Anda di halaman 1dari 7

PEMBATASAN SUBSIDI BBM: DEMI NEGARA ATAU ASING?

Pendahuluan Setelah batal diputuskan tahun lalu, pemerintah kembali menggulirkan rencana pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Alasannya, anggaran untuk subsidi BBM terus bertambah akibat meningkatnya konsumsi. Tahun 2011 realisasi konsumsi BBM bersubsidi mencapai 41,69 juta kiloliter (kl), 3,3 persen di atas kuota APBNP 2011 (40,36 juta kl). Akibatnya, subsidi BBM membengkak jadi Rp 165,2 triliun (suarakarya-online.com, 16/01). Rencananya, kebijakan ini akan diterapkan di seluruh SPBU Jawa-Bali per April 2012. Pembatasan subsidi BBM ini akan dikenakan bagi tiap kendaraan roda empat atau lebih yang berplat hitam (okezone.com, 16/01). Dasar Kebijakan Pemerintah mengklaim pilihan kebijakan pembatasan merupakan yang paling ideal dalam konteks pengendalian inflasi dan keadilan (tepat sasaran). Mengacu pada data yang ada, angkutan barang dan angkutan umum masing-masing mengonsumsi empat persen dan tiga persen kuota subsidi BBM. Dengan demikian,anggaran subsidi BBM yang nilainya sekitar Rp 100 triliun,sekitar Rp 4 triliun dinikmati oleh angkutan barang dan Rp 3 triliun dinikmati oleh angkutan umum. Selain itu, mobilitas masyarakat dengan angkutan umum juga relatif tidak terganggu mengingat tidak terdapat kenaikan tarif disebabkan menggunakan plat kuning. Karena itu, secara teoretis produktivitas masyarakat dan aktivitas perekonomian nasional relatif tidak terganggu oleh kenaikan harga BBM jika disertai dengan pengembalian subsidi dalam bentuk yang lain. Nyatanya, dasar kebijakan yang digunakan oleh pemerintah ini relatif terlihat dangkal. Hal ini dikarenakan dampak dari pembatasan subsidi BBM akan berdampak besar terhadap rakyat. Hal ini dikarenakan kalangan industri besar dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Ditulis Oleh Abdul Akbar, Ketua ReLIEF STEI Hamfara Yogyakarta 2011-2012

(UMKM) menggunakan kendaraan berplat hitam yang mayoritas berwujud truk, mobil pick up, dan mobil box. Pengamat Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Dr. Anggito Abimanyu memprediksi kebijakan ini berdampak negatif bagi UMKM, pasalnya bagi pengusaha sektor UMKM pembatasan BBM berarti kenaikan harga BBM 100%. Anggito mengilustrasikan bagi pengusaha UMKM biasanya membeli premium Rp 4.500/liter nanti harus beli pertamax yang harganya diserahkan pasar berkisar Rp 8.500 sampai Rp 9.000 lebih/ liternya. Lanjutnya, berdasarkan sensus ekonomi pada tahun 2006, pengeluaran bensin UMKM rata-rata perbulan mencapai 92 liter. Maka dari itu, apabila pembatasan subsidi BBM ini jadi dilaksanakan per April 2012 ini akan menaikkan biaya produksi sebesar 21% persen. Dampaknya, ini akan menjadikan sekitar 52 juta orang lebih menjadi pengangguran dikarenakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kalau tidak, ada pengurangan kualitas atau volume produk atau memilih menaikan harga produk, sehingga apabila tidak cermat untuk mengatur 21% biaya produksi hanya dari BBM, usaha mereka bisa berakibat gulung tikar. (detikfinance, 15/01) Lain halnya pada Industri/perusahaan besar. Dikarenakan mereka dikuasai oleh kaum kapitalis yang memiliki modal dan pangsa pasar yang besar, maka mereka tidak mau pusing dan hanya tinggal menambahkan biaya transportasi yang bertambah akibat kebijakan ini terhadap produk-produk mereka. Akan tetapi, mereka tidak akan gulung tikar dikarenakan banyaknya masyarakat yang bertergantungan terhadap produk mereka. Akibatnya, lagi-lagi rakyat menengah kebawah terutama mereka yang tidak memiliki penghasilan tetap yang harus menanggung dampak dari kebijakan ini. Celakanya lagi, pada waktu yang sama direncanakan bahwa TDL juga akan naik. Hanya satu pepatah yang pas untuk menggambarkan ini, yaitu sudah jatuh tertimpa tangga. Fakta dan Kritik Dibalik Pembatasan Subsidi BBM Kebijakan pembatasan subsidi BBM ternyata banyak dipengaruhi dan kelahirannya dibidani oleh asing. Sebagaimana dokumen USAID pada tahun 2001 yang bertajuk Energy Sector Governance Strengthened, diantaranya menyebutkan: USAID intends to obligate a total of $4 million in DA in FY 2001 to strengthen energy sector governance and help create a more efficient and transparent energy sector. USAID advisors play a catalytic role in helping the Government of Indonesia develop and implement key policy, legal and regulatory reforms. Tentu saja ada udang dibalik batu yang datang bersamaan dengan dana tersebut.
2

Hal itu tidak lain adalah untuk melegalkan SPBU asing bermain disektor hilir. Dengan kebijakan pembatasan subsidi BBM, maka bagi kendaraan berplat hitam tidak ada pilihan lagi kecuali menggunakan BBM non subsidi seperti Pertamax dan yang sejenis. Dengan melihat ini semua, maka lagi-lagi yang diuntungkan adalah para kapitalis asing melalui SPBU-SPBU mereka seperti Shell, Total, dan Petronas. Selama ini SPBUSPBU tersebut mengalami kerugian karena konsumen lebih memilih untuk menggunakan premium yang dijual Pertamina yang harganya lebih murah. Dengan adanya pembatasan subsidi BBM maka seluruh pengguna mobil pribadi terpaksa menggunakan bahan bakar yang kadar oktannya lebih tinggi seperti Pertamax, atau bensin yang diproduksi oleh SPBU asing tersebut. Dengan biaya produksi yang lebih efisien dan kualitas yang mungkin lebih baik maka produk-produk SPBU asing tersebut akan lebih kompetitif dibandingkan SPBU yang berlogo Pertamina Berdasarkan supply and demand setelah pembatasan tersebut maka jumlah SPBU asing dalam jangka waktu yang tidak lama akan semakin menjamur. Jika tidak ada inovasi maka kegiatan bisnis Pertamina di sektor hilir menjadi tidak kompetitif sehingga SPBUSPBU yang terafiliasi dengan Pertamina akan berpindah afiliasi ke perusahaan-perusahaan minyak asing tersebut. Hal ini tentu akan merugikan Pertamina. Dengan ini, sudah jelas bahwa maksud dari pemerintah dalam menentukan kebijakan pembatasan subsidi BBM ini demi menyenangkan bos mereka, yakni para kaum kapitalis asing. Hal itu sesuai dengan pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Purnomo Yusgiantoro sembilan tahun silam. Seperti dikutip Kompas, edisi 14 Mei 2003, waktu itu Purnomo menuturkan, Liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas. Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi pemerintah. Sebab kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk. Selanjutnya, mengutip pernyataan Dirjen Migas Dept. ESDM, Iin Arifin Takhyan, di Trust, edisi 11/2004, terdapat 105 perusahaan yang sudah mendapat izin untuk bermain di sektor hilir migas, termasuk membuka stasiun pengisian BBM untuk umum (SPBU). Perusahaan migas raksasa itu antara lain British Petrolium (Amerika-Inggris), Shell (Belanda), Petro China (RRC), Petronas (Malaysia), dan Chevron-Texaco (Amerika). Dari semua pemaparan diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa asinglah yang menjadi alasan mengapa pemerintah ngotot menjalankan kebijakan ini, meskipun sudah banyak
3

tokoh-tokoh maupun rakyat yang menentang. Karena apabila alasan pembatasan subsidi BBM ini adalah naiknya harga minyak dunia sehingga pemerintah harus menalangi selisih tersebut, maka itu adalah salah besar. Sebab, menurut Pertamina sendiri, apabila seluruh minyak bumi di Indonesia dikelola oleh pertamina dari sektor hulu sampai hilir, maka biaya produksi yang dikeluarkan Pertamina hanya Rp 589! Sebagai mana tabel berikut:
HARGA PRODUKSI KOMPONEN BIAYA US$/bbl Minyak Mentah Pengolahan Angkutan Laut Distribusi Bunga, Biaya Kantor Pusat & Penyusutan JUMLAH BIAYA POKOK BBM 10,00* 1,53 0,80 0,97 0,00 13,30 Rp/Liter 589 90 47 57 20 804 US$/bbl Rp/Liter 50,0 1,5 0,8 1,0 0,0 53,3 3.005 90 47 57 20 3.220 US$/bbl 90,0 1,5 0,8 1,0 0,0 93,3 Rp/Liter 5.303 90 47 57 20 5.517 HARGA INTERNASIONAL

Gambar 1.1 Biaya rata-rata produksi minyak mentah Pertamina per barrel Sumber: Realisasi Perhitungan Biaya Pokok BBM Sem. I 2005 Pertamina & Laporan Hasil Rapat Pimpinan Pertamina 2005, diolah. Jumlah ini tidak berbeda jauh dengan hitung-hitungan Kwik Kian Gie (2009) apabila BBM dikelola dengan benar, maka untuk produksi bensin Premium uang tunai yang dikeluarkan Rp. 630 per liter. Ketika itu nilai tukar rupiah adalah Rp. 10.000 per dollar AS. Biaya lifting, refining dan transporting seluruhnya US$ 10 per barrel dengan 1 barrrel = 159 liter.2 Maka dari itu, pembatasan subsidi BBM merupakan satu bagian integral dari paket kebijakan liberalisasi migas yang menjadi amanat UU No. 22/2001 dan didiktekan oleh IMF melalui Lol. Teks UU tersebut menyatakan pentingnya manajemen urusan minyak dan gas sesuai dengan mekanisme pasar (pasal 3). Kebijakan liberalisasi migas itu untuk memberikan peluang bahkan menyerahkan pengelolaan migas dari hulu sampai hilir kepada swasta seperti yang tercantum pada pasal 9: Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan oleh: badan usaha milik negara; badan usaha milik daerah; koperasi; usaha kecil; badan usaha
2

Kwik Kian Gie. Indonesia Menggugat Jilid kedua?, hal 20-21. 2009.

swasta. Karena solusi yang sebenarnya adalah pengembalian kilang-kilang minyak milik negara yang dikuasai oleh asing, sesuai data berikut:

Gambar 1.2: Penghasil Minyak Utama Indonesia Sumber: Dirjen Migas 2009 Solusi Islam Indonesia memiliki minyak bumi sebesar 86,9 milyar barel, yang bisa bertahan sampai 25 tahun kedepan, cadangan gas alam sebesar 384,7 TCF (Trillion Standard Cubic Feet) yang bisa bertahan sampai 130 tahun kedepan dan memiliki persediaan Batu Bara Sebesar 90,5 Milyar Ton yang bisa bertahan selama 200 tahun lebih serta memiliki 129 gunung berapi yang menghasilkan tenaga panas bumi 30 GW (ESDM, 2007). Dalam Islam, menurut Zallum (2009), BBM adalah salah satu kepemilikan umum. Sebagaimana ini telah dikelompokkan pada 3 macam, yaitu: 1. Sarana-sarana umum yang diperlukan seluruh kaum muslim dalam kehidupan seharihari. 2. Harta-harta yang keadaan asalnya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya. 3. Barang tambang (sumber daya alam) yang jumlahnya tak terbatas. Ketiga Jenis pengelompokan ini beserta cabang-cabangnya dan hasil pendapatannya merupakan milik bersama kaum Muslim, dan mereka berserikat dalam harta tersebut. Harta ini harus didistribusikan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan Islam dan kaum Muslim.3 Minyak bumi (BBM) merupakan sumber daya alam yang melimpah sehingga masuk
3

Abdul Qaddim Zallum, Sistem Keuangan Negara Khilafah, hal. 85. 2009.

dalam kategori barang milik umum (al milkiyyah al-ammah) yang pengelolaannya harus diserahkan kepada negara dan seluruh hasilnya dikembalikan kepada publik. Dengan demikian ia tidak boleh diserahkan/dikuasakan kepada swasta apalagi asing. Imam Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Abyadh bin Hammal: Sesungguhnya ia pernah meminta kepada Rasulullah saw. untuk mengelola tambang garamnya. Lalu Beliau memberikannya. Setelah ia pergi, ada seseorang dari majlis tersebut bertanya, Wahai Rasulullah, tahukah engkau,apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir. Rasulullah kemudian bersabda, Kalau begitu, cabut kembali tambang tersebut darinya. (HR. Tirmidzi).4 Adapun rusaknya pengelolaan BBM yang liberal di negeri ini berpangkal dari sistem ekonomi kapitalisme yang menjadi pijakan pemerintah. Dalam sistem tersebut kebebabasan memiliki dan kebebasan berusaha dijamin oleh negara melalui undang-undang. Peran negara diminimalkan dalam kegiatan ekonomi dan hanya diposisikan sebagi regulator. Dengan demikian peluang swasta khususnya asing akan semakin besar dalam menguasai perekonomian negeri ini. Padahal Allah swt berfirman:

Dan Allah tidak memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman. (QS: An-Nisa: 141) Oleh karena itu, tidak ada cara lain untuk membebasakan rakyat dari sistem Kapitalisme yang terbukti menyengsarakan ini kecuali menerapkan sistem ekonomi Islam didalam bingkai Daulah Khilafah, yaitu sebuah sistem yang bersumber dari Aqidah Islam yang mengatur seluruh urusan masyarakat dengan syariat Islam termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam. Insya Allah bukan pembatasan subsidi BBM yang diterima oleh rakyat, melainkan pemberian BBM gratis ataupun dijual dengan harga murah kepada seluruh penduduk Indonesia. Wallahu alam bisshawab.

Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Ekonomi Islam, hal. 240-241. 2009

REFERENSI

An Nabhani, Taqiyuddin. 2009. Sistem Ekonomi Islam. Bogor: Al Azhar Press. Gie, Kwik Kian. 2009. Indonesia Menggugat Jilid kedua? Jakarta: Perkins, John. 2007. Pengakuan Bandit Ekonomi Kelanjutan Kisah Petualangannya & Negara Dunia Ketiga. Jakarta: Ufuk Press. Zallum, Abdul Qadim. 2009. Sistem Keuangan Negara Khilafah. Bogor: HTI-Press Harian Kompas, edisi 14 Mei 2003 Tabloid Trust, edisi November 2004 www.economy.okezone.com/read/2012/01/16/279/557599/mengapa-pembatasan-bbmbersubsidi www.suarakarya-online.com/news.html?id=295214 www.syiar-islam.web.id/?p=513 www.us.finance.detik.com/read/2012/01/15/182639/1816029/1034/anggito-pembatasansama-saja-menaikkan-bbm-100-bagi-umkm

Anda mungkin juga menyukai