Anda di halaman 1dari 42

LOGIKA SAMAR (FUZZY LOGIC)

2.1 Himpunan Samar


2.1.1 Himpunan Klasik dan Himpunan Samar
Himpunan klasik merupakan himpunan dengan batasan yang tegas (crisp) (Jang, Sun, dan Mizutani, 2004).
Sebagai contoh : himpunan klasik A untuk bilangan nyata yang lebih besar dari 8 dapat diekspresikan dalam persamaan
(2.1).
} 8 | { > = x x A (2.1)
Dalam persamaan (2.1) jelas batasan bahwa jika x lebih besar dari 8 maka x merupakan bagian himpunan A, sementara
untuk nilai x lainnya bukan merupakan bagian dari himpunan A.
Berkebalikan dengan himpunan klasik, himpunan samar merupakan himpunan tanpa batas yang jelas (Jang, Sun,
dan Mizutani, 2004). Dalam himpunan samar, batas antara anggota himpunan dan bukan anggota himpunan adalah
bertahap dan perubahan perlahan dibentuk dengan fungsi keanggotaan yang memberikan fleksibilitas dalam
memodelkan ekspresi linguistic (bahasa) yang biasa digunakan, sebagai contoh airnya dingin atau suhu udara dingin
(Jang, Sun, dan Mizutani, 2004).
Sebagai ilustrasi, secara matematika dapat diekspresikan bahwa himpunan orang yang tinggi adalah orang yang
tingginya lebih dari 180 cm. Jika diwujudkan dalam persamaan seperti pada persamaan (2.1), misal A= Orang yang
Tinggi dan x =Tinggi, maka persamaan tersebut tidak cukup untuk mewujudkan konsep sesungguhnya dari orang
yang tinggi. Himpunan orang tinggi dalam konsep himpunan klasik digambarkan seperti dalam gambar 2.1.



Gambar 2.1. Himpunan Klasik Orang Tinggi
1
derajat
keanggotaan
0
150 155 160 165 170 175 180 185 190
tinggi
Jika digunakan persamaan tersebut maka orang dengan tinggi 180 cm dapat dikatakan orang yang tinggi
sementara orang dengan tinggi 175 cm bahkan 179 cm tidak dapat dikatakan sama sekali sebagai orang yang tinggi.
Terdapat batas yang jelas dan perubahan yang tajam antara menjadi anggota dan bukan anggota dalam himpunan.




Gambar 2.2. Himpunan Samar Orang Tinggi
Dalam himpunan samar, batas antara anggota himpunan dan bukan anggota himpunan adalah bertahap
dan dengan perubahan perlahan. Pada gambar 2.2, orang dengan tinggi lebih dari atau sama dengan 180 cm adalah
anggota himpunan orang yang tinggi dengan derajat keanggotaan 1. Sementara orang dengan tinggi kurang dari 180 cm,
dapat menjadi anggota himpunan orang yang tinggi dengan derajat keanggotaan yang berbeda-beda. Misal orang
dengan tinggi 175 cm, menjadi anggota himpunan orang yang tinggi dengan derajat keanggotaan 0.65, sementara orang
dengan tinggi 164 cm, memiliki derajat keanggotaan 0 terhadap himpunan orang yang tinggi. Derajat keanggotaan
menunjukkan seberapa dekat nilai terhadap batas derajat keanggotaan himpunan yang sempurna.
2.1.2 Konsep Himpunan Samar
Himpunan klasik diwujudkan dengan mendefinisikan fungsi karakteristik untuk setiap elemen anggota
himpunan klasik tersebut (Jang, Sun, dan Mizutani, 2004). Misal untuk himpunan klasik A, (x,0) atau (x,1)
menunjukkan x anggota himpunan A ) ( A x atau x bukan anggota himpunan A ) ( A x .
Tidak seperti himpunan klasik, himpunan samar menggunakan derajat untuk menilai keanggotaan suatu
elemen dalam suatu himpunan (Jang, Sun, dan Mizutani, 2004). Untuk itu fungsi karakteristik himpunan samar
menggunakan nilai antara 0 sampai 1, yang menunjukkan nilai derajat keanggotaan suatu elemen dalam
himpunan samar. Jika X adalah kumpulan obyek dengan keanggotaan elemen x didalamnya yang disebut
sebagai semesta pembicaraan, maka himpunan samar A dalam X didefinisikan sebagai himpunan dapat
diekspresikan dengan persamaan (2.2).
} | )) ( , {( X x x x A
A
= (2.2)
1
derajat
keanggotaan
0
150 155 160 165 170 175 180 185 190
tinggi
0.65
Yang mana
A
(x)

disebut fungsi keanggotaan untuk himpunan samar A. Fungsi keanggotaan memetakan setiap
elemen dari X dalam nilai keanggotaan antara 0 hingga 1. Sehingga dapat diketahui bahwa himpunan samar
merupakan perluasan sederhana dari himpunan klasik yang mana fungsi karakteristiknya dimungkinkan untuk
bernilai antara 0 dan 1. Jika nilai dari fungsi keanggotaan
A
(x) dibatasi untuk 0 dan 1 maka himpunan samar
disederhanakan menjadi himpunan klasik.
Berdasar persamaan (2.2), jika X adalah kumpulan dari obyek diskrit maka himpunan samar A
dinyatakan dalam persamaan (2.3).


=
i i A X x
x x A
i
/ ) ( (2.3)
Sedangkan jika X adalah nilai kontinu, maka himpunan samar A dinyatakan dalam persamaan (2.4).

=
X
A
x x A / ) ( (2.4)
Tanda dan merupakan tanda untuk union (gabungan) dari pasangan )) ( , ( x x
A
bukan merupakan tanda
penjumlahan atau integral. Tanda / juga hanya merupakan tanda antara pasangan elemen x dengan fungsi
keanggotaannya
A
(x), bukan merupakan pembagian.
Sebagai contoh himpunan samar dengan semesta pembicaraan diskrit, misal X = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6} adalah
himpunan dari jumlah anak yang mungkin diinginkan oleh pasangan suami istri. Maka himpunan samar A
untuk jumlah anak yang diinginkan oleh pasangan suami istri adalah :
A = {(0,0.1), (1,0.3), (2,0.7), (3,1), (4,0.7), (5,0.3), (60.1)}
Sedangkan contoh himpunan samar dengan semesta pembicaraan X kontinu, misal X = R
+
merupakan
himpunan dari kemungkinan usia harapan hidup manusia indonesia. Maka himpunan samar A = berkisar usia
60 tahun, dapat dituliskan dalam persamaan (2.5).
A = { } | )) ( , {( X x x x
A
} (2.5)
Dengan nilai

didefinisikan persamaan (2.6).



4
10
60
1
1
) (
|

\
|
+
=
x
x
A
(2.6)



2.1.3 Fungsi Keanggotaan
Himpunan Samar didefinisikan oleh fungsi keanggotaannya. Fungsi keanggotaan merupakan suatu
kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik data masukan ke dalam nilai keanggotaannya (Jang, Sun, dan
Mizutani, 2004). Terdapat beberapa kurva yang digunakan untuk mendefinisikan fungsi keanggotaan (Jang,
Sun, dan Mizutani, 2004), yaitu :
1. Fungsi keanggotaan segitiga (Triangular membership function)
Fungsi keanggotaan segitiga ditentukan oleh 3 parameter yaitu {a, b, c} dengan mengikuti aturan dalam
persamaan (2.7).

x c
c x b
b x a
a x
b c
x c
a b
a x
c b a x segitiga

=
, 0
,
,
, 0
) , , ; ( (2.7)
Atau dengan menggunakan min dan max, dapat didefinisikan dengan persamaan (2.8).

|
|

\
|
|

\
|

= 0 , , min max ) , , ; (
b c
x c
a b
a x
c b a x segitiga (2.8)
Parameter {a, b, c} dengan a < b < c menentukan koordinat x dari 3 sudut fungsi keanggotaan segitiga.
Fungsi keanggotaan segitiga dapat digambarkan seperti dalam gambar 2.3.



