Anda di halaman 1dari 3

KALENDER REMBULAN

Berbagai bangsa di dunia rata-rata memiliki sistem kalender. Di samping kalender resmi ada juga yang bersifat lokal dan khas, biasanya dipakai untuk menandai perayaan-perayaan tertentu. Suku Jawa misalnya, mempunyai kalender khas yang disebut Pranoto Mongso, dalam sistem ini jumlah hari dalam seminggu ada lima yaitu Paing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi yang disebut juga dengan hari pasaran. Bangsa Etiopia dan Persia menggunakan kalender syamsiyah yang di mulai dari tanggal 21 maret, sebagai permulaan tahun. Sebagian bangsa di Amerika Selatan seperti Mexiko dan Peru menggunakan kalender Suku Maya terdahulu. Cina juga memiliki sistem kalender khas, untuk hari-hari besar keagamaan mereka menggunakan sistem kamariyah, sedangkan kalender syamsiyah untuk penentuan musim dan pertanian. Ummat Islam menggunakan kalender kamariyah untuk keperluan ibadah, seperti puasa, haji, idul fithri dan idul adha. Untuk keperluan shalat tetap berpatokan pada peredaran semu matahari. Itu juga bisa disebut kalender karena dari sistem itu dapat disusun jadwal shalat untuk jangka panjang. Meskipun kalender berbagai bangsa berbeda satu sama lainnya, tetapi memiliki kesamaan dalam basis perhitungannya yaitu mengunakan periode revolusi bumi terhadap matahari dan peredaran rembulan mengitari bumi. Tentang kalender kamariyah ini, ada yang salah paham menganggap bahwa kalender kamariyah ini adalah khas Islam. Itu tentu sebuah pandangan keliru, karena bangsa-bangsa purba jauh sebelum Islam lahir telah pula menjadikan bulan (al-Qamar) sebagai sistem kalendernya. Bahkan bangsa arab sudah mengenal sistem lunar ini jauh sebelum kedatangan Islam. Umat Islam secara resmi memiliki sistem tanggalan kamariyah setelah Nabi SAW wafat. Patokan yang diambil sebagai permulaan tahun adalah peristiwa hijrah Nabi pada Kamis tanggal 15 Juli tahun 622 M, sekitar 11 tahun 2 bulan setelah Nabi Wafat. Kalendernya kemudian dikenal sebagai kalender hijriyah. Kalender hijriyah inilah yang merupakan kalender khas ummat Islam, bukan kalender kamariyahnya. Keduanya harus dibedakan. Adanya berbagai sistem kalender bukan semata-mata untuk menandai hari-hari dan peristiwa tertentu, namun lebih daripada itu adalah berfungsi sebagai simbol identitas etnik, bangsa, agama dan ikatan-ikatan primordial lainnya yang dirasakan membutuhkan penegasan. Maka muncullah banyak sistem perkalenderan. Mengenal Pergerakan Bulan Manusia sejak jaman purba sudah tertarik mengamati peredaran benda langit, khususnya dua benda terbesar di angkasa raya, yaitu bulan dan matahari. Keteraturannya yang memiliki hubungan dengan musim menginspirasi mereka membuat suatu sistem kalender guna keperluan antara lain pertanian dan navigasi, termasuk pula sistem peribadatan. Salah satu sistem kalender yang mereka temukan adalah berbasis peredaran bulan. Perubahan fase bulan yang terjadi secara secara periodik digunakan untuk melakukan penyusunan kalender yang dikenal sebagai tarikh qamariyah atau lunar calender atau kalender bulan. Sistem kalender bulan telah banyak diwariskan oleh bangsa-bangsa terdahulu, termasuk oleh suku maya yang dikenal sebagai ahli ilmu falak (astronomi). Untuk memahami bagaimana sistem kalender bulan perlu memahami pergerakan bulan mengitari bumi. Bulan sebagai satelit (=pengikut) bumi mengitari bumi dengan orbit atau garis edar yang berbentuk sedikit lonjong atau ellips, seperti bulat telur. Jadi lingkaran edar bulan tidak berbentuk lingkaran. Oleh karena itu pada saat-saat tertentu ia berada di titik terdekat dengan bumi, dan di saat tertentu ia berada pada titik terjauh. Pada saat paling dekatnya disebut perigee, jarak dari pusat bumi ke bulan adalah 356.410 km dan kita yang dibumi akan melihat bulan dalam besar maksimumnya. Saat paling jauh dari kita atau disebut apogee, jaraknya 406.697 km, kita di bumi melihat bulan dalam besar minimumnya. Bulan memiliki jarak-rata-rata 384.400 km dari inti bumi. Jarak dari permukaan ke permukaan adalah rata-ratanya adalah 376.284 km. Saat perigee jaraknya 348.294 km dan saat apogee jaraknya 398.581 km. Jarak ini suatu ketika akan berubah, sebab bulan menjauh dari matahari rata-rata 3 sentimeter pertahun. Pergeseran jarak yang signifikan tentu membutuhkan waktu beribu-ribu bahkan jutaan tahun lagi. (lihat dalam tulisan sebelumnya : Pengaruh Pergerakan Bulan dan Efek Terhadap Penampakannya di Bumi). Terbit Bulan dan Perubahan Bentuknya

