Anda di halaman 1dari 4

Infeksi Bakteri Anaerob pada Alat Genital

Djunaedi Hidayat, Jubianto Judanarso, Sjalful Fahmi Daili Bagian/UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Dr Cipto mangunkusumo, Jakarta

PENDAHULUAN Infeksi bakteri anaerob seringkali tidak diperhatikan oleh dokter dan ahli mikrobiologi, meskipun beberapa di antaranya dapat menjadi kronis ataupun fatal(1). Bakteri anaerob merupakan flora residen yang biasa dijumpai di kulit dan mukosa, terutama di rongga mulut dan saluran cerna, sehingga sering dijumpai pada infeksi di daerah tersebut(2). Infeksi yang timbul umumnya merupakan infeksi campuran baik dengan bakteri aerob, bakteri fakultatif maupun bakteri anaerob lain(1,3). Akhir-akhir ini banyak penelitian ditujukan pada peranan bakteri anaerob pada infeksi saluran genital (terutama wanita), Rotheram dan Schik (1969) menemukan spesies anaerob pada kultur darah 34 dari 56 kasus aborsi septik, clan Hall (1967) menemukan bakteri anaerob pada infeksi pasca bedah(4). Bakteri anaerob yang paling sering ditemukan pada saluran genital wanita adalah Bacteroides spesies dan bakteri fakultatif; yang paling sering diisolasi adalah basil enterik gram negatif dan Streptococcus species. Kepentingan Bacteroides sp. dan Clostridia sp. pada infeksi yang berat juga mendapat perhatian. Hal ini juga ditunjang oleh perkembangan teknik pemeriksaan terhadap bakteri anaerob sehingga memungkinkan dilakukannya pemeriksaan yang lebih terarah dan baik(1,3). Secara umum infeksi bakteri anaerob memberi gambaran yang mirip dengan infeksi yang disebabkan oleh bakteri aerob maupun fakultatif, sehingga makalah ini tidak akan membahas secara terperinci infeksi bakterial, tetapi akan dibatasi mengenai hal-hal khusus terutama infeksi pada alat genital wanita(1,4). MIKROBIOLOGI Sulit untuk menentukan definisi yang tepat mengenai anaerob. Tidak tepat bila dikatakan bahwa bakteri anaerob adalah bakteri yang mati bila berada pada oksigen atmosfir ataupun

bakteri yang dapat tumbuh tanpa udara.Oleh karena itu untuk kepentingan praktis dibuatdefinisi secara sederhana yaitu bakteri yang tumbuh hanya memerlukan tekanan oksigen yang rendah dan tidak dapat tumbuh pada permukaan media solid di udara (O2 18% dan CO2 10%)(1,5). Klasifikasi dan karakterisasi bakteri anaerob masih merupakan masalah terutama karena banyaknya sinonim yang digunakan untuk bakteri tersebut(6). Gambaran klinis infeksi bakteri anaerob pada genitalia(1,3,4): A. Pada wanita : Alat genital bagian bawah dan sekitarnya : Vaginitis Abses dinding vaginal Abses para vaginal Abses vulva Bartholinitis Abses Bartholin Skenitis Abses kelenjar Skene Abses para klitoroidal Abses perineal Abses periuretral Alat genital bagian atas : PID Pada laki-laki : Asbes skrotalis Asbes perineal Asbes periuretral Asbes prostatik Asbes para prostatik Prostatis kronik Cowperitis Asbes testis

Uretritis Balanopostitis Faktor predisposisi atau yang berhubungan dengan infeksi anaerob pada alat genital wanita adalah sebagai berikut(1): Kehamilan Puerperium, terutama bila terjadi : Ketuban pecah dini Partus lama Perdarahan pasca lahir Aborsi (spontan atau induksi) Keganasan Iradiasi Bedah obstetrik-ginekologik Kauterisasi serviks Stenosis vaginal atau endoserviks Fibroid uterin AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Klasifikasi bakterl anaerob yang dapat dijumpai di klinik(5). Garam ( ) : I. Kokus : 1. Veillonella : parvula alcalescens 2. Acidaminococcus : fermentans 3. Megasphaera : elsdenii Garam (+) : I. Kokus : 1. Peptococcus : aerogenes assacharolyticus prevotii variabilis constellatus anaerobius magnus 2. Peptostreptococcus: productus anaerobius intermedius micros IIA. Basil pembentuk spora : Clostridium : tetani septicum histolyticum botulinum cochlearum novyi butyricum sporogenes cadaveris perfringens bifermentans ramasum IIB. Basil tidak membentuk spora : 1. Propionibacterium : acnes 2. Eubacteriwn : alactolyticum 3. Catenabacterium 4. Ramibacteriwn 5. Actinomyces 6. Bifuiolxicteriwn

Tabel 2.