Gambar 2.3. Fungsi Keanggotaan Segitiga
2. Fungsi keanggotaan trapezium (Trapezoidal membership function)
Fungsi keanggotaan trapesium ditentukan 4 parameter {a, b, c, d} yang mengikuti aturan dalam persamaan
(2.9).

x d
d x c
c x b
b x a
a x
c d
x d
a b
a x
d c b a x trapesium

=
, 0
,
, 1
,
, 0
) , , , ; ( (2.9)
b a
0
1
Derajat
keanggotaan
c
Dan sebagai alternatif dapat digunakan min dan max dalam persamaan (2.10).

|
|

\
|
|

\
|

= 0 , , 1 , min max ) , , , ; (
c d
x d
a b
a x
d c b a x trapesium (2.10)
Dalam persamaan (2.10) parameter {a, b, c, d} dengan a < b < c < d menentukan koordinat x dari 3 sudut
fungsi keanggotaan trapesium. Fungsi keanggotaan trapesium dapat digambarkan seperti pada gambar 2.4.



Gambar 2.4. Fungsi Keanggotaan Trapesium
3. Fungsi keanggotaan gaussian (Gaussian membership function)
Fungsi keanggotaan Gaussian ditentukan dengan 2 parameter {c, } dengan mengikuti persamaan (2.11).

2
2
1
) , ; (
|

\
|
=

c x
e c x gaussian (2.11)
Fungsi keanggotaan gaussian ditentukan oleh c dan . c merepresentasikan titik tengah (center) dan
merepresentasikan lebar dari fungsi keanggotaan. Fungsi keanggotaan Gaussian dapat diwujudkan seperti
pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Fungsi Keanggotaan Gaussian
4. Fungsi keanggotaan lonceng (Bell membership function)
Fungsi keanggotaan lonceng ditentukan oleh 3 parameter {a, b, c} dengan mengikuti persamaan (2.12).

b
a
c x
c b a x bell
2
1
1
) , , ; (

+
= (2.12)
a
c b
0
1
Derajat
keanggotaan
d
c
0
Derajat
keanggotaan

1
c mendefinisikan titik tengah, a mendefinisikan lebar kurva dan b digunakan untuk mengendalikan nilai
slope dan crossover. Parameter b biasanya bernilai positif. Fungsi keanggotaan lonceng dapat diilustrasikan
seperti gambar 2.6.



Gambar 2.6. Fungsi Keanggotaan Lonceng
5. Fungsi keanggotaan sigmoidal (Sigmoidal membership function)
Fungsi keanggotaan sigmoidal didefinisikan dengan persamaan (2.13).

( ) [ ] c x a
c a x sig
+
=
exp 1
1
) , ; ( (2.13)
Nilai parameter a mengendalikan slope pada nilai crossover x = c. Fungsi keanggotaan sigmoidal dapat
dilihat pada gambar 2.7.


Gambar 2.7. Fungsi Keanggotaan Sigmoidal


2.1.4 Variabel Linguistik
Variabel linguistik merupakan cara untuk mendefinisikan himpunan samar dengan variabel yang berupa
kata atau kalimat (Jang, Sun, dan Mizutani, 2004).
Variabel linguistik didefinisikan dengan lima hal dituliskan dalam persamaan (2.14).
(x, T(x), X, G, M) (2.14)
c+a c-a c
Derajat
keanggotaan
0
1
0.5
2a
Slope = -b/2a
0
1
Derajat
keanggotaan
0.5
c
Dalam persamaan (2.14) x adalah nama dari variabel linguistik. T(x) adalah himpunan istilah dari nilai
linguistik x. X adalah semesta pembicaraan dari x. G adalah aturan sintaksis yang menghasilkan istilah dalam
T(x). Dan M adalah aturan semantik yang berhubungan dengan setiap nilai linguistik.
Sebagai contoh jika didefinisikan variabel linguistik nilai ujian, maka himpunan istilah linguistik T(nilai
ujian) adalah T(nilai ujian) = {jelek, sedang, bagus} yang mana setiap istilah dalam T(nilai ujian) didefinisikan
dengan semesta pembicaraan X = [0 10]. Aturan sintaksis berkaitan dengan cara nilai linguistik dalam
himpunan istilah T(nilai ujian) dihasilkan. Aturan semantik mendefinisikan fungsi keanggotaan untuk setiap
nilai linguistik x dalam T(x), yaitu M(jelek), M(sedang), dan M(bagus).




Gambar 2.8. Himpunan Samar Nilai Ujian
Pada gambar 2.8 dapat dilihat M(jelek) adalah himpunan samar untuk nilai ujian kurang dari sama
dengan 5 dengan fungsi keanggotaan jelek diekspresikan dalam persamaan (2.15).

=
6 5
5
, 6
, 1
) (
x
x
x
jelek (2.15)
Sedangkan M(sedang) adalah himpunan samar untuk nilai ujian diantara 6 hingga 7.5 dengan fungsi
keanggotan sedang diekspresikan dalam persamaan (2.16).

=
5 . 8 5 . 7
5 . 7 6
6 5
, 5 . 8
, 1
, 5
) (
x
x
x
x
x
sedang (2.16)
Dan M(bagus) adalah himpunan samar untuk nilai ujian diantara lebih dari sama dengan 8.5 dengan fungsi
keanggotan bagus diekspresikan dalam persamaan (2.17).


=
5 . 8
5 . 8 5 . 7
, 1
, 5 . 7
) (
x
x x
bagus (2.17)



1
derajat
keanggotaan
0
bagus sedang jelek
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
nilai ujian
2.2 Logika Samar
2.2.1 Proposisi Samar
Perbedaan utama dari proposisi klasik dan proposisi samar terdapat pada rentang nilai kebenarannya
(Klir, dan Yuan, 1995). Jika proposisi klasik akan dinyatakan benar atau salah, maka proposisi samar
dinyatakan dalam derajat kebenarannya. Proposisi samar dapat diklasifikasikan dalam 4 tipe (Klir, dan Yuan,
1995).

2.2.1.1 Proposisi Samar Tidak Bersyarat dan Tidak Terukur
Proposisi samar tidak bersyarat dan tidak terukur diekspresikan dengan persamaan (2.24) (Klir, dan
Yuan, 1995).
F adalah : p (2.24)
Dengan adalah variabel yang memberikan nilai dari himpunan semesta V. Sedangkan F merupakan
himpunan samar dalam V. Untuk setiap nilai dari memiliki derajat keanggotan F() terhadap F yang juga
merupakan derajat kebenaran dari proposisi p disimbolkan dalam persamaan (2.25).
p : T(p) = F() (2.25)
Misal kecepatan kendaraan dengan fungsi keanggotaan untuk sifat tinggi seperti terlihat pada gambar 2.9.




Gambar 2.9. Fungsi Keanggotaan Kecepatan Kendaraan Tinggi

Maka proposisi terbentuk adalah kecepatan kendaraan () adalah tinggi (F), dengan derajat kebenaran T(p) =
F(), sehingga jika kecepatan kendaraan = 85 maka derajat kebenaran proposisi T(p) = F() = 1 dan jika
kecepatan kendaraan = 70 maka derajat kebenaran T(p) = F() = 0,5.