Pernahkah memperhatikan mengapa jika dilihat sejak penampakannya di awal bulan semakin hari semakin meninggi, terbentuk purnama, kemudian mengecil dan akhirnya tenggelam lagi? Dari bumi kita melihat bulan selalu bergeser ke arah timur perharinya sekitar 12,5 derajat. Hal itu disebabkan karena gerakan tampak bulan adalah ke arah timur. Andai bumi berpusing 12,5 derajat lebih jauh ke timur setiap hari, maka wajah bulan yang muncul akan sama pada waktu yang sama. Untuk berpusing melewati sudut tambahan itu, bumi memerlukan waktu kira-kira 50 menit. Karena itulah, bulan selalu terbit terlambat sekitar 50 menit dari satu hari ke sehari berikutnya. Dengan demikian, dapatlah kita pahami mengapa dalam setiap hari bentuk bulan, waktu terbit dan tenggelamnya selalu berubah. Namun tidak hanya itu, kedudukan ufuk terbit dan terbenam bulan juga selalu berubah-ubah. Hal ini akibat dari orbit bulan yang tidak sejajar lurus pada langit khatulistiwa bumi. Kalau orbit bulan lurus di atas khatulistiwa bumi, maka jalur jejak bulan akan bertepatan dengan khatulistiwa langit, sehingga tentunya tidak ada perubahan dalam keduduka terbit dan terbenamnya. Model Kalender Hijriyah Islam Satu bulan pada tarikh bulan sama dengan satu bulan sinodik[1], lamanya 29.5 hari tepatnya 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik. Satu tahun kamariyah lamanya 12 x 29,5 hari = 354 hari. Banyaknya hari dalam sebulan selama setahun pada tarikh kamariyah berganti-ganti antara 29 dan 30 hari. Untuk ummat Islam berbagai momentum keagamaannya menggunakan tarikh hijriyah, mereka akan dapat merasakan adanya perbedaan jumlah hari dalam sebulan itu. Untuk menentukan awal Ramadhan yaitu permulaan berpuasa misalnya, orang harus mengintai bulan baru (rukyah al-hilal)[2]. Jika pada suatu sore, bulan baru sudah tampak, keesokan harinya dinyatakan sebagai permulaan bulan Ramadhan. Begitu pula akhir bulan Ramadhan atau tanggal 1 Syawal ditentukan dengan mengintai bulan baru. Akibatnya banyak hari puasa dalam bulan Ramadhan kadang-kadang 30 hari kadang-kadang dan bahkan paling sering 29 hari. Pada tarikh kamariyah dilaksanakan pembulatan panjang tahun biasa, yaitu dengan tidak memperhitungkan waktu di bawah satuan jam (artinya waktu 44 menit 3 detik untuk sementara diabaikan). Akibatnya dalam sebulan tersisa waktu 44 menit 3 detik atau di dalam setahun tersisa waktu 12 x (44 menit 3 detik) = 8 jam 48 menit 36 detik. Kumulasi angka tersebut dalam jangka 30 tahun tersisa waktu 30 x 8 jam 48 menit 36 detik = 10 hari 22 jam 38 menit, atau hampir sebelas 11 hari. Berdasarkan perhitungan di atas ditentukan 11 tahun kabisat (tahun panjang) dalam setiap 30 tahun tarikh kamariyah. Tahun biasa pada tarikh kamariyah panjangnya 354 hari dan tahun kabisat lamanya 355 hari. Kesebelas tahun kabisat itu ditetapkan seperti daftar di bawah. Urutan tahun yang berkurung itulah yang disebut kabisat yang terdiri dari 11 kali dalam setiap 30 tahun atau 3 kali dalam setiap windu. Selainnya adalah tahun basithah (tahun pendek). Daftar tahun basithah dan kabisat dalam 30 tahun tarikh kamariah sebagai berikut: Tahun Basithah : 1, 3, 4, 6, 8, 9,11, 12, 14, 15, 17, 19, 20, 22, 23, 25, 27, 29, 30. Tahun Kabisat : 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26, 28.

Semoga bermanfaat

Catatan: [1] Bulan sinodik artinya waktu yang diperlukan oleh bulan selama dua kali ijtima berturt-turut, atau jarak waktu antara dua ijtima. Dalam astronomi disebut sinodic Month atau bulan sinodis. Waktunya adalah 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik. Selain itu istilah periode edar bulan dikenal juga Bulan sideris atau sidereal month, maksudnya adalah waktu yang diperlukan oleh bulan mengelilingi bumi sekali putaran, yaitu selama 27 hari 7 jam 43 menit 11.5 detik. Dalam astronomi disebut sidereal [2] Kelompok organisasi keagamaan yang menggunakan rukyah hilal sebagai sebagai kreteria masuknya bulan baru adalah Nahdlatul Ulama (NU), sedangkan Muhammadiyah lebih menggunakan hisab murni dengan kreteria wujud al-hilal, maksudnya jika hilal sudah berada pada ketinggian di atas ufuk meskipun tidak tampak, bulan baru terhitung sudah masuk. Perbedaan kedua organisasi ini bukan pada dasarnya bukan pada kalkulasi perhitungan posisi matahari dan bulan dilihat dari pengamatan di bumi di suatu tempat, tetapi masalah mendasarnya justru terletak pada kreteria.

Anda mungkin juga menyukai