mengajar yang dilakukan pada program percepatan belajar atau akselerasi umumnya memiliki kesamaan dengan strategi pada program reguler dimana persiapan ini meliputi: Pembuatan sillabus, merencanakan kegiatan belajar mengajar yang akan dilaksanakan, melaksanakan evaluasi dan memeriksa hasil evaluasi, dan begitu juga halnya dengan strategi dalam hal materi dan metode pembelajaran. Rahman (2001) menyatakan bahwa proses pembelajaran bagi siswa berkemampuan lebih harus lebih menekankan kepada aktivitas intelektual tingkat tinggi. Pembelajaran bagi peserta didik yang tergolong cepat dalam belajar harus diwarnai dengan tingkat kompleksitas yang sesuai dengan tingkat kemampuan yang lebih tinggi dari kelas reguler dan menekankan perkembangan kreatif dan berpikir tinggi. Dalam proses pembelajaran, peserta didik akselerasi sebaiknya lebih menekankan aktivitas

intelektual serta perkembangan kreatif dan pola berpikir tinggi. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran peserta didik program akselerasi atau program percepatan belajar, berorientasinya lebih pada penemuan dan pendekatan induktif dan memberikan pengalaman khusus sesuai dengan minat, bakat dan kecerdasannya. Konsekuensi dari hal di atas tentunya dalam hal persiapan mengajar seperti pemilihan materi/bahan pelajaran, guru hendaknya memilih bahan yang tepat sehingga dengan pemahaman ini siswa dapat menghubungkannya dengan pemahaman sebelumnya serta membuka peluang untuk mencari dan menemukan pemahaman terhadap konsep-konsep baru. Dengan menciptakan pemahaman ini guru sesungguhnya telah memberikan pengalaman khusus sekaligus memberdayakannya. Guru dalam proses pembelajaran yang sedemikian ini tidak lagi disibukkan untuk mengumpulkan dan akhirnya memberikan pengetahuan yang sebanyak-banyaknya kepada siswa, sementara mereka tidak berminat dan tidak tahu untuk apa semua itu diberikan kepadanya. Memberikan materi kegiatan setepat mungkin dan juga materi pelajaran yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan, biasanya menjadi lebih menarik. Dengan demikian akan membantu pelaksanaan proses belajar-mengajar. Adapun yang menjadi kebutuhan siswa antara lain: a. Kebutuhan Jasmaniah Hal ini berkaitan dengan tuntutan siswa yang bersifat jasmaniah, entah yang menyangkut kesehatan jasmani yang dalam hal ini olah raga menjadi materi utama. Di samping itu kebutuhan-kebutuhan lain seperti makan, minum, tidur, pakaian dan sebagainya, perlu mendapat perhatian. b. Kebutuhan Sosial Pemenuhan keinginan untuk saling bergaul sesama siswa dan guru serta orang lain, merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan sosial siswa. Dalam hal ini sekolah harus dipandang sebagai lembaga tempat para siswa belajar, bergaul dan beradaptasi dengan lingkungan, seperti misalnya bergaul sesama teman yang berbeda jenis kelamin, suku bangsa, agama, status sosial dan kecakapan. Guru dalam hal ini harus dapat menciptakan suasana kerja sama antar siswa dengan suatu harapan dapat melahirkan suatu pengalaman belajar yang lebih baik. Sebab kalau tidak hati-hati, justru akibat pergaulan dengan lingkungan dapat pula membawa kegagalan dalam proses belajarmengajar. Guru harus dapat membangkitkan semangat kerja sama, sehingga dapat dikembangkan sebagai metode untuk mengajarkan sesuatu, misalnya metode belajar kelompok, 3). Kebutuhan intelektual. Setiap siswa tidak sama dalam hal minat untuk mempelajari sesuatu ilmu pengetahuan termasuk siswa dalam program akselerasi ini. Mungkin ada yang lebih berminat belajar ekonomi, sejarah, biologi atau yang lain-lain. Minat semacam ini tidak dapat dipaksakan, kalau ingin mencapai hasil belajar yang optimal. Oleh karena itu yang penting, bagaimana guru dapat menciptakan program yang dapat menyalurkan minat masing-masing. Misalnya dalam kelompok IPS diberi kesempatan untuk mengambil minor yang lain, atau mungkin ada pelajaran pilihan (misalnya dalam soal keterampilan), atau mungkin diciptakan pelajaran-pelajaran ekstra kurikuler, yang dapat dipilih oleh siswa. Pemilihan metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran akselerasi ini hendaknya

