Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH PENDIDIKAN SEKS TERHADAP SIKAP MENGENAI SEKS PRANIKAH PADA REMAJA

Disusun Oleh: Deby Yuniarti 10503040 Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma 2007

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh pendidikan seks terhadap perubahan sikap remaja mengenai seks pranikah. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 92 orang remaja baik putera maupun puteri di SMK yang berusia 1417 tahun. Alat ukur yang dipakai untuk mengukur sikap mengenai seks pranikah dalam penelitian ini adalah Skala Sikap Mengenai Seks Pranikah yang disusun berdasarkan pada komponen-komponen sikap dikaitkan dengan bentuk-bentuk aktivitas seksual. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini ditolak. Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan Paired Sample T-test, menunjukkan nilai T sebesar 0,331 dengan taraf signifikansi sebesar 0,741 (p>0,05). Hal ini berarti tidak ada pengaruh yang signifikan dari pendidikan seks terhadap sikap mengenai seks pranikah pada subjek penelitian. Sebelum dan sesudah diberikan pendidikan seks, sikap mengenai seks pranikah pada subjek hanya sedikit mengalami perubahan. Kata kunci: Pendidikan Seks, Sikap Mengenai Seks Pranikah, Remaja.

PENDAHULUAN

Perilaku seks sebelum nikah di kalangan berusia muda akhir-akhir ini banyak menjadi sorotan karena cenderung meningkat. Hal ini tentu saja menimbulkan masalah karena perilaku tersebut dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma

yang ada di Indonesia. Untuk melihat permasalahan tersebut, beberapa penelitian terkait telah diusahakan. Akan tetapi hal tersebut belum sepenuhnya berhasil (Faturochman, 1995). Menurut Sarwono (2006), ada beberapa faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja, diantaranya perubahan-perubahan hormonal yang dapat meningkatkan hasrat seksual remaja, penyebaran informasi yang salah misalnya dari buku-buku dan VCD porno, rasa ingin tahu (curiousity) yang sangat besar, serta kurangnya pengetahuan yang didapat dari orang tua dikarenakan orang tua menganggap hal tersebut tabu untuk dibicarakan. Terdapat beberapa alasan lain yang menyebabkan remaja pada akhirnya melakukan seks pranikah. Diantaranya adalah sebagai bukti cinta dan sangat

mencintai pacar, dijanjikan akan menikah, rasa ingin tahu yang sangat tinggi tentang seksualitas, ingin mencoba, takut mengecewakan pacar, takut diputuskan pacar, serta kurangnya pengetahuan tentang seksualitas yang didapat dari keluarga dan sekolah. Umumnya remaja kurang menyadari akibat-akibat buruk yang dapat ditimbulkan dari perilaku seks bebas tersebut, seperti kehamilan, putus sekolah, tertular penyakit kelamin dan HIV AIDS. Kurangnya pengetahuan yang didapat dari orang tua dan sekolah mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau lingkungan bermainnya yang bisa saja pengetahuan tersebut salah. Berdasarkan hal tersebut diatas maka sangat diperlukan adanya pendidikan seks yang benar bagi remaja. Pendidikan seks yang tentu saja bertujuan untuk membimbing dan menjelaskan tentang perubahan fungsi organ seksual sebagai tahapan yang harus dilalui dalam kehidupan manusia disertai dengan penanaman nilai-nilai seksualitas itu sendiri. Selama ini pendidikan seks telah dilakukan di beberapa sekolah, namun jarang sekali yang memasukkan unsur nilai-nilai seksualitas di dalamnya. Untuk itu penelitian ini dilakukan guna mengetahui sejauhmana pengaruh pendidikan seks terhadap perubahan sikap remaja mengenai seks pranikah.

TINJAUAN PUSTAKA

Sikap Terhadap Seks Pranikah Menurut Thurstone, dkk (dalam Azwar, 2005), sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sedangkan menurut Berkowitz (dalam Azwar, 2005), sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Menurut Bird dan Keith (1994), premarital sex adalah salah satu bentuk sexual intercourse yang dilakukan oleh pasangan yang keduanya tidak terikat dalam pernikahan. Seks adalah bukan hanya hubungan intim, ekspresi dari seksualitas dapat terkait dengan banyak perilaku lain. Berikut ini adalah bentuk-bentuk perilaku seksual (Benokraitis, 1996): (1) Masturbasi merujuk kepada pemuasan seks yang dilakukan oleh diri sendiri yang melibatkan beberapa bentuk dari

