Anda di halaman 1dari 11

KELUARGA: ARTI, LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN DAN PERANNYA SEBAGAI PENERUS KEBUDAYAAN Drs.

Mardiya
Posted: April 21, 2011 in Artikel

0 Dalam konteks yang luas, keluarga sering diterjemahkan dalam berbagai arti. Ada yang mengandung makna status, ada pula yang mengandung pengertian kelas. Dengan pengertian status, berarti keluarga yang dimaksud adalah untuk menyebutkan sekelompok orang yang berkaitan dengan hubungan darah (marga). Sedangkan dalam pengertian kelas, keluarga digunakan untuk menyebut sekumpulan orang dengan karakteristik kehidupan dan tingkatan sosial ekonomi tertentu. Dalam pengertian status, ada dua jenis keluarga. Pertama, keluarga biologis yang dalam peristilahan Bossard dan Boll disebut keluarga prokreasi family of procreation. Pada keluarga jenis ini antara ayah-ibu-anak, terbentang hubungan darah yang tidak dapat dihapus. Walaupun mereka tinggal di tempat yang berjauhan, atau bahkan bercerai sekalipun, mereka tetap memiliki hubungan darah. Oleh sebab itu keluarga ini sering dijuluki sebagai segitiga nan abadi atau eternal triangle. Kedua, keluarga orientasi (family of orientation), yakni keluarga yang lebih didasarkan atas adanya pengaruh mempengaruhi antara anggota-anggotanya dan terutama pada pencarian arah oleh anak kepada orang tuanya. Berbeda dengan keluarga biologis yang ikatannya sangat erat dan menetap, keluarga orientasi menunjukkan ikatan yang tidak menetap dan mudah berubah. Keluarga ini sering pula disebut keluarga interaktif (interactive family) atau keluarga psikologis (psychologis family), mengingat intensifnya hubungan dan banyaknya faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi hubungan mereka. Sementara itu dalam pengertian kelas, keluarga dibedakan atas beberapa kategori. Pertama, berdasarkan tingkatan kehidupan ekonomis, kita mengenal keluarga kaya dan keluarga miskin. Kedua, berdasarkan letak geografis (baca: kewilayahan), kita mengenal keluarga Garut, keluarga Lamongan, keluarga Yogya, dan sebagainya. Ketiga, berdasarkan silsilah atau keturunan, kita kenal keluarga Wongsodimejo, keluarga Notonegoro, keluarga Sukapura, dan sebagainya. Keempat, berdasarkan tempat atau lingkungan kerja, kita mengenal keluarga IKIP, keluarga Telkom, keluarga PJKA dan sebagainya. Kelima, berdasarkan pola kehidupan dan mata pencaharian, kita mengenal keluarga tani, keluarga guru, dan sebagainya. Terkait dengan pengertian keluarga, Bailon dan Maglaya (1997) mendefinisikan keluarga sebagai kumpulan dua orang atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya menciptakan atau mempertahankan suatu budaya. Dalam tinjuaan sosiologis, keluarga tersebut merupakan suatu kesatuan sosial yang terdiri dari suami isteri dan anak-anak yang belum dewasa. Keluarga ini merupakan community primer yang paling penting dalam masyarakat, karena hubungan antara para anggotanya sangat erat dan kekal. Oleh karena itu, keluarga tersebut mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, memiliki ikatan batin dan emosional. Artinya di antara para anggota memiliki rasa kasih sayang dan kecintaan yang mendalam, termasuk kebanggaan terhadap eksistensinya. Kedua, memiliki hubungan darah. Artinya, setiap anggota keluarga tersebut berada dalam satu jalur keturunan kecuali suami dan isteri yang berasal dari garis keturunan yang berbeda.

