Anda di halaman 1dari 10

Biografi Penulis

Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Pr. (lahir di Ambarawa, Kabupaten Semarang, 6 Mei 1929 meninggal di Jakarta, 10 Februari 1999 pada umur 69 tahun), dikenal sebagai rohaniwan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis dan pembela wong cilik (bahasa Jawa untuk "rakyat kecil"). Ia juga dikenal dengan panggilan populernya, Rama Mangun (atau dibaca "Romo Mangun" dalam bahasa Jawa). Romo Mangun adalah anak sulung dari 12 bersaudara pasangan suami istri Yulianus Sumadi dan Serafin Kamdaniyah. Karir : ~ Sastra Romo Mangun dikenal melalui novelnya yang berjudul Burung-Burung Manyar. Mendapatkan penghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996.[1] Ia banyak melahirkan kumpulan novel seperti di antaranya: IkanIkan Hiu, Ido, Homa, Roro Mendut, Durga/Umayi, Burung-Burung Manyar dan esai-esainya tersebar di berbagai surat kabar di Indonesia. Buku Sastra dan Religiositas yang ditulisnya mendapat penghargaan buku non-fiksi terbaik tahun 1982. ~ Arsitektur Dalam bidang arsitektur, beliau juga kerap dijuluki sebagai bapak arsitektur modern Indonesia. Salah satu penghargaan yang pernah diterimanya adalah Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur[2], yang merupakan penghargaan tertinggi karya arsitektural di dunia berkembang, untuk rancangan pemukiman di

tepi Kali Code, Yogyakarta. Ia juga menerima The Ruth and Ralph Erskine Fellowship di tahun 1995, sebagai bukti dari dedikasinya terhadap wong cilik.[3] Hasil jerih payahnya untuk mengubah perumahan miskin di sepanjang tepi Kali Code mengangkatnya sebagai salah satu arsitek terbaik di Indonesia.[4] Menurut Erwinthon P. Napitupulu, penulis buku tentang Romo Mangun yang akan diluncurkan pada akhir tahun 2011, Romo Mangun termasuk dalam daftar 10 arsitek Indonesia terbaik.[4] ~ Politik Kekecewaan Romo terhadap sistem pendidikan di Indonesia menimbulkan gagasan-gagasan di benaknya. Dia lalu membangun Yayasan Dinamika Edukasi Dasar.[5] Sebelumnya, Romo membangun gagasan SD yang eksploratif pada penduduk korban proyek pembangunan waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah, serta penduduk miskin di pinggiran Kali Code, Yogyakarta. Perjuangannya dalam membela kaum miskin, tertindas dan terpinggirkan oleh politik dan kepentingan para pejabat dengan "jeritan suara hati nurani" menjadikan dirinya beroposisi selama masa pemerintahan Presiden Soeharto.[6] Pendidikan HIS Fransiscus Xaverius, Muntilan, Magelang (1936-1943) STM Jetis, Yogyakarta (1943-1947) SMU-B Santo Albertus, Malang (1948-1951) Seminari Menengah Kotabaru, Yogyakarta (1951) Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius, Mertoyudan, Magelang (1952) Filsafat Teologi Sancti Pauli, Kotabaru, Yogyakarta (1953-1959)

Teknik Arsitektur, ITB, Bandung (1959) Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman (1960-1966) Fellow Aspen Institute for Humanistic Studies, Colorado, AS (1978) Biografi 1936 Masuk HIS Fransiscus Xaverius, Muntilan, Magelang. 1943 Tamat HIS, meneruskan ke STM Jetis, Yogyakarta. Ikut kingrohosi yang diadakan tentara Jepang di lapangan Balapan, Yogyakarta. Mulai tertarik mempelajari Sejarah Dunia dan Filsafat. 1944 STM Jetis dibubarkan, dan dijadikan markas perjuangan tentara RI. Ikut aksi pencurian mobil-mobil tentara Jepang. 1945 Menjadi prajurit TKR Batalyon X divisi III. Bertugas di asrama militer di Vrederburg, lalu di asrama militer di Kotabaru, Yogyakarta. Ikut dalam pertempuran di Ambarawa, Magelang, dan Mranggen. 1946 Melanjutkan sekolah di STM Jetis. Menjadi prajurit Tentara Pelajar, pernah bertugas menjadi sopir pendamping Panglima Perang Sri Sultan Hamengkubuwono IX memeriksa pasukan. 1947 Lulus STM Jetis.

