Anda di halaman 1dari 10

1.Pengert ian Pers Istilah pers berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press.

Secaraharfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasisecara dicetak (printed publication).Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luasd a n p e r s d a l a m pengert ian semp it. Dalam p en gertian lu as, p ers men cakup s e m u a m e d i a komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/ menyebarkaninformasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada oranglain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers. Dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses p e r c e t a k a n , seperti surat kabar harian, majalah m i n g g u a n , m a j a l a h t e n g a h b u l a n a n d a n sebagainya yang dikenal sebagai media cetak.Pers mempunyai dua sisi kedudukan, yaitu: pertama ia merupakan medium komunikasi yangtertua di dunia, dan kedua, pers sebagai lembaga masyarakat atau institusi sosial merupakan b a g i a n i n t e g r a l d a r i m a s y a r a k a t , d a n b u k a n m e r u p a k a n u n s u r y a n g a s i n g d a n t e r p i s a h daripadanya. Dan sebagai lembaga masyarakat ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga-lembaga masyarakat lainnya 2 . S e j a ra h P e r s d i I n d o n e s i a Sejarah Pers KolonialPers Kolonial adalah pers yang diusahakan oleh orangorang Belanda di Indonesia pada masakolonial/penjajahan. Pers kolonia l meliputi surat kabar, majalah, dan koran berbahasa Belanda,daerah atau Indonesia yang bertujuan membela kepentingan kaum kolonialis Belanda. Sejarah Pers ChinaPers Cina adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Cina di Indonesia. Pers Cina meliputikoran-koran, majalah dalam bahasa Cina, Indonesia atau Belanda yang diterbitkan oleh golongan penduduk keturunan Cina. Sejarah Pers NasionalPers Nasional adalah pers yang diusahakan oleh orangorang Indonesia terutama orang-orang pergerakan dan diperuntukkan bagi orang Indonesia. Pers ini bertujuan memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia di masa penjajahan. Tirtohadisorejo atau Raden Djokomono, pendiri suratkaba r mingguan Medan Priyayi yang sejak 1910 berkembang menjadi harian, dianggap sebagaitokoh pemrakarsa pers Nasional 3.Perkemban gan Pers Na sio na l Pers pada masa Penjajahan Belanda dan Jepang Zaman BelandaPada tahun 1828 di Jakarta diterbitkan Javasche Courant yang isinya memuat berita- berita resmi pemerintahan, berita lelang dan berita kutipan dari harian-harian di Eropa.S e d a n g k a n d i S u ra b a y a Soerabajash Advertentiebland

t e r b i t p a d a t a h u n 1 8 3 5 y a n g kemudian namanya diganti menjadi Soerabajash Niews en Advertentiebland . Di semarangterbit Semarangsche Advertentiebland dan Semarangsche Courant . Di Padang surat kabar yang terbit adalah Soematra courant, Padang Handeslsbland dan Bentara Melajoe . DiMakassar (Ujung Pandang) terbit Celebe Courant dan Makassaarch Handelsbland . Surat-surat kabar yang terbit pada masa ini tidak mempunyai arti secara politis, karena lebihmerupakan surat kabar periklanan. Tirasnya tidak lebih dari 10001200 eksemplar setiapkali terbit. Semua penerbit terkena peraturan, setiap penerbitan tidak boleh diedarkansebelum diperiksa oleh penguasa setempat.Pada tahun 1885 di seluruh daerah yang dikuasai Belanda terdapat 16 surat kabar berbahasa Belanda, dan 12 surat kabar berbahasa melayu diantaranya adalah Bintang Barat, Hindia-Nederland, Dinihari, Bintang Djohar, Selompret Melayu dan TjahajaMoelia, Pemberitaan Bahroe (Surabaya) dan Surat kabar berbahasa jawa Bromartani yang terbit di Solo Zaman JepangKetika Jepang datang ke Indonesia, surat kabar-surat kabar yang ada di Indonesiadiambil alih pelan-pelan. Beberapa surat kabar disatukan dengan alasan menghemat alat-a l a t t e n a g a . T u j u a n s e b e n a r n y a a d a l a h a g a r p e m e ri n t a h J e p a n g d a p a t m e m p e r k e t a t pengawasan terhadap isi surat kabar. Kantor berita Antara pun diambil alih dan diteruskanoleh kantor berita Yashima dan selanjutnya berada dibawah pusat pemberitaan Jepang,yakni Domei.W a r t a w a n - w a r t a w a n Indonesia pada saat itu hanya bekerja seb agai p egawai,sed angkan yang dib eri p engaru h sert a k e d u d u k a n a d a l a h w a r t a w a n y a n g s e n g a j a didatan g kan d a ri J e p a n g . P a d a m a s a i t u s u ra t k a b a r h a n y a b e r s i f a t p r o p a g a n d a d a n memuji-muji pemerintah dan tentara Jepang Pers pada masa RevolusiPada masa ini, pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pers Indonesia menjadisalah satu alat perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Beberapa hari setelaht e k s p r o k l a m a s i dibaca ka n Bung K a rn o , t e rj a d i p e re b u t a n ke kua saan d a la m b e rb a g a i bidang kehidupan masyarakat, termasukpers. Hal yang diperebutkan terutama adalah peralatan percetakan.Pada bulan September-Desember 1945,