Ketiga, memiliki ikatan perkawinan. Artinya, pasangan pria wanita yang membentuk keluarga diikat oleh perkawinan yang sah (menurut agama dan pemerintah), sehingga secara resmi mereka telah menjadi pasangan suami isteri. Perkawinan ini bisa indogami, yakni kawin dengan golongannya sendiri, atau eksogami, yaitu kawin di luar golongan sendiri. Keempat, mempunyai kekayaan keluarga. Artinya, keluarga pasti mempunyai harta benda untuk kelangsungan para anggotanya. Kelima, memiliki tempat tinggal. Artinya, setiap keluarga pasti memiliki domisili dan menempati rumah tertentu, baik itu milik sendiri maupun bukan. Keenam, memiliki tujuan. Artinya, setiap keluarga pasti memiliki tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai seperti meneruskan keturunan, menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota. Ketujuh, setiap anggota keluarga saling berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sendiri-sendiri. Sebagaimana diuraikan di muka, suatu keluarga terdiri dari sekumpulan orang yang hidup bersama untuk jangka waktu selama mungkin, bahkan kalau mungkin untuk selamanya. Dengan kata lain, secara sosiologis maupun psikologis, suatu keluarga bagaimanapun bentuk dan jenisnya secara implisit mengandung arti ikatan. Maka wajarlah apabila kemudian muncul pertanyaan, bagaimana timbulnya ikatan itu dan apa latar belakangnya ? Kelahiran suatu keluarga, biasanya diawali oleh perjumpaan antara seorang pria dan wanita yang dilanjutkan dengan proses pacaran, tunangan, kemudian menikah dan membentuk satu keluarga. Pasangan ini dapat terjadi secara kebetulan, disengaja, atau mungkin juga diatur. Bahkan pada zaman dahulu, tidak sedikit pasangan keluarga yang tidak saja diatur oleh orang tua, melainkan juga dpaksa dengan alasan-alasan tertentu, tidak sedikit pasangan keluarga yang tidak saja diatur oleh orangtua, melainkan juga dipaksa dengan alasan-alasna tertentu (ekonomi, trah, status sosial, dan sebagainya). Sehingga pada masa lalu meskipun sampai sekarang dimungkinkan masih ada sering muncul istilah kawin lari. Yakni membangun keluarga tanpa restu dari orang tuanya maupun calon mertua. Sementara itu terkait dengan alasan berkeluarga, ada beberapa hal yang melatarbelakanginya : Pertama, alasan biologis (seks) dan mendapat keturunan. Alasan ini merupakan alasan yang yang paling umum dianut orang. Karena mereka berpandangan bahwa dengan kawin dan membangun keluarga, hasrat seksnya akan tersalurkan tanpa harus takut berdosa dan mendapat kutukan Tuhan, termasuk terkena penyakit kelamin. Selain itu mereka dapat memperoleh keturunan yang akan meneruskan sejarah kehidupannya, serta melanjutkan cita-cita orang tuanya yang belum tercapai. Kedua, alasan ekonomi. Alasan ekonomi sering diajukan (meskipun tidak selalu) oleh mereka yang akan kawin dengan anak keluarga kaya. Alasan ini mendasarkan pada asumsi bahwa materilah yang merupakan pembawa kebahagiaan dalam keluarga. Sehingga perkawinan dalam hal ini, dijadikan sebagai alat transaksi perdagangan belaka. Alasan ekonomi ini juga sering diajukan oleh keluarga petani (walau tersamar) yang memiliki sawah ladang luas dan membutuhkan seorang penggarap. Sehingga, ketika keluarga pertani itu mengawinkan anaknya, lebih didasarkan pada upaya memanfaatkan tenaga menantunya, dari pada membahagiakan anaknya dalam bahtera rumah tangga. Meskipun demikian, ada juga yang berpikir lebih realistis. Artinya, alasan ekonomi dijadikan dasar oleh calon pasangan supaya kelak jika berhemat.dibanding ketika mereka masih sama-sama membujang atau masa pacaran. Ketiga, alasan rasa keterjaminan atau keamanan, baik dalam arti fisik maupun psikologis. Alasan aman dan terjamin ini biasanya muncul pada wanita yang mengharapkan tempat bergantung dan