Bakteri anaerob yang sering dijumpai pada alai genitalia (wanita)(1,7)

Peptococcus (prevotii, magnus) Peptostreptococcus (anaerobius, intermedius) Veillonella Bacteroides (fragilis, melaninogenicus) Fusobacterium (necrophorwn) Eubacterium Anaerobic Streptococcus Clostridium (perfringens) Actinomyces (israelli) Lactobacilus (catenaforme) Propionibacterium

Tabel 1.

IIA. Basil motil : 1. Vibrio sputorwn 2. Selenomonas sputigena 3. Bakteroides : serpens girans IIB. Basil non motil : 1. Bacteroides : fragilis melaninogenicus oralis putredinis corrodens rwninicola 2. Fusobacterium (Sphaerophorus) : necrophorum varium mortiferum nucleatum

VAGINITISVAGINOSIS Bakteri anaerob merupakan bagian dari flora normal vagina.

Oleh karenanya tidaklah mengherankan bila mikroorganisme tersebut dapat terlihat pada alat genital wanita. Di antara bakteri anaerob, Bacteroides sp. paling sering ditemukan, sedang Clostridia sp. jarang. Di samping itu sering terlihat pula infeksi campuran dengan bakteri fakultatif ataupun anaerob lain. Pada infeksi polimikrobial, bakteri fakultatif mula-mula akan mengkonsumsi oksigen dan karenanya menciptakan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan bakteri anaerob(8). Hal ini diperlihatkan oleh Gorbach dkk. pada binatang percobaan dengan menginokulasikan flora usus (secara kualitatif serupa dengan flora genital) pada rongga peritoneal. Ternyata mula-mula terjadi peritonitis yang disebabkan oleh bakteri fakultatif (terutama E. coli) dan bila binatang tersebut dapat bertahan hidup akan terjadi abses peritonitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob(9). Galaks RP mengemukakan pendapatnya bahwa bakteri anaerob dan aerob melekat pada dinding vagina dan tempat perlekatan tersebut diduga berhubungan dengan reseptor spesifik yang terdapat pada membran mukosa. Sekali melekat, mikroorganisme anaerob yang dominan akan membentuk mikrokoloni dan menutupi diri dengan bahan kapsular yang dapat melindungi terhadap antibiotik, invasi sistem pertahanan tubuh dan gangguan mikrorganisme lain(10). Penyebab vaginitis nonspesifik masih kontroversial. Walaupun pada beberapa penelitian flora mikrobial vagina pada vaginjtis nonspesifik tidak khas, tetapi dari penelitian lain ditemukan peningkatan prevalensi Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob dalam cairan vagina penderita. Efektivitas metronidazol pada pengobatan vaginitis nonspesifik juga memberi kesan bahwa bakteri anaerob mempunyai peranan pada sinthorn tersebut, karena metronidazol lebih aktif terhadap bakteri anaerob daripada Gardnerella vaginalis(9). Selain itu adanya bakteri anaerob dan/atau G. vaginalis serta tidak ditemukannya laktobasilus dalam cairan vagina adalah karakteristik pada vaginitis nonspesifik. Konsentrasi bakteri anaerob dan G. vaginalis cairan vagina adalah 100 sampai 1000 kali lebih tinggi pada wanita dengan sindrom vaginitis daripada wanita sehat tanpa tandatanda infeksi vagina(9,10). Walaupun semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa bakteri anaerob merupakan penyebab vaginitis nonspesifik, tetapi mekanisme ataupun patogenesisnya masih belum jelas(9). Untuk mempelajari penyebab vaginitis nonspesifik, dilakukan analisis cairan vagina wanita normal dan penderita

vaginitis nonspesifik, dan pemeriksaan kultur anaerobik kuantitatif serta kromatografi gas-liquid untuk metabolit asam organik rantai pendek yang berasal dari flora mikrobial. Dalam cairan vagina normal asam laktat adalah asam organik yang dominan dan organisme yang dominan adalah laktobasilus dan Streptococcus sp. (penghasil asam laktat). Pada vaginitis nonspesifik kadar asam laktat menurun, sedang asam suksinat, asetat, butirat dan propionat meningkat, dan flora dominan menjadi G. vaginalis dan/atau bakteri anaerob, termasuk Bacteroides sp. (penghasil suksinat) dan Peptococcus sp. (penghasil butirat dan asetat(9). PERANAN BAKTERI ANAEROB PADA INFEKSI G. VAGINALIS Patogenesis vaginitis nonspesifik sampai sekarang masih belum jelas.Dari beberapa penelitian terlihat adanya hubungan erat antara vaginitis nonspesifik dengan G. vaginalis yang bersama dengan bakteri anaerob merupakan pembawa peran etiologik, G. vaginalis sering ditemukan dalam cairan vagina penderita yang disertai peningkatan jumlah bakteri Bacteroides sp. dan Peptococcus sp.; dan bilamana penderita sembuh akan terjadi pengurangan atau menghilangnya G. vaginalis dan bakteri anaerob. Cairan vagina penderita vaginitis nonspesifik mengandung beberapa amin, antara lain putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamin dan tiramin. Hal ini terjadi karena adanya simbiose antara G. vaginalis sebagai pembentuk asam amino bakteri anaerob yang mengubah asam amino menjadi amin, aldbatnya pH cairan vagina naik sampai suasana yang menyenangkan bagi pertumbuhan G. vaginalis. Berbagai jenis amin diketahui menyebabkan iritasi dan kerusakan sel epitel, meningkatkan pelepasan sel epitel dan menyebabkan cairan yang keluar dari vagina berbau tidak enak(11). Belum jelas faktor hospes yang menentukan timbulnya gejala individu; dari beberapa penelitian terlihat bahwa penderita dengan gejala mempunyai kadar amin yang lebih tinggi dalam cairan vagina(12). Juga belum jelas apakah penyakit ini endogen atau ditularkan melalui hubungan seksual(9,11). DIAGNOSIS VAGINOSIS BAKTERIAL Anamnesis dan pemeriksaan klinis Penderita biasanya mengeluh adaya duh tubuh vagina yang berbau tidak enak (amis). Bau amis sering dinyatakan sebagai satu-satunya gejala yang tidak menyenangkan dan bervariasi dari ringan sampai berat(11). Pada pemeriksaan ditemukan duh tubuh vagina dengan konsistensi dari encer sampai seperti lem, yang jumlahnya bervariasi dari sedikit sampai banyak, berwarna abu-abu, homogen dan berbau amis. Duh tubuh ini cenderung melekat pada dinding vagina dengan rata dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kilauan difus. Bila dihapus tampak mukosa vagina yang normal. Kadang-kadang terdapat peradangan ringan. Adanya duh tubuh vagina yang keabuan pada introitus vagina, mengarah ke diagnpsis(11).

Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan pH vagina : Pada penderita vaginosis bakterial dijumpai pH vagina > 4,5. Menurut Fleury (1983) pada penderita dengan keluhan dijumpai pH 5 5,5, sedangkan tanpa keluhan 4 4,5o). Eschenbach (1988) berpendapat pH < 4,5 dapat menyingkirkan kemungkinan adanya vaginosis bakterial. Pemeriksaan pH vagina ini bersifat sensitif, tetapi tidak spesifik untuk vaginitis bakterial(11). b. Tes amin dengan KOH 10% (tes Whiff) : Tes amin ini mula-mula dilakukan oleh Pfeifer dkk. (1978) yaitu dengan meneteskan KOH 10% di atas gelas obyek yang ada duh tubuh vagina. Hasil dinyatakan positif bila tercium bau amoniak"). Karena bau yang timbul bersifat sementara, gelas obyek hendaknya didekatkan ke hidung. Bau yang timbul merupakan produk metabolisme yang kompleks yaitu poliamin yang pada suasana basa akan menguap. Tes ini cukup dapat dipercaya karena bersifat sensitif dan spesifik bila dikerjakan dengan baik(11). c. Pemeriksaan garam faal : Dengan cara pemeriksaan ini dapat dilihat antara lain, laktobasilus, leukosit, trikomonas dan clue cell. d. Pewarnaan gram : Pada vaginosis bakterial jumlah bakteri G. vaginalis, Bacteroides sp.,Peptostreptococeus sp.danMobiluncus sp. meningkat 100 sampai 1000 kali lebih banyak daripada normal. e. Pemeriksaan kultur : Bermacam-macam media dianjurkan untuk pemeriksaan kultur antara lain agar coklat, agar casman, agar vaginalis, human blood agar, agar pepton starch dan Columbia-colistin-nalidixic acid. Kultur biasanya dilakukan pada suhu 37 C selama 4872 jam. Sebagai media transport dapat digunakan media transport Stuart atau Amies(10). KRITERIA DIAGNOSIS(9,13) 1) Dari pemeriksaan mikroskopis cairan vagina tidak ditemukan jamur, trikomonas, ataupun gonokokus. 2) Duh tubuh vagina ditandai > 2 gejala : a. kualitas cairan homogen, encer sampai seperti lem, keabu-abuan. b. pH > 4,5. c. tercium bau amina yang amis pada penambahan KOH 10%. d. Clue cell (Gard. vaginalis). 3) Pemeriksaan kromatografi gas-liquid: ratio suksinat-laktat meninggi (> 0,4). 4) Pemeriksaan kulktur.

PENGOBATAN 1. Topikal : Pemakaian krim sulfonamida tripel, supositoria yang berisi tetrasiklin ataupun povidon iod in, biasanya kurang memuaskan dan penyembuhan hanya sementara selama penggunaan obat

topikal tersebut(11).
1.

KEPUSTAKAAN Finegold SM, RosenblattJE, Sutter VL et al. Anaerobic Infections. Thomas BA. Michigan : the UpJohn Co, 1972. Brook J. Clinical approach to diagnosis of anaerobic infections. In : Anerobic Infection in Childhood. Boston : G.K. Hall Medical Publishers, 1983. pp. 1519. Finegold SM. Anaerobic Bacteria in Human Disease. New York, London: Academic Press Inc., 1977; 1 : 167. Swenson RM, Michaelson TC, Daly MJ, et al. Anaerobic bacterial infections of the female genital tract. Obstet Gynecol 1973; 42 : 53841. Ferguson IR. The Diagnosis of Anaerobic Infection. Intemational Congress and Symposium Series, 1979; 18 : 1318. Suzuki S, Ueno K. Anaerobic bacteria. Illustrated Laboratory Techniques Series, 1984; 1 : 765. Vorherr H. Puerperal genitourinary infection. Clin Obstet Gynecol 1986;2: 91:15. Schwarz RH. The treatment of major gynecologic sepsis. Clin Obstet Gynecol 1986; 1; 28 : 13. Spiegel CA. Amsel R, Eschenbach D, et al. Anaerobic bacteria in nonspecific vaginitis. N Engl J Med, 1980; 303 : 6017. Galask RP. Vaginal colonization by bacteria and yeast. Am J Obstet Gynecol 1988; 158 : 9935. Judanarso Jubianto. Vaginitis Non spesifik. Bmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Ed. I, 1987; 3116. Selkon JB. Choice of Chemotherapy for the Anaerobe. International Congress of Symposium Series, 1979; 18 : 2933. Eschenbach DA, Hillier S, Critchlow C et al. Diagnosis and clinical manifestations of bacterial vaginosis. Am J Obstet Gynecol 1988; 158 81928.

2. Sistemik : a) Metronidazol : Dengan dosis 2 kali 400 mg atau 2 kali 500 mg setiap hari selama 7 hari atau tinidazol 2 kali 500 mg setiap hari selama 5 hari, dicapai angka penyembuhan lebih dari 90%. b) Penisilin dan derivatnya : Penisilin G cukup efektif untuk beberapa bakteri anaerob dengan dosis kira-kira 2 10 juta Unit setiap hari selama 5 hari. Sedangkan ampisilin atau amoksisilin dengan dosis 4 kali 500 mg setiap hari selama 5 hari. Kegagalan pengobatan dengan penisilin dan derivatnya dapat diterangkan dengan adanya beta laktamase yang diproduksi oleh Bacteroides sp.(11). c) Tetrasiklin dan Kloramfenikol : Sekarang jarang dipakai karena kurang efektif(12) d) Eritromisin : Terutama efektif untuk bakteri anaerob gram positif seperti Bacteroides, Streptococcus dan Clostridia(11). e) Sefalosporin dan sefoksitin. f) Klindamisin(12).

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

The easiest person to deceive is yourself

Anda mungkin juga menyukai