Anda di halaman 1dari 17

PERMASALAHAN REMAJA

Disusun oleh Rohman M Salamudin Anisa Dwi Reliana 08810105 09810242 08810045

FAKULTAS SIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012

Hurlock dalam bukunya menuliskan bahwa istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Jersild (Hidayat, 1977) dalam bukunya The Psychology of Adolescence menyatakan bahwa masa remaja adalah masa dimana pribadi manusia berubah dari kanak-kanak menuju ke arah pribadi orang dewasa. Stone (Hidayat, 1977) berpendapat bahwa masa remajaadalah masa yang ditandai oleh adanya badai dan tekanan, yang dimulai adanya perubahan-perubahan biologis. Sedangkan Stanley Hall (Hidayat, 1977) berpendapat masa remaja adalah masa kelahiran baru yang ditandai dengan gejala yang menonjol, yaitu: perubahan pada seluruh kepribadian dengan cepat; perubahan pada segi biologis, mulai berfungsinya kelenjar kelamin dan sikap sosial yang eksplosif dan bergelora.

Piaget (Hurlock, 1999) memandang masa remaja sebagai usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Dari segi umur Cole (Hidayat, 1977) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa umur 13-21 tahun. Sedangkan Jersild (dalam Mappiare, 1982) berpendapat masa remaja antara umur 11-20 tahun awal. Menurut Aristoteles (Hidayat, 1977) remaja adalah masa yang berkisar 14-21 tahun yang ditandai oleh fungsinya kelenjar kelamin. Hurlock (1999) menulis dalam bukunya masa remaja berawal dari umur 13 tahun dan berakhir pada umur 21 tahun.

Ciri-ciri masa remaja Menurut Hurlock (1999) ciri-ciri masa remaja adalah sebagai berikut :

a. Masa remaja sebagai periode yang penting, karena perkembangan fisik, mental yang cepat dan penting dan adanya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru. b. Masa remaja sebagai periode peralihan, adanya suatu perubahan sikap dan perilaku dari anak-anak ke menuju dewasa. c. Masa remaja sebagai periode perubahan, karena ada 5 perubahan yang bersifat universal yaitu perubahan emosi, tubuh, minat dan pola perilaku, dan perubahan nilai.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah, karena pada masa kanak-kanak masalah-masalahnya sebagian besar diselesikan oleh guru dan orang tua sehingga kebanyakan remaja kurang berpengalaman dalam mengatasi masalah. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas, karena remaja berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya. f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, karena adanya anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak, menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Karena remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam citacita. h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, karena remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan orang dewasa. Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat memhami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi tersebut. Dimensi Biologis Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi. Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhanestrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga

dinamakan Interstitial-Cell

Stimulating

Hormone (ICSH)

merangsang

pertumbuhan testosterone.Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas

merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnyahormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.

Dimensi Kognitif Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu

mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.

Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya

saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.

Dimensi Moral Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian

tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya kenyataan lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.

Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan kenyataan yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap pemberontakan remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.

Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari halhal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika lingkungan baru memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam.

Dimensi Psikologis Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood senang luar biasa ke sedih luar biasa, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.

Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan hebat. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu, Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat

inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan.

Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat tidak memikirkan akibat dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangungjawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggungjawab inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati-diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai seseorang yang baru; berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh para idolanya untuk menyelesaikan masalah seperti itu. Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja.

Salah satu topik yang paling sering dipertanyakan oleh individu pada masa remaja adalah masalah Siapakah Saya? Pertanyaan itu sah dan normal adanya karena pada masa ini kesadaran diri (self-awareness)mereka sudah mulai berkembang dan mengalami banyak sekali perubahan. Remaja mulai merasakan bahwa ia bisa berbeda dengan orangtuanya dan memang ada remaja yang ingin mencoba berbeda. Inipun hal yang normal karena remaja dihadapkan pada banyak pilihan. Karenanya, tidaklah mengherankan bila remaja selalu berubah dan ingin selalu mencoba baik dalam peran sosial maupun dalam perbuatan. Contoh: anak seorang insinyur bisa saja ingin menjadi seorang dokter karena tidak mau melanjutkan atau mengikuti jejak ayahnya. Ia akan mencari idola seorang dokter yang sukses dan berusaha menyerupainya dalam tingkahlaku. Bila ia merasakan peran itu tidak sesuai, remaja akan dengan cepat mengganti peran lain yang dirasakannya akan lebih sesuai. Begitu seterusnya sampai ia menemukan peran yang ia rasakan sangat pas dengan dirinya. Proses mencoba peran ini merupakan proses pembentukan jati-diri yang sehat dan juga sangat normal. Tujuannya sangat sederhana; ia ingin menemukan jati-diri atau identitasnya sendiri. Ia tidak mau hanya menurut begitu saja keingingan orangtuanya tanpa pemikiran yang lebih jauh.