berlindung demi ketenangan dan keamanan hidupnya. Meskipun hal ini juga sering dijumpai pada kaum pria yang mendambakan kehidupan keluarga yang serba teratur dan terpelihara dalam memenuhi kebutuhan fisik dan psikisnya. Mereka berpandangan, dalam kehidupan keluarga, rasa aman dan terjamin hanya akan dapat terpenuhi jika memiliki suami atau isteri yang setia, mau mengerti perasaannya, menghargai pendapatnya, dan mau membantu kesulitan-kesulitannya. Keempat, alasan agama. Alasan ini banyak disampaikan oleh orang-orang yang beragama taat, dengan maksud memelihara ketaqwaannya agar selamat di dunia maupun di akhirat. Alasan agama seringdijadikan dasaruntuk menentukan bobot dan kepribadian seseorang, tentang layak tidaknya untuk dijadikan suami atau isteri. Sehingga perkawinan atau pembentukan keluarga dalam artian ini, lebih didasarkan pada perkawinan seagama dan sangat jarang yang melakukannya dengan orang yang lain agama, kecuali karena ada alasan-alasan tertentu yang sangat kuat. Lepas dari semua itu, menurut R.E. Baber (1953) dalam bukunya Marriage and The Family, membentuk keluarga bisa juga didasarkan pada alasan untuk pemenuhan hasrat berkumpul bersama secara kontinyu dengan orang yang dicintainya. Saling memberi dan menerima, saling memperhatikan dan saling memenuhi kebtuhan, serta saling mencintai dan mengasihi, menurut pakar psikologi keluarga tersebut merupakan merupakan alasan yang paling rasional dan masuk akal. Pola hidup berkeluarga pada dasarnya merupakan realisasi fitrah manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk pribadi yang pada dasarnya adalah makhluk ciptaan Illahi. Oleh karena itu, perkawinan tidak saja bersifat lahiriah atau jasmaniah seperti dalam bentuk hubungan seksual, melainkan juga merupakan pentyatuan keseluruhan pribadi kedua belah pihak. Sejak dari hal-hal kecil dalam kehidupan bersama sehari-hari sampai kepada rasa saling memiliki, saling memaski dunia masing-masing, dan saling bantu membantu. Itu semuanya merupakan pencerminan kasih sayang dan saling membutuhkan antara kedua belah pihak. Dengan demikian kedua belah pihakdapat saling menyempurnakan diri. Dan hal ini akan bertambah lagi apabila telah lahir anak-anak mereka. Sehingga dalam konteks ini, hidup berpasangan, saling peduli dan saling memperhaikan, niscaya akan melahirkan suatu rasa tenang, tenteram dan bahagia dalam keluarga. Karena kebahagiaan keluarga selalu bertopang pada ketenteraman lahir batin, saling mencintai di bawah lindungan rahmat dan kasih dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebagaimana telah dikemukakan di muka, keluarga merupakan unit masyarakat kecil yang selalu berdiri dalam konteks budaya tertentu. Oleh karenanya, sebagai unit yang berkedudukan strategis, secara aktif keluarga akan selalu menyerap pengaruh subkultur kelompoknya dan kebudayaan masyarakat sekitarnya. Mulai dari pola pikir, adat dan kebiasaan, selera, kesenangan dan ketidaksenangan, sampai dengan perilaku, bahasa, cara bicara dan hobby. Karena itu pula, guna mengenali kebudayaan suatu daerah, secara sepintas cukup dengan melihat pola hidup berkeluarga di wilayah yang bersangkutan. Dengan kata lain kebudayaan keluarga dapat dijadikan cermin kebudayaan masyarakatnya. Sejalan dengan posisinya sebagai partisipan subkultur dan kebudayaan tertentu dengan berbagai aspeknya, keluarga sebenarnya juga berperan sebagai penerus kebudayaan. Konsepnya cukup sederhana, kebudayaan sekitar yang merembes ke dalam keluarga akan mendapatkan pengolahan dan kemudian oleh keluarga, disengaja atau tidak, akan disampaikan pada anak melalui peran orientasinya. Ketidakmatangan anak memudahkan orang-orang di sekitarnya dalam memberikan pengaruh dan melakukan pembinaan. Dengan kedudukan dan perannya tersebut, maka keluarga sering dikatakan sebagai primary group. Alasannya, kelompok kecil ini telah mempengaruhi perkembangan individu anggota-