1
derajat
keanggotaan
0
tinggi
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
kecepatan kendaraan
2.2.1.2 Proposisi Samar Tidak Bersyarat dan Terukur
Proposisi samar tidak bersyarat dan terukur diekspresikan dengan persamaan (2.26) (Klir, dan Yuan,
1995).
S adalah F adalah : p (2.26)
Yang mana adalah variabel yang memberikan nilai dari himpunan semesta V. Sedangkan F merupakan
himpunan samar dalam V dan S adalah ukuran kebenaran samar. Secara umum derajat kebenaran T(p) dari
proposisi p untuk setiap nilai disimbolkan dalam persamaan (2.27).
p : T(p) = S(F()) (2.27)
Misal umur dengan fungsi keanggotaan untuk sifat muda dan ukuran kebenaran samar dapat
didefinisikan seperti dalam gambar 2.10. Contoh proposisinya adalah Umur Jaka adalah Muda adalah Benar
Sekali. Dan misal umur Jaka 32 tahun, akan merupakan anggota himpunan samar muda dengan derajat
keanggotaan 0.6, dan proposisi tersebut memiliki derajat kebenaran dengan ukuran kebenaran samar Benar
Sekali 0.36.



(a)




(b)
Gambar 2.10 Fungsi Keanggotaan Umur dan Nilai Kebenarannya




1
Derajat
Keanggotaan
F(v)
0
muda
5 10 15 20 25 30 35 40
Umur (v)
1
Ukuran
Kebenaran
T(p) 1
F(v)
Agak Benar; T(p) = S(F(v)) = (F(v))
1/2

Benar; T(p) = S(F(v)) = F(v)
Benar Sekali; T(p) = S(F(v)) = (F(v))
2

2.2.1.3 Proposisi Samar Bersyarat dan Tidak Terukur
Proposisi samar bersyarat dan tidak terukur diekspresikan dengan persamaan (2.28) (Klir, dan Yuan,
1995).
B adalah y maka A adalah x Jika : p (2.28)
Yang mana x, y merupakan variabel yang nilainya berada dalam himpunan X,Y dan A, B adalah himpunan
samar dalam himpunan X,Y. Contoh proposisinya adalah Jika Jaka Gemuk maka Ukuran Celananya adalah
Besar.
2.2.1.4 Proposisi Samar Bersyarat dan Terukur
Proposisi samar bersyarat dan terukur diekspresikan dengan persamaan (2.29) (Klir, dan Yuan, 1995).
S adalah B adalah y maka A adalah x Jika : p (2.29)
Yang mana x, y merupakan variabel yang nilainya berada dalam himpunan X,Y dan A, B adalah himpunan
samar dalam himpunan X,Y dan S merupakan ukuran kebenaran samar. Contoh proposisinya adalah Jika Jaka
Gemuk maka Ukuran Celananya adalah Besar adalah Benar Sekali.

2.2.2 Fungsi Implikasi Untuk Proposisi Samar
Fungsi implikasi berkaitan dengan bagaimana cara menginterpretasikan proposisi samar menjadi suatu
relasi samar (Wang, 1997).
2.2.2.1 Fungsi Implikasi Minimum
Fungsi implikasi minimum akan memotong keluaran dari himpunan samar (Kusumadewi, 2003), seperti
terlihat dalam gambar 2.11.

Gambar 2.11 Fungsi Implikasi MIN

TINGGI SEDANG NORMAL
Aplikasi Fungsi
Implikasi
IF Permintaan TINGGI AND Biaya Produksi SEDANG THEN Produksi NORMAL
2.2.2.2 Fungsi Implikasi Product (Dot)
Fungsi implikasi dot akan menskalakan keluaran dari himpunan samar (Kusumadewi, 2003), seperti
terlihat dalam gambar 2.12.

Gambar 2.12 Fungsi Implikasi DOT


















TINGGI SEDANG NORMAL
Aplikasi Fungsi
Implikasi
IF Permintaan TINGGI AND Biaya Produksi SEDANG THEN Produksi NORMAL
2.2.3 Metode Penarikan Kesimpulan
2.2.3.1 Metode Maksimum
Metode maksimum merupakan metode penarikan kesimpulan yang mana solusi himpunan samar
diperoleh dengan mengambil nilai maksimum aturan, kemudian menggunakannya untuk memodifikasi daerah
samar, dan mengaplikasikannya ke keluaran dengan menggunakan operator OR (Kusumadewi, 2003).

Gambar 2.13 Penarikan Kesimpulan Metode Maksimum
Secara umum dapat tuliskan dalam seperti pada persamaan (2.30).

],

] (2.30)
Dengan

] merupakan nilai keanggotaan solusi samar sampai aturan ke-i, dan

] merupakan nilai
keanggotaan konsekuen samar aturan ke-i. Proses penarikan kesimpulan dengan metode maksimum terlihat
pada gambar 2.13.


RENDAH NAIK
BERTAMBAH
Aplikasi Fungsi
Implikasi
IF Biaya Produksi RENDAH AND Permintaan NAIK THEN Produksi BERTAMBAH
STANDAR
NORMAL
IF Biaya Produksi STANDAR THEN Permintaan NORMAL
Tidak ada Input
TINGGI TURUN
BERKURANG
IF Biaya Produksi TINGGI AND Permintaan TURUN THEN Produksi BERKURANG
Penarikan
Kesimpulan
2.2.3.2 Metode Additive (Penjumlahan)
Metode penjumlahan merupakan metode penarikan kesimpulan yang mana solusi himpunan samar
diperoleh dengan cara melakukan bounded-sum terhadap semua keluaran daerah samar (Kusumadewi, 2003).
Secara umum dapat diekspresikan dalam persamaan (2.31).

] ,

] +

] (2.31)
Dengan

] merupakan nilai keanggotaan solusi samar sampai aturan ke-i, dan

] merupakan nilai
keanggotaan konsekuen samar aturan ke-i.

2.2.3.3 Metode Probabilistik OR
Metode probabilistic OR merupakan metode penarikan kesimpulan yang mana solusi himpunan samar
diperoleh dengan cara melakukan product terhadap semua keluaran daerah samar (Kusumadewi, 2003). Secara
umum dapat diekspresikan dalam persamaan (2.32).

] +

] (2.32)
Dengan

] merupakan nilai keanggotaan solusi samar sampai aturan ke-i, dan

] merupakan nilai
keanggotaan konsekuen samar aturan ke-i.

2.2.4 Metode Penegasan (Defuzzifikasi)
Defuzzifikasi atau penegasan merupakan metode untuk memetakan nilai dari himpunan samar ke dalam
nilai crisp (Wang, 1997). Masukan proses defuzzifikasi adalah himpunan samar. Terdapat beberapa metode
defuzzifikasi (Kusumadewi, 2003) antara lain :
1. Metode Centroid (Composite Moment)
Pada metode ini, penyelesaian crisp diperoleh dengan cara mengambil titik pusat (z*) daerah samar. Secara
umum untuk semesta kontinu dirumuskan dalam persamaan (2.33), dan untuk semesta diskret dirumuskan
dalam persamaan (2.34).

(2.33)

(2.34)
2. Metode Bisektor
Pada metode ini, penyelesaian crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai pada domain samar yang
memiliki nilai keanggotaan separo dari jumlah total nilai keanggotaan pada daerah samar.
3. Metode Mean of Maximum (MOM)
Pada metode ini, penyelesaian crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai rata-rata domain samar yang
memiliki nilai maksimum.
4. Metode Largest of Maximum (LOM)
Pada metode ini, penyelesaian crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai terbesar pada domain samar
yang memiliki nilai maksimum.
5. Metode Smallest of Maximum (SOM)
Pada metode ini, penyelesaian crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai terkecil pada domain samar
yang memiliki nilai maksimum.
Secara keseluruhan metode defuzzifikasi dapat digambarkan seperti pada gambar 2.14.

