Anda di halaman 1dari 32

BAB I PENDAHULUAN

Kebijakan Nasional Sumber Daya Air (Jaknas SDA) mempunyai arti strategis dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Sebagai amanat dari Undangundang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. Jaknas SDA menjadi acuan bagi :

Menteri dan

dan

pimpinan

lembaga

pemerintah

nonkementerian

dalam

menetapkan kebijakan sektoral yang terkait dengan bidang sumber daya air;

Penyusunan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat provinsi.

Penyusunan Jaknas SDA merupakan tugas Dewan Sumber Daya Air Nasional, yaitu untuk membantu Presiden dalam menyusun dan merumuskan kebijakan nasional serta strategi pengelolaan sumber daya air. Saat ini Indonesia menghadapi permasalahan sumber daya air. Kebutuhan air terus meningkat sebagai akibat dari pesatnya pembangunan ekonomi, bertambahnya jumlah penduduk, dan meningkatnya tuntutan kesejahteraan masyarakat. Selain itu ketersediaan air dan permasalahan sumber daya air di berbagai wilayah yang Indonesia berdasar sangat pada beragam kondisi sehingga menuntut adanya itu pengelolaan spesifik lokasi. Disamping

permasalahan dan tantangan di bidang sumber daya air semakin kompleks dan berpotensi memicu terjadinya konflik kepentingan antarpengguna air. Masih rendahnya kesadaran dan kepedulian para pengguna air untuk berperilaku hemat air dan tidak mencemari air, serta kurangnya penerapan teknologi yang lebih maju merupakan kendala dalam pengelolaan sumber daya air. Sistem kelembagaan serta mekanisme koordinasi dan sinkronisasi dalam pengelolaan sumber daya air yang berada di berbagai sektor belum efektif sehingga kondisi sumber daya air semakin menurun. Demikian juga, belum efektifnya lembaga koordinasi yang ada dan belum terbentuknya semua lembaga koordinasi yang diperlukan dalam pengelolaan sumber daya air pada tingkat nasional, daerah dan

wilayah sungai, menyebabkan koordinasi dan kerja sama di antara para pelaku belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Kelangkaan air terus meningkat sebagai akibat dari semakin buruknya kualitas air permukaan, semakin menurunnya muka air tanah, serta semakin meningkatnya bencana banjir dan kekeringan. Selain itu, konservasi sumber daya air belum mendapat perhatian dari semua pihak. Air merupakan sumber kehidupan seluruh makhluk hidup, yang secara alami keberadaannya bersifat dinamis, mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah administratif. Keberadaan air mengikuti siklus hidrologi yang erat hubungannya dengan kondisi iklim pada suatu daerah sehingga ketersediaan air berbeda antarwaktu dan antarwilayah. Peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap fungsi dan manfaat sumber daya air. Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan pola pengelolaan sumber daya air berbasis daerah aliran sungai atau lebih dari satu daerah aliran sungai yang disebut wilayah sungai. Jaknas SDA yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden menjadi acuan bagi sektor terkait dalam merumuskan rencana strategis dan kebijakan yang lebih spesifik di bidang sumber daya air, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Jaknas SDA menjadi masukan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM-NAS). Jaknas SDA juga menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan sumber daya air pada setiap provinsi (Kebijakan Sumber Daya Air Provinsi), sesuai dengan kondisi daerah, permasalahan, tantangan, dan peluang masing-masing dalam pengelolaan sumber daya air. Jaknas SDA merupakan pedoman dalam penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai strategis nasional, dan wilayah sungai lintas negara. Sedangkan Kebijakan Sumber Daya Air provinsi menjadi acuan dalam penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada wilayah sungai lintas kabupaten. Kebijakan sumber daya air kabupaten/kota menjadi acuan dalam penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air bagi wilayah sungai di dalam satu kabupaten/kota. Pentingnya Jaknas SDA tidak terlepas juga dari komitmen Indonesia dalam pengelolaan sumber daya air di forum internasional, yaitu :

United Nations Conference on Environment and Development di Rio

de Janeiro, Brazil, 03 14 June 1992 (Rio Earth Summit) tentang Pembangunan Berkelanjutan.

World Water Forum (WWF): I. Marrakech, Morocco (1997), II. Den

Haag, Belanda (2000), III. Kyoto, Jepang (2003), IV. Mexico City, Mexico (2006), Istambul, Turkey (2009) tentang Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.

UN-Millennium Development Goals khususnya tentang pemenuhan World Summit on Sustainable Development (Rio+10) di Johannesburg,

kebutuhan pokok air bersih dan sanitasi. Afrika Selatan, 26 Agustus 4 September 2002 tentang WEHAB (water, energy, health, agriculture/food, and biodiversity). Sebagai salah satu negara yang terikat pada komitmen tersebut, Indonesia harus berusaha mewujudkan target-target yang telah disepakati bersama. Jaknas SDA dimaksudkan untuk memberikan arah bagi pengembangan dan pengelolaan sumber daya air dalam jangka panjang, yaitu periode 2010 2030. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar berbagai pengaturan dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 dapat diwujudkan. Dalam Jaknas SDA dijelaskan permasalahan utama serta tantangan yang dihadapi Indonesia dalam pengelolaan sumber daya air untuk 20 tahun mendatang. Rumusan Jaknas SDA berlandaskan pada asas dan arah pengelolaan sumber daya air serta visi yang memberikan gambaran ideal mengenai kondisi pengelolaan sumber daya air di masa depan dan misi dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia, yang mencakup :

konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sumber daya air; dan penyediaan data dan informasi sumber daya air.

Hal tersebut di atas dijabarkan dalam beberapa kelompok lingkup kebijakan yang di dalamnya mencakup beberapa pernyataan kebijakan dan strategi yang perlu dilakukan.

BAB II PERMASALAHAN

Permasalahan sumber daya air terdiri atas :

peningkatan alih fungsi lahan, kerusakan daerah aliran sungai, konflik dalam penggunaan air, pengambilan air tanah yang berlebihan, penurunan kualitas air, dampak perubahan iklim, keterbatasan peran masyarakat dan dunia usaha, tumpang tindih fungsi lembaga pengelolaan sumber daya air, dan keterbatasan data dan informasi.

A. Peningkatan Alih Fungsi Lahan Selama tiga dasawarsa terakhir, alih fungsi lahan terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Hal tersebut terjadi karena pembangunan yang sangat pesat sebagai akibat dari pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya kegiatan ekonomi. Pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang pesat secara langsung mempengaruhi peningkatan kebutuhan air, pangan, sandang, dan papan. Peningkatan alih fungsi lahan berakibat pada peningkatan banjir, tanah longsor dan kekeringan serta berdampak pada resapan air tanah. Alih fungsi lahan juga terjadi akibat dari pemekaran wilayah provinsi, kabupaten dan kota terutama di era desentralisasi dan otonomi daerah. Pada pemekaran wilayah rencana tataruang seringkali diabaikan sehingga berdampak negatif terhadap konservasi sumber daya air. Di kawasan hulu daerah aliran sungai, alih fungsi lahan terjadi dalam bentuk perubahan dari hutan menjadi lahan pertanian, yang berdampak pada meningkatnya perbedaan debit maksimum-minimum, erosi, dan sedimentasi. Peningkatan kebutuhan lahan untuk kegiatan pembangunan juga telah mengakibatkan terjadinya alih peruntukan hutan dan fungsi hutan serta alih fungsi lahan pertanian menjadi peruntukan lain yang berdampak pada berkurangnya kapasitas resapan air. 5

B. Kerusakan Daerah Aliran Sungai

Kerusakan daerah aliran sungai di kawasan hulu diindikasikan dengan peningkatan banjir, tanah longsor, kekeringan, erosi dan sedimentasi, serta meningkatnya perbedaan antara debit maksimum dan debit minimum di sungai. Hal tersebut disebabkan karena perubahan tata guna lahan dari hutan menjadi lahan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi sumber daya air dan daya dukung lahan, pengolahan lahan tanpa memperhatikan aspek konservasi sumber daya air, bertambahnya lahan kritis, dan berkurangnya daerah resapan air. Banjir dan kekeringan merupakan dampak utama dari kerusakan daerah aliran sungai. Peningkatan frekuensi dan debit banjir disebabkan oleh peningkatan aliran permukaan serta penurunan kemampuan pengaliran sungai dan penurunan kapasitas penampungan air sementara (retarding basin). Peningkatan aliran permukaan yang disebabkan oleh penurunan resapan air mengakibatkan rasio antara debit maksimum dan debit minimum semakin besar. Pada musim kemarau yang berkepanjangan terjadi kekeringan sehingga berbagai kebutuhan air tidak terpenuhi. Kerusakan daerah aliran sungai mengakibatkan peningkatan erosi dan sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan sungai, danau, rawa dan waduk. Dampak lain dari kerusakan daerah aliran sungai adalah penurunan produktivitas lahan yang akan berakibat pada kerugian ekonomi, sosial dan lingkungan. C. Konflik dalam Penggunaan Air Konflik kepentingan penggunaan air dapat terjadi karena ketidak seimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air, antara kebutuhan air untuk pertanian dan kebutuhan air untuk rumah tangga, perkotaan dan industri, serta antara kepentingan masyarakat di kawasan hulu dan hilir. Konflik kepentingan penggunaan air tersebut menimbulkan ketegangan di masyarakat yang berdampak pada kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Ketersediaan air tahunan pada dasarnya relatif tetap, namun bervariasi sepanjang tahun, sedangkan kebutuhan air meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan ekonomi. Konflik penggunaan air antarpetani terutama di musim kemarau karena ketersediaan air tidak sebanding dengan kebutuhan atau disebabkan oleh ketidaktaatan semua pihak terkait terhadap rencana tata tanam yang telah disepakati. Di daerah perkotaan juga terjadi konflik 6

antara pengguna air untuk kebutuhan rumah tangga, perkotaan dan industri yang disebabkan ketersediaan air yang tidak mencukupi. Konflik antara kebutuhan air untuk pertanian dan kebutuhan air untuk rumah tangga, perkotaan dan industri sering terjadi di berbagai daerah. Pertambahan jumlah penduduk dan pembangunan ekonomi serta alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian akan meningkatkan kebutuhan air baku yang menggunakan persediaan air yang selama ini dialokasikan untuk pertanian. Konflik antara masyarakat yang tinggal di kawasan hulu dan hilir baik antarkelompok maupun antarwilayah administrasi pemerintah semakin meningkat terutama di era otonomi daerah. Sebagian besar kawasan hulu yang seharusnya digunakan sebagai kawasan konservasi, pada kenyataannya dipergunakan untuk kegiatan perekonomian yang tidak sesuai dengan rencana tataruang dan kaidah konservasi sumber daya air. Pemerintah daerah dan masyarakat yang tinggal di kawasan hilir melakukan kegiatan perekonomian yang seharusnya memberikan kontribusi untuk kegiatan konservasi di kawasan hulu, karena mendapat manfaat, tetapi pada kenyataannya pemerintah dan masyarakat belum memperhatikan hal tersebut.
D. Pengambilan Air Tanah yang Berlebihan

Pengambilan air tanah sering melampaui kapasitas yang diizinkan sehingga mengakibatkan penurunan muka air tanah. Penurunan muka air tanah mengakibatkan kerusakan jangka panjang yang berupa amblesan /penurunan permukaan tanah (land subsidence), intrusi air laut, dan penurunan kualitas air tanah, sehingga menuntut biaya yang semakin besar serta penyediaan sumber air lain. Pengambilan air tanah yang berlebihan di beberapa wilayah perlu ditata karena telah menyebabkan perubahan ekosistem sekelilingnya. E. Penurunan Kualitas Air Buangan limbah domestik, industri, pertanian, perikanan, pertambangan, dan sebagainya, pada umumnya belum diolah sesuai dengan peraturan perundangundangan sebelum dibuang ke badan air penerima. Pembuangan limbah secara langsung ke badan air akan mencemari air permukaan dan air tanah sehingga mengakibatkan penurunan kualitas air. Hal ini perlu mendapat penanganan yang lebih efektif dari pemerintah dan masyarakat agar pengelolaan kualitas air dan 7

pengendalian pencemaran air sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dapat terwujud.
F. Dampak Perubahan Iklim

Pemanasan global dan perubahan iklim mengakibatkan kenaikan permukaan air laut yang berdampak pada tenggelamnya beberapa pulau kecil, kekeringan, peningkatan besaran dan frekuensi banjir, erosi dan tanah longsor serta bencana alam lainnya. Hal ini akan membawa pengaruh negatif pada kegiatan pertanian, perikanan, kehutanan, dan transportasi serta sektor ekonomi lainnya, yang mengancam ketahanan pangan dan sumber penghidupan penduduk secara keseluruhan. Perubahan iklim secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap semakin meningkatnya penyakit yang ditularkan melalui media air atau yang terkait dengan air. Dampak tersebut merupakan tantangan terhadap pengelolaan sumber daya air dan pencapaian sasaran pembangunan yang berkelanjutan.
G. Keterbatasan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha

Peran masyarakat dan dunia usaha masih terbatas dan terkendala oleh keterbatasan pemahaman masyarakat dan akses dalam pengelolaan sumber daya air, yang disebabkan oleh sosialisasi kebijakan dan pemberdayaan masyarakat yang belum memadai. Di lain pihak, pemeliharaan dan pengawasan terhadap sarana dan prasarana sumber daya air masih kurang, disebabkan karena keterbatasan pendanaan, tata kelola dan tanggungjawab pengelola.
H. Tumpang Tindih Fungsi Lembaga Pengelolaan Sumber Daya Air

Pengelolaan sumber daya air meliputi peran dan kepentingan lintas sektor dan lintas wilayah yang memerlukan keterpaduan tindak untuk menjaga kelangsungan fungsi dan manfaat sumber daya air, dengan cara membangun sistem koordinasi guna mengintegrasikan berbagai kepentingan dan ketersediaan sumber daya di setiap lembaga yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air. Pengelolaan sumber daya air yang dilaksanakan oleh berbagai instansi kurang efisien karena terjadi tumpang tindih tugas dan fungsi di instansi masingmasing. Sebagai contoh; pengelolaan air tanah dengan air permukaan, pengelolaan kualitas air dengan kuantitas air, konservasi dan pendayagunaan sumber daya air, serta pengelolaan fungsi hutan dan sungai terkait sumber daya air. Hal tersebut 8

terjadi karena pembagian tugas pokok dan fungsi antarlembaga belum jelas, termasuk akuntabilitasnya. I. Keterbatasan Data dan Informasi Sistem informasi sumber daya air diperlukan untuk mendukung pengambilan keputusan pada berbagai tingkatan, baik pada tingkat operasional dan manajerial dalam pengelolaan sumber daya air pada suatu wilayah sungai. Ketersediaan informasi dari berbagai sektor di tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, serta tingkat nasional juga diperlukan untuk mendukung perumusan kebijakan pada setiap tingkat pemerintahan tersebut. Tumpang tindih dalam pengumpulan data antarsektor masih terjadi karena setiap instansi bekerja sesuai dengan kepentingan masing-masing. Pengumpulan data yang dilakukan oleh instansi tertentu tidak dilakukan secara kontinyu karena dianggap tidak diperlukan lagi. Sistem informasi sumber daya air seharusnya merupakan jejaring yang saling terhubung, baik secara vertikal (antartingkat pemerintahan) maupun secara horizontal (antarsektor dan antarwilayah).

BAB III TANTANGAN KE DEPAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas yang rentan terhadap perubahan iklim dan ketersediaan air yang tidak merata serta kebutuhan air yang berbeda. Kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan air terjadi karena distribusi penduduk dan kegiatan ekonomi yang tidak merata antara pulau yang satu dengan pulau yang lain. Terkonsentrasinya penduduk Indonesia dan terpusatnya kegiatan ekonomi di Pulau Jawa dan Bali sangat berpengaruh terhadap besarnya kebutuhan air dan meningkatnya kelangkaan air. Pulau Sumatera dan Pulau Sulawesi mengalami perkembangan wilayah yang berpengaruh terhadap meningkatnya kebutuhan air dan meningkatnya daya rusak air. Nusa Tenggara Timur merupakan kawasan kering, sedangkan Kalimantan dan Papua dengan jumlah penduduk terbatas masih memiliki sumber daya air yang berlimpah. Di samping itu, pulau-pulau kecil yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia menghadapi kendala ketersediaan air. Akibat fungsi resapan lahan di daerah aliran sungai yang terganggu menyebabkan banjir yang tidak terkendali dan air pada musim hujan terbuang sehingga tidak dapat dimanfaatkan pada musim kemarau. Selain itu, penurunan fungsi dan kerusakan struktur prasarana sumber daya air, akan mengakibatkan peningkatan daya rusak air dan bencana. Keragaman ketersediaan air aktual di beberapa pulau baik dalam bentuk banjir atau kekeringan mengakibatkan kerugian sosial dan ekonomi, terutama bagi petani dalam bentuk kegagalan panen, yang berdampak pada ketahanan pangan. Sampai saat ini Indonesia mengalami pertumbuhan penduduk yang tinggi serta distribusi penduduk dan kegiatan ekonomi yang tidak merata. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia mencapai 219 juta jiwa yang berkembang menjadi 232 juta pada tahun 2010, dan diprediksi akan menjadi lebih dari 300 juta pada tahun 2030. Pertumbuhan penduduk ini mendorong perkembangan perkotaan dan peningkatan kebutuhan terhadap sandang, pangan, papan, dan kebutuhan air. Peningkatan kebutuhan pangan membutuhkan ketersediaan lahan pertanian yang dapat mengancam terjadinya alih fungsi kawasan hutan yang berdampak negatif

10

terhadap sumber daya air. Perubahan tata guna lahan pertanian produktif menjadi kawasan perkotaan dan prasarana umum juga berpengaruh pada pencemaran sumber air, meningkatnya daya rusak air, dan semakin langkanya ketersediaan air. Pembangunan yang tidak terkendali berdampak pada kerusakan daerah tangkapan air dan kawasan resapan air, perubahan fungsi hidrologi, meningkatnya potensi daya rusak air, serta penurunan kualitas lingkungan yang berpengaruh terhadap ketersediaan air. Pencemaran sumber air merupakan ancaman dalam pemenuhan kebutuhan air yang terus meningkat untuk berbagai kepentingan. Peningkatan pencemaran air akibat limbah rumah tangga, industri, perdagangan, pertanian, dan pertambangan yang tidak dikelola dengan baik menjadi penyebab semakin menurunnya kualitas air dan berdampak pada penurunan ketersediaan air. Kelangkaan air akan menaikkan harga air, hal tersebut semakin membebani masyarakat. Oleh karena itu, konservasi sumber daya air merupakan tantangan utama dalam membenahi pengelolaan sumber daya air di Indonesia untuk jangka waktu 20 tahun ke depan. Hampir semua daerah aliran sungai di Pulau Jawa sudah kritis. Beberapa wilayah di luar Jawa antara lain Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi juga cenderung mengalami hal yang sama. Mengingat bahwa luas dan kondisi hutan sangat berkaitan erat dengan kuantitas dan kualitas air pada sumber air (sungai, danau, waduk), pengelolaan hutan, tanah dan air harus dilakukan secara terintegrasi. Millenium Development Goals dan Johannesburg Summit 2002 menargetkan agar jumlah penduduk yang belum mendapatkan pelayanan air bersih dan sanitasi pada tahun 2000, berkurang hingga separuh pada tahun 2015. Masih rendahnya tingkat pelayanan air bersih dan sanitasi, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah kumuh perkotaan, perdesaan, pulau-pulau kecil dan daerah pantai merupakan tantangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar tersebut. Teknologi tepat guna sudah dikembangkan untuk mengatasi berbagai masalah sumber daya air, tetapi masyarakat belum banyak yang memanfaatkan teknologi tersebut. Pengembangan dan penerapan teknologi di bidang sumber daya air merupakan tantangan bagi Indonesia dalam memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat. Keseimbangan antara pengembangan dan penerapan teknologi dengan peningkatan sumber daya manusia di masyarakat sangat diperlukan, agar semakin mampu dan mandiri dalam mengatasi permasalahan sumber daya air. 11

Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah membawa pengaruh terhadap pemahaman yang berbeda tentang pengelolaan sumber daya air dapat memicu terjadinya sengketa antardaerah, antara pusat dan daerah, serta antarpengguna air. Hal ini dapat menimbulkan masalah-masalah sosial, ekonomi, politik dan budaya di berbagai daerah. Oleh karena itu, koordinasi dan sinkronisasi, baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota maupun di tingkat wilayah sungai merupakan tantangan dalam membangun sistem kelembagaan pengelolaan sumber daya air yang andal. Kerja sama pengelolaan sumber daya air antarnegara juga perlu ditingkatkan, mengingat Indonesia memiliki beberapa wilayah sungai yang berbatasan dengan negara tetangga.

12

BAB IV ASAS DAN ARAH

A. Asas Pengelolaan Sumber Daya Air

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, pengelolaan sumber daya air didasarkan pada tujuh asas berikut, yaitu kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. Asas kelestarian berarti pendayagunaan sumber daya air diselenggarakan dengan menjaga kelestarian fungsi sumber daya air. Asas keseimbangan berarti keseimbangan antara fungsi sosial, fungsi lingkungan hidup, dan fungsi ekonomi. Asas kemanfaatan umum berarti pengelolaan sumber daya air dilaksanakan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan umum secara efektif dan efisien. Asas keterpaduan dan keserasian dilakukan secara terpadu dalam berarti pengelolaan sumber daya air keserasian untuk berbagai mewujudkan

kepentingan dengan memperhatikan sifat alami air yang dinamis. Asas keadilan berarti pengelolaan sumber daya air dilakukan secara merata ke seluruh lapisan masyarakat di wilayah tanah air sehingga setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk berperan dan menikmati hasilnya secara nyata. Asas kemandirian berarti pengelolaan sumber daya air dilakukan dengan memperhatikan kemampuan dan keunggulan sumber daya setempat. Asas transparansi dan akuntabilitas berarti pengelolaan sumber daya air dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. B. Arah Pengelolaan Sumber Daya Air Pengelolaan sumber daya air dalam 20 tahun ke depan diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara pelaksanaan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Sumber daya air yang tersedia dalam berbagai bentuk harus didayagunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tanpa mengancam kelestariannya. Oleh karena itu, pendayagunaan sumber daya air perlu diimbangi dengan berbagai upaya konservasi. Berbagai masalah yang diakibatkan daya rusak air, antara lain; banjir

13

dan tanah longsor harus segera dilakukan upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Mengingat semakin seriusnya permasalahan akibat degradasi sumber daya air, maka konservasi perlu mendapat perhatian yang lebih sungguh-sungguh dan hanya akan berhasil apabila melibatkan semua pemilik kepentingan untuk berperan dalam upaya tersebut. Konservasi tidak hanya dilakukan melalui pendekatan struktur, tetapi lebih mengutamakan pada pendekatan nonstruktur. Dalam pendayagunaan air tanah, air permukaan dan air hujan diupayakan saling melengkapi dengan mengutamakan penggunaan air hujan dan air permukaan. Pengambilan air tanah harus dilakukan secara seimbang dengan kemampuan pengisiannya kembali. Pengendalian daya rusak air dilakukan dengan mengatasi permasalahan mendasar, yaitu peningkatan limpasan air permukaan sebagai akibat dari pengurangan tutupan lahan dan penurunan fungsi resapan. Selain itu, perlu penerapan dan pengawasan pelaksanaan rencana tata ruang wilayah secara konsisten. Keandalan layanan jasa pengelolaan sumber daya air harus ditingkatkan agar berbagai kebutuhan air dapat terpenuhi, daya rusak air menurun, kualitas air meningkat, serta sistem penyediaan dan layanan air minum juga meningkat. Dalam hal layanan air tidak dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat, keterlibatan dunia usaha dimungkinkan berdasarkan prinsip kerja sama kemitraan yang saling menguntungkan. Dalam hal kerjasama kemitraan pemerintah dan dunia usaha, pemerintah bertanggungjawab atas pengaturan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Dalam penerapan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air diperlukan kesamaan persepsi dan komitmen para pemilik kepentingan. Kerja sama antardaerah dalam pengelolaan sumber daya air perlu dibangun, tata kelembagaan dan pembagian peran untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya air terpadu di tingkat wilayah sungai perlu dirumuskan bersama melalui wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air di tingkat wilayah sungai. Demikian pula koordinasi program di tingkat pusat dan sinkronisasi implementasi program di tingkat provinsi dan kabupaten perlu lebih ditingkatkan.

14

BAB V VISI DAN MISI

A. Visi Dari uraian situasi yang disampaikan pada bagian terdahulu, visi pengelolaan sumber daya air untuk jangka waktu 2010 2030 adalah : Terwujudnya sumber daya air nasional yang dikelola secara adil, menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia Pengelolaan sumber daya air secara nasional yang menyeluruh mencakup semua bidang pengelolaan yang meliputi konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak, serta meliputi semua proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Pengelolaan sumber daya air harus dilaksanakan secara terpadu dengan melibatkan semua pemilik kepentingan, antarsektor dan antarwilayah. Di samping itu, pengelolaan sumber daya air juga harus berwawasan lingkungan hidup, yaitu dengan memperhatikan keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan. Segala upaya dalam pengelolaan sumber daya air sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu dimaksudkan agar sumber daya air yang ada dapat mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. B. Misi Untuk mewujudkan visi tersebut, melalui penegakan hukum dan

pengawasannya, pengelolaan sumber daya air di Indonesia untuk jangka waktu 2010-2030 akan mengemban lima misi sebagai berikut : 1. Meningkatkan konservasi sumber daya air secara terus menerus 2. Mendayagunakan sumber daya air untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat 3. Mengendalikan dan mengurangi daya rusak air

15

4. Meningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sumber daya air 5. Membangun jaringan sistem informasi sumber daya air nasional yang terpadu antarsektor dan antarwilayah

16

BAB VI KEBIJAKAN NASIONAL DAN STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR


Kebijakan Nasional Sumber Daya Air meliputi : kebijakan umum, kebijakan peningkatan konservasi sumber daya air secara terus menerus, kebijakan pendayagunaan sumber daya air untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat, kebijakan pengendalian daya rusak air dan pengurangan dampak, kebijakan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sumber daya air, dan kebijakan pengembangan jaringan sistem informasi sumber daya air (SISDA) dalam pengelolaan sumber daya air nasional terpadu antarsektor. A. KEBIJAKAN UMUM Kebijakan umum terdiri dari : 1. Peningkatan Koordinasi dan Keterpaduan Pengelolaan Sumber Daya Air. Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. menata ulang tugas pokok dan fungsi lembaga yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan efektifitas koordinasi dan air; b. menyelesaikan penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air selambatlambatnya pada tahun 2015 di semua wilayah sungai sesuai dengan kewenangannya; c. meningkatkan fungsi dan peran koordinasi Dewan Sumber Daya Air Nasional dalam rangka membangun sinergi dan keselarasan program antarsektor, antarwilayah, dan antarpemilik kepentingan; keterpaduan program lintas sektor, atau membentuk badan/kementerian khusus urusan pemerintahan di bidang sumber daya

17

d. membentuk dewan sumber daya air provinsi oleh pemerintah provinsi selambat-lambatnya pada akhir tahun 2010, serta dapat berfungsi secara optimal; e. mempercepat f. mempercepat pembentukan pembentukan dan dan berfungsinya berfungsinya wadah wadah koordinasi koordinasi pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai strategis nasional; pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai lintas kabupaten/kota dengan intensitas permasalahan tinggi oleh pemerintah provinsi; dan g. memberikan dukungan sumber daya untuk memperkuat peran Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) wilayah sungai terhadap fungsi sinkronisasi program dan anggaran lintas sektor, lintas provinsi dan kabupaten/kota. 2. Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, serta Budaya Terkait Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. menghidupkan kembali dan membangun etika dan budaya masyarakat yang menjunjung tinggi nilai dan manfaat air melalui pendidikan formal dan nonformal oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha; b. mendorong penelitian dan pengembangan teknologi dalam bidang sumber daya air serta menerapkan hasil-hasilnya dengan meningkatkan alokasi pendanaannya; c. membangun kerja sama penelitian dan pengembangan sumber daya air antarlembaga pemerintah, lembaga nonpemerintah, perguruan tinggi, lembaga penelitian tingkat nasional dan internasional; d. memberikan kemudahan dalam pengurusan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) bagi penemuan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi terkait bidang sumber daya air; dan e. menginventarisasi dan mengevaluasi keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air sebagai dasar untuk pengukuhan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. memfasilitasi agar

3. Peningkatan Pembiayaan Pengelolaan Sumber Daya Air

18

Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :


a. mengembangkan sistem, instrumen, dan kelembagaan pembiayaan

pengelolaan sumber daya air, yang berasal dari anggaran pemerintah;


b. meningkatkan

kontribusi

dunia

usaha

dan

masyarakat

dalam

pengelolaan sumber daya air; dan


c. meningkatkan hasil penerimaan biaya jasa pengelolaan sumber daya

air dan memanfaatkannya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkesinambungan. 4. Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. membangun sistem pengawasan dalam pelaksanaan ketentuan pengelolaan sumber daya air; dan

b. mempercepat pembentukan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil


(PPNS) dalam penegakan hukum bidang sumber daya air pada setiap wilayah sungai.

B. KEBIJAKAN PENINGKATAN KONSERVASI SUMBER DAYA AIR SECARA TERUS-MENERUS Kebijakan peningkatan konservasi sumber daya air secara terus menerus terdiri dari :
1. Peningkatan Upaya Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air

Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. memelihara daerah tangkapan air dan menjaga kelangsungan fungsi resapan air berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air pada suatu wilayah sungai oleh semua pemilik kepentingan, antara lain dengan: 1) mengendalikan budi daya pertanian terutama di daerah hulu sesuai dengan kemiringan lahan dan kaidah konservasi tanah dan air; 2) meningkatkan tampungan air dengan membangun lebih banyak waduk, embung, sumur resapan, menambah ruang terbuka hijau,

19

serta 3)

mengendalikan

alih

fungsi

lahan

untuk

pembangunan

permukiman, perkotaan dan industri; melakukan kajian komprehensif tentang cekungan air tanah untuk menentukan zona imbuhan dan zona pengambilan air tanah, yang hasilnya dapat diakses oleh masyarakat; 4) melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan pada daerah aliran sungai prioritas yang dilakukan secara partisipatif dan terpadu; 5) menetapkan dan mempertahankan luas kawasan hutan minimal 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai dan/atau pulau, dan tetap mempertahankan luas kawasan hutan yang masih memiliki luas lebih dari 30 (tiga puluh) persen dengan sebaran yang proporsional untuk menjamin keseimbangan tata air dan lingkungan; dan 6) melaksanakan moratorium penebangan hutan dan menambah luas kawasan hutan pada daerah aliran sungai atau pulau yang mempunyai luas kawasan hutan dan tutupan hutan kurang dari 30 (tiga puluh) persen. b. meningkatkan upaya perlindungan sumber air, pengaturan daerah sempadan sumber air, dan pengisian air pada sumber air oleh para pemilik kepentingan, antara lain dengan : 1) melindungi dan melestarikan sumber air terutama di dekat kawasan permukiman 2) 3) 4) melalui kegiatan fisik dan/atau nonfisik, dengan mengutamakan kegiatan nonfisik; mengendalikan izin penambangan pada kawasan lindung menata ulang daerah sempadan sumber air, terutama pada meningkatkan kapasitas resapan air melalui pengaturan sumber air dan hutan lindung; kawasan perkotaan; pengembangan kawasan, berupa penerapan persyaratan pembuatan kolam penampungan, sumur resapan, atau berbagai teknologi resapan air; 5) melindungi sumber air melalui pencegahan, pengaturan, dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik pada sumber air, pemanfaatan sumber air dan pemanfaatan lahan di 20

sekitarnya, serta mengendalikan usaha pertambangan dan kegiatan lain yang merusak kelestarian sumber air; dan 6) menetapkan daerah sempadan sumber air dan mengatur penggunaannya untuk mengamankan dan mempertahankan fungsi sumber air serta prasarana sumber daya air melalui peraturan perundang-undangan. c. meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan sumber air, dan pengaturan prasarana dan sarana sanitasi, dengan cara: 1) mengendalikan pemanfaatan sumber air sesuai dengan ketentuan zona pemanfaatan sumber air yang bersangkutan; dan/atau

2) mewajibkan semua pengembang kawasan untuk menyediakan dan


mengoperasikan prasarana dan sarana sanitasi melalui peraturan perundang-undangan agar tidak menambah beban pencemaran di kawasan hilir. 2. Peningkatan Upaya Pengawetan Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. meningkatkan upaya penyimpanan air yang berlebih di musim hujan, oleh para pemilik kepentingan dengan cara: 1) meningkatkan dan memelihara keberadaan sumber air dan ketersediaan air sesuai dengan fungsi dan manfaatnya, melalui pemeliharaan dan pembangunan waduk dan embung; 2) menjaga dan melindungi keberadaan dan fungsi serta merehabilitasi penampung air, baik alami maupun buatan, yaitu danau, rawa, waduk, dan embung serta cekungan air tanah; 3) meningkatkan pemanenan air hujan melalui pembangunan dan pemeliharaan penampung air hujan; 4) menerapkan peraturan tentang keikutsertaan para penerima manfaat air dan sumber air dalam pembiayaan pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan sumber daya air; dan 5) melaksanakan sosialisasi mengenai pengawetan air kepada masyarakat dan dunia usaha.

21

b. Meningkatkan upaya penghematan air serta pengendalian penggunaan air tanah oleh para pemilik kepentingan , dengan cara: 1) menciptakan sistem insentif kepada pengguna air yang hemat dengan menerapkan prinsip 3-R (reduce mengurangi, reuse menggunakan kembali, dan recycling mendaur ulang) serta disinsentif kepada pengguna air yang boros; 2) memberikan insentif kepada pihak yang telah mengembangkan dan menerapkan teknologi hemat air di bidang pertanian, rumah tangga, perkotaan dan industri; 3) mengendalikan pengambilan air tanah pada cekungan air tanah yang kondisinya kritis dan sungai bawah tanah pada kawasan karst dengan membatasi pengambilan sesuai kapasitas spesifik (specific yield); 4) merehabilitasi dan meningkatkan fungsi lahan sebagai kawasan imbuhan air tanah; dan

5) membatasi penggunaan air tanah dengan mengatur ulang alokasi


penggunaan air di berbagai sumber air untuk meningkatkan manfaat air baku yang berasal dari air permukaan. 3. Peningkatan Upaya Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. mempertahankan dan memulihkan kualitas air pada sumber air sesuai jenis kebutuhan air, dengan melibatkan masyarakat dan dunia usaha; b. menetapkan beban maksimum limbah yang boleh di buang ke sumber dan badan air; c. membangun sistem pengelolaan limbah cair komunal atau terpusat di kawasan permukiman, serta kawasan industri dan industri di luar kawasan oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha; d. mengembangkan dan menerapkan teknologi perbaikan kualitas air; e. membangun sistem pemantauan limbah sebelum masuk atau dimasukkan ke dalam sumber air dan sistem pemantauan kualitas air pada sumber air; f. mengendalikan budi daya perikanan karamba atau jaring apung di danau, waduk, dan rawa dengan mempertimbangkan fungsi sumber air dan daya

22

tampung serta daya dukung sesuai dengan peruntukannya secara bertahap sampai tahun 2014; dan g. memfasilitasi penyediaan sarana sanitasi umum untuk kawasan permukiman yang berada di dekat dan/atau di atas badan air yang sesuai rencana tata ruang.

C. KEBIJAKAN

PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR UNTUK KEADILAN

DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kebijakan pendayagunaan sumber daya air untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat, terdiri dari : 1. Peningkatan Upaya Penatagunaan Sumber Daya Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. mempercepat penetapan zona pemanfaatan sumber air untuk dijadikan acuan bagi penyusunan atau perubahan rencana tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai;

b. mempercepat penetapan peruntukan air pada sumber air untuk memenuhi


berbagai kebutuhan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung sumber air yang bersangkutan;

c. melibatkan pemilik kepentingan lainnya, menyusun rencana tindak


pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan kemampuan adaptasi dan mitigasi dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim; dan

d. menetapkan pembangunan kawasan permukiman, kawasan industri dan


industri di luar kawasan guna mengurangi alih fungsi lahan pertanian dan perlunya dibuat peraturan tentang kawasan ramah lingkungan. 2. Peningkatan Upaya Penyediaan Air

Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. menetapkan rencana alokasi dan hak guna air bagi pengguna air yang sudah ada dan yang baru sesuai dengan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai; b. memastikan pengelolaan sumber daya air terpadu untuk mencapai sasaran MDGs pada tahun 2015 dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih dan sanitasi;

23

c. mewujudkan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari serta kebutuhan air irigasi untuk pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang ada sebagai prioritas utama dalam penyediaan; dan d. menetapkan standar pelayanan minimal kebutuhan pokok air sehari-hari secara nasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberi alokasi pemenuhan kebutuhan air bagi penduduk dalam rencana penyediaan air. 3. Peningkatan Upaya Efisiensi Penggunaan Sumber Daya Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. mengembangkan perangkat kelembagaan untuk pengendalian penggunaan sumber daya air; b. meningkatkan penegakan hukum terhadap pelaku penggunaan sumber daya air yang berlebihan di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam; dan c. meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh para pengguna air irigasi dalam rangka peningkatan produktivitas pertanian dan keberlanjutan ketahanan pangan nasional. 4. Peningkatan Upaya Pengembangan Sumber Daya Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. menyusun rencana pengembangan sumber daya air yang didasarkan pada pola dan rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai; b. melaksanakan rencana pengembangan sumber daya air dengan memadukan kepentingan antarsektor, antarwilayah, dan antarpemilikkepentingan dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan; c. mengembangkan sistem penyediaan air baku untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga, perkotaan, dan industri dengan mengutamakan pemanfaatan air permukaan; d. melakukan upaya pengembangan sistem penyediaan air minum dalam rangka peningkatan layanan penyediaan air minum untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat;

24

e. meningkatkan pengembangan sumber daya air untuk mendukung pengembangan daerah irigasi baru dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan produksi pangan nasional, serta produksi pertanian lainnya; f. mengembangkan fungsi sungai, danau, waduk, dan rawa untuk keperluan pembangkit listrik tenaga air dan transportasi air ; g. menyediakan insentif bagi usaha swadaya masyarakat dalam pengembangan infrastruktur pembangkit listrik mikrohidro; h. memberikan insentif kepada perseorangan atau kelompok masyarakat yang berhasil mengembangkan teknologi pemenuhan kebutuhan air bersih dari sumber air permukaan dalam upaya mengurangi penggunaan air tanah; dan i. menerapkan teknologi modifikasi cuaca dalam kondisi luar biasa setelah mendapat pertimbangan dari wadah koordinasi sumber daya air wilayah sungai dan/atau dewan sumber daya air provinsi. 5. Pengendalian Pengusahaan Sumber Daya Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. mengatur pengusahaan sumber daya air berdasarkan prinsip keselarasan antara kepentingan sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi, dengan tetap memperhatikan asas keadilan dan kelestarian untuk, kesejahteraan masyarakat;

b. menerapkan norma, standar, pedoman, dan kriteria (NSPK) dalam


pengusahaan sumber daya air yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan memperhatikan kearifan lokal;

c. meningkatkan peran serta perseorangan, badan usaha, dan lembaga


swadaya masyarakat dalam pengusahaan sumber daya air dengan izin pengusahaan;
d. menyusun

peraturan perundang-undangan untuk mengendalikan

penambangan bahan galian pada sumber air guna menjaga kelestarian sumber daya air dan lingkungan sekitar;
e. mempercepat

penetapan

alokasi

air

pada

sumber

air

untuk

pengusahaan sumber daya air sesuai dengan rencana alokasi air yang ditetapkan; dan

25

f. mengembangkan

dan

menerapkan

sistem

pemantauan

dan

pengawasan terhadap pengusahaan sumber daya air.

D. KEBIJAKAN PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR


Kebijakan pengendalian daya rusak air dan pengurangan dampak terdiri dari :
1. Peningkatan Upaya Pencegahan

Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :


a. memetakan dan menetapkan kawasan rawan bencana yang terkait air

sebagai acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah dan pengendalian pemanfaatan ruang pada setiap wilayah sungai;
b. mengintegrasikan

perencanaan,

pembangunan

dan

pengelolaan

drainase kawasan produktif, drainase perkotaan, drainase jalan, dan sungai ke dalam sistem pengendalian banjir; dan
c. meningkatkan kemampuan adaptasi masyarakat yang tinggal di

kawasan rawan banjir dan kekeringan;


d. memprakarsai pembentukan pola kerjasama yang efektif antara

kawasan hulu dan kawasan hilir dalam pengendalian daya rusak air;

e. meningkatkan dan menjaga kelestarian fungsi hutan oleh para pemilik


kepentingan;

f. meningkatkan kesadaran masyarakat dengan cara :


1)

mencegah dan membebaskan bantaran sungai dari hunian dan menertibkan penggunaan sempadan sungai sesuai dengan meningkatkan penyebarluasan informasi mengenai kawasan meningkatkan kesiap-siagaan masyarakat dalam menghadapi

bangunan liar serta mengatur pemanfaatan bantaran sungai;


2)

rencana yang ditetapkan;


3)

retensi banjir dan kawasan rawan bencana yang terkait air;


4)

dampak perubahan iklim global dan daya rusak air;

26

g. melakukan pengendalian aliran air di sumber air, dengan cara :


1) meningkatkan resapan air ke dalam tanah untuk mengurangi aliran permukaan oleh para pemilik kepentingan; 2) meningkatkan kapasitas pengaliran sungai dan saluran air oleh para pemilik kepentingan; 3) menetapkan kawasan yang memiliki fungsi retensi banjir sebagai prasarana pengendali banjir; 4) mempertahankan kawasan yang memiliki fungsi retensi banjir sebagai prasarana pengendali banjir oleh para pemilik kepentingan; 5) menyediakan prasarana pengendalian banjir untuk melindungi prasarana umum, kawasan permukiman, dan kawasan produktif.
2.