stimulasi/rangsangan fisik langsung. Masturbasi biasanya melibatkan menggosok, menyentuh, mengelus dengan lembut, meremas atau dengan merangsang organ vital, tetapi masturbasi juga dapat melalui rangsangan dari bagian tubuh lain, seperti payudara, paha bagian dalam, atau anus. (2) Petting adalah kontak atau hubungan fisik antara orang untuk menghasilkan rangsangan erotis tetapi tanpa melakukan hubungan intim/senggama. Petting, yang termasuk di dalamnya adalah menyentuh dan mengelus dengan lembut berbagai bagian tubuh terutama payudara dan organ vital, biasanya lebih dapat diterima daripada hubungan seks karena petting bersifat kurang intim dan tidak menyebabkan kehamilan. (3) Oral seks termasuk beberapa tipe rangsangan seperti Fellatio (dari bahasa latin untuk menghisap atau menyedot) merujuk kepada rangsangan terhadap penis laki-laki dan Cunnilingus (dari bahasa latin untuk vulva dan lidah) merujuk kepada stimulasi atau rangsangan oral terhadap organ vital wanita.

Berdasarkan definisi dari sikap dan seks pranikah di atas dalam penelitian ini sikap mengenai seks pranikah didefinisikan sebagai tingkatan sejauhmana seseorang mendukung atau memihak (favorable) maupun tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) terhadap aktivitas seksual, yang antara lain necking, petting, masturbasi, oral seks, anal seks, dan sexual intercourse yang dilakukan oleh pasangan yang keduanya tidak terikat dalam pernikahan.

Komponen-komponen Sikap Menurut Sears, dkk (1994) sikap terhadap objek, gagasan atau orang tertentu merupakan orientasi yang bersifat menetap dengan komponen-komponen kognitif, afektif, dan perilaku. Komponen kognitif terdiri dari seluruh kognisi yang dimiliki seseorang mengenai objek sikap tertentufakta, pengetahuan, dan keyakinan tentang objek. Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap objek, terutama penilaian. Komponen perilaku terdiri dari kesiapan seseorang untuk bereaksi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap objek.

Faktor-faktor Penyebab Perilaku Seksual Pada Remaja Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui apa saja faktor-faktor penyebab perilaku seksual pada remaja. Sarwono (2006) mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan perilaku seksual pada remaja, diantaranya: a. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksual) remaja. b. Penundaan usia perkawinan. c. Adanya tabu/larangan dalam masyarakat untuk melakukan perilaku seksual sebelum menikah. d. Kurangnya informasi yang didapat remaja tentang seksualitas dan hal-hal terkait di dalamnya. e. Pergaulan yang makin bebas.

Pendidikan Seks Menurut Suryabrata (1998), proses pendidikan yaitu proses dimana pendidik dengan sengaja dan penuh tanggung jawab memberikan pengaruh kepada anak didik, demi kebahagiaan anak didik. Proses ini terjadi dalam suatu situasi yang menyangkut banyak sekali hal, seperti pergaulan antara pendidik dan anak didik, tujuan yang akan dicapai, materi yang diberikan dalam proses itu, sarana yang dipakai, lingkungan yang menjadi ajang proses itu, dan sebagainya. Pendidikan seks adalah proses dimana fasilitator dengan sengaja dan penuh tanggung jawab memberikan pengaruh yang positif kepada peserta pendidikan seks, dengan tujuan agar peserta pendidikan seks dapat mengerti dan memahami materimateri yang diberikan dalam pendidikan seks, yang mencakup tentang perubahanperubahan yang terjadi ketika memasuki masa remaja (perubahan fisik, psikologis, dan sosial), latar belakang diperlukannya pendidikan seks bagi remaja, tantangan menuju kesejahteraan seksual remaja, organ-organ seksual pria dan wanita, fertilisasi (pembuahan), perkembangan janin, bentuk-bentuk perilaku seksual remaja, akibatakibat yang dapat ditimbulkan dengan melakukan perilaku seks bebas, penyakitpenyakit menular seksual dan jenis-jenisnya, cara mengatasi gejolak seksual remaja, pengertian dan makna seksualitas, serta nilai-nilai seksual pria dan wanita. Raditya (2008) mengemukakan bahwa penyampaian materi pendidikan seks, sebaiknya diberikan oleh pendidik teman sebaya atau disebut dengan peer educator. Pendidik ini sudah mendapat bekal pelatihan yang cukup agar materi yang disampaikan dapat diterima oleh usia remaja. Dalam penelitian ini metode pendidikan seks yang diberikan adalah presentasi dan diskusi. Presentasi dilakukan oleh fasilitator yang dalam hal ini adalah peneliti sendiri, sedangkan metode diskusi dilakukan bersama antara fasilitator dengan peserta pendidikan seks.