Gambar 2.14 Metode Defuzzifikasi

2.3 Sistem Samar
2.3.1 Struktur Umum Sistem Inferensi Samar
Sistem inferensi samar merupakan suatu kerangka komputasi yang didasarkan pada teori himpunan
samar, aturan samar JIKA-MAKA dan penalaran samar (Jang, Sun, dan Mizutani, 2004). Struktur dasar dari
sistem inferensi samar terdiri dari 3 konseptual komponen (Jang, Sun, dan Mizutani, 2004), yaitu :
Basis Aturan (Rule Base) yang mengandung aturan samar JIKA-MAKA
Basis Data (Database) yang mendefinisikan fungsi keanggotaan untuk digunakan dalam aturan samar.
Mekanisme penalaran yang menjalankan proses pengambilan keputusan berdasar aturan dan fakta diberikan
untuk memperoleh keluaran atau kesimpulan.
Sistem inferensi samar dasar dapat menerima masukan berupa nilai samar maupun crisp, akan tetapi
keluaran dihasilkan lebih sering berupa himpunan samar. Untuk mendapatkan keluaran crisp dapat dilakukan
dengan metode defuzzifikasi.

Gambar 2.15 Blok Diagram Sistem Inferensi Samar

Sistem inferensi fuzzy menerima input crisp. Input ini kemudian dikirim ke basis pengetahuan yang
berisi n aturan fuzzy dalam bentuk If-Then. Fire strength akan dicari pada setiap aturan. Apabila jumlah aturan
lebih dari satu, maka akan dilakukan agregasi dari semua aturan. Selanjutnya, hasil agregasi akan dilakukan
defuzzy untuk mendapatkan nilai crisp sebagai keluaran sistem.
Terdapat beberapa model Sistem Inferensi Samar (Jang, Sun, dan Mizutani, 2004), antara lain :
Model Fuzzy Mamdani
Model Fuzzy Sugeno (TSK)
Model Fuzzy Tsukamoto
Perbedaan antara ketiga sistem inferensi samar terdapat pada konsekuen dari aturan samar, aggregasi dan
prosedur defuzzifikasi.




x is A1 y is B1
W1
rule 1
x is A2 y is B2
W1
rule 2
x is An y is Bn
W1
rule n
Aggregator Defuzzifier
(fuzzy)
(fuzzy)
(fuzzy)
(fuzzy)
y
(crisp)
Crisp
Or
x
2.3.2 Model-model Sistem Samar
2.3.2.1 Sistem Samar Model Mamdani
Sistem samar model Mamdani disebut juga dengan metode max
mendapatkan keluaran pada metode ini, diperlukan 4 tahapan yaitu :
1. Pembentukan himpunan samar
Pada metode mamdani, baik variabel
samar.
2. Penggunaan Fungsi Implikasi
Metode mamdani menggunakan fungsi implikasi min.
3. Penarikan Kesimpulan / Komposisi Aturan
Komposisi aturan yang digunakan dalam metod
4. Defuzzifikasi
Defuzzifikasi pada metode mamdani dapat dilakukan dengan beberapa metode defuzzifikasi antara lain :
Centroid, Bisektor, Mean of Maximum, Largest of Maximum atau Smallest of Maximum.
Ilustrasi sistem samar model mamdani dapat dilihat pada gambar 2.16.
Gambar 2.16 Sistem Samar Model Mamdani

Sistem Samar Model Mamdani
Sistem samar model Mamdani disebut juga dengan metode max-min (Kusumadewi, 2003). Untuk
mendapatkan keluaran pada metode ini, diperlukan 4 tahapan yaitu :
dani, baik variabel input maupun variabel output dibagi menjadi satu atau lebih himpunan
Metode mamdani menggunakan fungsi implikasi min.
Penarikan Kesimpulan / Komposisi Aturan
Komposisi aturan yang digunakan dalam metode mamdani adalah metode max.
Defuzzifikasi pada metode mamdani dapat dilakukan dengan beberapa metode defuzzifikasi antara lain :
Centroid, Bisektor, Mean of Maximum, Largest of Maximum atau Smallest of Maximum.
amdani dapat dilihat pada gambar 2.16.
Gambar 2.16 Sistem Samar Model Mamdani
min (Kusumadewi, 2003). Untuk
dibagi menjadi satu atau lebih himpunan

Defuzzifikasi pada metode mamdani dapat dilakukan dengan beberapa metode defuzzifikasi antara lain :
Centroid, Bisektor, Mean of Maximum, Largest of Maximum atau Smallest of Maximum.

2.3.2.2 Sistem Samar Model Sugeno (TSK)
Sistem samar model Sugeno juga dikenal dengan nama model TSK. Model Sugeno merupakan usaha
untuk mengenbangkan pendekatan sistematis untuk memb
keluaran (Jang, Sun, dan Mizutani, 2004)
susunan :
JIKA x adalah A dan y adalah B maka z = f(x,y)
yang mana A dan B adalah himpunan samar pada antes
konsekuen. f(x,y) biasanya merupakan polinomial pada variabel masukan x dan y, tetapi dapat berupa fungsi.
Jika f(x,y) merupakan polinomial orde 1 maka hasil dari sistem inferensi samar disebut model samar s
orde 1. Ketika f merupakan konstanta maka sistem inferensi samarnya disebut model samar sugeno orde 0.
Ilustrasi sistem samar model sugeno dapat dilihat pada gambar 2.17.
Gambar 2.17. Sistem Samar Model Sugeno
2.3.2.3 Sistem Samar Model Tsukamoto
Dalam sistem samar model tsukamoto, konsekuen pada setiap aturan samar JIKA
himpunan samar dengan fungsi keanggotaan monoton. Nilai hasil pada konsekuen setiap aturan samar berupa
nilai crisp yang diperoleh berdasarkan fire strength pa
rata-rata terbobot dari keluaran setiap aturan samar
metode tsukamoto dapat dilihat pada gambar 2.18.
Sistem Samar Model Sugeno (TSK)
Sistem samar model Sugeno juga dikenal dengan nama model TSK. Model Sugeno merupakan usaha
untuk mengenbangkan pendekatan sistematis untuk membangun aturan samar dari himpunan data masukan dan
(Jang, Sun, dan Mizutani, 2004). Aturan samar pada model sugeno biasanya diwujudkan dalam
JIKA x adalah A dan y adalah B maka z = f(x,y)
yang mana A dan B adalah himpunan samar pada anteseden, dan z = f(x,y) merupakan fungsi crisp pada
f(x,y) biasanya merupakan polinomial pada variabel masukan x dan y, tetapi dapat berupa fungsi.
Jika f(x,y) merupakan polinomial orde 1 maka hasil dari sistem inferensi samar disebut model samar s
Ketika f merupakan konstanta maka sistem inferensi samarnya disebut model samar sugeno orde 0.
Ilustrasi sistem samar model sugeno dapat dilihat pada gambar 2.17.
Gambar 2.17. Sistem Samar Model Sugeno

Sistem Samar Model Tsukamoto
Dalam sistem samar model tsukamoto, konsekuen pada setiap aturan samar JIKA
punan samar dengan fungsi keanggotaan monoton. Nilai hasil pada konsekuen setiap aturan samar berupa
nilai crisp yang diperoleh berdasarkan fire strength pada antesedennya. Keluaran sistem dihasilkan dari konsep
rata terbobot dari keluaran setiap aturan samar (Jang, Sun, dan Mizutani, 2004)
metode tsukamoto dapat dilihat pada gambar 2.18.
Sistem samar model Sugeno juga dikenal dengan nama model TSK. Model Sugeno merupakan usaha
angun aturan samar dari himpunan data masukan dan
. Aturan samar pada model sugeno biasanya diwujudkan dalam
eden, dan z = f(x,y) merupakan fungsi crisp pada
f(x,y) biasanya merupakan polinomial pada variabel masukan x dan y, tetapi dapat berupa fungsi.
Jika f(x,y) merupakan polinomial orde 1 maka hasil dari sistem inferensi samar disebut model samar sugeno
Ketika f merupakan konstanta maka sistem inferensi samarnya disebut model samar sugeno orde 0.