kondisi pers RI semakin kuat, yang ditandaioleh mulai beredarnya koran Soeara Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta),Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia. Pers pada masa Demokrasi LiberalMasa ini merupakan masa pemerintahan parlementer atau masa demokrasi liberal.Pada masa demokrasi liberal, banyak didirikan partai politik dalam rangka memperkuatsistem pemerintah parlementer. Pers, pada masa itu merupakan alat propaganda dari Par-Pol. Beberapa partai politik memiliki media/koran sebagai corong partainya. Pada masaitu, pers dikenal sebagai pers partisipan. Pers pada masa Demokrasi TerpimpinPergolakan politik yang terus terjadi selama era demokrasi liberal, menyebabkanPresiden Soekarno mengubah sistem politik yang berlaku di Indonesia. Pada 28 Oktober 1 9 5 6 , S o e k a rn o m e n g a j u k a n u n t u k m e n g u b a h d e m o k r a s i l i b e r a l m e n j a d i d e m o k r a s i terpimpin. Selanjutnya, pada Februari 1957, Soekarno kembali mengemukakan konsepdemokrasi Terpimpin yang diinginkannya. Hampir berselang dengan terjadinya berbagai pemberontakan di banyak daerah di Indonesia yang melihat sentralitas atas hanya daerahdan penduduk Jawa.M u n c u l n y a b e r b a g a i p e m b e r o n t a k a n d i d a e r a h d a n d i p u s a t s e n d i r i , m e m b u a t Soekarno mengeluarkan Undang-Undang Darurat Perang pada 14 Maret 1957. Selamadua tahun Indonesia terkungkung dalam perseturuan antara parlemen melawan rezimS o e k a rn o y a n g b e r k o l a b o r a s i d e n g a n m i l i t e r. N a m u n , t a k b e r s e l a n g l a m a , S o e k a r n o menerbitkan dekrit kembali ke Undang-Undang Dasar 45, disusul dengan pelaranganPartai Sosialis Indonesia dan Masyumi, karena keterlibatan kedua partai tersebut dalam pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada tahun 1958di Sumatera. Pers pada masa Orde BaruPertumbuhan pers yang marak di satu pihak cukup sangat menggembirakan, tapi dil a i n p i h a k p e r l u d i w a s p a d a i . K a re n a ma sih bany a k su rat kaba r atau maj alah yangt e r d o r o n g o l e h t u j u a n komersial ataupun motif lainnya menyajikan beritab e r i t a sensasional tanpa adanya norma-norma kesusilaan, sopan santun, kerahasian Negara dankurang memperhatikan akibat tulisan yang dapat menyebabkan disintegrasi rakyat. Pers pada masa ReformasiP a d a m a s a r e f o r m a s i , p e r s I n d o n e s i a m e n i k m a t i ke beba san p e rs. Pad a masa inite rb entuk UU No mo r 40 Tahun 1 999 t e n t a n g P e r s . E r a r e f o r m a s i d i t a n d a i d e n g a n terbukanya keran kebebasan informasi. Di dunia pers, kebebasan itu ditunjukkan dengand i p e r m u d a h n y a p e n g u ru s a n S IUPP. Sebe lu m tahun 1998, p ro s e s untuk m e m p e ro l e h SIUPP melibatkan 16 tahap, tetapi dengan instalasi Kabinet BJ. Habibie proses tersebutmelibatkan 3 tahap saja.

