Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang

Sayur merupakan komoditi yang mempunyai perkembangan sangat tinggi, karena dibutuhkan sehari-hari dan permintaannya cenderung terus meningkat. Sama seperti tanaman hortikultura lainnya, kebanyakan tanaman sayuran mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi. Kenyataan ini dapat dipahami sebab sayuran senantiasa dikonsumsi setiap saat. Selain itu sayuran termasuk komoditas nabati yang sangat diperlukan oleh masyakarat karena banyak mengadung zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh (Irwan dkk, 2005). Bayam merah (Alternanthera amoena Voss)merupakan tanaman yang daunnya biasa dikonsumsi sebagai sayuran. Tanaman ini berasal dari Amerika tropik namun sekarang tersebar ke seluruh dunia. Sayur ini juga mempunyai nilai ekonomis tinggi dibandingkan dengan beberapa jenis bayam lainnya. Hal ini disebabkan besarnya permintaan yang cukup tinggi dari beberapa supermarket, hotel dan restoran. Jika ditinjau dari aspek klimatologis, aspek teknis, aspek ekonomis dan aspek sosialnya Indonesia memiliki kelayakan dalam budidaya bayam merah. Bayam merah jika dipelihara dengan baik, dan syarat tumbuhnya terpenuhi, maka dapat diperoleh produksi 3,5 5 ton per hektar (Rukmana, 2008). Keberadaan bayam merah sebagai salah satu komoditi sayuran sangat dibutuhkan dalam penyempurnaan gizi masyarakat. Dikenal sebagai salah satu sayuran bergizi tinggi karena banyak mengandung protein, vitamin A, vitamin C dan garam-garam mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dan mengandung antosianin yang berguna dalam menyembuhkan penyakit anemia (Tapilow, 2006). Perkembangan sains dan teknologi juga telah membuktikan bahwa tumbuhan mempunyai manfaat yang besar untuk kesehatan tubuh manusia, tetapi pada dasarnya penjelasan tentang manfaat tumbuhan dalam Al-Quran sudah ada sejak abad ke-7 jauh sebelum ilmu pengetahuan itu berkembang. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An Nahl [16] : 11

Artinya

: Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman;zaitun,

korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnyapada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.

Allah SWT menumbuhkan berbagai jenis tanaman yang juga termasuk tanaman sayur-sayuran yang penting bagi kesehatan tubuh. Sayuran banyak dikonsumsi oleh masyarakat sehingga kebutuhan terhadap sayuran terus meningkat, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Sayuran merupakan bahan makanan yang sangat penting bagi kesehatan, sebab di dalamnya banyak terkandung vitamin, mineral dan zatzat makanan lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, oleh karena itu sayuran sangat dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari. Bayam merah (Alternanthera amoena Voss) merupakan jenis varietas dari bayam cabut yang mempunyai ciri khusus yaitu tanamannya berwarna merah. Tanaman sayur ini termasuk terna (perdu) dengan tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 m. Sistem perakarannnya menyebar dangkal pada kedalaman antara 20-40 cm, dan memiliki akar tunggang. Pada umumnya mempunyai daun berbentuk bulat telur dengan ujung agak meruncing, urat-urat daunnya jelas dan berwarna kemerahan di bagian tepi dan tengah daun. Pada batang banyak mengandung air (herbaceus), biasanya tumbuh tinggi di atas permukaan tanah. Sedangkan warna merah dari bayam tersebut menunjukkan adanya kandungan pigmen yang dapat digunakan sebagai zat pewarna alami (Rukmana, 2008). Bandini dan Aziz (2004) menyatakan bahwa bayam merah dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian 5-2000 m dari permukaan laut. Tanah yang cocok untuk ditanami adalah tanah gembur dengan derajat kemasaman (pH) antara 6 7. Panen pertama pada bayam merah dapat dilakukan mulai umur 25-30 hari setelah tanam. Banyak kendala yang dihadapi dalam budidaya tanaman bayam merah, selain faktor budi daya masih kurang diperhatikan, rendahnya produksi juga dapat terjadi akibat kurangnya pemahaman dalam pengendalian hama dan penyakit (Juleha, 2004). Haryanti dkk (2008) menambahkan bahwa kendala lain yang dihadapi dalam budidaya sayuran adalah faktor tanah. Untuk itu diperlukan pengelolaan tanah yang lebih intensif yang diikuti dengan usaha perbaikan kesuburan tanah, salah satunya dengan penambahan

bahan organik berupa kompos. Tanaman sayuran membutuhkan nitrogen dalam jumlah besar untuk mendapataka hasil yang besar. Pertumbuhan dan perkembangan bayam merah dipengaruhi ketersediaan adanya unsur hara dalam tanah. Tidak tersedianya unsur hara bagi tanaman akan menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu dan penurunan hasil yang dicapai. Nitrogen merupakan unsur hara yang diperlukan dalam pembentukan dan pertumbuhan vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar. Oleh karena, itu dalam budi daya tanaman bayam merah sangat dibutuhkan bahan-bahan organik yang mengandung unsur nitrogen yang cukup tinggi misalnya kompos atau pupuk organik (Hilman dan Zainal, 1997). Jenis pupuk yang mengandung N dapat berupa pupuk anorganik maupun organik. Penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan akan mengakibatkan kerusakan pada sifat fisik tanah. Sebayang (1996) menyatakan bahwa pemanfaatan kompos dari bahan organik mampu memperbaiki sifat fisik pada tanah yang mengalami kerusakan, misalnya dari tanaman Azolla sp. Tanaman ini merupakan jenis paku-pakuan yang hidup di lingkungan perairan yang sering disebut sebagai tanaman pengganggu (gulma air) dan mempunyai sebaran yang luas, mudah dibudidayakan dan dapat tumbuh dengan cepat. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat An-Naaziaat (79) : 31:

Artinya: Ia memancarkan dari pada-Nya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh -tumbuhan-Nya. Berdasarkan surat An-Naaziat dapat dijelaskan bahwa Allah memancarkan air di muka bumi ini, kemudian dengan mata air tersebut berbagai tumbuh-tumbuhan menjadi tumbuh dan hidup subur. Tumbuhan ini diantaranya Azolla sp yang hidup subur di atas perairan termasuk sawah. Kebanyakan manusia menganggap keberadaan tanaman Azolla sp tidak ada manfaatnya dan sangat menggangu perairan. Padahal jika manusia benarbenar memikirkannya tanaman tersebut mempunyai banyak manfaat untuk

kehidupannya. Allah SWT menciptakan semua yang ada di muka bumi ini pasti ada manfaatnya dan tidak ada yang sia-sia. Sebagaiman dalam firman Allah SWT dalam surat Ali Imran :191

Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri ataududuk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan siasia,Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. Legowo (1994) juga menambahkan pemanfaatan kompos Azolla sp.merupakan paket bioteknologi yang mudah, karena proses pembuatannya sangat sederhana. Bahan baku berupa Azolla sp mudah diperoleh di sekitar persawahan. Proses pembuatannya tidak memerlukan peralatan yang canggih sehingga biaya produksi kompos ini relatif murah. Pada Azolla sp banyak mengandung nitrogen yang cukup tinggi sehingga pemanfaatannya sebagai pupuk organik kompos dapat digunakan dalam budi daya tanaman sayuran. Azolla sp merupakan bahan organik kompos yang banyak mengandung nitrogen tinggi dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Seperti halnya tnaman leguminosae, Azolla sp mampu menambat dari udara berasosiasi dengan Anabaena Azollae sebagai penambat nitrogen yang hidup di dalam rongga daun Azolla sp. Dimana A. Azollae mempunyai sel heterosis yang di dalamnya mengandung enzim nitrogenase akan membantu dalam memfiksasi N dari udara.Enzim nitrogenase akan mengubah nitrogen hasil fiksasi menjadi amonia yang selanjutnya di angkut ke Azolla. Azolla akan mengubah amonia menjadi asam amino yang nantinya akan dipergunakan oleh tanaman dalam fotosintesis (Rochani, 2001). Rao dalam Sutanto (2002) menambahkan bahwa Azolla sp memiliki nisbah C/N antara 12-18 sehingga dalam waktu 1 minggu biomassa Azolla sp telah terdekomposisi secara sempurna. Pembenaman Azolla sp ke dalam tanah sangat dianjurkan agar mempercepat proses dekomposisi dan pelepasan unsur hara dapat lebih awal, sehingga peran Azolla sp sebagai pupuk organik mendapatkan hasil yang lebih baik. Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan Azolla sp sebagai kompos organik dapat menghemat biaya produksi sebanyak 50%. Penelitian yang dilakukan oleh Suwarningsih (2003) menunjukkan bahwa pemberian kompos Azolla sp 4 t/ha dan 200 kg/ha N pada tanaman terung mampu menghasilkan tinggi tanaman dan luas daun per tanaman yang lebih tinggi serta 4

pemberian kompos Azolla sp 4 t/ha dan 100 kg/ha N mampu menghasilkan saat muncul bunga pertama yang lebih cepat dan bobot kering yang lebih tinggi. Pemakaian kompos Azolla sp sebagai pupuk akan menambah bahan organik dalam tanah, memperbaiki sifat fisik tanah dan kimia tanah menjadi lebih gembur sehingga oksigen, air dan mineral dapat bergerak dengan bebas, disamping itu Azolla sp akan terurai lebih cepat menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Menurut Nugroho (1995) menambahkan bahwa Azolla sp merupakan bahan organik yang dapat mensubtitusikan kebutuhan nitrogen pada tanaman padi. Hal ini karena kandungan N yang terdapat dalam biomassa Azolla cukup tinggi dan dapat terdekomposisi lebih cepat dari pada bahan organik lain. Sehingga pemberian kompos Azolla sp pada waktu yang tepat akan membantu pelepasan nitrogen sesuai dengan kebutuhan nitrogen pada tanaman tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Rochani (2001) menunjukkan bahwa waktu pemberian Azolla dua minggu sebelum tanam pada tanaman padi mampu menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun pertanaman dan berat kering total tanaman padi yang lebih tinggi dibandingkan pemberian saat tanam dan dua minggu setelah tanam diperoleh tinggi tanaman yang lebih rendah. Waktu pemberian Azolla berhubungan dengan pembentukan biomassa yang mengandung nitrogen yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan vegetatif tanaman padi. Rochani (2001) menjelaskan waktu pemberian Azolla dan pupuk SP-36 dua minggu sebelum tanam pada tanaman padi memperlihatkan tinggi tanaman yang lebih baik dari waktu pemberian pupuk organik satu minggu sebelum tanam, namun hasil tersebut memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena kandungan bahan organik dari Azolla yang diberikan, belum seluruhnya mengalami dekomposisi sehingga tidak memberikan hasil yang signifikan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian yang berjudul : Pengaruh Dosis Dan Waktu Aplikasi Kompos Azolla sp Terhadap Pertumbuhan Tanaman Bayam Merah (Alternanthera amoena Voss).

