Anda di halaman 1dari 2

Contractability

Published by isnanto at 01:13 under Tak Berkategori and tagged: CM, Contractability, MK Contractability dapat didefinisikan sebagai tingkat atau level yang mana bertemunya persyaratan pemilik proyek dengan pengalaman dan pengetahuan kontraktor yang ada memberikan fasilitas dalam mengoptimisasi biaya, kualitas dan unsur-unsur waktu dari satu kontrak konstruksi. Tugas dan tanggung jawab Manajemen Konstruksi dalam pelaksanaan profesinya diuraikan oleh Haltenhoff, dimana dalam layanan yang diberikan kepada Pemilik, didalam bukunya (The CM Contracting Sytem, Fundamental and Practices) menjelaskan sbb : Manajemen Konstruksi, membimbing aktivitas proyek yang terkait sejak desain dan konstruksi sampai penyerahan ke pemilik. Desain, solusi untuk mewujudkan keinginan pemikik proyek dalam bentuk dokumen kontrak termasuk perkiraan sumber biaya konstruksi yang dapat diperoleh selama proyek dibangun. Kontrak, pemilihan untuk atau pemilihan dari kontrak untuk jasa yang diperlukan untuk mewujudkan proyek. Konstruksi, pelaksanaan pekerjaan konstruksi, penampilan kontraktor sebagai pelaksana proyek berikut dengan tenaga kerja dan pembayaran upahnya. Administrasi Proyek, layanan kontrak untuk konstruksi antara pemilik dan kontraktor. Koordinasi konstruksi, memimpin kegiatan konstruksi selama pembangunan proyek. Departemen Pekerjaan Umum mencoba mempertegas tugas Manajemen Konstruksi, yaitu : Merujuk pada fungsi profesi dari Jasa Manajemn Konstruksi dan merupakan jasa yang dilibatkan dari tahap Desain, Pelelangan 9procurement), tahap konstruksi (construction), hingga tahap perawatan. Secara garis besar, jasa ini didalam konsep CM disebut juga sebagai Agency Of The Owner (AOO) yang merupakan modifikasi dari jasa manajemen konstruksi berdasarkan regulasi Kimpraswil, khususnya pedoman teknis tentang pembangunan gedung negara (keputusan menteri Kimpraswil no 332/kpts/m/2002, yang meliputi tugas2 Manajemen Konstruksi (MK) pelaksanaan fisik bangunan/konstruksi tanggal 21 Agustus 2002) yang kemudian disempurnakan dengan Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara - dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tanggal 27 Desember 2007. Contractability, dilihat dari aspek hukum tinjauan dari sisi ini adalah sampai sejauh mana hasil desain dapat dilelangkan dan dikembangkan menjasi bagian dari dokuman kontrak nantinya. Sehingga bila dilihat dari aspek ini, maka hasip perencanaan adalah merupakan dokumen yang memenuhi persyaratan untuk dijadikan dokumen kontrak.

Dokumen lelang yang meliputi gambar, rencana kerja dan syarat-syarat (RKS), Bill Of Quality (BQ) dimana semuanya harus direview oleh Manajemen Konstruksi apakah sudah memenuhi syarat untuk dilelangkan dan wajar untuk di kontrakkan. Sebab banyak hasil kerja perencanaan sesudah melalui proses lelang dan kontrak sealu masih banyak menimbulkan masalah dalam pelaksanaan. Masalah yang sering timbul adalah meliputi hal hal kelengkapan, kebenaran dan kelayakan dokumen. Waktu perencanaan yang dilakukan dengan sangat terbatas menyebabkan perencana bekerja dengan dikejar waktu sehingga banyak kelemahan yang terjadi pada proses persiapan dokumen ini. Terutama dalam hal kesinkronan diantara masing masingdokumen meliputi : gambar, RKS, dan BQ. pleh sebab itu kemampuan Manajemen Konstruksi untuk melakukan review terhadap keberadaan dokumen ditinjau dari aspek hukum kontrak yaitu melihat potensi terjadinya klaim dan dispute pada saat dokumen tersebut di kontrakkan. Hal ini menjadi sangat penting, indikasi yang paling mudah untuk menilai bahwa hasil perencanaan layak untuk dikontrakkan adalah dengan tidak terlalu banyak masalah dan dispute yang terjadi selama masa pembangunan fisik nantinya. Dengan demikian tugas review contractability akan menghasilkan proyek yang dilaksanakan dengan baik sesuai sengan standar kontrak yang ada dan dapat memenuhi waktu, mutu dan biaya yang optimal karena dokumen yang dihasilkan dan pengalaman dan kemampuan kontraktor yang memadai.

Anda mungkin juga menyukai