Dalam sistem samar model tsukamoto, konsekuen pada setiap aturan samar JIKA-MAKA diwakili oleh
punan samar dengan fungsi keanggotaan monoton. Nilai hasil pada konsekuen setiap aturan samar berupa
Keluaran sistem dihasilkan dari konsep
(Jang, Sun, dan Mizutani, 2004). Ilustrasi sistem samar
Gambar 2.18 Sistem

Misal terdapat 2 variabel masukan, yaitu x dan y serta sebuah variabel keluaran yaitu z. Variabel x
terbagi atas 2 himpunan A1 dan A2, variabel y terbagi atas 2 himpunan B1 dan B2, dan variabel keluaran y
terbagi atas 2 himpunan C1 dan C2. Jika terdapat 2 aturan samar :
JIKA x adalah A1 dan y adalah B2 MAKA z adalah C1
JIKA x adalah A2 dan y adalah B2 MAKA z adalah C2
-predikat untuk aturan pertama adalah w
monoton didapat keluaran aturan pertama adalah z1 dan z2 sebagai keluaran untuk aturan kedua. Dan untuk
mendapatkan keluaran akhir digunakan konsep rata

w
z =








Gambar 2.18 Sistem Samar Model Tsukamoto
Misal terdapat 2 variabel masukan, yaitu x dan y serta sebuah variabel keluaran yaitu z. Variabel x
terbagi atas 2 himpunan A1 dan A2, variabel y terbagi atas 2 himpunan B1 dan B2, dan variabel keluaran y
dan C2. Jika terdapat 2 aturan samar :
JIKA x adalah A1 dan y adalah B2 MAKA z adalah C1
JIKA x adalah A2 dan y adalah B2 MAKA z adalah C2
predikat untuk aturan pertama adalah w
1
dan -predikat untuk aturan kedua adalah
monoton didapat keluaran aturan pertama adalah z1 dan z2 sebagai keluaran untuk aturan kedua. Dan untuk
mendapatkan keluaran akhir digunakan konsep rata-rata terbobot dengan persamaan (2.35).
2 1
2 2 1 1
w w
z w z w
+
+
(2.35)

Misal terdapat 2 variabel masukan, yaitu x dan y serta sebuah variabel keluaran yaitu z. Variabel x
terbagi atas 2 himpunan A1 dan A2, variabel y terbagi atas 2 himpunan B1 dan B2, dan variabel keluaran y
predikat untuk aturan kedua adalah w
2
. Dengan penalaran
monoton didapat keluaran aturan pertama adalah z1 dan z2 sebagai keluaran untuk aturan kedua. Dan untuk
rata terbobot dengan persamaan (2.35).


1. SISTEM INFERENSI FUZZY
a. METODE TSUKAMOTO
b. METODE MAMDANI
c. METODE SUGENO

1.1. METODE TSUKAMOTO
Setiap konsekuen pada aturan berbentuk IF-THEN direpresentasikan dengan suatu himpunan Fuzzy dengan fungsi
keanggotaan yang monoton. Sebagai hasil, output tiap-tiap aturan diberikan secara tegas berdasar -predikat (fire
strenght).

CONTOH KASUS 1:
Sebuah perusahaan makanan kaleng akan memproduksi makanan jenis ABC. Dari data 1 bulan terakhir,
PERMINTAAN TERBESAR mencapai 5000 kemasan/hari, dan PERMINTAAN TERKECIL 1000 kemasan/hari. PERSEDIAAN
TERBANYAK digudang sampai 600 kemasan/hari, dan PERSEDIAAN TERKECIL mencapai 100 kemasan/hari. Dengan
segala keterbatasan kemampuan PRODUKSI TERBANYAK adalah 7000 kemasan/hari, dan agar efisien PRODUKSI
TERKECIL adalah 2000 kemasan/hari. Dalam produksi perusahaan menggunakan aturan :
R1 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan BANYAK maka produksi BERKURANG
R2 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan SEDIKIT maka produksi BERKURANG
R3 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan BANYAK maka produksi BERTAMBAH
R4 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan SEDIKIT maka produksi BERTAMBAH

Berapa harus diproduki jika PERMINTAAN 4000 kemasan dan PERSEDIAAN 300 kemasan.

SOLUSI :
Terdapat 3 variabel fuzzy yaitu (1) permintaan, (2) persediaan, dan (3) produksi
PERMINTAAN
Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu (1) TURUN, dan (2) NAIK
Diketahui :
Permintaan terendah adalah 1000 kemasan/hari
Permintaan tertinggi adalah 5000 kemasan/hari
Permintaan permasalahan = 4000 kemasan

[]

1 1000
5000
4000
, 1000 5000
0 5000

[]

0 1000
1000
4000
, 1000 5000
1 5000





PERSEDIAAN
Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu (1) SEDIKIT, dan (2) BANYAK
Diketahui :
Persediaan terendah adalah 100 kemasan/hari
Persediaan tertinggi adalah 600 kemasan/hari
Persediaan permasalahan = 300 kemasan


[]

1 100
600
500
, 100 600
0 600

[]

0 100
100
500
, 100 600
1 600











1
600
0
100 300
0,4
0,6
SEDIKIT BANYAK
PERSEDIAAN
Kemasan/hari
[y]
1
5000
0
1000 4000
0,25
0,75
TURUN NAIK
PERMINTAAN
Kemasan/hari
[x]

PRODUKSI
Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu (1) BERKURANG, dan (2) BERTAMBAH
Diketahui :
Produksi terendah adalah 2000 kemasan/hari
Produksi tertinggi adalah 7000 kemasan/hari
Produksi permasalahan = ditanyakan ?? kemasan


[]

1 2000
7000
5000
, 2000 7000
0 7000

[]

0 2000
2000
5000
, 2000 7000
1 7000






Cari Nilai Produksi Z, dengan fungsi implikasi MIN
Permintaan x
Fungsi keanggotaan TURUN :

[]

1 1000
5000
4000
, 1000 5000
0 5000



Permintaan = 4000

[]
=
5000 4000
4000


= 0,25

Fungsi keanggotaan NAIK :

[]

0 1000
1000
4000
, 1000 5000
1 5000



Permintaan = 4000

[]
=
4000 1000
4000


= 0,75


Persediaan y
Fungsi keanggotaan SEDIKIT :

[]

1 100
600
500
, 100 600
0 600



Persediaan = 300

[]
=
600 300
500


= 0,6

Fungsi keanggotaan BANYAK :

[]

0 100
100
500
, 100 600
1 600



Permintaan = 300

[]
=
300 600
500


= 0,4



1
7000
0
2000
BERKURANG BERTAMBAH
PRODUKSI
Kemasan/hari
[z]

Mencari Produksi z
R1 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan BANYAK maka produksi BERKURANG


= min

[4000]

[300]
= min 0,25; 0,4
= 0,25

[]

1 2000
7000
5000
, 2000 7000
0 7000

= 0,25 z1 = 5750

R2 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan SEDIKIT maka produksi BERKURANG


= min

[4000]

[300]
= min 0,25; 0,6
= 0,25

[]

1 2000
7000
5000
, 2000 7000
0 7000

= 0,25 z2 = 5750


R3 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan BANYAK maka produksi BERTAMBAH


= min

[4000]

[300]
= min 0,75; 0,4
= 0,4

[]

0 2000
2000
5000
, 2000 7000
1 7000

= 0,4 z3 = 4000


R4 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan SEDIKIT maka produksi BERTAMBAH


= min

[4000]

[300]
= min 0,75; 0,6
= 0,6

[]

0 2000
2000
5000
, 2000 7000
1 7000

= 0,6 z3 = 5000



1
1
600
0
100 300
BANYAK
PERSEDIAAN
Kemasan/hari
[y]
1
5000
0
1000 4000
0,25
TURUN
PERMINTAAN
Kemasan/hari
[x]
1
7000
0
2000
BERKURANG
PRODUKSI
Kemasan/hari
[z]
0,4
z1
z2
2
1
600
0
100 300
SEDIKIT
PERSEDIAAN
Kemasan/hari
[y]
1
5000
0
1000 4000
0,25
0,75
TURUN
PERMINTAAN
Kemasan/hari
[x]
1
7000
0
2000
BERKURANG
PRODUKSI
Kemasan/hari
[z]

Hitung z sebagai berikut :
=

1 +

2 +

3 +


=
0,25 5750 +0,25 5750 +0,4 4000 +0,6 5000
0,25 +0,25 +0,4 +0,6

=
7475
1,5
= 4983
3
4
1
600
0
100 300
BANYAK
PERSEDIAAN
Kemasan/hari
[y]
1
5000
0
1000 4000
0,75
NAIK
PERMINTAAN
Kemasan/hari
[x]
1
7000
0
2000 z3
BERTAMBAH
PRODUKSI
Kemasan/hari
[z]
1
600
0
100 300
SEDIKIT
PERSEDIAAN
Kemasan/hari
[y]
1
5000
0
1000 4000
0,75
NAIK
PERMINTAAN
Kemasan/hari
[x]
1
7000
0
2000 z4
BERTAMBAH
PRODUKSI
Kemasan/hari
[z]
1.2. METODE MAMDANI
Disebut juga metode MAX-MIN. Untuk mendapatkan output melalui 4 tahapan sebagai berikut :
1. Pembentukan himpunan fuzzy
2. Aplikasi Fungsi Implikasi (aturan)
Mamdani menggunakan fungsi Implikasi Min
3. Komposisi Aturan
Mamdani dapat menggunakan 3 komposisi aturan, yaitu : max, additive, or
4. Penegasan (defuzzy)
Hasil dari himpunan komposisi, perlu diterjemahkan menjadi nilai crisp sebagai hasil akhir.
Terdapat beberapa metode defuzzifikasi :
a. Metode Centroid
b. Metode Bisektor
c. Metode Mean of Maximum
d. Metode Largest of Maximum
e. Metode Smallest of Maximum

CONTOH KASUS 1:
Sebuah perusahaan makanan kaleng akan memproduksi makanan jenis ABC. Dari data 1 bulan terakhir,
PERMINTAAN TERBESAR mencapai 5000 kemasan/hari, dan PERMINTAAN TERKECIL 1000 kemasan/hari. PERSEDIAAN
TERBANYAK digudang sampai 600 kemasan/hari, dan PERSEDIAAN TERKECIL mencapai 100 kemasan/hari. Dengan
segala keterbatasan kemampuan PRODUKSI TERBANYAK adalah 7000 kemasan/hari, dan agar efisien PRODUKSI
TERKECIL adalah 2000 kemasan/hari. Dalam produksi perusahaan menggunakan aturan :
R1 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan BANYAK maka produksi BERKURANG
R2 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan SEDIKIT maka produksi BERKURANG
R3 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan BANYAK maka produksi BERTAMBAH
R4 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan SEDIKIT maka produksi BERTAMBAH

Berapa harus diproduki jika PERMINTAAN 4000 kemasan dan PERSEDIAAN 300 kemasan.











SOLUSI :
Terdapat 3 variabel fuzzy yaitu (1) permintaan, (2) persediaan, dan (3) produksi
PERMINTAAN
Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu (1) TURUN, dan (2) NAIK
Diketahui :
Permintaan terendah adalah 1000 kemasan/hari
Permintaan tertinggi adalah 5000 kemasan/hari
Permintaan permasalahan = 4000 kemasan

[]

1 1000
5000
4000
, 1000 5000
0 5000

[]

0 1000
1000
4000
, 1000 5000
1 5000





PERSEDIAAN
Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu (1) SEDIKIT, dan (2) BANYAK
Diketahui :
Persediaan terendah adalah 100 kemasan/hari
Persediaan tertinggi adalah 600 kemasan/hari
Persediaan permasalahan = 300 kemasan


[]

1 100
600
500
, 100 600
0 600

[]

0 100
100
500
, 100 600
1 600











1
600
0
100 300
0,4
0,6
SEDIKIT BANYAK
PERSEDIAAN
Kemasan/hari
[y]
1
5000
0
1000 4000
0,25
0,75
TURUN NAIK
PERMINTAAN
Kemasan/hari
[x]
PRODUKSI
Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu (1) BERKURANG, dan (2) BERTAMBAH
Diketahui :
Produksi terendah adalah 2000 kemasan/hari
Produksi tertinggi adalah 7000 kemasan/hari
Produksi permasalahan = ditanyakan ?? kemasan


[]

1 2000
7000
5000
, 2000 7000
0 7000

[]

0 2000
2000
5000
, 2000 7000
1 7000






Cari Nilai Produksi Z, dengan fungsi implikasi MIN
Permintaan x
Fungsi keanggotaan TURUN :

[]

1 1000
5000
4000
, 1000 5000
0 5000



Permintaan = 4000

[]
=
5000 4000
4000


= 0,25

Fungsi keanggotaan NAIK :

[]

0 1000
1000
4000
, 1000 5000
1 5000



Permintaan = 4000

[]
=
4000 1000
4000


= 0,75


Persediaan y
Fungsi keanggotaan SEDIKIT :

[]

1 100
600
500
, 100 600
0 600



Persediaan = 300

[]
=
600 300
500


= 0,6

Fungsi keanggotaan BANYAK :

[]

0 100
100
500
, 100 600
1 600



Permintaan = 300

[]
=
300 600
500


= 0,4




1
7000
0
2000
BERKURANG BERTAMBAH
PRODUKSI
Kemasan/hari
[z]


1
1
600
0
100 300
BANYAK
PERSEDIAAN
Kemasan/hari
[y]
1
5000
0
1000 4000
0,25
TURUN
PERMINTAAN
Kemasan/hari
[x]
1
7000
0
2000
BERKURANG
PRODUKSI
Kemasan/hari
[z]
0,4
2
1
600
0
100 300
SEDIKIT
PERSEDIAAN
Kemasan/hari
[y]
1
5000
0
1000 4000
0,25
0,75
TURUN
PERMINTAAN
Kemasan/hari
[x]
1
7000
0
2000
BERKURANG
PRODUKSI
Kemasan/hari
[z]

3
4
1
600
0
100 300
BANYAK
PERSEDIAAN
Kemasan/hari
[y]
1
5000
0
1000 4000
0,75
NAIK
PERMINTAAN
Kemasan/hari
[x]
1
7000
0
2000
BERTAMBAH
PRODUKSI
Kemasan/hari
[z]
1
600
0
100 300
SEDIKIT
PERSEDIAAN
Kemasan/hari
[y]
1
5000
0
1000 4000
0,75
NAIK
PERMINTAAN
Kemasan/hari
[x]
1
7000
0
2000
BERTAMBAH
PRODUKSI
Kemasan/hari
[z]
0,6
1
7000
0
2000
Komposisi PRODUKSI dengan MAX
Kemasan/hari
[z]
a1 a2
0,25