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti paparkan, maka dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah ada interaksi dosis dan waktu aplikasi kompos Azolla sp. terhadap pertumbuhan tanaman bayam merah (Alternanthera amoena Voss)? 2. Apakah ada pengaruh dosis kompos Azolla sp terhadap pertumbuhan tanaman bayam merah (Alternanthera amoena Voss)? 3. Apakah ada pengaruh waktu aplikasi kompos Azolla sp terhadap pertumbuhan tanaman bayam merah (Alternanthera amoena Voss)?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh dosis kompos Azolla sp terhadap pertumbuhan tanaman tanaman bayam merah (Alternanthera amoena Voss) 2. Untuk mengetahui pengaruh waktu aplikasi kompos Azolla sp terhadap pertumbuhan tanaman bayam merah (Alternanthera amoena Voss) 3. Untuk mengetahui interaksi dosis dan waktu aplikasi kompos Azolla sp terhadap pertumbuhan tanaman bayam merah (Alternanthera amoena Voss)

1.4 Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Manfaat dan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai informasi tentang pemanfaatan kompos Azolla sp sebagai bahan dasar pupuk organik yang sebelumnya hanya digunakan pada tanaman padi sehingga hasil dari penelitian ini dapat diaplikasikan pada tanaman lain khususnya tanaman bayam merah (Alternanthera amoena Voss) 2. Sebagai dasar bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengelolaan dan pemanfaatan Azolla sp sebagai bahan dasar pupuk organik

1.5. Hipotesis

1. Adanya interaksi antara dosis dan waktu aplikasi kompos Azolla sp terhadap pertumbuhan tanaman bayam merah (Alternanthera amoena Voss)

1.6.Batasan Masalah Penelitian

2. Pertumbuhan yang diamati adalah pertumbuhan vegetatif tanaman bayam merah (Alternanthera amoena Voss) meliputi tinggi tanaman, luas daun, berat basah, berat kering saat panen, kadar klorofil, kadar antosianin dan jumlah daun dimulai dari masa pertumbuhan pada hari ke 15, 25, dan 35 hari setelah tanam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kompos Azolla sp

Kompos merupakan istilah untuk pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup (tanaman maupun hewan) yang berperan dalam proses pertumbuhan tanaman, tidak hanya menambah unsur hara tetapi juga menjaga fungsi tanah agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Sedangkan untuk kompos Azolla sp merupakan pupuk organik yang memanfaatkan pembusukan bahan organik di dalam suatu tempat yang terlindung dari matahari dan hujan, dengan

pengaturan kelembaban serta dilakukan penyiraman air apabila kompos terlalu kering. Untuk mempercepat perombakan di dalam kompos maka dapat ditambah dengan kapur, sehingga terbentuk kompos dengan C/N rasio yang rendah dan siap digunakan sebagai pupuk organik (Hardjowigeno, 1987). Menurut Sebayang (1996), Azolla sp merupakan tanaman paku-pakuan, termasuk dalam famili Salviniaceae tetapi ada juga yang menamakan famili Azollaceae. Genus Azolla dikelompokkan menjadi dua, yaitu EuAzolla dan Rhizosperma. Secara alami habitat Azolla terdapat di kolam-kolam, tempat tergenang, danau, sungai, saluran air maupun tanaman padi. Azolla berasal dari bahasa latin, yaitu Azo yang berarti kering dan Ollyo yang berarti mati. Tanaman ini akan mati bila dalam keadaan kering. Azolla termasuk herba berukuran kecil yang hidup secara terapung bebas di air. Daun berukuran kecil, tidak bertangkai, Selain itu memiliki berselang-seling membentuk dua baris disepanjang batang.

batang yang bercabang, tetapi memiliki akar sederhana berupa

rhizoma. Azolla biasanya hidup bergerombol dalam jumlah banyak di atas permukaan air.

Gambar 2.1 Morfologi Azolla sp tern

Co

Azolla sp memiliki kemampuan dalam mengikat N2 udara karena adanya simbiosis dengan sianobakteri (Anabaena Azollae) yang hidup di dalam rongga daun Azolla sp Simbiosis tersebut menyebabkan Azolla sp mempunyai kualitas nutrisi yang baik. Mekanisme simbiotik yang terjadi pada kompos Azolla sp adalah serangkaian proses fiksasi nitrogen pada tanah yang ditumbuhi menjadi subur dan kaya akan nutrisi, khususnya senyawa golongan nitrogen. Selain itu, tanaman ini memiliki berbagai kelebihan diantaranya dapat menyerap limbah cair dan sebagai bahan uji ekotoksikologi (Nugrahapraja, 2008). Ikawati (2007) menambahkan bahwa Azolla sp memiliki kemampuan menimbun 25 kg - 30 kg N per hektar dalam 30 hari. Penelitian yang dilakukan di enam negara, yaitu Brasil, China, Indonesia, Filipina, Sri Lanka, dan Thailand, menunjukkan bahwa Azolla sp mampu menyediakan N bagi tanaman sama baiknya dengan urea. Azolla sp juga dapat menurunkan keasaman tanah. Pemanfaatan Azolla sp di Negara Sri Lanka mulai dikembangkan, karena dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan pupuk hingga 56 persen dan meningkatkan hasil tanaman sampai 35 persen.
Tabel 2.1 Kandungan Hara Kompos Azolla sp (%) Bedasarkan Berat Kering
UNSUR Abu Lemak Kasar Protein Kasar Nitrogen Fosfor Kalium Pati KANDUNGAN 10,50 3.0-3,30 24-30 4,5 0,5-0,9 2,0-4,5 6,54 UNSUR Magnesium Mangan Zat Besi Gula Terlarut Kalsium Serat Kasar Klorofil KANDUNGAN 0,5-0,65 0,11- 0,16 0,06-0,26 3,5 0,4-1,0 9,1 0,34- 0,55

Tabel 2.2 Susunan Asam Amino Azolla (%)berdasarkan berat protein


UNSUR Trion Valin Metionin Isoleusin Ferilalanin Histidin Serin Glycin Sistein KANDUNGAN 4,70 6,70 1,90 5,40 5,60 2,30 4,10 5,70 2,30 UNSUR Triptofan Asam Aspatat Asam Glutamat Leusin Lisin Arginin Prolin Alanin Tirosin KANDUNGAN 0,20 9,40 12,27 9,10 6,50 6,60 4,50 6,50 4,10

