Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Ekosistem perairan pesisir pantai akhir-akhir ini mendapat perhatian cukup besar dalam berbagai kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan di Indonesia. Perairan pesisir pada umumnya merupakan perairan yang memiliki produktivitas biologis yang tinggi, kaya akan sumberdaya, tempat rekreasi, dan memiliki akses yang baik untuk berbagai kegiatan pembangunan. Selain memiliki potensi yang besar, beragam aktivitas menusia di wilayah pesisir menyebabkan daerah ini merupakan wilayah yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Kemajuan industry yang begitu pesat akhir-akhir ini telah menimbulkan masalah yang serius bagi ekosistem perairan pesisir, yaitu semakin menurunnya kualitas perairan akibat jumlah bahan pencemaran yang terus bertambah, sehingga baik langsung maupun tidak langsung hal ini dapat mengganggu keseimbangan faktor-faktor biologis di perairan dan mengakibatkan perubahan komponen-komponen lingkungan secaa kualitatif maupun kuantitatif. Pencemaran air akan menurunkan kualitas air yang meliputi sifat fisika, kimia, dan biologi perairan tersebut. Menurut Wedenmeyer (1996) dalam Sulistyowati (2001), perairan sebagai lingkungan hidup organisme, kelayakannya dipengaruhi oleh faktor kimia dan fisika lingkungan perairan. Dengan adanya kecenderungan peningkatan pencemaran yang terjadi di perairan pesisir, maka pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi. 1.2. Rumusan Masalah Kawasan pesisir Teluk Terima adalah salah satu kawasan pariwisata alam yang menonjolkan daya tarik pesisir laut yang terletak di Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng. Untuk menunjang kepariwisataan di kawasan tersebut maka dibangunlah hotel, restaurant, dan sarana wisata lainnya sehingga memberikan dampak negatif terhadap keberlanjutan kelestarian sumber daya alam yang pada akhirnya akan memberikan tekanan ekologis yang berat akibat penurunan kualitas perairannya. Atas dasar uraian di atas dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1

1. Apa saja parameter fisika kimia yang berpengaruh terhadap kualitas perairan? 2. Bagaimanakan kualitas perairan di Teluk Terima?

1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apa saja parameter fisika kimia yang berpengaruh terhadap kualitas peraian. 2. Untuk mengetahui bagaimana kualitas perairan di Teluk Terima 1.4. Metode Penelitian Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah: untuk mendapatkan data primer dikumpulkan melalui studi literature, laporan dari proyek Bali. Sedangkan data sekunder didapatkan melaui survey lapangan yang berdasarkan kegiatan diatas, maka ditetapkan 3 lokasi pengambilan sampel yaitu: 1. Lokasi A merupakan daerah yang padat aktivitas, terdiri atas rumah makan, warung, resort, dan dermaga boat. Pada lokasi ini ditetapkan stasiun 1, 2, dan 3 2. Lokasi B merupakan daerah parkir untuk aktivitas pariwisata, warung, dan ternak penduduk. Pada lokasi ini ditetapkan stasiun 4. 5, dan 6 3. Lokasi C merupakan daerah perairan terbuka yang tidak ada aktivitas pariwisata, namun terdapat kegiatan budidaya kerang mutiara. Lokasi ini ditetapkan stasiun 7, 8, dan 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Wilayah Pesisir Ekosistem wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan, apabila ditinjau dari garis pantai (coast line) maka garis batas suatu wilayah pesisir ada dua macam yaitu batas yang sejajar garis pantai (long share) dan garis batas tegak lurus garis pantai (cross shore). Definisi wilayah seperti di atas memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem perairan pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat beragam di darat maupun di laut serta saling berinteraksi. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem perairan pesisir. Secara umum, jenis ekosistem di wilayah pesisir ditinjau dari penggenangan air dan jenis komunitas yang menempatinya dapat dikategorikan menjadi dua ekosistem, yaitu ekosistem yang secara permanen atau tergenang air secara berkala dan ekosistem yang tidak pernah tergenang air. Sedangkan jika ditinjau dari proses terbentuknya, ekosistem wilayah pesisir dapat dikelompokkan menjadi ekosistem yang terbentuk secara alami dan ekosistem yang sengaja dibentuk atau ekosistem buatan. 2.2 Pencemaran dan Kualitas Perairan Pesisir Pencemaran laut diartikan dengan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energy dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/ fungsinya. Sementara itu, pengertian pencemaran menurut Odum adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki terhadap tanah, air, dan udara. Perubahan tersebut mengakibatkan gangguan kehidupan makhluk hidup, proses industry, tempat tinggal, dan sumber-sumber bahan mentah lainnya. Masalah pencemaran perairan pesisir tidak akan terlepas dari kondisi ekosistem alami di wilayah tersebut, yaitu sebagai perangkap zat hara maupun buangan atau limbah yang mengalir masuk ekosistem perairan pesisir dan laut. Ekosistem perairan pesisir dan laut akan mempunyai akibat berantai, sesuai dengan dinamika laut yang ada. Pola penyebaran limbah
3