= 0,25 a1 = 3250

= 0,60 a1 = 5000
Didapat fungsi keanggotaan hasil komposisi sbb :

[]

0,25 3250
2000
5000
, 3250 5000
0,6 5000



Defuzzifikasi
Dengan Metode Centroid hitung momen tiap area
1 = 0,25

= 0,125

= 1320312,5
2 =

= 0,0002

0,4

= 0,000067

0,2

= 3187515,625
3 = 0,6

= 0,3

= 7200000

Hitung luas masing2 area
1 = 3250 025 = 812,5
2 =
0,25 +0,6 5000 3250
2

3 = 7000 5000 0,6 = 1200

Sehingga
=
1320312,5 +3187515,625 +7200000
812,5 +743,75 +1200
= 4247,74










1.3. METODE SUGENO
Secara umum menyerupai metode MAMDANI, akan tetapi output/konsekuen berupa konstanta atau persamaan
linear.
a. Module Fuzzy Sugeno Orde-Nol
=

b. Model Fuzzy Sugeno Orde-Satu
= ++ +


CONTOH KASUS 1:
Sebuah perusahaan makanan kaleng akan memproduksi makanan jenis ABC. Dari data 1 bulan terakhir,
PERMINTAAN TERBESAR mencapai 5000 kemasan/hari, dan PERMINTAAN TERKECIL 1000 kemasan/hari. PERSEDIAAN
TERBANYAK digudang sampai 600 kemasan/hari, dan PERSEDIAAN TERKECIL mencapai 100 kemasan/hari. Dengan
segala keterbatasan kemampuan PRODUKSI TERBANYAK adalah 7000 kemasan/hari, dan agar efisien PRODUKSI
TERKECIL adalah 2000 kemasan/hari. Dalam produksi perusahaan menggunakan aturan :
R1 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan BANYAK maka produksi = permintaan - persediaan
R2 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan SEDIKIT maka produksi = permintaan
R3 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan BANYAK maka produksi permintaan
R4 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan SEDIKIT maka produksi = 1,25 * Permintaan - Persediaan

Berapa harus diproduki jika PERMINTAAN 4000 kemasan dan PERSEDIAAN 300 kemasan.
SOLUSI :
Terdapat 3 variabel fuzzy yaitu (1) permintaan, (2) persediaan, dan (3) produksi
PERMINTAAN
Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu (1) TURUN, dan (2) NAIK
Diketahui :
Permintaan terendah adalah 1000 kemasan/hari
Permintaan tertinggi adalah 5000 kemasan/hari
Permintaan permasalahan = 4000 kemasan

[]

1 1000
5000
4000
, 1000 5000
0 5000

[]

0 1000
1000
4000
, 1000 5000
1 5000







1
5000
0
1000 4000
0,25
0,75
TURUN NAIK
PERMINTAAN
Kemasan/hari
[x]

PERSEDIAAN
Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu (1) SEDIKIT, dan (2) BANYAK
Diketahui :
Persediaan terendah adalah 100 kemasan/hari
Persediaan tertinggi adalah 600 kemasan/hari
Persediaan permasalahan = 300 kemasan


[]

1 100
600
500
, 100 600
0 600

[]

0 100
100
500
, 100 600
1 600



Cari Nilai Produksi Z
Permintaan x
Fungsi keanggotaan TURUN :

[]

1 1000
5000
4000
, 1000 5000
0 5000



Permintaan = 4000

[]
=
5000 4000
4000


= 0,25

Fungsi keanggotaan NAIK :

[]

0 1000
1000
4000
, 1000 5000
1 5000



Permintaan = 4000

[]
=
4000 1000
4000


= 0,75


Persediaan y
Fungsi keanggotaan SEDIKIT :

[]

1 100
600
500
, 100 600
0 600



Persediaan = 300

[]
=
600 300
500


= 0,6

Fungsi keanggotaan BANYAK :

[]

0 100
100
500
, 100 600
1 600



Permintaan = 300

[]
=
300 600
500


= 0,4



1
600
0
100 300
0,4
0,6
SEDIKIT BANYAK
PERSEDIAAN
Kemasan/hari
[y]
Mencari Produksi z
R1 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan BANYAK maka produksi = Permintaan - Persediaan


= min

[4000]

[300]
= min 0,25; 0,4
= 0,25

1 = 4000 300 = 3700

R2 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan SEDIKIT maka produksi = Permintaan


= min

[4000]

[300]
= min 0,25; 0,6
= 0,25

2 = 4000

R3 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan BANYAK maka produksi = Permintaan


= min

[4000]

[300]
= min 0,75; 0,4
= 0,4

3 = 4000

R4 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan SEDIKIT maka produksi = 1,24 * Permintaan - Persediaan


= min

[4000]

[300]
= min 0,75; 0,6
= 0,6

4 = 1,25 4000 300 = 4700

Hitung z sebagai berikut :
=

1 +

2 +

3 +


=
0,25 3700 +0,25 4000 +0,4 4000 +0,6 4700
0,25 +0,25 +0,4 +0,6

=
6345
1,5
= 4230

DAFTAR PUSTAKA
[1] Kusumadewi , Artificial Intelligence,
[2] Russel, S.J., dan Norvig, P., Artificial Intelligence a Modern Aproach
[3] Winston, P.H., Artificial Intelligence


NEURAL NETWORK
KOMPONEN
Jaringan syaraf terdiri dari neuron-neuron yang saling berhubungan
informasi yang diterima-nya kepada neuron lain.
Dalam JST, neuron input akan menerima informasi dan menjumlahkan semua nilai
masuk. Nilai masukan tersebut kemudian akan dibandingakan dengan nilai
Jika nilai masukan melewati nilai ambang maka neuron akan diaktifkan dan memberikan nilai keluaran kepada
neron output.
ARSITEKTUR JST
a. SINGLE LAYER
b. MULTI LAYER
NEURAL NETWORK / JARINGAN SYARAF TIRUAN
neuron yang saling berhubungan. Neuron-neuron akan ment
nya kepada neuron lain.
Dalam JST, neuron input akan menerima informasi dan menjumlahkan semua nilai
masuk. Nilai masukan tersebut kemudian akan dibandingakan dengan nilai ambang melalui fungsi a
Jika nilai masukan melewati nilai ambang maka neuron akan diaktifkan dan memberikan nilai keluaran kepada

/ JARINGAN SYARAF TIRUAN

neuron akan mentranformasikan
Dalam JST, neuron input akan menerima informasi dan menjumlahkan semua nilai-nilai semua bobot yang
ambang melalui fungsi aktivasi.
Jika nilai masukan melewati nilai ambang maka neuron akan diaktifkan dan memberikan nilai keluaran kepada


Persamaan :
_


FUNGSI AKTIVASI
a. Fungsi Aktivasi (Fungsi Undak Biner)
b. Fungsi Aktivasi (Fungsi Undak Biner dgn Threshold)

c. Fungsi Aktivasi (Bipolar)
w
3

w
2

w
1
X
1

X
2

X
N


Gambar Jaringan Syaraf Sederhana

Fungsi Aktivasi (Fungsi Undak Biner)

Fungsi Aktivasi (Fungsi Undak Biner dgn Threshold)



1


F
y_in

y
Pembelajaran
a. Terawasi (supervised Learning)
Hebb
Perceptron
Bakcpropagation
b. Tidak Terawasi (unsupervised learning)