Sumber : Maftuchah,1998

Menurut Legowo (1995) Azolla sp selain dapat digunakan sebagai media tanam juga berfungsi sebagai pupuk, bisa dalam bentuk kering dan kompos. Kompos ini juga dapat digunakan secara langsung untuk media tanam aneka jenis tanaman hias mulai

dari bonsai, suplir, kaktus dan mawar. Kompos Azolla sp juga bisa dicampur dengan pasir dan tanah kebun dengan perbandingan 3 : 1 : 1. Pembuatan kompos Azolla sp dapat dilakukan dengan cara membuat lubang dengan ukuran (P x L x D) 3 x 2 x 2 meter. Kemudian Azolla sp segar dimasukkan ke dalam lubang. Seminggu kemudian, dikeluarkan untuk mengurangi kadar air menjadi 15 persen. Azolla yang sudah terfermentasi tersebut dikeringkan. Proses pengeringan selama 2 3 hari disertai pembalikan berulang-ulang telah mencukupi untuk mengeringkan Azolla. Pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi berat Azolla, sehingga memudahkan dalam pengemasan (Sebayang, 1996). Sutanto (2002) menambahkan bahwa Azolla sp dapat digunakan dengan membenamkannya secara langsung ke dalam tanah pada musim tanam padi. Hal ini disebabkan karena Azolla sp mudah terurai atau terdekomposisi, bahkan dapat digunakan sesudah masa tanam. Pembenaman Azolla sp akan meningkatkan bahan organik tanah. Lima ton Azolla setara dengan nitrogen seberat 30 kg. Karenanya kebutuhan nitrogen untuk tanaman padi dapat digantikan dengan pemanfaatan Azolla sp.

2.2 . Tanaman Bayam Merah (Alternanthera amoena Voss) 2.2.1 Morfologi Tanaman Bayam Merah Bayam merah (A amoena Voss) merupakan tanaman sayuran yang termasuk dalam famili Amaranthaceae. Di Indonesia bayam merah merupakan bahan sayuran daun yang bergizi tinggi dan digemari oleh semua lapisan masyarakat. Selain itu bayam merah lebih banyak mengandung protein, vitamin A, vitamin B, Vitamin C dan zat besi yang sangat berguna untuk pertumbuhan. Akar bayam merah juga dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional. Sedangkan pada daunnya dapat digunakan sebagai pewarna alami sehingga dapat mengurangi penggunaan pewarna sintetik (Rukmana, 2008). Bayam merah mempunyai daun yang berbentuk bulat telur yang ujungnya agak meruncing dan berwarna kemerahan di bagian tepi dan bagian tengah daun. Batang tumbuh tegak, tebal, berdaging dan banyak mengandung air (herbaceus), tumbuh tinggi di atas permukaan tanah. Selain itu mempunyai bunga yang tersusun dalam malai yang 10

tumbuh tegak, keluar dari ujung tanaman ataupun dari ketiak-ketiak daun. Sedangkan bentuk akar pada bayam merah berupa akar tunggang yang menyebar dangkal pada kedalaman antara 20-40 cm (Bandini dan Azis, 2004).

Gambar 2.2 Morfologi Bayam Merah (Alternanthera amoena Voss) Sumber : astrianis.wordpress.com

Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 2000 meter di atas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 2000 meter dpl. Pada bayam merah panen pertama dilakukan mulai umur 25-30 hari setelah tanam. kemudian panen berikutnya adalah 3-5 hari sekali. Tanaman yang sudah berumur 35 hari harus dipanen seluruhnya, karena bila melampaui umur tersebut kualitasnya menurun atau rendah, daun-daunnya menjadi kasar dan tanaman telah berbunga (Anonymous, 2009).

2.2.2

Klasifikasi Tanaman Bayam Merah

Menurut sistem klasifikasi Heyne (1987), tanaman bayam merah (Alternanthera amoenaVoss) termasuk ke dalam: Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Hamamelidae Ordo : Caryophyllales Famili : Amaranthaceae Genus : Alternanthera Spesies : Alternanthera amoena Voss 11

2.2.3 Kandungan Gizi Tanaman Bayam merah Bayam merah (Alternanthera amoena Voss) merupakan sayur yang kaya akan nutrisi sehingga banyak dikonsumsi oleh konsumen sebagai sayuran penyeimbang gizi makanan. Sayuran dalam Al-Qur'an merupakan hijau-hijauan yang ditumbuhkan di tanah dengan berbagai macam bentuk dan manfaatnya bagi manusia sebagai sumber makanan. Sebagaimana Allah telah berfirman dalam surat Asy Syu'araa ayat [26]: 7 yang berbunyi :

Artinya : "Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?".

Adapun kandungan gizi pada tanaman bayam merah (Alternanthera amoena Voss) sebagai berikut:

Tabel 2.3 Kandungan zat gizi per 100 gram Bayam Merah

Sumber : Departemen Kesehatan R.I (1981)

2.2.4. Syarat Tumbuh Tanaman Bayam Merah Tanaman bayam merah (Alternanthera amoena Voss) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika dan mulai dikembangkan di Indonesia sejak abad ke 19. Bayam merah dapat dikembangkan karena di Indonesia memiliki iklim, cuaca dan tanah yang sesuai untuk pertumbuhannya. Selain itu, dapat tumbuh baik di tempat yang bersuhu panas maupun bersuhu dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah maupun 12

dataran tinggi. Bayam merah akan tumbuh baik pada ketinggian 5 2000 m dari permukaan laut (Hasanuddin, 1998). Tanaman bayam merah termasuk salah satu jenis tanaman yang tahan hidup terhadap air hujan, sehingga dapat ditanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau penyiraman dilakukan secara teratur. Tanaman ini cocok bila ditanam pada awal musim penghujan. Tanah yang cocok untuk ditanami adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6 7 (Susila, 2006).

a. Syarat Iklim Bayam merah pada umumnya dapat ditanam di daerah dataran tinggi maupun di dataran rendah. Dalam pertumbuhannya juga membutuhkan iklim yang rendah, tetapi masih dapat bertahan terhadap suhu panas (tinggi). Selain itu membutuhkan sinar matahari yang cukup tinggi berkisar 400 - 8000 footcandles, suhu rata-rata yang baik berkisar 200 300 C dengan curah hujan 1000 2000 mm dan kelembapam udara 60% (Rukmana, 2008).

b. Syarat Tanah Bayam merah tidak memilih jenis tanah tertentu. Akan tetapi, untuk pertumbuhan yang baik memerlukan tanah yang subur dan bertekstur gembur serta banyak mengandung bahan-bahan organik. Apabila tanahnya kurang gembur, perlu adanya pengolahan tanah sebaik mungkin agar tanahnya menjadi cukup longgar dan perakarannya dapat tumbuh dengan baik (Rukmana, 2008). Kisaran derajat keasaman (pH) tanah yang baik untuk pertumbuhan bayam merah antara 6-7. Pada tanah yang mempunyai pH di atas atau di bawah kisaran tersebut, tanaman bayam merah sukar tumbuh. Jika pH tanah di atas 7 tanaman bayam merah akan mengalami gejala klorosis (warna daun menjadi putih kekuning-kuningan terutama pada daun yang masih muda), sedangkan pH tanah di bawah 6 pertumbuhannya akan kurang optimal.