FUNGSI PERS FUNGSI PERS DI INDONESIA

Secara umum, fungsi pers meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Fungsi menyiarkan informasi (to inform) : menyiarkan informasi merupakan fungsi pers yang paling utama. Khalayak ramai mau berlangganan atau membeli surat kabar karena memerlukan informasi tentang sebuah persitiwa yang terjadi dan sebagainya. b. Fungsi mendidik (to educate) : sebagai saranan pendidikan massa, surat kabar dan sebagainya memuat tulisan-tulisan yang mengandung ilmu pengetahuan sehingga para pembaca bertambah pengetahuannya. c. Fungsi menghibur ( to entertain ) : hal-hal yang bersifat hiburan sering ditampilkan di media massa untuk mengimbangi berita-berita tentang hal-hal berat. d. Fungsi mempengaruhi (to influence) : dengan fungsi ini pers menjadi begitu penting dalam sebuah kehidupan masyarakat bahkan bangsa sekalipun. Biasanya artikel-artikel yang terkait dengan fungsi ini ada pada kolom tajuk rencana, opini dan berita-berita. e. Fungsi menghubungkan dan menjembatan (to mediate) : pers mempunyai fungsi sebagai penghubung atau jembatan antara masyarakat dan pemerintah atau sebaliknya. Komunikasi yang tidak dapat tersalurkan melalui jalur resmi atau kelembagaan dapat dialihkan via pers. Sumber: http://id.shvoong.com/society-and-news/news-items/2004729-fungsi-pers-diindonesia/#ixzz1n76v5rtc

Fungsidanperananpers Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungipers ialah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial .Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakanperanan sebagai berikut:memenuhi hak masyarakat untukmengetahui menegakkkan nilai-nilai dasardemokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia,sertamenghormati kebhinekaan mengembangkan pendapat umumberdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benarmelakukan pengawasan,kritik,koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentinganumummemperjuangkan keadilan dan kebenaranBerdasarkanfungsidan peranan persyang demikian, lembaga pers sering disebut sebagai pilar keempatdemokrasi( thefourth estate) setelah lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif , sertapembentuk opini publik yang paling potensial dan efektif. Fungsi peranan persitu barudapatdijalankan secra optimal apabila terdapat jaminankebebasanpers dari pemerintah.Menurut tokoh pers, jakob oetama , kebebsan pers menjadi syarat mutlak agarpers secara optimal dapat melakukan pernannya. Sulit dibayangkan bagaimanperanan pers tersebut dapat dijalankan apabila tidak ada jaminan terhadapkebebasan pers.Pemerintah orde baru di Indonesia sebagai rezim pemerintahn yang sangatmembatasi kebebasan pers . hl ini

terlihat, dengan keluarnya Peraturna MenteriPenerangan No. 1 tahun 1984 tentang Surat Izn Usaha penerbitan Pers (SIUPP),yang dalam praktiknya ternyata menjadi senjata ampuh untuk mengontrol isiredaksional pers dan pembredelan.Albert Camus, novelis terkenal dari Perancispernah mengatakan bahwa pers bebas dapat baik dan dapat buruk , namuntanpapers bebas yang ada hanya celaka.Oleh karena salah satu fungsinya ialah melakukan kontrol sosial itulah,pers melakukan kritik dan koreksi terhadap segal sesuatu yang menrutnya tidakberes dalam segala persoalan. Karena itu, ada anggapan bahwa pers lebih sukamemberitakan hah-hal yang slah daripada yang benar. Pandangan seperti itusesungguhnya melihat peran dan fungsi pers tidak secara komprehensif,melainkanparsial dan ketinggalan jaman.Karena kenyataannya, pers sekarang jugamemberitakan keberhasilan seseorang, lembaga pemerintahan atau perusahaanyangmeraih kesuksesan serta perjuangan mereka untuk tetap hidup di tenga