Remaja dan Tugas-tugas Perkembangannya Menurut WHO (World Health Organization) (dalam Sarwono, 2006), remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, suatu masa ketika individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Menurut Hurlock (1980) Setiap individu dalam setiap perkembangannya memiliki tugas-tugas yang harus dilalui. Kegagalan dalam pelaksanaannya akan mengakibatkan pola perilaku yang tidak matang, sehingga sulit diterima oleh kelompok teman-temannya dan tidak mampu menyamai teman-teman sebaya yang sudah menguasai tugas-tugas perkembangan tersebut. Berikut ini adalah tugas-tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980): a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. b. Mencapai peran sosial pria dan wanita. c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab. e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. f. Mempersiapkan karier ekonomi. g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilakumengembangkan ideologi.

Pengaruh Pendidikan Seks Terhadap Sikap Mengenai Seks Pranikah Pada Remaja

Masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Secara umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu awal masa remaja dan akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 1980). Pada masanya remaja mau tidak mau harus melalui berbagai tugas perkembangan yang akan dia hadapi. Salah satu tugas perkembangan tersebut adalah mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita dan mencapai peran sosial pria dan wanita (Hurlock, 1980). Tentu saja hal ini akan berkaitan dengan masalah seks pada remaja. Dewasa ini masalah seks pranikah pada remaja banyak menjadi sorotan dikarenakan angkanya yang semakin hari semakin meningkat. Banyak kasus-kasus aborsi yang dilakukan oleh remaja. Berbagai hasil survey menunjukkan adanya peningkatan perilaku seks maupun aborsi pada remaja (Lembaga Potret Pemuda Kita, 2007). Umumnya remaja melakukan hubungan seks karena didasari rasa suka sama suka. Salah satu penyebab terjadinya hubungan seks di luar nikah pada remaja adalah kurangnya pengetahuan remaja mengenai seks itu sendiri. Seks dipandang sebagai sesuatu yang tabu untuk dibicarakan. Mengingat seks juga berkaitan dengan tugastugas perkembangan remaja maka tidak mengherankan jika remaja memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar tentang seks itu sendiri. Kurangnya informasi tentang seks dapat disikapi dengan diadakan pendidikan seks yang tujuannya adalah agar peserta didik memahami seluk beluk tentang seks remaja serta nilai-nilai seksualitas yang terkandung di dalamnya. Dianawati (2006) mengatakan bahwa pendidikan seks dapat membantu para remaja laki-laki dan perempuan untuk mengetahui risiko dari sikap seksual mereka

dan mengajarkan pengambilan keputusan seksualnya secara dewasa, sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang merugikan diri sendiri maupun orang tuanya. Pentingnya memberikan pendidikan seks bagi remaja, sudah seharusnya dipahami. Memberikan pendidikan seks pada remaja, maksudnya membimbing dan menjelaskan tentang perubahan fungsi organ seksual sebagai tahapan yang harus dilalui dalam kehidupan manusia. Selain itu, harus memasukkan ajaran agama dan norma-norma yang berlaku. Remaja yang mendapatkan cukup informasi mengenai seks kemungkinan akan lebih mudah untuk melalui setiap tugas perkembangannya, namun bagi remaja yang kurang memiliki pengetahuan tentang seks mungkin dia akan sedikit mengalami kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas perkembangannya, khususnya tugas perkembangan yang berkaitan dengan masalah seks itu sendiri. Remaja yang mendapatkan cukup informasi mengenai seks diharapkan akan lebih bersikap bijaksana untuk tidak melakukan seks pranikah. Sedangkan remaja dengan pengetahuan yang kurang mengenai seks mungkin akan lebih sulit bersikap bijaksana mengenai seks pranikah. Melihat semua hal tersebut di atas, maka penulis berpendapat bahwa pendidikan seks bagi remaja sangat diperlukan untuk mengurangi perilaku seks pranikah dan akibat-akibat yang dapat ditimbulkan dari hal tersebut karena pendidikan seks tersebut akan mencakup juga nilai-nilai seksualitas pada remaja.