13

c. Kebutuhan Air Tanaman Bayam (Alternanthera amoena Voss) Bayam merah sangat reaktif dengan ketersediaan air di dalam tanah sehingga termasuk tanaman yang membutuhkan air yang cukup untuk pertumbuhannya, jika mengalami kekurangan air akan terlihat layu dan terganggu pertumbuhannya. Sehingga penyiraman dilakukan secara rutin 1-2 kali sehari. Penanaman tanaman ini dianjurkan pada awal musim hujan atau akhir musim kemarau. Pemeliharaan Penyiraman dilakukan pagi dan sore, tetapi bila hujan tidak pelu lagi disiram (Anonymous, 2009). Bayam merah akan tumbuh subur karena adanya persediaan air yang cukup. Seperti halnya yang dijelaskan dalam surat Qs Thaha (20) : 53

Artinya: Yang Telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang Telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.

Dalam surat Thaha ayat 53 telah dijelaskan tentang ketika tanah sudah tersiram air maka unsur-unsur hara yang ada di dalam tanah (bahan organik) akan mengalami penguraian oleh mikroorganisme seperti bakteri. Unsur hara yang berasal dari bahan organik memerlukan kegiatan mikroba untuk merubah dari ikatan kompleks organik yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik sederhana yang dapat diserap oleh tanaman sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumbernutrisi bagi tanaman untuk tumbuh.

14

2.2.5 Masa Panen

A. Ciri dan Umur Panen Pemanenan bayam merah harus memperhatikan umur panen dan cara panennya. Bayam merah siap panen memiliki ciri-ciri berumur antara 25 30 hari setelah tanam. Tinggi tanaman antara 15 20 cm dan belum berbunga. Waktu panen yang baik adalah pagi dan sore hari, saat suhu udara tidak terlalu tinggi. (Rukmana, 2008).

B. Cara Panen Bayam merah termasuk salah satu bayam tahunan sehingga cara panennya adalah dengan mencabut seluruh bagian tanaman dengan memilih tanaman yang sudah optimal. Selain itu ada juga yang langsung memetik daunnya satu per satu hal ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Hasanuddin, 1998).

C. Periode Panen Panen pertama dilakukan mulai umur 25 - 30 hari setelah tanam, kemudian tanaman yang lainnya yaitu 3-5 hari sekali. Tanaman yang sudah berumur 35 hari harus dipanen seluruhnya, karena bila melampaui umur tersebut kualitasnya menurun atau rendah, daun - daunnya menjadi kasar dan tanaman telah berbunga. Sayuran ini dapat dipetik hasilnya pada umur tanaman antara 25 - 35 hari setelah tanam. Tinggi tanaman antara 15 - 20 cm dan belum berbunga. Waktu panen yang paling baik adalah pagi atau sore hari, saat suhu udara tidak terlalu tinggi (Rukmana, 2008).

2.3 Bahan Organik Tanah Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun,

menurun. Tanah

pertanian yang baik dan produktif adalah tanah yang banyak mengandung bahan organik dan jasad hidup (mikro dan makro organisme). Contoh bahan organik yang telah mati yaitu daun yang telah rontok, jerami, sekam, batang pisang, batang jagung, ampas tebu, humus, bangkai binatang, pupuk kandang, kotoran binatang, limbah binatang. Jasad 15

hidup dalam tanah adalah bakteri, cendawan, ganggang, protozoa, amoeba, semut, rayap, uret, dan cacing (Pracaya, 2001). Bahan organik dalam tanah merupakan sumber potensial dari N, P, dan S untuk pertumbuhan tanaman. Penguraian bahan-bahan organik secara mikrobiologi merupakan langkah penting untuk melepaskan ikatan nutrient di dalam sisa bahan organik sehingga menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Rao, 2007). Pentingnya kesuburan tanah dalam menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman telah ditegaskan dalam Alquran surat Al A'raaf [7] : 58

Artinya : "Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanyatumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tandakebesaran (kami) bagi orang-orang yang bersyukur". Allah telah menegaskan dalam ayat tersebut, bahwa tanah yang baik dan subur jika ditanami tanaman maka tanaman tersebut akan tumbuh dengan subur dan produktif, sedangkan tanah yang tidak subur tanaman yang tumbuh pada tanah tersebut akan mati (merana). Oleh karena itu salah satu bentuk usaha manusia untuk mendapatkan tanah yang subur dengan cara menambahkan bahan-bahan organik, sehingga unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dapat terpenuhi. Menurut Hanafiah (2005), bahan organik tanah berperan secara fisik, kimia maupun biologis, sehingga menentukan status kesuburan suatu tanah. Humus merupakan bahan organik yang bermuatan listrik, sehingga secara fisik berpengaruh terhadap struktur tanah dan secara kimiawi berperan dalam menentukan kapasitas pertukaran anion atau kation, sehingga berpengaruh penting terhadap ketersediaan hara tanah, dan secara biologis merupakan sumber energi serta karbon bagi mikrobia heterotrofik. Bahan organik secara umum dibedakan atas bahan organik yang relatif sukar didekomposisi karena disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, termasuk di dalamnya adalah bahan organik yang mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuhtumbuhan. Bahan organik yang mudah didekomposisikan yang disusun oleh senyawa