MAKALAH PERS Maret 4, 2009 Disimpan dalamUncategorized BAB IPENDAHULUANPandangan klasik yang dikemukakan de Sola Pool (1972) mengenai posisi wartawanterhadap penguasa (negarawan) adalah bahwa wartawan mengkonotasikan dirinya sebagaisebagai The St. George, sementara pemerintah sebagai The Dragon. Dari jargon jurnalistik yang ada hal ini lebih dikenal dengan istilah relationship of government and the media.Jargon ini berasal dari Amerika Serikat karena disana keadaan semacam ini sesungguhnyahanya terjadi di ibukota Washington DC dan mereka percaya hubungan dengan pemerintahmemang demikian. Jadi wartawan dengan kata lain tidak bisa dipaksa untuk memberitakansesuatu yang bersumber berasal dari pemerintah.Di Amerika Serikat pers begitu bebas untuk memberitakan. Wartawan memiliki keluasaanyang besar untuk mencari dan menulis apa yang mereka suka. Di negara demokrasi, peran pers berbeda dengan negara otoriter. Di negara yang menganut sistem demokrasi, maka pers berfungsi sebagai watchdog terhadap pemerintahnya. Pers selain sebagai kawan juga lawan.Hubungan antara wartawan, elit politik dan pemerintah begitu mewarnai perkembangan persdisana. Meskipun pemerintah memiliki kontrol yang kuat terhadap pers. Kebebasan ini secaraimplisit disebutkan dalam amandemen pertama dari konstitusi Amerika Serikat, bahwa mediamassa diharapkan memperoleh akses atas government records.BAB IIPembahasan1. Kebebasan Pers di IndonesiaBetulkan kebebasan pers di Indonesia mengalami kemajuan atau malah kemunduran dalamarti seluas luasnya? Betulkan para jurnalis terutama pelaku industri media tidak bisamemaknai perbedaan antara freedom of the press dengan free of press? Lalu dimana letak kesamaan dan perbedaan kebebasan pers yang ada di Indonesia saat ini dengan di AmerikaSerikat? Mengingat Indonesia sebagai negara berkembang dan memiliki budaya normatif (ketimuran/melayu) yang masih dipegang kuat oleh sebagian besar masyarakat. Itulah pertanyaan-pertanyaan yang mengusik pemerhati pers, akademisi, birokrat ataupunmasyarakat Indonesia pada umumnya dalam melihat perkembangan pers tanah air pasca orde baru. Dikalangan pekerja pers sendiri juga belum ada satu konsensus tentang wujudkebebasan pers yang cocok dengan ciri khas ke Indonesiaan. Apakah harus mengikuti gaya barat? Atau paradoks seperti sekarang ini.Bila merujuk de Sola Pool (1972) bahwa hubungan wartawan dengan para politisi sepertihalnya yang terjadi Amerika Serikat, menurut penulis juga dialami dalam tubuh pers