METODE PENELITIAN

Adapun yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah sikap mengenai seks pranikah (Y) dan variabel bebasnya adalah pendidikan seks (X). Sikap mengenai seks pranikah adalah tingkatan sejauhmana seseorang mendukung atau memihak (favorable) maupun tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) terhadap aktivitas seksual, yang antara lain necking, petting, masturbasi, oral seks, anal seks, dan sexual intercourse yang dilakukan oleh pasangan yang keduanya tidak terikat dalam pernikahan. Pendidikan seks adalah proses dimana fasilitator dengan

sengaja dan penuh tanggung jawab memberikan pengaruh yang positif kepada peserta pendidikan seks, dengan tujuan agar peserta pendidikan seks dapat mengerti dan memahami materi-materi yang diberikan dalam pendidikan seks yang dilaksanakan. Pendidikan seks dalam penelitian ini juga memasukkan nilai-nilai seksualitas di dalamnya. Pendidikan seks bagi remaja dalam penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti berdasarkan modul pendidikan seks yang terlebih dahulu disiapkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan pra-eksperimen, dengan jenis desain pretes-postes kelompok tunggal. Menurut Sumanto (2002) desain pretes-postes kelompok tunggal yaitu desain yang melibatkan satu kelompok yang diberi pretes (O1), diberi treatmen (X), dan diberi postes (O2). Skala sikap mengenai seks pranikah ini berbentuk skala Likert, yaitu skala yang menilai sikap atau tingkah laku yang diinginkan oleh para peneliti dengan cara mengajukan pertanyaan kepada responden. Kemudian responden diminta

memberikan pilihan jawaban atau respons dalam skala ukur yang telah disediakan, misalnya sangat setuju (SS), setuju (S), agak setuju (AS), agak tidak setuju (ATS), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS) (Sukardi, 2005). Aitem dalam skala ini memiliki dua tipe, yaitu aitem favorable dan aitem unfavorable. Aitem disebut favorable bila isinya mendukung, memihak, atau menunjukkan ciri adanya atribut yang diukur. Sedangkan aitem unfavorable adalah aitem yang isinya tidak mendukung atau tidak menggambarkan ciri atribut yang diukur (Azwar, 2006).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kuesioner yang dirancang terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan bantuan SPSS versi 12.00 for windows. Setelah dilakukan pengujian validitas terhadap item-item skala sikap mengenai seks pranikah, dari 30 item yang diujicobakan, 6 item dinyatakan gugur (tidak valid), sementara item yang valid berjumlah 24 item. Item-item yang dianggap valid karena memiliki korelasi total item > 0.30. Suatu kesepakatan umum menyatakan bahwa koefisien validitas

dapat dianggap memuaskan apabila melebihi rxy = 0.30 (Azwar, 2005). Item yang valid bergerak dengan rentang korelasi antara 0,303 sampai dengan 0,666. Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach dan diperoleh angka koefisien reliabilitas sebesar 0,847. Setelah mendapatkan item valid dan dilakukan preteset, maka selanjutnya dilakukan uji asumsi normalitas. Uji asumsi normalitas dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov Test dengan program SPSS versi 12.00 for windows. Hasil uji asumsi adalah sebagai berikut: Untuk skala sikap mengenai seks pranikah pretes, hasil uji normalitas dengan Kolmogorov Smirnov Test menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,029 (<0,05) hal ini berarti sebaran data bersifat tidak normal. Sedangkan untuk skala sikap mengenai seks pranikah postes, hasil uji normalitas dengan Kolmogorov Smirnov Test menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,010 (<0,05) hal ini berarti sebaran data bersifat tidak normal. Meskipun kedua data baik pretes maupun postes bersifat tidak normal, peneliti tetap menggunakan statistika parametrik untuk uji hipotesis dengan pertimbangan jumlah subjek penelitian >30 dan data peneliti berskala interval. Uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov(a) Skor Pretest Skor Posttest Statistic .098 .108 df 92 92 Sig. .029 .010 Statistic .937 .920 Shapiro-Wilk df 92 92 Sig. .000 .000

a Lilliefors Significance Correction

Dalam

penelitian

ini

untuk

pengujian

hipotesis

dilakukan

dengan

menggunakan teknik paired sample T-test dengan bantuan program komputer SPSS versi 12.00 for windows. Hasil analisis menunjukkan nilai T sebesar 0,331 dengan taraf signifikansi sebesar 0,741 (p>0,05). Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan.

