Anda di halaman 1dari 6

Pembedayaan Ekonomi Umat Lewat BMT

Pendahuluan
Salah satu program kegiatan ICMI, adalah mengembangkan dan membangun perekonomian umat. Lembaga ICMI yang bertugas menangani program tersebut, adalah sebuah badan pekerja yang disebut. Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). Di antara kegiatan Pinbuk yang terpenting adalah, melakukan pembinaan dan pengawan terhadap BMT (Baitul Mal wat Tanwil atau Balai usaha Mandiri Terpadu). Presiden, ketika meresmikan beberapa proyek besar ICMI pada Muktamar ICMI beberapa waktu lalu, telah mencanangkan proyek BMT sebagai Gerakan Nasional dalam rangka mengentaskan kemiskinan umat. Persetujuan Presiden tersebut, memberikan angin segar bagi bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, untuk membangun ekonomi kerakyatan yang bernafaskan syariah Islam. Ketua Umum ICMI Prof. Dr. Ing. B.J. Habibi dalam Munas ICMI se-Indonesia Desember 1995, menegaskan, Untuk membangun kekuatan ekonomi umat di tingkat bawah, diperlukan lahirnya lembaga-lembaga keuangan syariah. Karena itu pada tahun 2000 nanti, seyogianya bangsa Indonesia memiliki lebih dari 10.000 BMT di seluruh tanah air. Ungkapan B.J Habibi tersebut sangat tepat dan perlu mendapat dukungan dari seluruh umat Islam, baik pemerintah, para pejabat, hartawan, ulama, cendikiawan, ekonom, dan masyarakat luas. Sebab, tanpa dukungan yang memadai dari seluruh lapisan dan unsur sosial di atas, maka gerakan 10.000 BMT akan kandas di tengah jalan.

Kondisi Obyektif
Realitas menunjukkan, bahwa bangsa Indonesia masih banyak yang masih berada di bawah garis kemiskinan (sekitar 20 juta jiwa). Tentunya, mayoritas di antara mereka berasal dari umat Islam. Sementara itu, data menunjukkan bahwa ada 17,11% angkatan kerja yang mencari pekerjaan atau menganggur, dan itu lebih dari 3 juta jiwa. Diantara yang menganggur itu, ternyata lebih besar yang berpendidikan universitas 34% dan berpendidikan SLTA 40%. Untuk mengantisipasi kemiskinan itu, Pemerintah Republik Indonesia, sedang giat-giatnya melancarkan gerakan pengentasan kemiskinan masyarakat bawah dan kecil, seperi lewat program IDT, program kemitraan, Kukesra dan Takesra, program ventura, dsb. Kehadiran BMT sebagai lembaga keuangan yang bernuansa syariah, mempunyai peran strategi dan signifikan untuk membantu dan mendukung program pemerintah dalam mengentaskan

kemiskinan umat dan mengurangi pengangguran. Karena itu, tidak ada alasan bagi pemerintah daerah, khususnya di tingkat kabupaten dan kecamatan, untuk tidak mendukung gerakan pendirian dan pembangunan BMT di daerah-daerah. Jadi sangat ironis, bila ada Pemda tidak mendukung upaya pendirian dan pembentukan BMT tersebut.

Pengertian BMT
BMT atau Baitul Mal wat Tanwil atau Balai-balai Mandiri Terpadu merupakan lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat bawah dan kecil, yang dijalankan berdasarkan syariat Islam. BMT berintikan dua kegiatan usaha yang mencakup baitul mal dan baitul tanwil. BMT sebagai baitul mal adalah lembaga keuangan yang kegiatan pokoknya menerima dan menyalurkan dana umat Islam yang berasal dari zakat, infaq dan sedeqah. Penyalurannya dialiksikan kepada mereka yang berhak (mustahiq) zakat, sesuai dengan aturan agama. Sedangkan BMT sebagai baitul tanwil adalah lembaga (institusi) keuangan umat Islam yang usaha pokoknya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan/tabungan dan menyalurkan lewat pembiayaan usaha-usaha masyarakat yang produktif dan menguntungkan sesuai dengan sistem ekonomi syariah. Dengan demikian, selain menghimpun dana dari masyarakat, melalui investasi/tabungan, kegiatan Baitul Tanwil adalah mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasu dalam meningkatkan kualitas ekonomi umat, terutama pengusaha kecil.