diorientasikan pada suasana belajar aktif. Penciptaan suasana belajar yang aktif dapat dilakukan dengan melakukan pemilihan metode yang tepat dan salah satu di antaranya dapat dilakukan dengan penerapan metode penemuan. Suparno (2001) berpendapat bahwa dalam metode penemuan, siswa dilatih untuk terbiasa melakukan pengamatan, membuat hipotesis, memecahkan masalah, mencari jawaban sendiri, menggunakan kejadian, meneliti, berdialog, melakukan refleksi, mengungkapkan pertanyaan dan mengekspresikan gagasan selama proses pembentukan konstruksi pengetahuan yang baru. Kaitannya dengan pelibatan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran cenderung disesuaikan dengan tuntutan materi dan menyesuaikannya dengan metode mengajar yang dipilih guru. Pada program akselerasi ini semua siswa dianggap memiliki kehomogenan yang sama mengingat proses seleksi masuk kelas akselerasi yang harus diikuti siswa pada saat itu memiliki standar yang sama, artinya tidak ada perlakuan khusus dalam kaitan pelibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Program percepatan belajar atau program akselerasi adalah salah satu program layanan pendidikan khusus bagi peserta didik yang oleh guru telah diidentifikasikan memiliki prestasi memuaskan dan oleh psikolog telah diidentifikasi memiliki kemampuan intelektual umum pada taraf cerdas, memiliki kreativitas dan keterikatan terhadap tugas di atas rata-rata, untuk dapat menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar mereka (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2006). Memperhatikan hal tersebut di atas, perlakuan khusus bagi siswa akselerasi menjadi syarat mutlak yang harus dilakukan guru atau sekolah penyelenggara program guna mewujudkan konsep percepatan belajar. Di samping itu, perlakuan khusus pada siswa akselerasi juga dimaksudkan agar pencapaian kemampuan minimal peserta didik program akselerasi juga dapat diwujudkan. Depdiknas (2001) standar kualifikasi yang dapat dihasilkan melalui program percepatan belajar atau program akselerasi adalah peserta didik yang memiliki kualifikasi kemampuan meliputi: Kualifikasi perilaku kognitif, daya tangkap cepat, mudah dan cepat a. memecahkan masalah, dan kritis. Kualifikasi perilaku kreatif, rasa ingin tahu, imajinatif, tertantang, berani b. mengambil resiko. Kualifikasi perilaku keterikatan terhadap tugas, tekun, bertanggung c. jawab, disiplin, kerja keras, keteguhan dan daya juang. Kualifikasi perilaku kecerdasan emosi, pemahaman diri sendiri, d. pemahaman diri orang lain, pengendalian diri, kemandirian, penyesuaian diri, harkat diri dan berbudi pekerti. Kualifikasi perilaku kecerdasan spiritual, pemahaman apa yang harus e. dilakukan peserta didik untuk mencapai kebahagiaan diri sendiri dan orang lain. Berdasarkan target pencapaian kemampuan kualifikasi minimal di atas, maka jelaslah bagi guru maupun sekolah penyelenggara program akselerasi ini untuk secara benar-benar menyelenggarakan program secara utuh termasuk memberikan perlakuan khusus pada siswanya. Strategi dalam penyediaan tenaga kependidikan untuk program akselerasi yang berlangsung di