atua buangan ke sepanjang pesisir karena pengaruh pasang surut, sehingga menimbulkan dampak di perairan pesisir dan mengganggu kehidupan yang ada pada habitat tersebut. Suatu perairan tidak mempunyai batas fisik yang jelas dan bersifat dinamis, maka pencemaran air dapat berakibat luas. Keadaan demikian disebabkan juga oleh pergerakan massa air, angin dan arus di sepanjang pesisir pantai. Dalam batas-batas tertentu perairan pesisir memiliki kemampuan pulih diri (self purification). Akan tetapi bila kemampuan pulih diri dilampaui, maka perubahan kualitas perairan tidak dapat dihindari. Perubahan kualitas perairan dan substrat tempat hidup organisme dasar pada perairan yang mempunyai habitat yang relative tetap akan mempengaruhi komposisi dan kelimpahan organisme tersebut. Besarnya dampak pencemaran dari suatu zat tercemar tergantung daru toksisitas zat tersebut, konsentrasi dalam media pembawa, lamanya kontak dengan lingkungan dan volume air penerima. Pencemaran perairan merupakan masalah lingkungan hidup yang perlu dipantau sumber dan dampaknya terhadap ekosistem. Dalam memantau pencemaran air digunakan kombinasi komponen fisika, kimia dan biologi. Penggunaan salah satu komponen saja sering tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Verheyen dalam Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa pengguanaan komponen fisika dan kimia saja hanya akan memberikan gambaran kualitas lingkungan sesaat dan cenderung memberikan hasil dengan penafsiran dalam kisaran yang luas, oleh sebab itu penggunaan komponen biologi juga sangat diperlukan karena fungsinya yang dapat mengantisipasi perubahan pada kualitas lingkungan perairan. Tingkat pencemaran dapat diketahui dari pengukuran parameter fisik, kimia dan biologi air. Hasil pengukuran ketiga parameter tersebut menghasilkan besaran yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air yang terjadi. Apabila salah satu faktor terganggu atau mengalami perubahan akan berdampak pada sistem ekologi perairan. Sumber pencemaran perairan pesisir dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelas yaitu, industry, limbah cair pemukiman, limbah cair perkotaan, pertambangan, pelayaran, pertanian, dan perikanan. Bahan pencemaran utama yang terkandung dalam buangan limbah dari ketujuh sumber tersebut berupa: sedimen, unsur hara, logam beracun, pestisida, organic eksotik, organism pathogen, sampah dan bahan-bahan yang menyebabkan oksigen terlarut dalam perairan berkurang. Dampak ini menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan baik komponen biotic dan abiotik. Perubahan lingkungan abiotik yang dapat terjadi meliputi dua parameter, yaitu parameter fisika, antara lain kedalaman, kecepatan arus, kekeruhan, substrat dasar, salinitas,
4

dan suhu, dan kedua parameter kimia yang meliputi oksigen terlarut, kesadahan, dan unsur hara. Menurut wardoyo, perairan yang ideal adalah perairan yang dapat mendukung kehidupan organism dalam menyelesaikan daur hidupnya. Sedangkan menurut Boyd, kualitas lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme air yang nilainya dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu.