Hebb
Merupakan model jaringan dengan pembelajaran paling sederhana
Proses perbaikan bobot :
wi(baru) = wi(lama) + xi*y
dengan :
wi = bobot data input ke i
xi = input data ke i
y = output data
algoritma
0. Inisialisasi semua bobot
wij = 0; dengan i = 1,2, ..., n dan j = 1,2, .., m
1. Untuk setiap pasangan input output (s-t)
a. Set input dengan nilai sama dengan vektor input
xi = si (i=1,2,.., n)
b. Set output dengan nilai sama dengan vektor output
yj = ti (j=1,2,..m)
c. Perbaiki bobot
wij(baru) = wij(lama) + xi*yj
(i = 1,2, ..., n dan j = 1,2, .., m)
Catatan bias selalu = 1

CONTOH KASUS :



b
w
2

w
1

y
X
1

X
2


F
y_in
Jaringan syaraf untuk fungsi OR dengan fungsi aktivasi Bipolar:
Input bias target
-1 -1 1 -1
-1 1 1 1
1 -1 1 1
1 1 1 1

X =
-1 -1
-1 1
1 -1
1 1
T =
-1
1
1
1

Bobot awal =
W =
0
0
B = 0

Perubahan bobot :
Data ke -1
w1 = 0 + 1 = 1
w2 = 0 + 1 = 1
b = 0 1 = -1

Data ke -2
w1 = 1 - 1 = 0
w2 = 1 + 1 = 2
b = -1 + 1 = 0

Data ke -3
w1 = 0 + 1 = 1
w2 = 2 - 1 = 1
b = 0 + 1 = 1

Data ke -4
w1 = 1 + 1 = 2
w2 = 1 + 1 = 2
b = 1 + 1 = 2

Pada kondisi akhir didapatkan w1 = 2, w2 = 2, dan bias = 2

Pengujian dengan data input :
(1) Untuk x1 = -1, dan x2 = -1, maka outputnya harus = -1
y_in = (2 )(-1) + (2) (-1) + 2 = -2

Dengan Fungsi aktivasi Bipolar
y = F(-2) = -1 karena -2 < 0

(2) Untuk x1 = -1, dan x2 = 1, maka outputnya harus = 1
y_in = (2 )(-1) + (2) (1) + 2 = 2

Dengan Fungsi aktivasi Bipolar
y = F(2) = 1 karena 2 > 0

(3) Untuk x1 = 1, dan x2 = -1, maka outputnya harus = 1
y_in = (2 )(1) + (2) (-1) + 2 = 2

Dengan Fungsi aktivasi Bipolar
y = F(2) = 1 karena 2 > 0

(4) Untuk x1 = 0.5, dan x2 = -0.2, maka dapat dihitung outputnya
y_in = (2 )(0.5) + (2) (-0.2) + 2 = 2.6

Dengan Fungsi aktivasi Bipolar
y = F(2.6) = 1 karena 2.6 > 0


Perceptron
Perceptron biasa digunakan untuk mengklasifikasikan sesuatu. Fungsi aktivasi dibuat sedemikian rupa
sehingga terdapat pembatasan daerah positif dan negatif.


Pembatasan linear perceptron

Persamaan garis pemisah :
11 +22 + = 0
Persamaan daerah positif :
11 +22
Persamaan daerah negatif :
11 +22 <


+

+ daerah
positif
-

daerah
negatif -
Langkah pembelajaran jaringan perceptron
0. Inisialisasi
a. Set semua bobot dan bias (misal = 0)
b. Set learning rate ( 0 < < 1 )
c. Set maksimum epoh
1. Tetapkan epoh =0
2. Selama belum false, ulangi langkah sbb :
a. Untuk setiap s
k
t
k
, dengan k=1,2,...,n
i. Set input : x
ki
= s
ki

k = 1,2,..., m
ii. Hitung respon untuk unit


j=1,2,.., c

untuk output biner

=
1,
0,

0
_

< 0


untuk output bipolar

=
1,
1,

0
_

< 0

iii. Perbaiki bobot dan bias
Jika y
j
t
kj,
maka


b. Tes kondisi berhenti

CONTOH KASUS :


Jaringan syaraf untuk fungsi OR dengan fungsi aktivasi undak biner :
Input bias target
0 0 1 0
0 1 1 1
1 0 1 1
1 1 1 1

b
w
2

w
1

y
X
1

X
2


F
y_in

Langkah 1 :
Tetapkan MaxEpoh , misal = 50;
Learning Rate (), misal = 1;
Bobot awal, misal : w1 = 0 dan w2=0
Bobot bias, b = 0
Total Error, E = 0

Jika y
j
t
kj,
maka



Epoh 1 :
o Data 1

= 00 + 00 + 0 = 0
= 0 = 1

; = 1 ;

= 0 :

= 1 ; = 1
Perbaiki bobot

= 0 +110 = 1

= 0 +110 = 1
= 0 +11 = 1
o Data 2

= 01 + 11 1 = 1
= 1 = 0

; = 0 ;

= 1 :

= 1 ; = 1
Perbaiki bobot

= 1 +110 = 1

= 1 +111 = 0
= 1 +11 = 0
o Data 3

= 11 + 00 +0 = 1
= 1 = 0

; = 0 ;

= 1 :

= 1 ; = 1
Perbaiki bobot

= 1 +111 = 0

= 0 +110 = 0
= 0 +11 = 1
o Data 4

= 10 + 10 +1 = 1
= 1 = 1
=

; = 1 ;

= 1

Epoh 2 :
o Data 1

= 00 + 00 + 1 = 1
= 1 = 1

; = 1 ;

= 0 :

= 1 ; = 1
Perbaiki bobot

= 0 +110 = 1

= 0 +110 = 1
= 1 +11 = 0
o Data 2

= 01 + 11 +0 = 1
= 1 = 0

; = 0 ;

= 1 :

= 1 ; = 1


Perbaiki bobot

= 1 +110 = 1

= 1 +111 = 0
= 0 +11 = 1
o Data 3

= 11 + 00 +1 = 0
= 0 = 1
=

; = 1 ;

= 1
o Data 4

= 11 + 10 +1 = 1
= 1 = 1
=

; = 1 ;

= 1

Epoh 3 :
o Data 1

= 01 + 00 + 1 = 1
= 1 = 1

; = 1 ;

= 0 :

= 1 ; = 1
Perbaiki bobot

= 1 +110 = 1

= 0 +110 = 0
= 1 +11 = 0
o Data 2

= 01 + 10 +0 = 0
= 0 = 1

; = 1 ;

= 1
o Data 3

= 11 + 00 +0 = 1
= 1 = 0
=

; = 0 ;

= 1 :

= 1 ; = 1

= 1 +111 = 0

= 0 +110 = 0
= 0 +11 = 1
o Data 4

= 10 + 10 +1 = 1
= 1 = 1
=

; = 1 ;

= 1
Epoh 4 :
o Data 1

= 00 + 00 + 1 = 1
= 1 = 1

; = 1 ;

= 0 :

= 1 ; = 1
Perbaiki bobot

= 0 +110 = 0

= 0 +110 = 0
= 1 +11 = 0
o Data 2

= 00 + 10 +1 = 1
= 1 = 1

; = 1 ;

= 1
o Data 3

= 10 + 00 +1 = 0
= 0 = 1
=

; = 1 ;

= 1
o Data 4

= 10 + 10 +1 = 1
= 1 = 1
=

; = 1 ;

= 1

Epoh 5 :
o Data 1

= 00 + 00 + 0 = 0
= 0 = 1

; = 1 ;

= 0 :

= 1 ; = 1
Perbaiki bobot

= 0 +110 = 0

= 0 +110 = 0
= 0 +11 = 1
o Data 2

= 00 + 11 +1 = 0
= 0 = 1

; = 1 ;

= 1
o Data 3

= 10 + 01 +1 = 1
= 1 = 1
=

; = 1 ;

= 1
o Data 4

= 10 + 10 +1 = 1
= 1 = 1
=

; = 1 ;

= 1

Anda mungkin juga menyukai