Anda di halaman 1dari 2

Sebelum istilah demokrasi ditemukan oleh penduduk Yunani, bentuk sederhana dari demokrasi telah ditemukan sejak 4000

SM di Mesopotamia.[9] Ketika itu, bangsa Sumeria memiliki beberapa negara kota yang independen.[9] Di setiap negara kota tersebut para rakyat seringkali berkumpul untuk mendiskusikan suatu permasalahan dan keputusan pun diambil berdasarkan konsensus atau mufakat.[9] Barulah pada 508 SM, penduduk Athena di Yunani membentuk sistem pemerintahan yang merupakan cikal bakal dari demokrasi modern.[9] Yunani kala itu terdiri dari 1,500 negara kota (poleis) yang kecil dan independen.[12] [3] Negara kota tersebut memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda, ada yang oligarki, monarki, tirani dan juga demokrasi.[3] Diantaranya terdapat Athena, negara kota yang mencoba sebuah model pemerintahan yang baru masa itu yaitu demokrasi langsung.[13] Penggagas dari demokrasi tersebut pertama kali adalah Solon, seorang penyair dan negarawan.[3] Paket pembaruan konstitusi yang ditulisnya pada 594 SM menjadi dasar bagi demokrasi di Athena namun Solon tidak berhasil membuat perubahan.[3] Demokrasi baru dapat tercapai seratus tahun kemudian oleh Kleisthenes, seorang bangsawan Athena.[3] Dalam demokrasi tersebut, tidak ada perwakilan dalam pemerintahan sebaliknya setiap orang mewakili dirinya sendiri dengan mengeluarkan pendapat dan memilih kebijakan.[14] Namun dari sekitar 150,000 penduduk Athena, hanya seperlimanya yang dapat menjadi rakyat dan menyuarakan pendapat mereka.[8] Demokrasi ini kemudian dicontoh oleh bangsa Romawi pada 510 SM hingga 27 SM.[9] Sistem demokrasi yang dipakai adalah demokrasi perwakilan dimana terdapat beberapa perwakilan dari bangsawan di Senat dan perwakilan dari rakyat biasa di Majelis.[14] Ciri-ciri pemerintahan demokratis Pemilihan umum secara langsung mencerminkan sebuah demokrasi yang baik Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia.[4] Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut:[4]
1. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik

langsung maupun tidak langsung (perwakilan). 2. Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara). 3. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang. 4. Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum 5. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara. 6. Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah. 7. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. 8. Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat. 9. Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya).

Prinsip-prinsip demokrasi
Rakyat dapat secara bebas menyampaikan aspirasinya dalam kebijakan politik dan sosial. Prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.[15] Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan "soko guru demokrasi".[16] Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:[16]
1. Kedaulatan rakyat;

2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah; 3. Kekuasaan mayoritas; 4. Hak-hak minoritas; 5. Jaminan hak asasi manusia; 6. Pemilihan yang bebas dan jujur; 7. Persamaan di depan hukum; 8. Proses hukum yang wajar; 9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional; 10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik; 11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.

Asas pokok demokrasi


Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungan sosial.[17] Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat dua asas pokok demokrasi, yaitu:[17]
1. Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil

rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil; dan 2. Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.
Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis.[10] Bagi Gus Dur, landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia inginkan.[11] Masalah keadilan menjadi penting, dalam arti setiap orang mempunyai hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi hak tersebut harus dihormati dan diberikan peluang serta pertolongan untuk mencapai hal tersebut.[11]

Anda mungkin juga menyukai