BAB III PEMBAHASAN


5

3.1 Parameter Fisika Kimia yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Perairan Pemanfaatan perairan pesisir teluk terima sebagai sumberdaya alam untuk kepentingan pariwisata dan sarana lainnya mengalami peningkatan. Perkembangan kegiatan tersebut di satu pihak akan meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, tetapi di lain pihak akan berpengaruh terhadap kualitas perairan. Limbah kegiatan merupakan bagian dari sumberdaya alam yang tidak bermanfaat, dengan masuknya limbah di perairan mengakibatkan perubahan kualitas lingkungan dan berpengaruh terhadap biota akuatik yang hidup di dalamnya. Pencemaran perairan merupakan masalah lingkunan hidup yang perlu dipantau sumber dan dampaknya terhadap ekosistem . dalam memantau pencemaran air digunakan kombinasi komponen fisika, kimia dan biologi. Tingkat pencemaran dapat diketahui dari pengukuran parameter fisik, kimia dan biologi air. Hasil pengukuran ketiga parameter tersebut menghasilkan besaran yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air yang terjadi. Parameter fisika dan kimia air yang berpengaruh terhadap kualitas perairan adalah: a. Sifat Fisika Peraian 1. Suhu Suhu perairam merupakan parameter fisika yang mempengaruhi sebaran organism akuatik dan reaksi kimia. Peningkatan suhu perairan secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan organism suatu perairan. 2. Kecerahan Kecerahan merupakan jarak yang dapat ditembus cahaya kedalam kolom air. Semakin jauh jarak tembus cahaya matahari, semakin luas daerah yang memungkinkan terjadinya fotosintesa. Kecerahan ini berbanding terbalik dengan kekeruhan. Perairan yang kekeruhannya tinggi akan mengurangi penetrasi cahaya matahari ke dalam kolom air, sehingga membatasi proses fotosintesa. Kekeruhan yang tinggi akan menyebabkan perairan mempunyai kecerahan yang rendah. 3. Padatan Tersuspensi Padatan tersuspensi adalah penyebab kekeruhan air, tidak larut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan ini terdiri atas partikel yang ukuran terdiri atas partikel yang ukuran dan beratnya lebih kecil dari sedimen misalnya tanah liat, bahan organik dan mikroorganisme. Partikel koloid inilah penyebab kekeruhan air yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang menembus suspense tersebut.
6

4. Substrat Dasar Perairan Sedimen adalah kerak bumi yang diangkut melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat lain, baik secara vertical maupun horizontal. Sedimen ini biasanya mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kualitas air. Sedimen terdiri dari bahan organic dan bahan anorganik, bahan organic berasal dari hewan atau tumbuhan yang membusuk lalu tenggelam ke dasar perairan dan bercampur dengan lumpur. Sedangkan bahan anorganik umumnya berasal dari hasil pelapukan batuan. Tipe substrat dasar perairan pesisir ditentukan oleh arus dan gelombang. Disamping itu juga oleh kelandaian pantai. Pada daerah pesisir dengan kecepatan arus dan gelombang yanglemah, substrat cenderung berlumpur. b. Sifat Kimia Perairan 1. Derajat Keasaman (pH) secara langsung organism perairan membutuhkan kondisi air dengan tingkat keasaman tertentu. Air dengan pH yang terlalu tinggi atau terlampau rendah dapat mematikan organism, demikian pula halnya dengan perubahannya.umumnya organism perairan dapat hidup pada kisaran pH antara 6.7 dan 8,5. 2. Oksigen Terlarut Konsentrasi oksigen terlarut DO (Dissolved Oxygen) merupakan parameter penting yang harus diukur untuk mengetahui kualitas perairan. Organisme perairan tidak selalu nyaman hidup pada air dengan kandungan oksigen tinggi. Air dengan oksigen terlalu tinggi 200% jenuh, berakibat dapat membahayakan organisme. Selain itu kandungan oksigen terlarut akan semakin rendah jika masuknya limbah ke perairan semakin besar. 3. Salinitas Kadar salinitas air laut dipengaruhi oleh jumlah zat-zat terlarut di dalamnya. Salinitas di daerah perairan pesisir cenderung berfkluktuasi dan dipengaruhi oleh topografi, pasang surut, serta jumlah air tawar yang masuk. pasang surut dapat menyebabkan terjadinya perubahan salinitas
4.

BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

Nilai BOD5 merupakan parameter yang menunjukkan besarnya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mennguraikan bahan organic dalam proses dekomposisi secara biokimia. Peningkatan nilai BOD5 merupakan petunjuk dari

menurunnya

oksigen

terlarut

karena

pertumbuhan

yang

berlebihan

dari

mikroorganisme bentik. Tabel. 1. Derajat Pencemaran Berdasarkan Nilai BOD5 Menurut Lee et. al. (1978) Kisaran konsentrasi BOD5 (ppm) < 2.9 3,0 5,0 5,1 14,9 > 15,0 Kriteria Kualitas Perairan Tidak tercemar Tercemar ringan Tercemar sedang Tercemar berat

Tingginya nilai BOD5 menunjukkan semakin tingginya aktivitas mikroorganisme, dan menunjukkan indikasi berkurangnya oksigen untuk memenuhi kebutuhan oksigen bagi biota perairan secara memadai. 5. Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK/COD) Kebutuhan oksigen kimiawi merupakan ukuran jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organic dan anorganik yang terdapat dalam air secara kimiawi. Nilai OCD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh senyawa organic secara alami yang dapat dioksidasi oleh mikroorganisme sehingga mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. 6. Phospat Phospat dalam air secara alami berasal dari bantuan dan dekomposisi senyawa organic, limbah domestic terutama detergent dan limpasan pupuk pertanian. 7. Nitrogen Nitrogen dalam perairan dapat berbentuk senyawa amoniak, nitrit, nitrat, dan senyawa lain. Senyawa-senyawa tersebut berasal dari limbah pertanian, pemukiman, dan industry. 8. Minyak Minyak tidak dapat larut dalam air, melainkan akan terapung di atas permukaan air.bahan buangan cairan berminyak ang dibuang ke air lingkungan akan mengapung menutupi permukaan air. 3.2 Kualitas Perairan di Teluk Terima
8

Penelitian kualitas lingkungan perairan pesisir Teluk Terima dilakukan di Perairan pesisir Teluk Terima, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Penentuan stasiun pengamatan untuk pengambilan contoh dilakukan di pesisir Teluk Terima. Dalam penelitian ini penentuan stasiun berdasarkan zona kegiatan/aktivitas yang ada di kawasan perairan, adanya dermaga penyebrangan ke Pulau Menjangan, pariwisata, kawasan TNBB (Labuan Lalang). Sedangkan di Teluk Terima terdapat tempat parkir pariwisata, budidaya kerang mutiara, warung, ternak penduduk dan kawasan TNBB. Berdasarkan kegiatan diatas, maka ditetapkan 3 lokasi pengambilan sampel yaitu: 4. Lokasi A merupakan daerah yang padat aktivitas, terdiri atas rumah makan, warung, resort, dan dermaga boat. Pada lokasi ini ditetapkan stasiun 1, 2, dan 3 5. Lokasi B merupakan daerah parkir untuk aktivitas pariwisata, warung, dan ternak penduduk. Pada lokasi ini ditetapkan stasiun 4. 5, dan 6 6. Lokasi C merupakan daerah perairan terbuka yang tidak ada aktivitas pariwisata, namun terdapat kegiatan budidaya kerang mutiara. Lokasi ini ditetapkan stasiun 7, 8, dan 9 a. Kualitas Fisika-Kimia Air di Perairan Teluk Terima 1. Suhu Hasil pengukuran suhu air pada masing-masing ulangan pengambilan contoh menunjukkan bahwa suhu berkisar antara 28,5 30,50C. sebaran nilai suhu rata-rata dari setiap stasiun relative sama, yaitu berkisar antara 28,9 30,40 C, dengan nilai tertinggi pada stasiun 9 (tempat kegiatan budidaya kerang mutiara). 2. Padatan Tersuspensi dan Kecerahan Nilai padatan tersuspensi pada setiap stasiun berkisar antara 3,33 400ppm. Nilai ratarata untuk setiap stasiun berkisar antara 6,22 242,22 ppm. Nilai terendah diamati pada stasiun 1 (3,33 ppm) dan tertinggi pada stasiun 9 (400 ppm). Kecerahan untuk setiap ulangan masing-masing stasiun berkisar antara 2,35 4,00 ppm. Kecerahan tertinggi diamati pada stasiun 4 (4,00 ppm) dan terendah pada stasiun 1 dan 2 (2,35 ppm). 3. pH (Derajat Keasaman) Nilai pH pada setiap stasiun pengamatan berkisar antara 7,3 8,0. Sedangkan nilai ratarata pH dari setiap stasiun berkisar 7,4 7,7. Nilai pH terlihat berfluktuaksi namun pada 5 stasiun pengamatan (masing-masing stasiun 1, 3, 6, 8 dan 9) nilai pH relative tinggi
9

(7,70). Stasiun 2 dan 4 menunjukkan nilai pH yang lebih rendah (7,06), namun nilai terendah diamati pada stasiun 7 (7,04). 4. Salinitas Salinitas pada perairan pesisir Teluk Terima pada masing-masing ulangan berkisar antara 32,7 3,33 %. Sebaran nilai rata- rata salinitas pada setiap stasiun pengamatan berkisar antara 32,8 33,2 %. Salinitas yang relative rendah terdapat pada stasiunstasiun yang lokasinya dekat dengan pantai (stasiun 5,6,7,8 dan 9). Nilai salinitas semakin meningkat dengan meningkatnya jarak dari muara sungai dan stasiun-stasiun pengamatan hampir ke tengah laut. 5. Oksigen Terlarut Konsentrasi oksigen terlarut untuk masinh-masing ulangan pada setiap stasiun pengamatan menunjukkan kisaran nilai antara 7,3 -9,8 ppm. Sebaran nilai rata-rata konsentrasi oksigen terlarut untuk setiap stasiun berkisar antara 8,1 9,3 ppm. Nilai oksigen terendah diamati pada stasiun 2 (8,10 ppm), dan tertinggi pada stasiun 6 dan 8 (9,30 ppm). Nilai yang relative rendah diamati pada tiga stasiun, masing-masing stasiun 1,2 dan 3 cenderung meningkat mulai dari stasiun 4 sampai dengan stasiun
6.

BOD5

BOD untuk setiap ulangan pada masing-masing stasiun berkisar antara 0,73 ppm 3,42 ppm. Sebaran nilai BOD rata-rata untuk setiap stasiun berkisar antara 1,0 ppm 2,05 ppm. Nilai BOD terendah diamati pada stasiun 8 (1,0 ppm) dan tertinggi pada stasiun 3 (2,05 ppm). Stasiun 5,6,8, dan 9 menunjukkan nilai BOD yang relative rendah dengan kisaran antara 1,0 1,27 ppm. Sedangkan stasiun lainnya yakni 1, 3, 4, dan 7 menunjukkan nilai BOD yang relative tinggi dengan kisaran antara 1,45 2,05 ppm. 7. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) COD untuk setiap ulangan pada masing-masing stasiun penelitian berkisar antara 2,659,03 ppm. Sebaran nilai rata-rata COD di setiap stasiun berkisar antara 3,22 5,97 ppm. Nilai COD tertinggi terdapat pada stasiun 3 (5,97 ppm). Stasiun ini terletak di dekat lokasi yang diperuntukan bagi aktivitas pariwisata dengan kegiatan berupa operasional restoran dan dermaga. Nilai rata-rata yanglebih rendah diamati pada stasiun 5 sampai dengan 9 dengan kisaran nilai antara 3,22 4,10 ppm.
8.

Amonia (NH3), Nitrat (NO3), dan Nitrit (NO2)

10

Kandungan ammonia untuk setiap ulangan pada masing-masing stasiun berkisar antara 0- 0,0092 ppm. Sebaran nilai rata-rata ammonia untuk setiap stasiun berkisar 0,0008 0,0058 ppm. Ammonia yang merupakan racun bagi organism perairan, daya racunnya meningkatnya pH. Nitrat (NO3) terlarut untuk setiap ulangan pada masing-masing stasiun berkisar antara 5,12 7,37 ppm. Sebaran nilai rata-rata nitrat untuk setiap stasiun berkisar antara 5,13 6,95 ppm. Konsentrasi nitrat di semua stasiun penelitian melebihi 4 ppm. Hasil pengukuran nitrit untuk setiap ulangan pada masing-masing stasiun berkisar mulai 0 0,0066 ppm. Sebaran nilai rata-rata untuk setiap stasiun berkisar antara 0,0010 0,0056 ppm. Nitrit cenderung menurun dari stasiun 1 sampai dengan 8, dan sedikit meningkat di stasiun 9 dengan nilai rata-rata 0,0026 ppm. 9. Orthophospat Kandungan orthophospat untuk setiap ulangan pada masing-masing stasiun pengambilan contoh berkisar antara 0,021 1,092 ppm. Sebaran nilai rata-rata orthophospat untuk setiap stasiun pengamatan berkisar antara 0,04 0,54 ppm. Phospat di stasiun 5 dan 8 terlihat lebih tinggi dari stasiun yang lain. Stasiun 5 berada di lokasi dengan aktivitas pariwisata budaya dan operasional parkir bagi kendaraan di Teluk Terima, sedangkan stasiun 8 berada pada lokasi dekat muara sungai dan dekat lokasi budidaya kerang mutiara. 10. Minyak Kandungan minyak pada masing-masing ulangan pengambilan contoh berkisar antara 0,0013 0,0800 ppm. Sebaran nilai minyak rata-rata dari setiap stasiun berkisar antara 0,004 0,048 ppm. Minyak di stasiun 1 dan 7 menunjukkan nilai tertinggi (0,048 ppm dan 0,042 ppm). Kandungan minyak yang rendah diamati pada stasiun 4, 8, dan 9 dengan nilai terendah di stasiun 9 (0,004 ppm). Hasil pengukuran suhu perairan Teluk Terima ternyata masih tergolong normal untuk kehidupan biota air seperti yang ditetapkan dalam PP No. 19 Tahun 1999 dan SK Gubernur Bali No. 515 Tahun 2000. Perubahan suhu air sangat berpengaruh terhadap metabolisme organism air dapat terhambat atau cepat tergantung pada suhu lingkungan. Nilai kecerahan tertinggi (3,75 ppm) didapatkan pada stasiun 4. Hal ini disebabkan karena stasiun 4 merupakan daerah yang agak jauh dari aktivitas pariwisata dan juga jauh ditengah laut, dan ini disebabkan oleh keterkaitan dengan nilai padatan tersuspensi.
11

Selain itu di Teluk Terima Nitrogen yang terdapat dalam bentuk gas N2, Nitrit, Nitrat, dan Amonia. Kisaran ammonia antara 0,0008 0,0058 ppm melewati nilai baku mutu ammonia dalam air laut untuk biota laut. Tingginya nilai ammonia di stasiun 7 disebabkan karena pada stasiun ini dekat dengan sumber limbah baik limbah dari restaurant, ternak penduduk maupun pertanian. Ammonia merupakan racun bagi organism perairan. Bagi hewan air, ammonia dapat merusak alat-alat pernafasan, meningkat keperluan oksigen, jaringan tubuh serta sistem pencernaanya menjadi terganggu. Konsentrasi ammonia lebih dari 1 ppm dapat menghambat daya serap oksigen oleh hemoglobin. Selain itu, nilai nitrit pada semua stasiun pengematan ini sudah melewati ambang batas baku mutu air laut untuk biota yang ditetapkan. Nilai nitrit yang tinggi pada stasiun 1, 2, dan 3 yang merupakan lokasi dengan aktivitas kepariwisataan yang padat (hotel, restorant, permukiman dan dermaga penyebrangan) diduga disebabkan karena tingginya kandungan bahan organic yang berasal dari limbah domestic seperti operasional hotel, restoran dan rumah tangga. Tingginya nilai nitrit pada stasiun 1, 2, dan 3 juga diikuti oleh tingginya nilai BOD dan COD dan rendahnya nilai DO.