Banyak orangtua khawatir jika percobaan peran ini menjadi berbahaya. Kekhawatiran itu memang memiliki dasar yang kuat. Dalam proses percobaan peran biasanya orangtua tidak dilibatkan, kebanyakan karena remaja takut jika orangtua mereka tidak menyetujui, tidak menyenangi, atau malah menjadi sangat kuatir. Sebaliknya, orangtua menjadi kehilangan pegangan karena mereka tiba-tiba tidak lagi memiliki kontrol terhadap anak remaja mereka. Pada saat inilah, kehilangan komunikasi antara remaja dan orangtuanya mulai terlihat. Orangtua dan remaja mulai berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda sehingga salah paham sangat mungkin terjadi.

Salah satu upaya lain para remaja untuk mengetahui diri mereka sendiri adalah melalui testtest psikologis, atau yang di kenal sebagai tes minat dan bakat. Test ini menyangkut tes kepribadian, tes intelegensi, dan tes minat. Psikolog umumnya dilatih untuk menggunakan alat tes itu. Alat tes yang saat ini umum diberikan oleh psikolog di Indonesia adalah WISC, TAT, MMPI, Stanford-Binet, MBTI, dan lain-lain. Alat-alat tes juga beredar luas dan dapat ditemukan di toko buku atau melalui internet; misalnya tes kepribadian.

Walau terlihat sederhana, dampak dari hasil test tersebut akan sangat luas. Alat test psikologi dapat diibaratkan sebuah pisau lipat yang terlihat sekilas tidak berbahaya; namun di tangan orang yang bukan ahlinya atau yang kurang bertanggung-jawab, alat ini akan menjadi sangat berbahaya. Alat test jika diinterpretasikan secara salah atau tidak secara menyeluruh oleh orang yang tidak berpengalaman atau tidak memiliki dasar ilmu yang cukup untuk mengartikan secara obyektif akan membuat kebingungan dan malah membawa efek negatif. Akibatnya, para remaja akan merasa lebih bingung dan lebih tidak merasa yakin akan hasil tes tersebut. Oleh karena itu sangatlah dianjurkan untuk mencari psikolog yang memang sudah terbiasa memberikan test psikologi dan memiliki Surat Rekomendasi Ijin Praktek (SRIP), sehingga dapat menjamin obyektivitas test tersebut.

Satu hal yang perlu diingat adalah hasil test psikologi untuk remaja sebaiknya tidak ditelah mentah-mentah atau dijadikan patokan yang baku mengingta bahwa masa remaja meruipakan masa yang snagat erat dengan perubahan. Alat test ini tidak semestinya dijadikan buku primbon atau acuan kaku dalam penentuan langkah untuk masa depan, misalnya dalam mencari sekolah atau mencari karir yang cocok. Seringkali, seiring dengan perkembangan remaja dan perubahan lingkungan sekitarnya, konklusi yang diterima dari hasil test bisa

berubah dan menjadi tidak relevan lagi. Hal ini wajar mengingat bahwa minat seorang remaja sangat labil dan mudah berubah.

Sehubungan dengan explorasi diri melalui internet atau media massa yang lain, remaja hendaknya berhati-hati dalam menginterpretasikan hasil-hasil yang di dapat dari test-test psikologi online melalui internet. Harap diingat bahwa banyak diantara test tersebut masih sebatas ujicoba dan belum dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain itu dibutuhkan kejujuran untuk mampu menerima diri apa adanya sehingga remaja tidak mengembangkan identitas virtual yang berbeda dengan diri yang asli. Faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan remaja (dari segi lingkungan) Faktor lingkungan merupakan peran untama dalam membantu masa remaja untuk menyelesaikan tugas perkembangannya. Adapun faktor faktor yang dapat menyebabkan munculnya kenakalan remaja adalah Keluarga (rumah tangga), Sekolah, dan Kondisi Masyarakat (lingkungan social). 1. Keluarga (rumah tangga) Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik atau disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku

menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak yang dibesarkan dalam keluarga sehat atau harmonis (sakinah). 2. Sekolah Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan peluang pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Misalnya, kurikulum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang kurang. Dalam hal ini yang paling berperan adalah guru Agama, guru PKN danBimbingan Konseling, meskipun semua elemen sekolah bertanggung jawab atas perilaku anak di sekolah. 3. Kondisi Masyarakat (Lingkungan Sosial) Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau rawan, merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor lingkungan yang sehat misalnya:ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara lain: Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan)

1.

Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini hari

2. Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya 3. Pengangguran 4. Anak-anak putus sekolah/anak jalanan 5. Wanita tuna susila (wts) 6. Beredarnya bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan kekerasan 7. Perumahan kumuh dan padat 8. Pencemaran lingkungan 9. Tindak kekerasan dan kriminalitas 10. Kesenjangan sosial Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas) 1. Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya 2. Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal 3. Kebut-kebutan 4. Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan 5. Perkosaan 6. Pembunuhan 7. Tindak kekerasan lainnya

8. Pengrusakan 9. Coret-coret dan lain sebagainya Kondisi psikososial yang seperti ini, merupakan faktor yang kondusif (rawan) bagi terjadinya kenakalan remaja.

Tak dapat dipungkiri jika kita memandang ciri-ciri remaja diatas, terkadang seorang remaja mengalami berbagai masalah dalam kehidupannya. Berikut ini beberapa masalah yang terkadang muncul dalam masa remaja: ahap-Tahap Perkembangan Remaja 1. Remaja Awal (Early Adolescence) Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah

terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali tehadap ego.Hal ini menyebabkan para remaja awal sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa. 2. Remaja Madya (Middle Adolescence) Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan.Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan narsistic, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisis kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis, dan sebagainya. 3. Remaja Akhir (Late Adolescence) Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan kawan-kawan dengan pencapaian lima hal dibawah ini: 1. Minat yang makin matang terhadap fungsi-fungsi intelek. 2. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru. 3. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. 4. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan anatra kepentingan diri sendiri dengan orang lain. 5. Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya (privat self) dengan masyarakat umum (the public).

Permasalahan yang Pada Umumnya Terjadi Pada Usia Remaja 1. Seks Bebas

Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks. Celakanya, perilaku seks bebas tersebut berlanjut hingga menginjak ke jenjang perkawinan.Ancaman pola hidup seks bebas remaja secara umum baik di pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin serius. Kelompok remaja yang masuk tersebut rata-rata berusia 17-21 tahun, dan umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau mahasiswa.Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah

Pertama (SMP).Beberapa penelitian menunjukkan, remaja putra maupun putri pernah berhubungan seksual. Sebagai catatan, kejadian aborsi di Indonesia cukup tinggi yaitu 2,3 juta per tahun. Dan 20 persen di antaranya remaja, kata Guru Besar FK Universitas Udayana, Bali ini. Menurut Dr Boyke Dian Nugraha, jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena penyakit menular seksual bisa mencapai empat hingga lima kali lipat. Selain itu, seks pranikah akan meningkatkan kasus penyakit menular seksual, seperti sipilis, GO (ghonorhoe), hingga HIV/AIDS. Androlog Anita Gunawan mengatakan, kasus GO paling banyak terjadi. Penderita bisa saja tidak mengalami keluhan.Tapi, hal itu justru semakin meningkatkan penyebaran penyakit tersebut. Anita menggolongkan penyakit GO tersebut ke dalam subklinis, kronis dan akut. Subklinis dan kronis, kata anita, tidak menimbulkan gejala serta keluhan pada penderita. Sedangkan GO akut akan menampakan gejala, seperti sulit buang air kecil atau sakit pada ujung kemaluan. Pada pria biasanya menampakan gejala.Berbeda dengan wanita, seringkali tidak menampakan gejala yang jelas.Paling-paling hanya timbul keputihan atau anyang-anyang, ujarnya. Dr Boyke Dian Nugraha menjelaskan, untuk GO yang sudah parah dapat menyebabkan hilangnya kesuburan, baik pada pria maupun wanita. Saluran sperma atau indung telur menjadi tersumbat oleh kuman GO. Disisi lain, Boyke menambahkan, perilaku seks bebas ini bisa berlanjut hingga menginjak perkawinan. Tercatat sekitar 90 dari 121 masalah seks yang masuk ke Klinik Pasutri (pasangan suami istri)pada tahun 2000 lalu, dialami orang-orang yang pernah melakukan hubungan pranikah (pre marital). Hamil diluar nikah merupakan masalah yang bisa juga ditimbulkan dari perilaku seks bebas.Banyak dari remaja kita melakukan aborsi untuk menutupi kehamilannya. Tapi apakah kalian tahu jika aborsi bisa mengancam jiwa sang ibu dan janin yang ada dirahim ibu. Biasanya aborsi dilakukan ketika janin berusia 1 3 minggu. Setelah itu janin akan lebih susah diaborsi. Yang lebih parah jika aborsi yang dilakukan ketika janin telah berusia lebih dari 3 minggu dan terdapat sisa anggota tubuh janin yang tidak bisa keluar hal itu akan menyebabkan kanker bagi sang ibu.

2.

Merokok

Dimasa modern ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing.Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok sendiri maupun orang-orang disekitarnya. Berbagai kandungan zat yang terdapat di dalam rokok memberikan dampak negatif bagi tubuh penghisapnya. Tiga zat utama yang ada pada rokok adalah Nikotin (terdapat pada daun tembakau), karbon monoksida [CO] (terdapat pada asap rokok) CO dapat menyerobot oksigen dalam tubuh sehingga jantung terpaksa bekerja lebih keras, Tar (komponen pada asap rokok) bahan ini dapat berasal dari daun tembakau ataupun dari zat yang ditambahkan pada tembakau saat pemrosesan. Tar bersifat Karsinogen yaitu dapat menyebabkan kanker. Selain, berkontribusi merusak keseimbangan alam dengan gas hasil pembakaran tidak sempurnanya yaitu karbon monoksida (CO), mereka juga menularkan berbagai risiko kesehatan terhadap jutaan orang yang tidak bersalah (perokok pasif).Apalagi perokok hanya menghirup 15% asapnya sedangkan 85% dihirup perokok pasif.Hasilnya, diperkirakan seorang perokok aktif dapat membunuh 200 ribu orang perokok pasif dalam satu tahun (WHO, 2007). Beberapa motivasi yang melatarbelakangi seorang merokok adalah untuk mendapat pengakuan (anticipatory beliefs), untuk menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs), dan menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma (permissive/ fasilitative) (Joewana, 2004). Hal ini sejalan dengan kegiatan merokok yang dilakukan oleh remaja yang biasanya dilakukan didepan orang lain, terutama dilakukan didepan kelompoknya karena mereka sangat tertarik kepada kelompok sebayanya atau dengan kata lain terikat dengan kelompoknya. 3. Penyalahgunaan Narkoba dan Alkoholisme

Narkoba dan minuman yang mengandung alkohol mempunyai dampak terhadap sistem syaraf manusia yang menimbulkan berbagai perasaan. Sebagian dari narkoba itu meningkatkan gairah, semangat dan keberanian, sebagian lagi menimbulkan perasaan mengantuk, yang lain bisa menyebabkan rasa tenang dan nikmat sehingga bias melupakan segala kesulitan. Oleh karena efek-efek itulah beberapa remaja menyalahgunakan narkoba dan alkohol. Akan tetapi,

sebagaimana semua orang pun tahu, narkoba dan alkohol itu dalam dosis yang berlebihan bisa membahayakan orang yang bersangkutan. Padahal, sifat narkoba dan alkohol itu antar lain menimbulkan ketergantungan (kecanduan) pada pemakainya. Makin besar

ketergantungannya sehingga pada suatu saat tidak bisa melepaskan diri lain. Pada tahap ini remaja yang bersangkutan bisa menjadi kriminal, atau menjadi pekerja seks untuk sekedar memperoleh uang pembeli narkoba atau minuman beralkohol. 4. Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja adalah perilaku yang dilakukan oleh remaja yang menyimpang dari atau melanggar hukum. Kenakalan remaja ada 4 jenis (Jensen, 1985:417) : 1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain. 2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain. 3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat. Di Indonesia mungkin dapat juga dimasukkan hubungan seks sebelum menikah dalam jenis ini. 4. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya. Pada usia mereka, perilaku-perilaku mereka memang belum melanggar hukum dalam arti yang sesungguhnya karena yang dilanggar adalah status-status dalam lingkungan primer (keluarga) dan sekunder (sekolah) yang memang tidak diatur oleh hukum secara terinci. Akan tetapi, kalau kelak remaja ini dewasa, pelanggaran status ini dapat dilakukannya terhadap atasannya di kantor atau petugas hukum di masyarakat

Menurut Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugastugas tersebut, yaitu : 1. Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai. 2. Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan

stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.