anggotanya. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya di masyarakat. Oleh karena itu tidaklah dapat dipungkiri, bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan saja. Mengingat banyak hal-hal mengenai kepribadian seseorang yang dapat dirunut dari keluarga. Dalam konteks ini peranan orang tua sangatlah penting. Sebagai perantara atau mediator antara anak dengan masyarakatnya, orang tua harus mampu menjadi penyaring dan penyeleksi yang baik terhadap kebudayaan yang masuk ke dalam keluarga, apabila tak ingin budaya luar yang buruk meresap ke dalam sanubari anak. Perlu diketahui bahwa tidak semau adat dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat cocok dan baik untuk masa depan anak. Tidak sedikit budaya masyarakat luar yang bersifat meracuni anak apabila terserap langsung oleh anak tanpa seleksi yang baik oleh orang tuanya. Sebut saja budaya minum-minum, penggunaan obat-obatan terlarang dan pergaulan bebas. Di sinilah orang tua ditantang untuk memberikan bekal yang terbaik untuk anak, agar kelak masa depannya lebih terarah dan terjamin. Jauh dari perbuatan yang mengarah pada perbuatan kriminal. Terkait dengan perannya sebagai penerus kebudayaan, paling tidak ada 3 fungsi yang harus dimainkan keluarga, agar dapat menjadi agent kebudayaan yang baik Pertama, fungsi konservasi. Artinya keluarga harus berperan sebagai media penyampaian bendabenda budaya dari satu angkatan ke angkatan lainnya serta melakukan pengawetan, sehingga memungkinkan lahir suatu tradisi dan dasar kehidupan yang relatif sama. Salah satu alat yang dinilai efektif dan banyak dipergunakan untuk mempertegas fungsi ini adalah pembiasaan. Kedua, fungsi evaluasi. Fungsi ini harus dimainkan keluarga agar tidak menumbuhkan situasi statis yang hanya akan mengakibatkan munculnya masyarakat yang monoton. Dengan fungsi evaluasi, kebiasaan dan tradisi yang layak dikembangkan akan dipikirkan untuk dilanjutkan. Sedangkan yang tidak layak lagi akan dihilangkan atau disingkirkan. Jadi, fungsi evaluasi ini digunakan sebagai antisipasi terhadap kehidupan modern yang bercirikan dinamika kehdupan yang tinggi. Ketiga, fungsi kreasi. Artinya keluarga diharapkan dapat menjadi wahana perubahan, penyelarasan atau bahkan perombakan semua unsur budaya yang diwariskan. Dengan demikian orang tua harus menjadi motor penggerak daya kreativitas dan inovasi pada keluarga yang dibangunnya. Agar dapat melaksanakan ketiga fungsi tersebut, para orang tua yang berfungsi sebagai penyaring dan penyeleksi kebudayaan, perlu memahami dan dapat mengikuti perkembangan zaman. Kalau tidak, akan terjadi perbedaan yang mendalam antara kedua angkatan tua dan muda itu yang pada akhirnya dapat menjurus kepada rasa saling tidak mengerti dan saling tidak memahami. Atas dasar itu, maka orientasi dan reorientasi kepada kehidupan dan tuntunan hidup sehari-hari dengan menggunakan kaidah hidup sebagai pegangan dan tolokukur, sangat diperlukan bagi para orang tua agar dapat melaksanakan perannya sebagai mediator dan penafsir kehidupan kepada anak-anaknya dengan baik. Namun itu tidak berarti bahwa mereka harus mengembangkan diri dan hanyut dalam arus kehidupan modern tersebut, melainkan pemahaman itu perlu untuk melaksanakan fungsi evaluasi dan fungsi rekreasi terhadap putera puterinya. Disinilah dibutuhkan kebijaksanaan orang tua untuk dapat menyerap perkembangan dunia luar tanpa harus terseret oleh arus globalisasi yang terkadang menyesatkan. Di sini pula diperlukan sikap hati-hati orang tua dalam menanamkan norma dan kebiasaan baru kepada anak-anaknya. Tentunya dengan maksud agar anak tidak tercemar oleh norma atau budaya baru yang belum tentu baik dan cocok untuk budaya kita. Dengan pendidikan yang baik kepada anak-anak kita, berarti kita telah memfungsikan keluarga

sebagai tempat sosialisasi dan pendidikan secara baik pula. Dampaknya, tentu akan menjadi baik pula terhadap masa depan anak. Yang berarti, kedudukan dan fungsi keluarga sebagai penerus kebudayaan dan wahana pembentukan insan yang berkualitaspun dapat pula ditampilkan, dan berpotensi untuk mendukung pembangunan. Drs. Mardiya, Kasubid Advokasi Konseling dan Pembinaan Kelembagaan KB dan Kesehatan Reproduksi pada BPMPDP dan KB Kabupaten Kulonprogo

Askep Keluarga
A. Konsep Keluarga 1. Definisi Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakay terdiri atas kepala keluarga, serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal dalam satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes, 1988). Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan dan atas adopsi (Bailon dan Maolaya, 1978). Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta mengindentifikasi diri mereke sebagai bagian dari keluarga. (Friedman, 1998). Keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan, memiliki hbungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya. (Menurut BKKBN, 1999). 2. Bentuk-Bentuk keluarga 1. Keluarga inti 2. Keluarga asal 3. Keluarga keluar 4. Keluarga berantai 5. Keluarga janda/duda 6. Keluarga komposit 7. Keluarga rehabilitasi