Dengan demikian, berdasarkan hasil uji hipotesis tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis dalam penelitian ini ditolak, itu berarti tidak ada pengaruh yang signifikan dari pendidikan seks terhadap sikap mengenai seks pranikah pada subjek. Sebelum dan sesudah diberikan pendidikan seks, sikap mengenai seks pranikah pada subjek hanya sedikit mengalami perubahan. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan mean yang sangat sedikit antara mean pretest (54,52) dan mean posttest (53,98). Kekurang efektifan pendidikan seks dalam penelitian ini untuk menurunkan sikap terhadap seks pranikah pada subjek, lebih dikarenakan faktor-faktor lain yang terdapat pada penelitian ini, diantaranya pengalaman pribadi subjek (sebagian besar subjek pernah mendapatkan pendidikan seks sebelumnya) dan pengaruh orang lain yang dianggap penting (status pacaran mempengaruhi). Dengan demikian dapat diharapkan bahwa untuk subjek yang belum pernah menerima pendidikan seks sebelumnya serta belum pernah punya pacar atau sedang tidak punya pacar pada saat penelitian berlangsung, pelaksanaan pendidikan seks dengan modul ini dapat lebih efektif dalam menurunkan sikap terhadap seks pranikah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari pendidikan seks terhadap sikap mengenai seks pranikah pada subjek penelitian. Sebelum dan sesudah diberikan pendidikan seks, sikap mengenai seks pranikah pada subjek hanya sedikit mengalami perubahan. Selain itu, berdasarkan data tambahan diketahui bahwa subjek merasa senang dan merasa perlu diadakan pendidikan seks bagi remaja.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat dikemukakan beberapa saran, sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek sedikit mengalami perubahan sikap terhadap seks pranikah. Hal ini dikarenakan pengalaman subjek terhadap pendidikan seks sebelumnya. Oleh sebab itu mereka yang akan menggunakan modul pendidikan seks ini untuk masyarakat (remaja) disarankan untuk menerapkannya untuk remaja yang belum pernah mendapatkan pendidikan seks sebelumnya. 2. Untuk peneliti lain yang tertarik pada persoalan yang sama, dapat mempertimbangkan memakai metode kualitatif (wawancara dan observasi) sebagai perbandingan, sehingga hasilnya dapat memberikan masukan yang semakin lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 1987. Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Liberty. Azwar, S. 1993. Buletin Psikologi: Kelompok Subjek Ini Memiliki Harga Diri Yang Rendah; Kok Tahu?. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Hal 13-17. Azwar, S. 2005. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Azwar, S. 2006. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Benokraitis, N.V. 1996. Marriages and Families: Changes, Choices, and Constraints 2nd edition. New Jersey: Prentice Hall. Bird, Gloria & Keith, Melville. 1994. Famillies and Intimate Relationships. New York: Mc. Graw Hill.

BKKBN. 2006. Pendidikan Seks dan Orang Tua. BKKBN.go.id. Crooks, Robert & Karla, Baur. 1993. Our Sexuality 2nd edition. California: The Benjamin/Cummings Publishing Company. Dacey, J. & Kenny, M. 1997. Adolescent Development. Chicago: Brown & Benchmark Publishers. Dewi, S.R. 1998. Apa Saja Materi Pendidikan Kesehatan Seksual Sahaja?. BKKBN.go.id. Tanggal 12 Januari 2008. Dianawati, Ajen. 2006. Pendidikan Seks Untuk Remaja. Jakarta: PT. Kawan Pustaka. Duncan, Tom. 2005. Principles of Advertising and IMC, 2nd ed. New York: McGraw Hill Companies. Faturochman. 1995. Jurnal Psikologi Indonesia: Prediktor Sikap Permisif Terhadap Hubungan Seks Sebelum Menikah. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Hal 26-33. Hasbullah. 1999. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Kusuma, Ganjar T.B. 2007. Remaja Seks Aborsi. Yogyakarta: Sahabat Setia. Lembaga Potret Pemuda Kita. 2007. Potret Pemuda Kita. Ligo.wordpress.com. Madani, H.A. 2005. Mengapa Anak Kita Perlu Pendidikan Seksualitas. Jakarta: HDA Publikasi. Min, L.S. 2007. 101 Question About Sex. Jakarta: Java Pustaka Media Utama. Prabowo, Hendro & Ira, Puspitawati. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Universitas Gunadarma. Raditya. 2008. Materi Pendidikan Seks. BKKBN.go.id. Tanggal 12 Januari 2008

Riyanti, B.P.D., Hendro, P., & Ira, P. 1996. Psikologi Umum I. Jakarta: Universitas Gunadarma. Santrock, J.W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Edisi keenam. Alih bahasa: Shinto-B. Adelar dan Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga. Sarwono, S.W. 2006. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Sears, D.O., Jonathan L.F. & Anne P. 1994. Psikologi Sosial, jilid 1 edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Seniati, L., Aries, Y., & Bernadette, N. S. 2005. Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT Indeks. Silberman, Mel. 1990. Active Training. New York: Lexington Books. Soekanto, S. 1982. Sebab Musabab dan Pemecahannya Remaja dan Masalahmasalahnya. Yogyakarta: Kanisius. Sukardi. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT Bumi Aksara. Sumanto, MA. 2002. Pembahasan Terpadu Statistika & Metodologi Riset (Buku1). Yogyakarta: Andi Offset. Suryabrata, S. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai