Anda di halaman 1dari 10

Perkembangan mutakhir Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia By Winarno Narmoatmojo

Untuk mengungkap adanya perkembangan mutakhir yang berkenaan dengan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia , makalah ini menyajikannya dengan berdasar 3 hal Pertama, hasil temuan di bidang penelitian dan kajian-kajian masa lah pendidikan kewarganegaraan; kedua, kebijakan tentang pendidikan kewarganegaraan dan ketiga penelitian internasional ICCS tentang pendidikan kewarganegaraan di berbagai negara termasuk di Indonesia yang dilaksanakan pada tahun 2009 ini. 1. Temuan di bidang penelitian dan kajian pendidikan kewarganegaraan Kegiatan penelitian termasuk pengembangan dalam tubuh ilmu pendidikan kewarganegaraan di Indonesia termasuk masih langka dalam arti belum banyak dilakukan. Penelitian dan pengembangan pada dasarnya akan memperkaya epistemologi pendidikan kewarganegaraan. Penelitian berguna untuk membangun pengetahuan baru di bidang pendidikan kewarganegaraan baik melalui metode kuantitatif maupun metode kualitatif. Sedangkan pengembangan berguna didalam mendapatkan paradigma pedagogis dan rekayasa kurikuler guna menegembangkan aspek sosial psikologis peserta didik dengan cara mengorganisasikan unsur instrumental dan kontekstual pendidikan. Makalah ini menyajikan 2 hasil penelitian yang dianggap relevan dan berkaitan dengan pendidikan kewarganegaraan sebagai sistem pengetahuan di Indonesia yaitu penelitian Udin Sarupudin Winatapura berjudul Jati Diri Pendidikan Kewarganegara an sebagai Wahana Sistematik Pendidikan Demokrasi (2001) dan penelitian Sapriya berjudul Perspektif Pemikiran Pakar tentang Pendidikan Kewarganegaraan dalam membangun Karakter Bangsa (2007) Hasil penelitian Udin S Winatapura (2001) menghasilkan beberapa temuan penting berkaitan dengan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia sebagai berikut : a. Pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu tubuh atau sistem pengetahuan yang memiliki: (a) ontologi (b) epistemologi research, development, and diffusion dalam bentuk kajian ilmiah dan pengembangan program kurikuler, dan (c) aksiologi pendidikan kewarganegaraan b. Secara paradigmatik sistem pendidikan kewarganegaraan memiliki tiga komponen, yakni (a) kajian ilmiah pendidikan ilmu kewarganegaraan; (b) program kurikuler Pendidikan Kewarganegaraan; dan (c) gerakan sosial-kultural kewarganegaraan, yang secara koheren bertolak dari esensi dan bermuara pada upaya pengembangan pengetahuan kewarganegaraan, nilai dan sikap kewarganegaraan, dan keterampilan kewarganegaraan c. Secara kontekstual logika internal dan dinamika eksternal sistem pendidikan kewarganegaraan dipengaruhi oleh aspek-aspek pengetahuan intraseptif berupa Agama dan Pancasila; pengetahuan ekstraseptif ilmu, teknologi, dan seni; cita-ci ta, Nilai, konsep, prinsip, dan praksis demokrasi; masalah-masalah kontemporer Indonesia; kecenderungan dan masalah globalisasi; dan kristalisasi civic virtue dan civic culture untuk masyarakat madani Indonesia-masyarakat negara kebangsaan Indonesia yang berdemokrasi konstitusional yang bersifat multidimensional

d. Kompetensi dasar kewarganegaraan dapat dikembangkan menjadi 90 butir kompetensi ketrampilan kewarganegaraan. Terdapat kesenjangan antara kadar kompetensi yang diharapkan dengan kadar kompetensi nyata dalam kehidupan saat ini. e. Berdasar butir butir kompetensi kewarganegaraan dapat dikembangkan dan dirumuskan sejumlah subtansi pendidikan kewarganegaraan di Indonesia Penelitian Sapriya (2007) menghasilkan beberapa temuan kesimpulan mengenai pendidikan kewarganegaraan di Indonesia sebagai berikut: a. PKn sebagai pendidikan disiplin ilmu dengan identititas bidang kajian eklekti f merupakan an integrated knowledge system, synthetic discipline, multidimensional atau kajian konseptual sistemik. PKn di Indonesia memiliki ontologi yang terdiri atas Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai landasan pokok, Pancasila sebagai landasan filosofis, UUD 1945 sebagai landasan normatif, perilaku warganegara sebagai landasan psikologis, dan nusantara, manusia sebagai pribadi, kekayaan alam dan budaya, kesadaran sebagai manusia dan jatidiri bangsa sebagai landasan material. b. Secara fungsional, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki dua tugas (1) tugas da lam bidang telaah untuk membangun body of knowledge dan (2) tugas bidang pengembangan untuk tranformasi konsep, nilai dan ketrampilan hidup kewarganegaraan c. PKn sebagai program untuk membangun karakter warganegara yang berciri multidimensional berfungsi sebagai pendidikan nilai moral, pendidikan bela negar a, dan pendidikan politik dan hukum Beberapa contoh penelitian yang bersifat pengembangan khususnya dalam ranah domain pendidikan kewarganegaraan sebagai program kurikuler adalah ; penelitian Tukiran tentang Efektifitas Implementasi Pembelajaran Pendidika n Kewarganegaraan berbasis Portofolio (2005), penelitian Kokom Komalasari tentang Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Kompetensi Kewarganegaraan siswa SMP (2008) dan penelitian Nurul Zuriah tentang Kajian Teoritik Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis-Dialogis Mahasiswa melalu i Pendekatan Pembelajaran DDCT dalam Perkuliahan PKn/CE di Lingkungan PTM (2008). Penelitian yang berkaitan dengan ranah pendidikan kewarganegaraan sebagai progra m sosio kultural misalnya penelitian Yuyus Kardiman tentang Membangun Kembali yang terdiri atas pengetahuan, sikap dan

Karakter Bangsa melalui Situs-Situs Kewarganegaraan (2008). Beberapa temuan dari penelitian tersebut sebagai berikut: a. Bahwa model pembelajaran PKn berbasis portofolio lebih efektif untuk meningkatkan pembelajaran PKn di perguruan tinggi terbukti dapat meningkatkan tanggapan positif mahasiswa terhadap perkuliahan PKn, sikap demokratis, tanggapan terhadap integrasi nasional, kesadaran akan hak dan kewajiban, dan kesadaran terhadap HAM dalam diri mahasiswa (Tukiran, 2005) b. Pembelajaran kompetensi kewarganegaraan siswa, pembelajaran kontekstual berintikan pada value education, dan sikap kewarganegaraan siswa Pendekatan penanaman nilai dan klarifikasi nilai memiliki kontribusi besar terhadap disposisi/ kontekstual berpengaruh signifikan terhadap

berkontribusi terhadap sikap kewarganegaraan. Pendekatan perkembangan kognitif dan analisis nilai berkontribusi terhadap ketrampilan intelektual. Sedangkan pendekatan pembelajaran berbuat berkontribusi terhadap ketrampilan partisipasi. (Kokom Komalasari, 2008) c. Perkuliahan PKn di perguruan tinggi menunjukkan bahwa pembelajaran /perkuliahan PKn/CE yang terjadi selama ini berlangsung monolitik, kurang demokratis, membosankan dan tidak optimal. Fenomenanya sebagai berikut: Perkuliahan PKn/CE materinya terlalu banyak & luas, Pembelajaran dilakukan kurang menarik dan membosankan. Metode pembelajaran yang ada selama ini cenderung kurang bervariasi dan kurang melibatkan mahasiswa. Mahasiswa umumnya kurang menyenangi pelajaran/ perkuliahan PKn/CE karena harus banyak menghafal dan banyak membaca. Dosen PKn/CE cenderung belum siap mengajar secara kontekstual, kurang enjoyfull learning (belajar dengan menye-nangkan) dan masih berpola textbookish. Karena itu perlu upaya inovasi dan reorientasi model pembelajaran PKN/CE berbasis DDCT (Deep Dialogue dan Critical Thinking) yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis-dialogis mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi. Kemampuan berpikir kritis merupakan ciri dari pembelajaran demokrasi sekaligus ciri dari PKn di era demokrasi. (Nurul Zuriah, 2008) d. Pembangunan karakter bangsa tidak saja menjadi tanggung jawab dunia persekolahan tetapi juga menjadi tanggung jawab situs-situs kewarganegaraan di luar persekolahan. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan yang di mana di dalamnya terdapat pendidikan karakter, tidak hanya menjadi mata pelajaran persekolahan, tetapi menjadi pendidikan kewarganegaraan di lingkungan masyarakat (Community civic education). Situs-situs kewarganegaraan seperti Pelatihan Manajemen Qalbu yang dilakukan oleh Daarut Tauhid Training Center, berupaya membangun karakter yang kuat seperti gigih, disiplin, ulet, rajin dan

karakter baik seperti , rendah hati, ikhlas, Pelatihan ESQ yang dilakukan oleh Emotional Spiritual Quotient Leadership Center, berupaya membangun karakter yang dideklarasikan menjadi tujuh budi utama yaitu jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerjasama, adil dan peduli Adapun Majelis Taklim secara umum berupaya membangun karakter iman dan takwa terhadap jemaahnya (Yuyus Kardiman, 2008) Penelitian dan model pengembangan bidang PKn yang akan datang diharapkan dapat memenuhi dua tugas fungsional PKn sebagaimana disebutkan di atas. Sejalan dengan adanya 3 komponen dalam sistem pengetahuan pendidikan kewarganegaraan , penelitian dan pengembangannya dapat diarahkan kepada ketiga komponen di atas yaitu jenis penelitian PKn yang berkaitan dengan pengembangan PKn sebagai kajian ilmiah, penelitian PKn bidang program kurikuler dan penelitian PKn bidang sosiokultural. Dengan adanya pemetaan tersebut diharapkan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dapat terarah, sistematik dan semakin memperkuat body of knowledge dari pendidikan kewarganegaraan sebagai disiplin ilmu. Berkaitan dengan hal itu, program studi PKn Pascasarjana UPI Bandung telah berupaya menyusun payung penelitian bidang PKn yang dapat dijadikan rujukan bagi

mahasiswanya untuk melakukan penelitian bidang PKn. Payung penelitian ini berisi 5 topik yang dapat dipilih ketika akan melakukan penyusunan tesis atau disertasi. Kelima topik tersebut sebagai berikut: a. Pengembangan PKn sebagai gerakan sosiokultural di masyarakat b. Pengembangan model-model pembelajaran yang dapat menjadikan PKn sebagai area studi yang powerfull c. Pengkajian tentang berbagai persoalan negara bangsa dari perspektif PKn yang mampu memberikan jalan keluar bagi Indonesia dari keterpurukan untuk bangkit menjadi negara bangsa yang lebih maju dan berkeadaban dalam percaturan global d. Pengkajian tentang upaya penegakan hukum dalam negara hukum demokratis dan negara hukum kesejahteraan yang memerlukan dukungan warganegara yang baik e. Pengkajian tentang perubahan nilai yang terjadi , pengkajian tentang upaya pembinaan jati diri bangsa , dan pengkajian tentang berbagai kemungkinan konflik . Meskipun payung penelitian ini bersifat debatable dan masih mungkin dilakukan perubahan, namun dapat dipakai sebagai langkah awal untuk mengarahkan, memetakan dan sekaligus menemutunjukkan bidang-bidang kajian PKn yang dapat dilakukan penelitian. Payung penelitian juga berfungsi membatasi agar kegiatan penelitian dan pengembangan PKn menjadi jelas sebagai upaya membangun tubuh pengetahuan kewarganegaraan di Indonesia. Temuan di bidang kajian pendidikan kewarganegaraan adalah berasal dari hasil Naskah akademik kajian kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan yang disusun oleh Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Depdiknas tahun 2007. Ruang lingkup kajian ini adalah standar kompetensi dan kompetensi mata pelajaran PKn persekolahan. Hasil kajian menemukan hal-hal sebagai berikut: a. Berkaitan dengan beban belajar, maka komposisi jumlah SK dan KD untuk tiap

semester baik untuk SD, SMP maupun SMA dinilai cukup memadai. Aspek sikap dan perilaku yang menjadi stressing PKn proporsinya hanya 12 % KD, 20,17% aspek perilaku, dan aspek pengetahuan 69,43 %. b. Overlapping (tumpang tindih) ditemukan pada KD 4.2 Kelas I dengan KD 2.4 Kela s III. Untuk SMP kelas VII ditemukan SK 3 dan 4 Kelas VII, sehingga disarankan unt uk digabung. Untuk SMA misalnya KD 2.3 Kelas XI dengan KD 2.2 Kelas XII dan KD 3.3 Kelas X dengan KD 5.2 Kelas XI. c. Ada cakupan KD yang lebih luas dari SK. Adanya anggapan ketidakruntutan pendekatan berpikir pada KD jenjang SD, yaitu KD 3.1, 3.2, dan 3.3 Kelas III; da n KD 4.3 yang terhalang oleh KD 4.2 pada Kelas IV. d. Ditemukan adanya istilah yang tidak benar secara konsep keilmuan, yaitu penggunaan istilah bentuk-bentuk kenegaraan pada KD 1.2 Kelas X SMA. Dalam konteks ilmu negara tidak ada istilah bentuk-bentuk kenegaraan, yang ada ialah bentuk-bentuk negara yang sering dibahas secara bersama dengan bentuk pemerintahan dan sistem pemerintahan. Ada rumusan KD yang dianggap terlalu berat untuk ukuran siswa.

2. Kebijakan tentang pendidikan kewarganegaraan

Kebijakan tentang pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dapat diketahui dari berbagai dukumen kenegaraan yang disusun oleh pemerintah. Secara formal, pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dapat dikatakan belum mantap. Terbukti sampai saat ini belum ada kejelasan tentang pendidikan kewarganegaraan di Indone sia , yaitu belum keluarnya peraturan perundang undangan yang mengatur secara komprehensif tentang pendidikan kewarganegaraan. Secara memang parsial, dapat istilah pendidikan kewarganegaraan

diketemukan dalam berbagai dokumen resmi kenegaraan. Beberapa dokumen tersebut sebagai berikut: a. Pasal 37 Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat .. pendidikan kewarganegaraan . .... Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat ... pendidikan kewarganegaraan b. Penjelasan atas pasal 37 yaitu pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air c. Pasal 9 Undang-undang No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyatakan ... Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui ... pendidikan kewarganegaraan

d. Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi bahwa ... Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hakhak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 .. e. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Lndonesia Nomor: 43/Dikti/Kep/2006 Tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian Di Perguruan Tinggi menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan termasuk matakuliah pengembangan kepribadian yang memiliki kompetensi dasar agar mahasiswa menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis berkeadaban, menjadi warga negara yang memiliki daya saing, berdisiplin, dan berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila. Penting untuk diketahui bahwa sesuai amanat Undang-undang No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara bahwa pendidikan kewarganegaraan secara konseptual komprehensif akan dirunuskan dalam suatu undang-undang sehingga dapat dijadikan arah bagi kebijakan tentang pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Namun sampa i peraturan perundangan tersebut belum dapat disyahkan oleh DPR menjadi undangundang. Berdasar pada naskah akademik rancangan undang-undang tentang pendidikan kewarganegaraan, yang disiapkan oleh Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Departemen Pertahanan, dapat diketahui beberapa arah dan kebijakan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia di masa depan sebagai berikut: a. Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk menumbuhkan kepribadian Dwi Warna yang menjadi landasan kecendekiawan warga negara. Intinya kepribadian

manusia Indonesia yang diinginkan ialah manusia Indonesia yang cerdas dan tetap memegang teguh nilai-nilai kepribadian bangsa. Dengan kepribadian Dwi Warna yang cendikia, kehidupan berbangsa dan bernegara berkembang dalam nuansa saling memahami hak dan kewajiban antara penyelenggara negara dengan warga negara, dan warga negara sebagai bagian dari masyarakat dunia demi tercapainya cita-cita nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. b. Pendidikan kewarganegaraan yang menanamkan nilai-nilai cinta tanah air, moralitas, dan jiwa kebangsaan yang menjadi identitas dan karakter bangsa dalam mencapai integritas bangsa, dijadikan sebagai dasar yang kuat dan kokoh untuk mengembangkan dan membina kepribadian Dwi Warna setiap warga negara Indonesia. nilai-nilai Pendidikan dan kewarganegaraan mengembangkan

mendorong kesadaran terhadap hak dan kewajiban warga negara serta mengimplementasikan-nya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. c.

d.

e. Pendidikan kewarganegaraan sudah terwadahi dalam sistem pendidikan nasional. Namun pendidikan kewarganegaraan dalam sistem pendidikan nasional hanya mengaturnya di lingkungan persekolahan (school civics), sedangkan di luar lingkungan pendidikan tidak tercakup. Oleh sebab itu perlu dibangun perangkat hukum yang dapat mengatur pendidikan kewarganegaraan yang ditujukan kepada seluruh warga negara (community civics). Adanya perangkat hukum ini menjadi perkuatan kerangka pendidikan kewarganegaraan dalam sistem pendidikan nasional, di samping tentunya memperluas jangkauan pengaturan pendidikan kewarganegaraan bagi seluruh warga negara. Secara umum Pendidikan Kewarganegaraan memiliki keterkaitan dengan hubungan antar warga negara, hubungan warga negara dengan pemerintah, hak dan kewajiban sebagai warga negara, hukum, demokrasi, dan partisipasi warga negara dalam kehidupan negara, serta membangun kesiapan warga negara sebagai bagian dari warga dunia. Jadi amatlah wajar jika setiap negara kebangsaan yang demokratis dalam sistem pendidikannya selalu ada program pendidikan kewarganegaraan sebagai bagian dari kurikulum suatu sekolah. Hanya namanya berbeda satu dari yang lainnya. Ada yang menggunakan istilah Civic Education, Political Education, Social Studies, Democracy Education Pendidikan kewarganegaraan pada intinya berkaitan dengan hubungan antara warga negara, hubungan individu (warga negara) dengan government (pemerintahan), hak dan kewajiban sebagai warga negara dari sebuah negara, hukum, demokrasi dan partisipasi warga negara dalam kehidupan negara, serta membangun kesiapan warga negara sebagai bagian dari warga dunia. f. Pendidikan kewarganegaraan bersifat universal dan tidak hanya dalam konteks school civics (Pendidikan Kewarganegaraan), tetapi juga dalam konteks community

civics (pendidikan kewarganegaraan). Dengan demikian Pendidikan

kewarganegaraan penyelenggaraannya harus dilakukan melalui jalur pendidikan formal, non formal maupun informal g. Esensi pendidikan kewarganegaraan, antara lain meliputi : 1) Pendidikan demokras i , 2) Pendidikan Politik, 3) Kebudayaan Kewarganegaraan, 4) Pendidikan kewarganegaraan dan bela negara sebagai bagian dari sistem pertahanan negara, 5) Pendidikan Wawasan Kebangsaan, 5) Pendidikan Ketahanan Bangsa,

h. Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara i.

j. Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah mewujudkan warga negara yang cinta tanah air berlandaskan kesadaran hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Penyelenggaraan pendidikan kewarganegaraan dilakukan secara nasional, baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta maupun masyarakat. k. Pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan dapat berlangsung dalam berbagai lingkup pendidikan, yaitu: a) Pendidikan formal di taman kanak-kanak/sekolah dasar, sampai dengan perguruan tinggi baik dalam mata pelajaran tersendiri atau terintegrasi. b) Pendidikan formal yang berkaitan dengan lembaga keagamaan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. c) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. d) Pendidikan kedinasan yang diselenggarakan oleh departemen maupun lembaga pemerintah non-departemen termasuk BUMN pada saat rekruitmen pegawai baru maupun pada saat terjadi perubahan golongan di setiap jenjangnya. e) Pendidikan di lingkungan perusahaan swasta. Perusahaan swasta yang dimaksud di sini adalah perusahaan yang memiliki karyawan sekurang-kurangnya 500 orang. Dengan demikian perusahaan swasta yang karyawannya di bawah 500 orang tidak perlu

mencantumkan kurikulum pendidikan kewarganegaraan di dalam proses rekruitmen karyawan barunya maupun pada saat karyawan tersebut berubah status sesuai dengan penjenjangan yang ada dalam perusahaan tersebut. f) Pendidikan di lingkungan organisasi kemasyarakatan dan partai politik yang berkaitan dengan pendidikan dasar kepemimpinan maupun penjenjangan kader yang diselenggarakan oleh organisasi tersebut. pendidikan l. Keikutsertaan warga negara dalam pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu wujud dari hak dan kewajiban dalam bela negara. Oleh sebab itu masyarakat memiliki hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pendidikan kewarganegaraan. Hal ini sangat penting, karena pendidikan kewarganegaraan tidak hanya di lingkungan sekolah sampai dengan perguruan tinggi saja, akan tetapi mencakup lingkup yang lebih luas. Dengan mengetahui naskah akedemik rancangan undang-undang pendidikan kewarganegaraan ini, kita dapat memberikan tanggapan dan masukan guna menghasilkan kebijakan pendidikan kewarganegaraan Indonesia di masa depan yang lebih baik sesuai dengan konteks keindonesiaan dan masyarakat demokratis. 3. Penelitian internasional Pendidikan Kewarganegaraan oleh ICCS 2009 Setelah 10 tahun berlalu sejak dilakukan penelitian tentang civic education oleh CIVED di tahun 1999, dewasa ini di abad 21, tantangan baru telah muncul mengenai pendidikan orang muda tentang hak-hakya sebagai warga negara. Tantangan ini tela h

mendorong perlunya melakukan refleksi ulang tentang makna kewarganegaraan , tugas dan tanggung jawabnya serta pendekatan pendidikan kewarganegaraan. Berdasar hal ini maka ICCS melakukan penelitian pendidikan kewarganegaraan di tahun 2009. International Civic and Citizenship Education Study (ICCS) adalah se buah studi dibawah IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement), sebuah lembaga studi internasional. ICCS adalah sebuah proyek kerjasama yang mencakup kelompok peneliti, dan pelaku sekolah di seluruh dunia Para staf peneliti diambilkan dari IEA dan lembaganya, konsultan ahli dan dari b erbagai negara yang berpartisipasi. ICCS adalah hasil konsorsium kerjasama tiga lembaga yaitu IEA Secretariat, the IEA Data Processing Center (DPC) and the national research coordinators (NRCs): The Australian Council for Educational Research (ACER), the

National Foundation for Educational Research (NFER) in the United Kingdom and th e Laboratorio di Pedagogia sperimentale (LPS) at the Roma Tre University. Tujuan dari ICCS adalah menyelidiki cara -cara warga muda disiapkan untuk melakukan peran mereka sebagai warganegara di sejumlah negara-negara. Studi akan melaporkan kemampuan (pretasi) siswa berdasar tes pemahaman konseptual dan kompetensinya di bidang kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan. Penelitian juga akan mengumpulkan dan meneliti data tentang disposisi dan sikap sikap yang berkenaan dengan kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan. Studi ini dibangun berdasar pada IEA studi kewarganegaraan yang sebelumnya dilakukan oleh CIVED pada tahun 1999. Jadi terdapat hubungan atau kelanjutan ant ara studi CIVED 1999 dengan studi ICCS 2009 sekarang ini. Secara krusial terdapat kebutuhan untuk melakukan penelitian baru dan hal ini sebagai respon langsung at as tantangan yang dihadapi oleh pendidikan warga muda di berbagai negara yang mana partisipasi dan demokrasi telah berubah. Studi ini dikembangkan kedalam pertanyaan pertanyaan kunci. Pertanyaan kunci studi difokuskan pada pemahaman, sikap untuk terlibat, partisipasi kewarganegara an yang berhubungan dengan aktivitasnya dan sikap yang berhubungan dengan kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan. Secara khusus, pertanyaan kunci tersebut meliputi hal sebagai berikut; 1. What variations exist between countries, and within countries, in student achievement in conceptual understandings and competencies in Civic and Citizenship? Analisis atas hal ini akan difokuskan dari distribusi prestasi sisw a berdasar data tes 2. What changes in civic knowledge and engagement have occurred since the last international assessment in 1999 and what is the variation in those changes? Pertanyaan ini dikaitkan dengan menganalisis kecenderungan yang terjadi sejak penelitian CIVED 1999 sampai pada ICCS 2009 dan akan dibatasi dari data negaranegara yang berpartisipasi di studi ini 3. What is the extent of interest and disposition to engage in public and politi cal life among adolescents and which factors within or across countries are related to it ? Pertanyaan ini ditujukan pada isu dan indikator keterlibatan warga negara di dal am dan dibandingkan di negara lain. 4. What are adolescents perceptions of the impact of recent threats to civil soci ety and responses to these threats on its future development? Analisis ini didasarka n

Anda mungkin juga menyukai