8. Keluarga insus 9. Keluarga tradisional dan nontradisional 3. Fungsi Keluarga Menurut Friedman (1999), lima fungsi keluarga adalah sebagai berikut a. Fungsi efektif Adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikosial, saling mengasah dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung. b. Fungsi sosialisasi Adalah proses perkembangan dan pembahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi social dan belajar berperan di lingkungan social. c. Fungsi reproduksi Adalah fungsi keluarga memutuskan kelangsungan keturunan dan menambah SDM. d. Fungsi ekonomi Adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti sansang pangan dan papan. e. Fungsi perawatan kesehatan Adalah kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. 4. Struktur Kekuatan Keluarga 1. Kemampuan berkomunikasi 2. Kemampuan keluarga saling berbagi 3. Kemampuan system pendukung diantara anggota keluarga. 4. Kemampuan perawatan dini 5. Kemampuan menyelesaikan masalah B. Asuhan Keperawatan Keluarga 1. Pengkajian Pengkajian yang dilakukan terhadap keluarga meliputi : a. Identifikasi data demografi dan sosio kultural b. Lingkungan rumah c. Struktur keluarga d. Fungsi keluarga e. Perkembangan keluarga

f. Strategi yang digunakan keluarga bila stress g. Mekanisme koping h. Budaya hidup sehat yang diaktualisasikan sehari-hari oleh keluarga. i. Lingkungan fisik-simbolik-sosial keluarga j. Bahasa yang digunakan Sedangkan pengkajian pada anggota keluarga : a. Pengkajian fisik b. Pengkajian mental c. Pengkajian emosional d. Pengkajian sosial e. Pengkajian spritual setiap keluarga 2. Menentukan Priritas Masalah a. Berdasarkan sifat atau tifologi masalah. Penelitian masalah adalah sebagai berikut : 1. Ancaman keluarga (2) : keadaan yang dapat beresiko terjadinya penyakit, kecelakaan atau kegagalan dapat mempertahankan kesehatan optimal m,isalnya riwayat penyakit keturunan, resiko tertular, resiko kecelakaan dan lain-lain. 2. Kurang sehat (3) : suatu keadaan sedang sakit atau gagal mencapai kesehatan optimal, misalnya sedang sakit dan kegagalan tumbuh kembang. 3. Krisis (1) : suatu keadaan individu atau keluarga memerlukan penyesuaian lebih banyak dalam hal sumber daya yang dimiliki, misalnya kehamilan, aborsi, lahir diluar nikah dan kehilangan orang yang dicintai. b. Kemungkinan masalah dapat diubah adalah kemungkinan berhasilnya mengurangi masalah keperawatan atau mencegah masalah bila ada tindakan tertentu. Pemberian nilainya adalah : ( 2 ), dengan mudah ( 1 ), hanya sebagian ( 0 ), tidak dapat diubah c. Retensi masalah untuk dicegah adalah sifat dan beratnya masalah keperawatan yang akan terjadi bila dapat dikurang atau dicegah. Pemberian nilanya adalah (3) tinggi, (2) cukup, (1) rendah. d. Munculnya masalah adalah cara keluarga memandang dan menilai masalah keperawatan berkaitan dengan berat dan mendesaknya untuk segera diatasi untuk segera diatasi, pemberian nilainya adalah masalah berat dan harus segera diatasi (2), msalah dirasakan tetapi perlu segera diatasi (1) dan masalah tidak dirasakan (0).

No 1

Kriteria Sifat masalah - Ancaman

Skor

Bobot 1

Nilai

/3 x 1

- Kurang sehat - Krisis 2 Kemungkinan masalah dapat diubah Dengan mudah Hanya sebagian

3 1 2

2 1 x 2

Tidak dapat 3 Retensi masalah u/ dicegah Tinggi cukup

0 1 3 2
2

/3 x 1

Rendah 4 Menonjolnya msalah Masalah berat yg harus segera diatasi Masalah dirasakan, tapi

x 1

tidak perlu segera diatasi Masalah tidak dirasakan Masalah tidak dirasakan 3. Diagnosis Keperawatan Keluarga 0

Tiga kelompok besar dalam tipologi masalah kesehatan keluarga ada;ah sebagai berikut : a. Ancaman kesehatan adalah sebagai berikut - Penyakit keturunan - Keluarga atau anggota yang mengidap penyakit menular