Indonesia sekarang terutama sejak bergulir reformasi. Namun tidak pada jaman orde baru.Dalam era reformasi, pers nasional benar-benar bebas mengkritik pemerintah dengan keras.Wartawan sebagai pemberi informasi kepada rakyat tidak takut lagi pada pemerintah. Merekaini benar-benar menjalankan fungsi pers sebagai kontrol sosial. Dulu wartawan Indonesiadipaksa untuk memberitakan suatu sumber berasal dari pemerintah. Kini tidak lagi karenakeberadaan Undang Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers telah mengamatkankebebasan mutlak.Lahirnya undang undang tersebut tersebut sebagai pengejawantahan kemerdekaan pers yang bebas dan bertanggungjawab. Peraturan itu sebagai landasan legal bagi media dalammemberitakan segala hal, termasuk mengkritik negara, kontrol sosial, pendidikan dan hiburan bagi masyarakat. Melaksanakan kerjakerja jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan,suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakanmedia cetak, elektronik dan media lainnya yang tertuang dalam pasal 1 butir 1 UndangUndang Pers Kebebasan pers harus dibayar dengan kerja profesional, bertanggung jawab danmenjaga independensinya.Pers memiliki beban moril, menjaga kepercayaan. Bekerja secara profesional berdasarkankerja-kerja jurnalistik dengan mengindahkan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yangdibuat bersama oleh Dewan Pers dan seluruh elemen kewartawanan dan media. Bertanggung jawab secara hukum dengan mematuhi segala aturan hukum dan berdasarkan prinsip-prinsipdemokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Menghilangkan keberpihakan, menjaga netralitasdengan berita yang tepat, akurat dan benar serta mengkritik dan mengawasi segala bentuk ketimpangan. Pers selayaknya menjaga kebebasannya dengan tidak bertindak kebablasan.Angin segar kebebasan pers, mengantarkan penyajian informasi cenderung lepas dan tidak terkontrol. Hak media untuk memberitakan, mendapatkan informasi dan meramunya, ternyatasangat berpengaruh terhadap kepentingan media itu sendiri. Kebebasan adalah ketakbebasanyang mengarahkan media cenderung dikritik masyarakat karena memberitakan peristiwaterkadang tidak mengindahkan norma-norma susila, pembebasan pembatasan umur komsumtif yang melahirkan tindakan anarkis di masyarakat dan kebebasan pemilik modaldan politikus menguasai membuat kaca mata kuda dalam pemberitaan yang memihak. Mediakemudian terjerat kepentingan kapital sebagai pemilik modal.Bebasnya pers, cenderung menjadi kesempatan birokrat, pengusaha dan politikusmelanggengkan kekuasaannya. Kebebasan media juga menjadi kebebasan untuk dimilikisiapa saja, termasuk yang ingin menjaga kekuasaan dan keuntungan semata. Telah menjadirahasia umum, media di Indonesia disusupi pemilik kantong tebal untuk mendirikan danmenanamkan sahamnya. Tak ayal lagi, beberapa media kemudian membungkus berita kritik dan pengungkapan kasus-kasus kejanggalan kejahatan birokrat, pengusaha dan politikusdengan membalikkan media dengan penyajian infotaimen, sinetron dan musik yang porsinyalebih besar. Lahirlah media yang bebas, vulgar dan cenderung tidak beretika.Perlawanan pers yang telah mendapatkan kebebasan, tanpa disadari bukan hanya perlusebagai lembaga ke-empat penyeimbang kekuatan legislatif, yudikatif dan eksekutif yangmengontrol dan mengkritik. Tapi pers, kini memiliki lawan baru yakni pers yang memilikikeberpihakan, kepentingan dan idiologi tertentu yang cenderung merusak masyarkat. Persidealis perlu membuat patron yang jelas, garis kerja