SMP Swasta Harapan 2 Medan selama ini cenderung sama dengan program reguler namun yang menjadi pembedanya hanyalah guru yang mengajar di program akselerasi harus memenuhi dua persyaratan tertentu yaitu: a. Persyaratan akademik, dimana cakupan persyaratan ini di antaranya: 1) Pendidikan S-1; 2) Mengajar sesuai dengan latar belakang pen-didikannya; 3) Pengalaman mengajar minimal 3 (tiga) tahun dikelas program reguler. b. Sedangkan persyaratan umum, meliputi: 1) Memiliki pemahaman tentang psikologi perkembangan anak; 2) Adil dan tidak memihak; 3) Memiliki sifat koferatif dan demokratis; 4) Fleksibel; 5) Memiliki rasa humor; 6) Memahami program akselerasi secara benar; 7) Mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pendidikan; 8) Berpenampilan dan memiliki sikap yang menarik; dan 9) Berdedikasi tinggi. Di samping kedua persyaratan di atas, guru yang ditugaskan telah diberi wawasan, pelatihan dan orientasi secara bertahap melalui lokakarya dan pertemuan-pertemuan guru program percepatan belajar secara rutin. Secara teoritis guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan (Sardiman, 2003). Oleh karena itu guru merupakan salah satu unsur penting di bidang kependidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masya-rakat yang semakin berkembang. Guru tidak hanya sebagai pengajar yang menyampaikan pengetahuan, namun harus mampu sebagai pendidik yang mentransfer nilai-nilai dan sekaligus menjadi pembimbing yang memberikan pengarahan kepada siswa di dalam belajar. Anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa tentunya memerlukan guru dengan kualifikasi baik. Kualifikasi guru anak berbakat dapat dikelompokkan menjadi tiga: 1) kualifikasi profesi; 2) kualifikasi kepribadian; dan 3) kualifikasi hubungan sosial (Munandar, 1992). Kualifikasi profesi mempunyai arti bahwa seorang guru itu harus memiliki pengetahuan luas, mendalam dalam bidang mata pelajaran yang diajarkan, guru juga harus memiliki kemampuan untuk memilih metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya. Demikian juga guru dituntut untuk memiliki kompetensi pribadi, yang berarti guru harus memiliki kepribadian yang mantap yang dapat menjalankan peran ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, dan tut wuri handayani. Selain itu guru juga harus memiliki kompetensi kemasyarakatan yaitu seorang guru harus mampu berkomunikasi secara baik dengan siswa, dengan sesama guru maupun dengan masyarakat secara luas. Di samping itu guru yang mengajar di kelas akselerasi harus memiliki karakteristik-karakteristik sebagaimana disebutkan sebelumnya, juga harus memiliki keunggulan selain kemampuan intelektual, juga keunggulan dalam aspek moral, keimanan, ketaqwaan, disiplin dan tanggung jawab serta keluasan wawasan kependidikannya dalam mengelola proses belajar mengajar. Barbe & Renzulli (Munandar, 1992) lebih lanjut menambahkan be-berapa bentuk kualifikasi guru yang hendaknya sesuai dengan sifat-sifat dan kemampuan peserta didik akselerasi, di antaranya:

Guru perlu memahami diri sendiri, karena anak yang belajar tidak a. hanya dipengaruhi oleh apa yang dilakukan guru, tetapi juga bagaimana guru melakukannya. Guru perlu memiliki pengertian tentang keberbakatan.b. Guru hendaknya mengusahakan suatu lingkungan belajar sesuai c. dengan perkembangan yang unggul dari kemampuan-kemampuan anak.Guru anak berbakat lebih banyak memberikan tantangan dari d. tekanan. Guru anak berbakat tidak hanya memperhatikan produk atau hasil e. belajar siswa, tetapi juga prosesnya.Guru anak berbakat lebih baik memberikan umpan balik dari pada f. penilaian. Guru anak berbakat harus menyediakan beberapa alternatif strategi g. belajar. Guru hendaknya dapat menciptakan suasana di dalam kelas yang h. menunjang rasa harga diri anak serta dimana anak merasa aman dan berani mengambil resiko dalam menentukan pendapat dan keputusan. Berkenaan dengan penjelasan di atas maka guru yang mengajar di program akselerasi harus benar-benar melalui proses pemilihan yang tepat serta memiliki keunggulan yang diharapkan guna mewujudkan tujuan pencapaian program akselerasi. Strategi manajemen evaluasi pada program akselerasi yang dilakukan pada dasarnya sama dengan yang dilakukan pada program reguler yaitu untuk mengukur ketercapaian materi (daya serap). Sistem evaluasi yang dilakukan meliputi: 1) ulangan harian; 2) ulangan umum, diberikan lebih cepat dibandingkan kelas reguler, sesuai dengan kelender pendidikan program percepatan belajar atau akselerasi; 3) ujian nasional; 4) laporan hasil belajar yang memiliki format yang sama dengan kelas reguler, namun pembagian dan tanggal rapor disesuaikan dengan kelender program percepatan belajar yang telah disusun secara khusus. Sedangkan Strategi manajemen untuk logistik atau unsur penunjang pada program akselerasi yang dilakukan pada dasarnya sama dengan yang dilakukan pada program reguler atau dengan perkataan lain unsur penunjang maupun logistik yang digunakan masih digunakan secara bersama-sama. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan program akselerasi Temuan penelitian ini juga menemukan bahwa faktor-faktor pen-dukung dan penghambat pelaksanaan strategi manajemen pembelajaran di SMP Swasta Harapan 2 Medan lebih dikarenakan adanya semangat kerja pimpinan sekolah dan para guru yang begitu besar dalam melaksanakan program akselerasi di sekolah, nama besar Yayasan Pendidikan Harapan Medan, serta dukungan Dinas Pendidikan Kota Medan. Sedangkan faktor penghambatnya terletak pada fasilitas atau sarana dan prasarana yang masih belum memadai serta input siswa yang masih rendah. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan temuan-temuan dan hasil pembahasan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Strategi manajemen pembelajaran pada program akselerasi di SMP Swasta Harapan 2 Medan secara umum belum mencerminkan sepenuhnya pedoman yang telah ditetapkankan oleh

Departemen Pendidikan Nasional, terutama dalam hal persiapan mengajar, pemilihan materi dan metode, penyediaan tenaga kependidikan maupun sarana penunjang yang dimiliki. b. Persiapan mengajar yang dilakukan guru pada program percepatan belajar atau akselerasi dalam kenyataan yang ada dalam pelaksanaannya masih memiliki kesamaan dengan strategi pada program reguler dimana persiapan ini meliputi pembuatan silabus, merencanakan kegiatan belajar mengajar yang akan dilaksanakan, melaksanakan evaluasi, memeriksa hasil evaluasi, menyelesaikan tugas-tugas tambahan yang diembankan kepala sekolah serta kegiatan lain yang dianggap penting guna menunjang persiapan mengajar ini. Artinya strategi manajemen pembelajaran dalam hal persiapan mengajar pada program akselerasi di SMP Swasta Harapan 2 Medan cenderung masih menyamakan dengan strategi pada kelas reguler. c. Penyediaan logistik atau unsur penunjang yang dilakukan pada program akselerasi pada dasarnya juga sama dengan yang dilakukan pada program reguler atau dengan kata lain unsur penunjang maupun logistik yang digunakan digunakan secara bersama dengan kelas reguler. d. Perbedaan signifikan dalam penyelenggaraan pembelajaran antara kelas program akselerasi dengan kelas reguler dalam temuan penelitian ini dalam hal penyediaan tenaga kependidikan (guru). Guru akselerasi harus mengikuti persyaratan akademik (khusus) di samping persyaratan umum lainnya. Selain itu, guru akselerasi juga dibekali dengan wawasan, pelatihan dan orientasi secara bertahap melalui lokakarya dan pertemuan-pertemuan rutin. e. Faktor pendukung lancarnya pelaksanaan strategi manajemen pembelajaran pada program akselerasi di SMP Swasta Harapan 2 Medan dikarenakan tingginya semangat untuk maju dari kerja kepala sekolah dan para guru yang begitu besar melaksanakan program akselerasi di sekolah, nama besar Yayasan Pendidikan Harapan Medan, serta dukungan Dinas Pendidikan Kota Medan. Sedangkan faktor penghambat pelaksanaan strategi manajemen pembelajaran di SMP Swasta Harapan 2 Medan adalah rendahnya animo/input siswa dan sarana prasarana yang dimiliki. 2. Saran-saran Temuan ini berimplikasi bahwa penyelenggaraan program akselerasi secara utuh dan sesuai dengan ketentuan Departemen Pendidikan Nasional masih sangat diperlukan. Hal ini didukung kuat oleh komitmen dari lembaga pendidikan yakni Yayasan Pendidikan Harapan yang bersedia melaksanakan program percepatan atau akselerasi ini untuk masa-masa yang akan datang. Perlunya meningkatkan komitmen Yayasan Pendidikan Harapan Medan dalam penyelenggaraan program akselerasi ini mengingat program ini merupakan program unggulan untuk siswa yang unggul. Menyadari akan hal ini maka penyelenggaraan pendidikan unggul hendaknya menjadi perhatian serius pihak yayasan dengan menyediakan sarana, fasilitas, tenaga pendidik, dan semua unsur pendukung lainnya sebagaimana yang diharapkan sehingga fasilitas atau sarana dan prasarana yang masih belum memadai dan input siswa yang masih kurang bukan menjadi faktor penghambat lagi bagi kelangsungan program akselerasi di SMP Swasta Harapan 2 Medan. Bagi orang tua siswa akselerasi dan komite sekolah juga diharapkan menunjukkan partisipasi yang tinggi melalui peningkatan kerjasama yang harmonis yang bersinergis dengan pihak

sekolah guna mendukung kemajuan penyelenggaraan program akselerasi ini untuk masa-masa yang akan datang. Disamping itu pihak Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Utara dan pihak Dinas Pendidikan Kota Medan berserta jajaran yang terlibat dalam penyelenggaraan program akselerasi ini juga diharapkan memiliki perhatian dan pengawasan bagi kelancaran penyelenggaraan program untuk masa-masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA Boetje, D.R. (1999). Program untuk siswa cepat SD/SLTP/SMU. Jakarta: Permai. Bogdan, R.C. & Biklen , S.K. (1982). Qualitative research for education : an introduction to theory and methods. Boston: Allyn and Bacon. Colin Rose, Malcolm J. Nicholl. (1997). Accelerated learning for the 21st century. London: Judi Piatkus. Depdiknas. ( 2001). Pedoman penyelenggaraan program percepatan belajar (SD, SLTP dan SMU). Jakarta: Depdiknas. _________. (2002). Pedoman penyelenggaraan program percepatan belajar (SD, SLTP dan SMU). Jakarta: Dediknas. _________. (2002). Materi diklat dan sosialisasi program percepatan belajar bagi pembina pendidikan. Jakarta; Depdiknas. _________. (2003). Standard kompetensi guru (SKG). Jakarta: Dirjen Dikdasmen Direktorat Tenaga Kependidikan. Dick, W. and Carey, L. (1996). The systematic design of instruction. 4th Edition. New York: Harper Collin College. Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Bias. (2006). Informasi mengenai program percepatan belajar bagi siswa berbakat akademik. (http//www//ditplb.or.id, diakses 10 Januari 2007). _________. (2006). Pedoman Penyelenggaraan program percepatan belajar bagi siswa berbakat akademik. (http//www//ditplb.or.id, diakses 20 Maret 2007). Guba, E.G & Lincoln, Y.S. (1994).Competing paradigms in qualitative research. In Denzin N.K. and Lincoln Y.S. (eds). Handbok of qualitative research, New Delhi: Sage Publications. Hamalik, Oemar. (1993). Strategi belajar mengajar. Bandung: Mandar Madju. _________. (2000). Psikologi belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru Algresindo. Hasan Langgulung. (1986). Manusia dan pendidikan; suatu analisa psikologi dan pendidikan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. Hawadi, Reni A. Wihardjo, R.S.D. & Wiyono, M. (2001). Keberbakatan intelektual. Jakarta: Grasindo.

Headly Beare, et al. (1989). Creating excellent school. New York : Routlege. Huberman, A.M. & Miles, M.B. (1984). Qualitative data analysis; a sourcebook of new methods. Baverly Hills, California : Sage. K, Burhanuddin, dan Tarigan, Simson. (1991). Pengantar pengembangan kurikulum. Medan: IKIP Medan. Law, Sue dan Glover, Derek. (2000). Educational leadership. Buckingham: Open University Press. Muhadjir, Noeng. (1996). Metode penelitian kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Rahman, A. (2001). Mengenal lebih dekat program akselerasi. Makalah Pada Lokakarya GuruGuru SLTP-SLTA Penyelenggara Program Percepatan Belajar. Jakarta: t.p. Reigeluth, Charles, M. (1983). Instructional design theories and models: an overview of their current status. New Jersey: Publisher Hilsdale. Reeser, C. (1973). Management Function and modern concepts. Illionis: Scoot Foresman. Renzulli, J.S. (1979). What makes giftedness?. Los Angeles: National/State Leadership Training Institute on The Gifted Children, Reston, Virginia, The Councill For Exceptional Children. Saladin. D. (2003). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: Rajawali Press. Sardiman, A.M. (2003). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: Rajawali Press. Siagian, Sondang. P. (1985). Filsafat administrasi. Jakarta: Gunung Agung. _________. (1995). Manajemen strategic. Jakarta: Bumi Aksara. Shiddiq Tanjung, Achlaq. (2005). Efektivitas manajemen SMA penyelenggaraan program akselerasi di kota Medan. (Tesis), Medan: PPs. Unimed. Snelbecker, E. Glenn. (1974). Learning theory, instructional theory and psychoeducational design. New York: Mc Graw Hill. Spradly, J.P. (1980). Participan observation. New York: Holt Rinehart and Wiston. Suparman, Atwi. (1997. Desain instruksional. Jakarta: P2T-UT Dikti Depdikbud. Syaiful Bahri Djamrah. (1994). Prestasi belajar dan kompetensi guru. Surabaya: Usaha Nasional. Syam, Mohammad Noor. (1999). Menegakkan kode etika profesi guru dalam rangka meningkatkan citra profesi guru dan jiwa korps keguruan; wawasan dan pengalaman filsafat pendidikan. Jurnal Ilmu Pendidikan. Jilid 6, Nomor 3, Agustus. Usman, Mohamad Uzer. (1996). Menjadi guru profesional. Bandung: Remaja Rosda karya. Utami Munandar, SC. (1982). Pemanduan anak berbakat; suatu studi penjajagan. Jakarta :

Rajawali. _________. SC. (1989). Bunga rampai anak berbakat; pembinaan dan pendidikannya. Jakarta: Rajawali. UU RI Nomor 20 tahun 2003, (2003). Undang-undang tentang sistem pendidikan nasional. Jakarta: Sinar Grafika. UU RI Nomor 14 Tahun 2005, (2006). Tentang guru dan dosen, Jakarta: Eko Jaya. Winardi. (1983). Keputusan kepala kantor wilayah departemen pendidikan dan kebuduyaan; petunjuk pelaksanaan tertib kantor/sekolah, tertib anggaran, dan tertih proses belajar mengajar, Medan: t.p. _________. (1990). Asas-asas manajemen, Bandung: Mandar Madju. Zahara Djaafar, Tengku. (2001). Arah pelayanan pendidikan anak berbakat, Padang: Subbag Publikasi Sekretariat Badan.

Anda mungkin juga menyukai