Saat Agresi Militer Belanda I, tergabung dalam TP Brigade XVII sebagai komandan TP Kompi Kedu. 1948 Masuk SMU-B Santo Albertus, Malang 1950 Sebagai perwakilan dari Pemuda Katolik menghadiri perayaan kemenangan RI di alun-alun kota Malang. Di sini Mangun mendengar pidato Mayor Isman yang kemudian sangat berpengaruh bagi masa depannya. 1951 Lulus SMU-B Santo Albertus, melanjutkan ke Seminari Menengah Kotabaru, Yogyakarta. 1952 Pindah ke Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius, Mertoyudan, Magelang. 1953 Melanjutkan ke Seminari Tinggi. Sekolah di Institut Filsafat dan Teologi Santo Paulus di Kotabaru. Salah satu pengajarnya adalah Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ. 1959 8 September ditahbiskan menjadi Imam oleh Uskup Agung Semarang, Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ. Melanjutkan pendidikan di Teknik Arsitektur ITB. 1960

Melanjutkan pendidikan arsitektur di Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman. 1963 Menemani saat Uskup Agung Semarang, Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ meninggal dunia di Biara Suster Pusat Penyelenggaraan Ilahi di Harleen, Belanda 1966 Lulus pendidikan arsitektur dan kembali ke Indonesia. 1967-1980 Menjadi Pastor Paroki di Gereja Santa Theresia, Desa Salam, Magelang. Mulai berhubungan dengan pemuka agama lain, seperti Gus Dur dan Ibu Gedong Bagoes Oka. Menjadi Dosen Luar Biasa jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UGM. Mulai menulis artikel untuk koran Indonesia Raya dan Kompas, tulisan-tulisannya kebanyakan bertema: agama, kebudayaan, dan teknologi. Juga menulis cerpen dan novel. 1975 Memenangkan Piala Kincir Emas, dalam cerpen yang diselenggarakan Radio Nederland. 1978 Atas dorongan Dr. Soedjatmoko, Romo Mangun mengikuti kuliah singkat tentang masalah kemanusiaan sebagai Fellow of Aspen Institute for Humanistic Studies, Aspen, Colorado, AS. 1980-1986

Mendampingi warga tepi Kali Code yang terancam penggusuran. Melakukan mogok makan menolak rencana penggusuran. 1986-1994 Mendampingi warga Kedung Ombo yang menjadi korban proyek pembangunan waduk. 1992 Mendapat The Aga Khan Award untuk arsitektur Kali Code. 1994 Mendirikan laboratorium Dinamika Edukasi Dasar. Model pendidikan DED ini diterapkan di SD Kanisius Mangunan, di Kalasan, Sleman, Yogyakarta. 1998 26 Mei Romo Mangun menjadi salah satu pembicara utama dalam aksi demonstrasi peringatan terbunuhnya Moses Gatutkaca di Yogyakarta. 10 Februari 1999 Wafat karena serangan jantung, setelah memberikan ceramah dalam seminar Meningkatkan Peran Buku dalam Upaya Membentuk Masyarakat Indonesia Baru di Hotel Le Meridien, Jakarta. Karya Arsitektur Pemukiman warga tepi Kali Code, Yogyakarta Kompleks Religi Sendangsono, Yogyakarta Gedung Keuskupan Agung Semarang Gedung Bentara Budaya, Jakarta Gereja Katolik Jetis, Yogyakarta

Gereja Katolik Cilincing, Jakarta Markas Kowihan II Biara Trappist Gedono, Salatiga, Semarang Gereja Maria Assumpta, Klaten Gereja Maria Sapta Duka, Mendut Gereja Katolik St. Pius X, Blora Penghargaan Penghargaan Kincir Emas untuk penulisan cerpen dari Radio Nederland Aga Khan Award for Architecture untuk permukiman warga pinggiran Kali Code, Yogyakarta [www.akdn.org/agency/akaa/fifthcycle/indonesia.html] Penghargaan arsitektur dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) untuk tempat peziarahan Sendangsono. Pernghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996 Buku dan tulisan Balada Becak, novel, 1985 Balada dara-dara Mendut, novel, 1993 Burung-Burung Rantau, novel, 1992 Burung-Burung Manyar, novel, 1981 Di Bawah Bayang-Bayang Adikuasa, 1987 Durga Umayi, novel, 1985 Esei-esei orang Republik, 1987 Fisika Bangunan, buku Arsitektur, 1980 Gereja Diaspora, 1999

Gerundelan Orang Republik, 1995 Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa, novel, 1983 Impian Dari Yogyakarta, 2003 Kita Lebih Bodoh dari Generasi Soekarno-Hatta, 2000 Manusia Pascamodern, Semesta, dan Tuhan: renungan filsafat hidup, manusia modern, 1999 Memuliakan Allah, Mengangkat Manusia, 1999 Menjadi generasi pasca-Indonesia: kegelisahan Y.B. Mangunwijaya, 1999 Menuju Indonesia Serba Baru, 1998 Menuju Republik Indonesia Serikat, 1998 Merintis RI Yang Manusiawi: Republik yang adil dan beradab, 1999 Pasca-Indonesia, Pasca-Einstein, 1999 Pemasyarakatan susastra dipandang dari sudut budaya, 1986 Pohon-Pohon Sesawi, novel, 1999 Politik Hati Nurani Puntung-Puntung Roro Mendut, 1978 Putri duyung yang mendamba: renungan filsafat hidup manusia modern Ragawidya, 1986 Romo Rahadi, novel, 1981 (terbit dengan nama samaran Y. Wastu Wijaya) Rara Mendut, Genduk Duku, Lusi Lindri, novel trilogi, dimuat 1982-1987 di harian Kompas, dibukukan 2008 Rumah Bambu, kumpulan cerpen, 2000 Sastra dan Religiositas, kumpulan esai, 1982

Saya Ingin Membayar Utang Kepada Rakyat, 1999 Soeharto dalam Cerpen Indonesia, 2001 Spiritualitas Baru Tentara dan Kaum Bersenjata, 1999 Tumbal: kumpulan tulisan tentang kebudayaan, perikemanusiaan dan

kemasyarakatan, 1994 Wastu Citra, buku Arsitektur, 1988 Buku tentang Romo Mangun Sumartana, dkk. Mendidik Manusia Merdeka Romo Y.B. Mangunwijaya 65 Tahun. Institut Dian/Interfedei dan Pustaka Pelajar, 1995. ISBN 9798726014. Wahid, Abdurrahman. Romo Mangun Di Mata Para Sahabat. Kanisius, 1999. ISBN 9796724316. Priyanahadi, dkk. Y.B. Mangunwijaya, Pejuang Kemanusiaan. Kanisius, 1999. ISBN 9796724359. Prawoto, Eko A. Tektonika Arsitektur Y.B. Mangunwijaya. Cemeti Art House Yogyakarta, 1999. Mengenang Y.B. Mangunwijaya, Pergulatan Intelektual dalam Era Kegelisahan. Kanisius, 1999. ISBN 9796724332. Sindhunata. Menjadi Generasi Pasca-Indonesia, Kegelisahan Y.B. Mangunwijaya. Kanisius, 1999. ISBN 9796724324. Purwatma. Romo Mangun Imam bagi Kaum Kecil. Kanisius, 2001. ISBN 9796729598.

Rahmanto, B. Y.B. Mangunwijaya: Karya dan Dunianya. Grasindo, 2001. ISBN 9789799652614. Yahya, Iip D. dan Shakuntala, I.B. Romo Mangun Sahabat Kaum Duafa. Kanisius, 2005. ISBN 9789792105636. Kematian Rama Mangun meninggal pada hari Rabu, 10 Februari 1999 pukul 14:10 WIB di Rumah Sakit St. Carolus, Jakarta, setelah terkena serangan jantung saat berbicara di Hotel Le Meridien, Jakarta. Beliau dimakamkan di makam biara komunitasnya di Kentungan, Yogyakarta.[7] Sumber file://localhost/D:/Bahan%20Skripsi/Roro%20Mendut/Roro/Y.%20B.%20Mangu nwijaya%20%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.mht

Anda mungkin juga menyukai