profesional dan tindakan riil terhadap berbagai perilaku pers disisi yang lain. Merusak citra pers dengan menyembunyikan fakta,mengurangi informasi dan membesar-besarkan informasi yang membodohi, tidak bernilai berita dan tidak memiliki kepentingan bagi masyarakat.Secara umum, Daniel Dhakidae, melalui desertasinya di Cornell University tentang TheState, The Rise of Capital and The Fall of Political Journalism: Political Economy of Indonesia News Industry, menjelaskan pengaruh struktur dalam menekan kebebasan pers d Indonesia. Terdapat korelasi yang kuat antara struktur kekuasaan dan kebebasan pers.Manakala struktur kekuasaan menguat, kebebasan pers melemah. Sebaliknya, jika struktur kekuasaan melemah, kebebasan pers menguat (Dhakidae, 1991).Lalu bagaimana dengan kondisi Indonesia sekarang? Kekuatan-kekuatan pemerintahmestinya adalah yang paling besar saat ini karena legitimasinya relatif sangat tinggi. Namun berlawan dengan asumsi Dhakidae, bahwa kekuatan pers juga terlihat amat kuat. Pers seakan bebas memberitakan apa saja tentang segala hal, termasuk tentang pejabat pemerintah.Beberapa pers terkesan kebablasan dan seakan tanpa batas lagi. Banyak kasusmemperlihatkan betapa ketika satu pihak yang merasa dirugikan oleh sebuah media berniatmenuntut, ternyata media dimaksud sudah tidak terbit lagi karena tidak mampu bertahansecara finansial sehingga hanya terbit satu hingga enam kali saja Namun lagi-lagi bahwa kebebasan pers telah ikut berperan bagi tegaknya demokrasi dan pemerintahan yang bersih. Terbongkarnya berbagai penyimpangan yang dilakukan para pemegang kekuasaan adalah salah satu contoh nyata manfaat kebebasan pers. Manfaat lainadalah terbukanya berbagai wacana penting dalam kehidupan berbangsa yang bisa dimasukioleh publik dalam arti seluas-luasnya-sesuatu yang musykil di sebuah negara dengan persyang ditindas.Harus diakui kritik atas kebebasan pers di Indonesia karena pers kita yang terlalu liberalseperti Amerika Serikat. Banyak tokoh pers nasional mengungkapkan kekhawatirannya itu.Tjipta Lesmana (2005) misalnya mengatakan dalam era reformasi yang penuh euphoriakebebasan terjadi kecenderungan pada sementara wartawan kita untuk bersikap arogan.Mereka selalu menonjolkan kebebasan daripada tanggungjawab sosial. Tarman Azzman(2005), mengatakan munculnya sikap arogansi sebagian komunitas pers yang benar benar terkesan betapa sangat bebasnya pers Indonesia melebihi kebebasan pers di Amerika Serikat,Australia, Jepang dan Eropa Barat sekalipun. Pengacara OC Kaligis (2005) juga ikutmemberikan catatan khusus tentang kebebasan pers di Indonesia. Menurutnya situasikebebasan pers sekarang kiranya sama dengan situasi pada masa transisi di Amerika Serikat.Kebebasan yang yang tidak bisa lepas dari kepentingan kepentingan politik, kelompok atauorang-orang tertentu.Bukan berarti bahwa sejumlah tudingan dari berbagai kalangan tadi tidak diperhatikanmasyarakat pers. Menurut amatan penulis pers Indonesia sendiri juga sudah menyadari bahwamasih ada begitu banyak masalah yang dihadapi. Namun, jalan keluar terbaik bukanlahdengan menerapkan berbagai pembatasan baru terhadap pers, melainkan dengan memberikankesempatan kepada kalangan pers sendiri untuk berbenah, terutama menyangkut profesionalisme dan etika wartawan, serta perbaikan tingkat kesejahteraan para pekerja pers.Sejumlah langkah konkret sebenarnya sudah dilakukan atas inisiatif kalangan pers, misalnya berjenis pelatihan jurnalistik oleh berbagai lembaga yang bergerak di bidang pemberdayaanmedia. Tentu saja pembenahan ini tak mungkin tuntas seketika, terlebih jika diingat bahwa pers Indonesia masih dalam proses belajar, untuk

mengisi kemerdekaan yang dinikmatidelapan tahun terakhir ini, setelah dibungkam lebih dari 30 tahun2. Dinamika Pers Era ReformasiSeperti kita tahu, adalah tabiat dasar pers untuk selalu bersikap kritis dan memerankan fungsikontrol sosial-nya. Di negeri ini, sejak reformasi bergulir, era kebebasan pers bisa dibilangmemasuki fase bulan madu. Namun, seiring perjalanan waktu, momentum kebebasan pers juga tak luput dari kondisi pasang surut.Menurut laporan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), kekerasan yang menimpa para jurnalistetap terjadi di era reformasi ini. Sepanjang Mei 2006 hingga April 2007 saja, setidaknyaterjadi 53 kasus kekerasan yang menimpa para jurnalis dan media massa dalam berbagai bentuk, yakni 8 kasus ancaman, 8 kasus pengusiran, 7 kasus penuntutan hukum, 4 kasus pelecehan, 3 kasus penyensoran, 1 kasus pemenjaraan, 1 kasus penculikan, dan 21 kasus

penyerangan oleh massa.Di negeri kampiun demokrasi seperti AS saja, relasi perspenguasa tak selalu berjalan mulus.Kritik keras pers AS atas peristiwa 11 September 2001, perang Irak, atau kebijakan standar mereka di Timur Tengah, misalnya, telah membuat gerah pemerintah AS. Para petinggi ASkerap meminta agar pers mereka menulis berita secara lebih patriotik. Di Indonesia era OrdeBaru, pemerintah bisa dengan mudah menuduh pers sebagai corong asing dan tak seganmembungkam media yang kritis. Lihat kasus pembredelan Detik, Tempo, dan Editor tahun1994 lalu.Ketika wartawan Sidney Morning Herald, David Jenkin, melaporkan bisnis keluargaCendana, Menpen Harmoko segera menyetop peredaran harian Australia itu di Indonesia.Tak cuma Harmoko, para pejabat Orde Baru lainnya juga kerap menuding pers asing yang beroperasi di Indonesia mempraktikkan jurnalisme alkohol, menulis dengan gaya orangmabuk.Di era Gus Dur, konflik pers-pemerintah muncul lewat kegusaran Syamsul Muarif, mantanMenteri Negara Kominfo, yang mewacakan term jurnalisme patriotis. Intinya, pemerintahGus Dur meminta pers nasional untuk lebih bersikap nasionalis dalam memberitakan konflik Aceh. Sejak itu, pers mengubah sebutan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menjadi GerakanSeparatis Aceh (GSA).Komitmen pemerintah terhadap kebebasan pers kian melemah pada era Megawati. Hal itutampak dalam kasus hukum yang menimpa Majalah Tempo. Ketika kantor dan media inidiserbu dan para wartawannya dianiaya massa akibat berita Ada Tommy di Tanah Abang,hanya Amien Rais (Ketua MPR saat itu), yang datang mengunjungi wartawan Tempo.Pejabat lain tak tampak bersimpati, apalagi berempati.Di masa Yudhoyono, intervensi pemerintah atas kebebasan pers muncul dalam bentuk pemangkasan fungsi dan wewenang Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator penyiaran nasional. Melalui paket peraturan pemerintah tentang penyiaran, pemerintahkembali mengoreksi fungsi regulasi penyiaran KPI, seperti tercermin dalam revisi UUPenyiaran No. 32/2002 dan UU Pers No. 40/1999.Faktual, pemihakan sosial pers adalah semacam tugas suci (mission sacre). Pers memanghadir untuk misi itu. Dominasi dan hegemoni kekuasaan sepanjang sejarah politik Indonesiatelah melahirkan watak kekuasaan yang demikian sentralistik dan sulit di kontrol. Seluruhkekuatan politik alternatif bisa dibilang tiarap. Hanya pers dan segelintir elemen pro-demokrasi yang berani mengontrol perilaku rezim saat itu.Adagium Napoleon Bonaparte, pena wartawan lebih tajam dari peluru tentara, barangkaliadalah peribahasa yang hingga kini kerap mendasari hadirnya sikap curiga kekuasaan atas pers. Padahal, berbagai gerakan reformasi dunia yang penyebarannya mendapat

dukungan penuh pers, terbukti mampu melahirkan institusi-institusi negara independen (state auxiliaryagencies). Di Indonesia, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemberantasan Korupsi, KomisiYudisial, atau Mahkamah Konstitusi adalah beberapa institusi independen yangkemunculannya tak bisa dilepaskan dari peran pers.Tanpa kebebasan pers, mungkinkah pemerintah pusat menyadari bahwa warga negara di tiga per empat provinsi negeri ini masih bergizi buruk, tidak memiliki akses kesehatan, miskinsarana pendidikan serta belum teraliri listrik? Tanpa keberpihakan pers, bisakah pemerintahmendeteksi secara cepat kasus busung lapar yang menimpa warga lapis miskin di Papua, NTT, NTB, dan wilayah-wilayah lain di Tanah Air?Gencarnya pemberitaan pers dalam kasus kelaparan, gempa bumi, tanah longsor, banjir bandang, lumpur Lapindo, berbagai kecelakaan moda transportasi publik, dan sederet tragedikemanusiaan lain telah membuat aparatur birokrasi dan unsur-unsur masyarakat di semualevel bergerak bahu membahu membantu para korban.Benar, reformasi telah melahirkan kemerdekaan pers. Namun, di usia yang relatif muda itu,

kita harus tetap waspada menjaga dinamika pers nasional dari ancaman intervensi negara dandominasi kepentingan para pemilik kapital. Tak ada jaminan, pers nasional yang kritis,edukatif, profesional, andal, dan berwibawa bisa bertahan dalam konstelasi politik transitif, dimana posisi negara dan pasar cenderung menguat, sementara posisi rakyat (civil society) kianmelemah.Pers bebas dan merdeka adalah syarat mutlak bagi tegaknya sistem demokrasi. Jika di erareformasi ini kita kembali gagal merawat institusi pers yang bebas dan merdeka, danmembiarkan pers berada dalam orbit ancaman dominasi negara dan kendali para pemilik kapital, maka kegagalan proyek demokrasi dalam konteks transisi politik Indonesia bagaimenunggu kotak pandora yang siap terbukaBAB IIIPENUTUPPers sebagai bagian bagian dari jaringan komunikasi diharapkan memerankan fungsinyasebagi media yang bebas dan bertanggungjawab. Demikian pula dalam menyajikan berita, pers dituntut mengikuti mekanisme dan ketentuan hukum, sebab tidak menutup kemungkinan pekerja pers yang tidak mematuhi kaidah hukum yang berlaku akan dituntut oleh pihak yangdirugikan untuk mempertanggung jawabkan isi pemberitaan. Di dalam penyajian berita, persdituntut mengikuti kode etik yang telah disepakati bersama, mengedepankan kepentinganmasyarakat dan tidak bias.Sebagai institusi sosial, lembaga pers memiliki peran signifikan dalam memajukan kehidupanmasyarakat terutama pada perannya untuk menghadirkan kembali realitas yang terjadiditengah-tengah kehidupan masyarakat dalam bentuk kemasan informasi yang sehat bagimasyarakat. Bagaimanapun, informasi yang disajikan oleh pers tetap saja terkait dengan hasilinterpretasi para penulisnya sehingga tidak jarang informasi yang disajikan sering dikritisidan dianggap mendahui azas praduga tak bersalah.Oleh karena itu untuk menjamin profesionalisme para aktor komunikasi tidak cukup hanyamengandalkan nurani wartawan karena yang dihadapi adalah sistem. Mekanisme Kontrol daridalam profesi sendiri dalam bentuk deontologi jurnalisme juga dianggap masih belummenjawab kepentingan masyarakat konsumen sendiri.Sebuah media massa dapat mendukung semua kebijakan pemerintah, menentang, atau bahkanmendua terhadap suatu kebijakan. Bisa saja bersikap pro atau kontra. Media massa juga dapatmenentukan diri sebagai lawan pemerintah atau bahkan sebagai pengawal kebijakan pemerintah. Suara (kebijakan) pemerintah bisa menjadi bahan perbincangan,

perdebatan daninterpretasi oleh figur-figur yang terlibat dalam pengelolaan media.Sebagai penutup perlu penulis sampaikan bahwa perbandingan kebebasan pers di Indonesiadengan Amerika Serikat, sebenarnya kurang relevan mengingat adanya kesenjangan tingkatkehidupan demokrasi yang begitu besar antara kedua negara. Negara Amerika Serikatmemiliki tradisi demokrasi lebih dua abad sedangkan Indonesia baru kurang dari sepuluhtahun. Perbedaan lainnya bahwa di Amerika Serikat tidak ada undang undang pers seperti diIndonesia. Mereka hanya mengakomodir kebebasan berpendapat dan memperoleh informasihanya dalam undang undang dasar Amerika Serikat yang telah beberapa kali di amandemen.Di sana itu perihal etika, profesionalisme, kebenaran isi berita, tanggungjawab pers akan bersentuhan dengan hukum negara.Khusus untuk Indnoesia, kebebasan pers itu tidak hanya menjadi concern atau monopoliorang-orang pers saja, tetapi juga menjadi urusan warga masyarakat. Soalnya, kebebasan pers bisa disalahgunakan oleh orang-orang pers itu sendiri yaitu ketika pers, baik pada atas namaindividu jurnalis, pemilik media, akan berselingkuh dengan kekuasaan politik dankapitaslime.Atmakusumah Astraatmaja. secara arif menyatakan bahwa pers memang tidak akan bisamemuaskan semua pihak. Walau mengakui berbagai keluhan dan ungkapan kekecewaa
yang ditujukan kepada pers mengandung kebenaran, namun Atmakusumah menghimbau agar masyarakat tidak memandang sinis pers. Ada perbedaan karakteristik dan kepentingan yang berbeda-beda dari pers. Oleh karena itu yang bisa dilakukan adalah menghimbau agar persyang majemuk tersebut dapat menggunakan standar jurnalisme profesional

Anda mungkin juga menyukai

  • UUP
    UUP
    Dokumen32 halaman
    UUP
    Yusman Btr
    Belum ada peringkat
  • NO
    NO
    Dokumen6 halaman
    NO
    Yusman Btr
    Belum ada peringkat
  • BUAT
    BUAT
    Dokumen1 halaman
    BUAT
    Yusman Btr
    Belum ada peringkat
  • Tugas1 Yus
    Tugas1 Yus
    Dokumen13 halaman
    Tugas1 Yus
    Yusman Btr
    Belum ada peringkat