16

sederhana yang terdiri dari C, O, dan H, termasuk di dalamnya adalah senyawa dari selulosa, pati, gula dan senyawa protein (Anissuryani, 2008). Tanah yang mengandung kadar bahan organik dapat dipengaruhi oleh faktorfaktor lingkungan, seperti makin rendah suhu, kadar bahan organik makin tinggi disertai dengan nisbah C/N makin lebar. Kadar bahan organik dalam tanah berbeda-beda misalnya kadar bahan organik tanah hutan lebih tinggi daripada tanah pertanian, kadar bahan organik dalam tanah sawah lebih tinggi daripada dalam tanah kering. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh dekomposisi yaitu suhu, makin rendah suhu mengakibatkan dekomposisi makin lemah, karena kegiatan jasad pengurai menurun (Notohadiprawiro, 1998).

2.4 Unsur-Unsur Hara Tanaman

Tanaman memerlukan berbagai macam unsur, tetapi yang paling banyak adalah karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan nitrogen (N). Karbon, hidrogen, dan oksigen merupakan hasil asimilasi atau fotosintesis yang tertinggal di dalam tumbuhan dan merupakan senyawa organik. Karbon dan oksigen diperoleh dari karbondioksida. Nitrogen menyusun segala macam protein. Unsur-unsur lain yang terdapat di dalam tubuh tumbuhan jumlahnya sangat kecil, jika tumbuhan tersebut dibakar maka akan menjadi abu, sedangkan senyawa organik akan hilang dalam bentuk gas. Unsur-unsur kimia yang diperlukan tumbuhan diperoleh dari 2 macam sumber, yaitu dari atmosfer dan dari dalam tanah yang diserap oleh akar (Nugroho, 2005). Tanaman menyerap (mengabsorpsi) berbagai unsur hara yang tersedia di dalam tanah melalui akar. Akan tetapi ternyata banyak pula yang mampu mengambilnya melalui daun, batang, organ-organ lain tanaman, misalnya dalam penyemprotan daun atau bagian atas tanaman untuk menambah N, Fe, Zn, Cu, Mo, (tindakan semacam ini lazim disebut dengan pemupukan dengan melalui daun). Unsur hara yang merupakan zat makanan untuk tanaman dibagi dalam dua golongan, yaitu : a. Unsur hara makro, yang terdiri dari : zat arang, oksigen, hydrogen, fosfat, kalium, kapur, magnesium dan belerang.

17

b. Unsur hara mikro yang terdiri dari : zat borium, khlor, kuningan, besi, mangan, molybden, dan seng. Yang kadang-kadang masih diperlukan juga silium (Si), natrium (Na), dan kobalt (Co). Ketidaklengkapan dari zat makro dan mikro dapat mengakibatkan hambatan bagi pertumbuhan tanaman, pengembangbiakan dan produktifitasnya. Tanaman memerlukan C, O, H, N, P, K dan S dalam jumlah banyak untuk membangun jaringan (Sutedjo, 2005).

2.5 Kebutuhan Unsur Hara Tanaman Bayam Merah

Unsur nitrogen (N) sangat penting bagi tanaman bayam merah. Nitrogen diperlukan dalam pembentukan dan pertumbuhan vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar. Nitrogen merupakan komponen protein yang berguna untuk menyusun protoplasma dalam sel. Selain itu unsur ini merupakan komponen pembentukan klorofil yang terdapat di dalam sel, sehingga akan mempengaruhi pembentukan karbohidrat. Kekurangan nitrogen akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan tanaman terganggu. Secara keseluruhan tanaman bayam merah yang kekurangan unsur N pertumbuhannya akan terhambat (kerdil), terjadi klorosis pada daun muda yang diikuti nekrosis dan gugur. Tanaman bayam akan menunjukkan pertumbuhan yang kurang baik bila pH tanah di bawah 6, akibat unsur fosfor, kalium, belerang, kalsium, magnesium menurun cepat. Begitu pula bila pH di atas 7, tanaman akan mengalami gejala klorosis, akibat ketersediaan unsur nitrogen, besi, mangan, borium, tembaga atau seng sedikit sekali. Pemberian pupuk organik yang mengandung unsur N akan menunjang pertumbuhan tanam. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Layla (2008) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang ayam dengan dosis 144kgN/ha memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bayam merah.

2.6 Penyerapan Unsur hara bagi tanaman

Tanaman bisa memperoleh unsur hara melalui penyerapan, baik melalui akar atau daun. Namun pada umumnya sumber utama adalah melalui akar. Penyerapan maksimum terjadi di daerah tepat dibelakang ujung akar atau bagian akar yang tumbuh aktif. Penyerapan unsur hara oleh akar bisa terjadi melalui tiga proses yaitu: 18

1.

Inetersepsi, akar akan menyerap langsung dengan kuat terhadap ion seperti nitrat dan sulfat dari larutan tanah.

2. Aliran massa, air akan diserap oleh akar tanaman sehingga air tanah lain bergerak menuju akar dengan membawa sejumlah unsur hara terlarut yang dibutuhkan oleh tanaman. Penyerapan hara oleh akar tidak bergantung pada penyerapan air tetapi massa aliran dalam memindahkan ion-ion ke permukaan akar dimana menjadi tersedia bagi tanaman. Kadar hara dalam larutan tanah mengakibatkan sejumlah unsur hara bergerak menuju ke permukaan akar. 3. Difusi, penyerapan ion oleh akar dengan cara pertukaran ion dari lingkungan dengan potensial kimia tinggi ke dalam lingkungan yang berpotensial rendah sepertipenyerapan H2O,CO2,O2. (Sugito, 1994).