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan, dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:

12

1. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tiga nilai parameter yang dianalisis ternyata telah melewati batas baku mutu, yakni: TSS (padatan tersuspensi), kecerahan, dan nitrit. Sedangkan parameter yang lain masih tergolong normal untuk kehidupan biota air.
2. Hasil pengukuran parameter fisik dan kimia secara terpadu du Teluk Terima

menunjukkan skor tertinggi pada stasiun 6 (5,42) dan terendah pada stasiun 2 (2,81). Pencemaran ringan terjadi pada stasiun 1, 2, 7, dan 9 yang lokasinya berada agak jauh dari aktivitas penyebrangan ataupun pariwisata budaya. Sedangkan pencemaran sedang terjadi pada 3,4, 5, 6, dan 8 yang sebagian besar berada di lingkungan aktivitas pariwisata budaya 4.2 Saran Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat disampaikan untuk dapat digunakan sebagai masukan dalam rangkat pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya air di perairan Teluk Terima, antara lain:
1. Sebagian besar kegiatan tambak, kerang mutiara dan hatchery dilakukan di pantai

Buleleng bagian barat, kondisi ini mesti segera diatur dengan penetapan sistem pengelolaan limbah dan pengaturan pipa buangan, sehingga aktivitas budidaya perairan yang dilakukan di kawasan ini tidak akan merubah kondisi ekologis kawasan. 2. Untuk melakukan penataan lebih baik fasilitas pendukung kepariwisataan terutama penataan kebersihan kawasan pariwisata dan lingkungan pantai, jangan sampai dipakai sebagai tempat pembuangan segala jenis sampah. 3. Dermaga Labuan Lalang yang dipakai untuk keperluan penyebrangan ke Pulau Menjangan atau bagi keperluan aktivitas wisata bahari (diving dan snorkling), yang saat ini belum menimbulkan masalah teknis karena hanya diperuntukan bagi pengoperasian kapal-kapal kecil. Penangan serius diperlukan bagi penataan kebersihan dan sanitasi di lokasi tersebut untuk mengantisipasi pengembangan kawasan bagi aktifitas kepariwisataan yang lebih besar. DAFTAR PUSTAKA

Arumsyah, S., 1994, Distribusi Spasial dan Temporal Parameter Fisika Kimia Perairan Laut di Beberapa Anjungan Minyak Komplek Cinta, MAXUS SES, Inc., Karya Ilmiah, Fakultas Perikanan, Bogor

13

Bappeda Provinsi Bali, 2002, Profil dan Rencana Pengelolaan Sumberdaya Alam Wilayah Pesisir dan Laut Kabupaten Buleleng. Bengen, D.G., 2002, Sinopsis, Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip pengelolaannya, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Dahuri, R, dan Arumsyah, S., 1994, Ekosistem Pesisir, Makalah pada Marine and Management, PSL-UDANA Kupang. Hutabarat, S. dan S.M. Evans, 1985, Pengantar Oseanografi, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta Keputusan Gubernur Bali Nomor 515 tahun 2000, tentang Standar Baku Mutu Lingkungan Koesoebiono, 1979, Dasar-Dasar Ekologi Umum, Bag.IV (Ekologi Perairan), Sekolah Pascasarjana, Program Studi Lingkungan, IPB-Bogor. Kusnoputranto, H., 1997, Air Limbah dan Ekskreta Manusia, Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Jakarta Mahida, U.N., 1984, Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri, Rajawali, Jakarta Odum, E.P., Dasar-Dasar Ekologi, Gajah Mada University Press Saeni, M.S., 1989, Kimia Lingkungan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor Sastrawijaya, A.T., 1991, Pencemaran Lingkungan, Penerbit Rineka Cipta Soeriatmadja, R.E., 1981, Ilmu Lingkungan, Penerbit ITB, Bandung

14

Anda mungkin juga menyukai