Peningkatan Upaya Penanggulangan

Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. menetapkan, melaksanakan dan melakukan sosialisasi mekanisme penanggulangan kerusakan dan/atau bencana akibat daya rusak air; b. mengembangkan sistem prakiraaan dan peringatan dini untuk mengurangi dampak daya rusak air; c. meningkatkan pengetahuan, kesiap-siagaan, dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana akibat daya rusak air, antara lain dengan melakukan simulasi dan peragaan mengenai cara-cara penanggulangan bencana oleh para pemilik kepentingan; d. memperbaiki sistem dan meningkatkan kinerja penanggulangan bencana akibat daya rusak air; e. menyusun sistem penganggaran yang sesuai dengan kondisi darurat untuk penanggulangan daya rusak air yang bersumber dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) serta sumber dana lain.

3.

Peningkatan Upaya Pemulihan

Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :

27

a. merehabilitasi dan merekonstruksi kerusakan prasarana sumber daya air dan memulihkan fungsi lingkungan hidup dengan mengalokasikan dana yang cukup dalam APBN/APBD, dan sumber dana lainnya; b. mengembangkan peranserta masyarakat dan dunia usaha dalam kegiatan yang terkoordinasi untuk pemulihan akibat bencana daya rusak air; dan

c. memulihkan dampak sosial dan psikologis akibat bencana terkait air oleh
para pemilik kepentingan.

E. KEBIJAKAN PENINGKATAN PERAN MASYARAKAT DAN DUNIA USAHA


DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Kebijakan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sumber daya air terdiri dari :

1. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Perencanaan


Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. meningkatkan pemahaman serta kepedulian masyarakat dan dunia usaha mengenai pentingnya keselarasan fungsi sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup dari sumber daya air;

b. meningkatkan keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam


penyusunan kebijakan pengelolaan sumber daya air;

c. meningkatkan keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam


penyusunan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air di tingkat wilayah sungai; dan

d. meningkatkan pendidikan dan pelatihan, serta pendampingan kepada


masyarakat agar mampu berperan dalam perencanaan pengelolaan sumber daya air oleh para pemilik kepentingan.

2. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pelaksanaan


Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan dunia usaha untuk menyampaikan masukan dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air;

28

b. memberi kesempatan kepada masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam proses pelaksanaan yang mencakup pelaksanaan konstruksi, serta operasi dan pemeliharaan; c. mengikutsertakan masyarakat dan dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembiayaan pelaksanaan pengelolaan sumber daya air; d. meningkatkan motivasi masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam konservasi sumber daya air dan pengendalian daya rusak air dengan cara memberikan insentif kepada yang telah berprestasi; e. menyiapkan instrumen kebijakan dan/atau peraturan yang kondusif bagi masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air; f. mengembangkan dan mewujudkan keterpaduan pemberdayaan serta peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air; dan g. meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan, serta pendampingan dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air oleh para pemilik kepentingan.
3. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pengawasan

Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :

a. membuka kesempatan kepada masyarakat dan dunia usaha untuk


berperan dalam pengawasan pengelolaan sumber daya air dalam bentuk pelaporan dan pengaduan;

b. menetapkan prosedur penyampaian laporan dan pengaduan masyarakat


dan dunia usaha dalam pengawasan pengelolaan sumber daya air;

c. menindaklanjuti

laporan

dan

pengaduan

yang

disampaikan

oleh

masyarakat dan dunia usaha; dan

d. meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan,


serta pendampingan dalam pengawasan pengelolaan sumber daya air oleh para pemilik kepentingan.

29

F.

KEBIJAKAN

PENGEMBANGAN

JARINGAN

SISTEM

INFORMASI

SUMBER DAYA AIR (SISDA) DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR NASIONAL TERPADU Kebijakan pengembangan jaringan SISDA yang terpadu, terdiri dari : 1. Peningkatan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Pengelola SISDA Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. membentuk dan/atau mengembangkan instansi pengelola data dan informasi sumber daya air terpadu di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan wilayah sungai; b. meningkatkan ketersediaan dana untuk membentuk dan/atau mengembangkan SISDA terutama mengenai sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi dan hidrogeologi (H3); c. menata ulang pengaturan dan pembagian tugas di berbagai instansi dan lembaga pengelola data dan informasi sumber daya air; d. meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam lembaga pengelola SISDA oleh para pemilik kepentingan; dan

e. meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam


pengelolaan data dan informasi sumber daya air. 2. Pengembangan Jejaring SISDA

Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. menetapkan lembaga yang mengkoordinasikan pengelolaan SISDA;

b. membangun jejaring SISDA antara instansi dan lembaga pusat dan


daerah serta antarsektor dan antarwilayah; dan

c. meningkatkan kerja sama dengan masyarakat dan dunia usaha dalam


pengelolaan SISDA. 3. Pengembangan Teknologi Informasi Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. mengembangkan SISDA berbasis teknologi informasi hasil rancang bangun nasional oleh para pemilik kepentingan;

30

b. meningkatkan ketersediaan perangkat keras, perangkat lunak dalam SISDA, serta memfasilitasi pengoperasiannya; dan c. memfasilitasi para pemilik kepentingan dalam mengakses data dan informasi sumber daya air.

31

BAB VII PENUTUP

Jaknas SDA merupakan arahan strategis pengelolaan sumber daya air dalam jangka waktu 20102030. Kementerian dan lembaga terkait menindak-lanjuti dalam dokumen rencana strategis di bidang tugas masing-masing sebagai bagian dari RPJM Nasional. Kebijakan pengelolaan sumber daya air di tingkat provinsi perlu segera disusun mengacu pada Jaknas SDA dengan menyesuaikan kondisi dan permasalahan setempat. Kebijakan pengelolaan sumber daya air di tingkat kabupaten/kota disusun dengan mengacu kepada kebijakan pengelolaan sumber daya air di tingkat provinsi. Jaknas SDA dapat ditinjau ulang sejalan dengan dinamika sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup yang menuntut kebijakan baru. Dalam tinjau ulang kebijakan nasional dan strategi pengelolaan sumber daya air, harus tetap melibatkan para pemilik kepentingan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan wilayah sungai.

32

Anda mungkin juga menyukai