2.7. Dekomposisi Bahan Organik Dekomposisi merupakan proses perombakan atau penguraian bahan-bahan

organik (sel-sel jasad mikro yang mati) menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan tersedia bagi tanaman (Hanafiah, 2005). Sedangkan menurut Yuwono (2008) proses dekomposisi bahan organik terjadi pada suhu lebih dari 370C dengan disertai perubahan pH. Hal ini akan melibatkan kerja sama beberapa jenis mikroorganisme di dalamnya, seperti bakteri, jamur, mikroalga, protozoa, nematoda dan cacing. Dekomposisi

merupakan proses yang dinamis dan sangat dipengaruhi oleh keberadaan dekomposer baik jumlah maupun diversitasnya. Sedangkan keberadaan dekomposer sendiri sangat ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan baik kondisi kimia, fisika maupun biologi. Faktor-faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap dekomposisi antara lain oksigen, bahan organik dan bakteri sebagai agen utama dekomposisi. Oksigen secara umum sangat diperlukan dalam proses dekomposisi terutama bagi dekomposer yang bersifat aerobik. Bakteri merupakan agen utama proses dekomposisi selain beberapa jenis jamur atau fungi. Hasil proses dekomposisi ini berupa nutrien anorganik yang selanjutnya dimanfaatkan oleh tumbuhan dan dirubahnya kembali menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis (Sunarto, 2003). Yuwono (2008) menyimpulkan "nisbah C/N 10:1 atau kurang dalam bahan organik pada umumnya menunjukkan tingkat dekomposisi yang sudah lanjut dan tahan terhadap dekomposisi lebih jauh. Nisbah C/N 35:1 atau lebih menunjukkan dekomposisi 19

sedikit, rentan terhadap dekomposisi lebih lanjut serta proses nitrifikasi akan berjalan lebih lambat". Kemudahan dekomposisi bahan organik berkaitan erat dengan nisbah kadar hara. Secara umum, makin rendah nisbah antara kadar C dan N di dalam bahan organik, akan semakin mudah dan cepat mengalami dekomposisi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jusuf (2008) bahwa lama pengomposan daun gamal dalam waktu yang terlalu lama cenderung mengurangi potensi daun gamal sebagai pupuk organik. Dimana lama pengomposan sampai delapan minggu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan sawi dan cenderung menghasilkan pertumbuhan yang lebih rendah. Pertumbuhan tanaman akan terhambat jika terjadi proses dekomposisi bahan organik yang kurang sempura. Mikroorganisme akan mengambil nitrogen dari dalam tanah untuk menguraikan bahan organik dengan demikian akan terjadi kekurangan hara yang penting bagi tanaman untuk sementara waktu, dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat (Williams et al, 1993).

2.8 . C/N rasio C/N rasio adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N) dalam suatu bahan. Semua makhluk hidup terbuat dari sejumlah besar bahan karbon (C) serta nitrogen (N) dalam jumlah kecil. Pembuatan kompos membutuhkan rasio C/N 25 : 1 sampai 30 : 1. Nilai dari rasio C/N merupakan faktor penting yang mempengaruhi kerja bakteri. Unsur karbon (C) dimanfaatkan sebagai sumber energi dalam proses metabolisme dan perbanyakan sel oleh bakteri. Sementara, unsur nitrogen (N) digunakan untuk sintesis protein atau pembentukan protoplasma. Pemanfaatan unsur C sebagai sumber energi bagi bakteri akan menghasilkan buangan berupa asam organik dan alkohol (Yuwono, 2008). Yuwono (2008) menambahkan bahan organik yang mempunyai kandungan C terlalu tinggi menyebabkan proses penguraian terlalu lama. Sebaliknya, jika C terlalu rendah maka sisa nitrogen akan berlebihan sehingga terbentuk amonia (NH 3). Kandungan amonia yang berlebihan dapat meracuni bakteri. Oleh karena itu, jumlah rasio C/N perlu dihitung dan direncanakan secara tepat.

20

BAB III METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial yang terdiri atas dua faktor dan tiga kali ulangan.

3.1 Rancangan Penelitian

Faktor I: Dosis Kompos Azolla D0: Kontrol (tanpa pemberian kompos Azolla sp) D1: 35 gram kompos Azolla sp per tanaman D2: 70 gram kompos Azolla sp per tanaman D3: 105 gram kompos Azolla sp per tanaman

Faktor II: Waktu Aplikasi Kompos Azolla sp. W1: 14 Hari Sebelum Tanam (hst) W2: 7 Hari Sebelum Tanam (hst) W3: 7 Hari Setelah Tanam (hst)

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di grean house kampus Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung ( RPM ). Yang secara geografis terletak pada ketinggian 400-900 mdpl (dataran medium ). Pada tanggal 2 Mei 2011 s/d selesai.

21

3.3 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :
Tabel 2.4 Alat dan Bahan.

Alat Timbangan Analitik Penggaris Oven Polybag 1 kg Klorofilmeter Gelas Ukur 100 ml Erlenmeyer 500 ml Pipet Tetes Panjang

Bahan Kompos Azolla sp Benih Bayam Merah Tanah ( Andosol ) -

timbangan analitik, penggaris, cetok, oven, polybag ukuran 1 kg, klorofilmeter, gelas ukur 100 ml, erlenmeyer 500 ml, pipet tetes panjang. sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: kompos Azolla sp, benih bayam merah (Alternanthera amoena voss), tanah lempung berpasir (andosol)

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Tahap Pembuatan Kompos Azolla sp

a) Mencampur Azolla sp kering, bekatul serta tetes tebu dengan perbandingan 5:1:1 kemudian di aduk hingga rata b) Memasukkan campuran kompos yang sudah homogen ke dalam bak yang bagian dasar dan atasnya sudah diberi lubang udara dengan diameter 1 cm c) Menambahkan air pada campuran kompos yang sudah homogen d) Kompos dibiarkan selama 2-4 minggu e) Setiap 3 hari sekali dilakukan pengamatan suhu dan kelembaban f) Setiap 3 hari sekali dilakukan pengadukan g) Analisis kandungan C/N pada kompos yang sudah jadi.