Remaja masa kini banyak sekali tekanan-tekanan yang mereka dapatkan, mulai dari perkembangan fisiologi, ditambah dengan kondisi lingkungan dan sosial budaya serta perkembangan teknologi yang semakin pesat. Hal ini dapat mengakibatkan munculnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau perilaku yang

mengakibatkan bentuk penyimpangan perilaku yang disebut kenakalan remaja. Menurut hemat saya, tekanan-tekanan yang timbul dari lingkungan dan orang tua yang menginginkan anak melakukan peran dewasa, padahal mereka masih tergolong dalam masa remaja, secara psikologis anak belum mampu menghadapinya. Stres, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat mereka mengambil resiko dengan melakukan kenakalan remaja (Fuhrmann, 1990).

Dampak kenakalan remaja:

Kenakalan dalam keluarga: Remaja yang labil umumnya rawan sekali melakukan hal-hal yang negatif, di sinilah peran orang tua. Orang tua harus mengontrol dan mengawasi putraputri mereka dengan melarang hal-hal tertentu.Namun, bagi sebagian anak remaja, laranganlarangan tersebut malah dianggap hal yang buruk dan mengekang mereka. Akibatnya, mereka akan memberontak dengan banyak cara. Tidak menghormati, berbicara kasar pada orang tua, atau mengabaikan perkataan orang tua adalah contoh kenakalan remaja dalam keluarga.

Kenakalan dalam pergaulan: Dampak kenakalan remaja yang paling nampak adalah dalam hal pergaulan. Sampai saat ini, masih banyak para remaja yang terjebak dalam pergaulan yang tidak baik. Mulai dari pemakaian obat-obatan terlarang sampai seks bebas.Menyeret remaja pada sebuah pergaulan buruk memang relatif mudah, dimana remaja sangat mudah dipengaruhi oleh hal-hal negatif yang menawarkan kenyamanan semu. Akibat pergaulan bebas inilah remaja, bahkan keluarganya, harus menanggung beban yang cukup berat.

Kenakalan dalam pendidikan: Kenakalan dalam bidang pendidikan memang sudah umum terjadi, namun tidak semua remaja yang nakal dalam hal pendidikan akan menjadi sosok yang berkepribadian buruk, karena mereka masih cukup mudah untuk diarahkan pada hal yang benar. Kenakalan dalam hal pendidikan misalnya, membolos sekolah, tidak mau mendengarkan guru, tidur dalam kelas, dll.

Kiat-Kiat Bagi Remaja Kiat-kiat bagi remaja agar dapat mencegah dan mungkin mengatasi masalah-masalah yang terjadi pada masa remaja diantaranya: 1. Ikuti organisasi atau perkumpulan pemuda baik yang formal (Gerakan Pramuka, Karang Taruna, dan sebagainya), maupun yang informal (kelompok pemuda RT/RW, kelompok belajar, dan sebagainya). Organisasi atau perkumpulan ini hendaknya yang bermanfaat bagi perkembangan diri sendiri maupun bermanfaat bagi khalayak umum. Bukan justru mengikuti kelompok-kelompok seperti geng, kumpulan orang begadang. 2. Salurkan minat dan kemampuan (bakat) pada bidang-bidang tertentu. Dengan adanya kemampuan khusus ini (misalnya dalam bidang teater, musik, olahraga, baca puisi), maka seorang remaja dapat mengembangkan kepercayaan dirinya. Hal itu karena iamenjadi terpandang (mendapatkan status dimata kawan-kawannya) dengan adanya kemampuan itu. 3. Bergabung dengan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt. Seperti kegiatan pengajian, Rohis, Rokat. 4. Bertanya pada orang-orang terdekat, yang dipandang bijak dan dapat dipercaya dengan baik untuk memperoleh suatu informasi yang benar terhadap suatu hal yang menyangkut perkembangan diri. Seperti orang tua, guru, konselor, ulama. 5. Hubungi dan atau mintalah bantuan konselor jika mengalami masalah yang tidak dapat dipecahkan sendiri. Baik menyangkut masalah pribadi-sosial, belajar, keluarga, karier, maupun agama.

DAFTAR PUSTAKA Yusuf, Syamsu, 2002. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung:Rosda Karya. Habibah, A., 2000, Study Tentang Penerimaan Sosial Remaja Eks Pengguna Narkoba.Skripsi Sarjana Strata I (Tidak Diterbitkan. Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. Hurlock, E, B. 1997. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga Sarwono, Sarlito Wirawan. 2008. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Lily. 2008. Seks Bebas=Tabu? (online), (http://permasalahanremaja.blogspot.com/2008/11/seks-bebas-tabu.html, diakses tanggal Maret 2012) Lily. 2008. Rokok=Perusak=Gaul (online). (http://permasalahanremaja.blogspot.com/2008/11/rokok-perusak-gaul.html, diakses tanggal 20 Maret 2012)

Anda mungkin juga menyukai