- Jumlah anggota keluarga terlalu terlalu besar atau tidak sesuai dengan kemampuan dengan sumber daya keluarga - Resiko terjadi kecelakaan dalam keluarga - Kekurangan atau kelebihan gizi - Keadaan yang dapat menimbulkan stress - Sanitasi lingkungan buruk - Kebiasaan yang merugikan kesehatan b. Kurang atau tidak sehat adalah kegagalan mereke memantapkan kesehatan c. Situasi krisis 1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan karena hal-hal berikut : - Kurang pengetahuan atau tidak mengetahui fakta - Rasa takut akibat masalah yang diketahui - Sikap dan falsafah hidup 2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat karena hal-hal sebagai berikut: - Keluarga tidak memahami dan mengenal sifat dan luasnya msalah - Fasilitasi kesehatan tidak terjangkau - Ketidakcocokan pendapat terjadi antara anggota keluarga 3. Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit karena hal-hal sebagai berikut : - Tidak mengetahui keadaan penyakit - Ketidaseimbangan sumber yang ada dalam keluarga - Konflik individu dalam keluarga - Perilaku yang mementingkan diri sendiri 4. Ketidakmampuan memelihara lingkungan rumah yang dapat mengalami kesehatan dan perkembangan pribadi anggota keluarga karena hal-hal berikut : - Sumber dari keluarga tidak cukup - Ketidaktahuan pentingnya sanitasi lingkungan - Kurang mampu memelihara keuntungan dan manfaat dari pemeliharaan lingkungan murah. - Ketidakompakan keluarga karena sifat mementingkan diri sendiri. 5. Ketidakmampuan menggunakan sumber dimasyarakat untuk memelihara kesehatan karena halhal berikut : - Rasa takut akibat dari tindakan

- Tidak memahami keuntungan yang diperoleh - Kualitas yang diperlukan tidak terjangkau 4. Intervensi Keperawatan Keluarga Perencanaan merupakan suatu proses merumuskan tujuan yang diharapkan sesuai prioritas masalah keperawatan keluarga, memilih strategi keperawatan yang tepat dan mengembangkan rencana asuhan keperawatan keluarga sesuai dengan kebutuhan klien. Contoh intervensi diberikan kepada keperawatan keluarga antara lain : . Memberikan dukungan keluarga R/. Dapat meningkatrkan minat keluarga dan tujuan . Mobilisasi keluarga R/. Dapat membantu keluarga dalam meningkatkan keluarga dalam mempengaruhi kesehatan pasien melalui petunjuk positif . Mempertahankan proses keluarga R/. Dapat meminimalkan efek gangguan proses keluarga d. Dukungan saudara kandung R/. Meningkatkan keterlibatan saudara kandung pada saat saudara laki-laki atau perempuan mengalami sakit. . Dukungan orang tua, remaja R/. Dapat menyediakan bantuan orang tua dalam memahami dan membantu anak-anak remajanya . Keterlibatan keluarga dalam merawat klien R/. Partisipasi keluarga dalam perawatan fisik dan emosi pasien . Promosi integritas keluarga R/. Dapat meningkatkan daya kuat dan kesatuan keluarga . Konsultasi keluarga dengan tim kesehatan R/. Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga terhadap masalah-masalah yang sering terjadi dalam keluarga. i. Melakukan modifikasi lingkungan R/. Meningkatkan taraf kesehatan lingkungan. j. Melakukan strategi pembelajaran dalam keluarga R/. Agar keluarga dapat menjadi keluarga yang mudah dalam mengatasi konflik dan krisis keluarga. k. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian pengobatan terhadap anggota keluarga yang mengalami sakit.

R/. Untuk menyembuhkan penyakitnya dan dapat beraktifitas kembali. 5. Implementasi Keperawatan Keluarga Implementasi keperawatan keluarga merupakan suatu proses aktualisasi rencana intervensi dan memanfaatkan berbagai sumber dalam keluarga dan memandirikan keluarga dalam kesehatan. 6. Evaluasi Keperawatan Keluarga Merupakan proses untuk menilai keberhasilan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatannya sehingga memiliki produktivitas yang tinggi dalam mengembangkan sikap anggota keluarga. Evaluasi terdiri dari : 1. Diagnosa keperawatan 2. Hari dan tanggal 3. Evaluasi terdiri dari SOAP

pengertian keluarga/defenisi keluarga menurut Departemen Kesehatan RI (1998) : Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. sedangkan pengertian keluarga/defenisi keluarga menurut Salvicion dan Ara Celis (1989) : Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

Sumber: http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2104939-pengertian-keluarga-menurutpara-ahli/#ixzz1hpqY5CTE

Anda mungkin juga menyukai