22

3.4.2 Tahap Pembuatan Media Tanam a) Mencampur tanah, pasir serta arang sekam dengan perbandingan 1:1:1 kemudian diaduk hingga rata b) Memasukkan media yang sudah homogen ke dalam polybag ukuran 1 kg, yang bagian dasarnya sudah diberi lubang. c) Media dibiarkan selama 1 hari

3.4.3 Perlakuan Pemupukan

Pemupukan menggunakan Azolla sp dilakukan 14, 7 hari sebelum tanam (hst) dan 7 hari setelah tanam (hst) sesuai dengan jenis perlakuan dalam penelitian. Setiap pemupukan bayam merah dengan Azolla sp dilakukan dengan cara ditaburkan pada setiap tanaman dan diaduk secara merata ke dalam media yang sudah homogen untuk perlakuan sebelum tanam dan perlakuan setelah tanam.

3.4.4. Tahap Persiapan

a) Menabur benih tanaman bayam merah sebanyak 3-5 biji ke dalam polybag b) Setelah berumur 10 hari sejak penaburan benih, tanaman bayam merah yang mempunyai ketinggian kurang lebih sama untuk seluruh tanaman percobaan dibiarkan tumbuh terus, sedangkan yang lain dicabut. Dengan demikian masingmasing polybag berisi satu tanaman dengan tinggi yang kurang lebih sama untuk seluruh tanaman percobaan

3.4.5. Pemeliharaan Tanaman Bayam Merah

Pemeliharaan tanaman bayam merah meliputi penyiangan terhadap tanaman pengganggu. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari terutama pada tanaman sayuran yang banyak membutuhkan air. Untuk pengendalian hama penyakit dapatdilakukan dari awal sampai menjelang panen dengan menggunakan pestisida organik, dapat juga dilakukan pengendalian hama danpenyakit dengan cara manual yaitu 23

mengamati keberadaan hama atau serangga dan tanamannya apabila ada gulma dapat dicabut secara langsung.

3.4.6. Pengamatan Untuk Pertumbuhan Bayam Merah

Pengamatan untuk pengambilan data dalam penelitian ini meliputi : a) Pengukuran tinggi tanaman (cm) yang dilakukan pada saat tanaman berumur 15, 25, dan 35 hari. Dimulai dari titik tumbuh sampai titik tumbuh maksimal. b) Penghitungan jumlah daun yang meliputi seluruh daun yang sudah membuka sempurna dan dilakukan pada saat tanaman berumur 15, 25 hari sejak penaburan benih serta 35 hari saat panen. c) Perhitungan kadar klorofil setelah tanaman berumur umur 35 hari saat panen yang menggunakan Klorofilmeter, dengan metode sebagai berikut : 1) Memilih daun yang pertumbuhannya optimal 2) Mengambil daun yaitu daun ke 1, 2, dan 3 dari atas sebanyak 3 helai 3) Mengukur daging daun dengan alat klorofilmeter 4) Meletakkan Klorofilmeter pada permukaan daun bagian atas, terutama pada daging daun dan tidak melebihi batas tulang daun. 5) Pengukuran diulang 3 kali dalam 1 lembar daun d) Perhitungan kadar antosianin setelah tanaman berumur 35 hari saat panen dengan cara sebagai berikut : 1) Menghaluskan 3 gram daun bayam merah 2) Merendam (maserasi) dalam aseton 10 ml selama 24 jam 3) Menyaring hasil rendaman tersebut dengan kertas saring sebanyak 1 ml 4) Menambahkan aseton 1 ml, dan diulang sampai larutan habis 5) Memasukkan larutan tersebut ke dalam spektrofotometer 6) Mengamati absorbsi cahaya pada panjang gelombang 510 nm dan 700 nm A = (A510 A700) pH 1,0 - (A510 A700)pH 4,5

24

e) Perhitungan luas daun setelah tanaman berumur 25 hari sejak penaburan benih serta 35 hari saat panen dengan menggunakan metode Gravimetri seperti berikut : LD = BDS / BDT X nX r
2

Di mana,

LD BDT BDS n r

= Luas Daun = Berat Daun Total = Berat Daun Sampel = Jumlah potongan daun = jari-jari pipa pelubang (Sitompul et al., 1995)

f) Penimbangan berat basah tanaman dilakukan pada saat panen (gr). Cara yang dilakukan yaitu tanaman yang telah dicabut dibersihkan dan selanjutnya ditimbang. g) Penimbangan berat kering tanaman setelah tanaman berumur 15 hari, 25 harisejakpenaburan benih serta 35 hari saat panen. Cara yang dilakukan yaitu tanaman yang telah dicabut dibersihkan dan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 800 C selama 1 x 12 jam selanjutnya ditimbang h) Analisa kandungan unsur hara makro pada kompos Azolla sp. sebelum tanam. i) Analisis kandungan C/N kompos sebelum tanam, analisis kandungan nitrogen pada media tanam ssesudah aplikasi sesuai dengan jenis perlakuan dalam penelitian dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Sampel tanah sebanyak 0,5 gr / 0,5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi 2) Ditambahkan pengestrak N NO3- dan N NH4+, kemudian diaduk dengan pengaduk kaca hingga tanah dan larutan menyatu, kemudian ditambah reaksi selanjutnya yaitu dengan KCl

25

3.5 Analisis Data

Semua data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan ANAVA. Apabila F hitung < F tabel berarti tidak terdapat pengaruh dosis dan waktu aplikasi pemberian kompos Azolla sp terhadap tanaman bayam merah (Alternanthera amoena Voss) dan jika F hitung > F tabel berarti terdapat pengaruh dosis dan waktu aplikasi pemberian kompos Azolla sp terhadap tanaman bayam merah (Alternanthera amoena Voss), kemudian dilanjutkan dengan uji UJD.

26

3.6 Bagan Penelitian

Prosedur Penelitian

Pembuatan Kompos

Pembuatan Media

Persiapan

Perlakuan Pemupukan

Pengamatan

Analisis Data

27

Anda mungkin juga menyukai