Manfaat BMT
Sebagai lembaga keuangan, kehadiran BMT membawa sejumlah manfaat bagi umat, di antaranya : Meningkatkan kesejahteraan hidup lewat peningkatan perekonomian umat. Mendidik umat (anggota) untuk hidup hemat, ekonomis, tidak konsumtif dan berpandangan ke depan melalui sikap dan kebiasaan menyimpan. Masyarakat dapat memperoleh pelayanan modal usaha. Masyarakat mendapat pengarahan dan bimbingan dalam mengembangkan usaha yang produktif dan menguntungkan. Adanya akad pembiayaan yang berpola bagi hasil, akan melatih anggota berpikir kalkulatif dan musyawarah. Anggota akan terbiasa memegang amanah, bersikap jujur dan mengembangkan tanggung jawab atas pembiayaan yang diterima. Berdasrkan manfaat-manfaat BMT tersebut, maka kehadiran BMT dapat dikatakan sangat tepat dan strategis, karena BMT lahir pada saat seluruh bangsa Indonesia bertekad dan berusaha untuk meningkatkan kemakmuran, pemerataan dan pengentasan kemiskinan, seperti diamanatkan Garis-Garis besar Haluan Negara, tahun 1993. Jadi BMT, berupaya meningkatkan dan memberdayakan ekonomi masyarakat akar rumput (grass root class), baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Kelahiran BMT juga dimaksudkan untuk melepaskan umat/masyarakat dari jeratan rentenir yang memberatkan dan menekan secara zalim lewat sistem ekonomi ribawi yang diharamkan AlQuran.

Dakwah bil Hal


Dalam perspektif dakwah Islam, kehadiran BMT dapat dipandang sebagai salah satu bentuk dakwah bil hal yang strategis dan merupakan realisasi dari pesan pesan suci Al-Quran yang menyuruh kita agar berpihak dan membantu kaum dhuafa. Sebagaimana di maklumi, Al-Quran sangat intens memberi perhatian khusus terhadap kaum lemah dan rakyat kelas bawah. Al-Quran mengecam keras orang-orang yang tidak memiliki kepedulian terhadap sesama (Al-Maun 1-7). Akhnas bin syarik, salah seorang hartawan di zaman Nabi dikutuk oleh Allah. Ia tidak mempunyai kepedulian sosial kepada kaun dhuafa dan merasa congkak dengan kekayaan yang ia miliki, bahkan ia menganggap harta yang dimilikinya dapat membuatnya kekal (Al-Humazah 1:4). Apabi pada masa kini ada orang yang mementingkan diri sendiri, hanya mau mendefositokan yang hanya menguntungkan dirinya sendiri dan kelas orang mampu, maka orang tersebut dapat disamakan dengan Akhnas yang mendapat kutukan Tuhan Dengan memperhatikan ajaran normatif Al-Quran dan isi GBHN 1993, maka setiap kita hendaknya harus menyambut dan mendukung gerakan BMT yang sekarang sedang gencar dilaksanakan dan disosialisasikan, termasuk di Sumatera Utara. Dalam konteks ini, tidak ada tindakan yang lebih tepat dan bijaksana, selain ikut serta dan mengambil bagian dalam menyukseskan gerakan BMT tersebut.

Perkembangan BMT di Sumut


Menurut Direktur PINBUK Tingkat Sumatera Utara, Prof. Dr. H.M Yacub M.Ed, jumlah BMT saat ini di Sumatera Utara sebanyak 70 buah. Ditargetkan sampai tahun 2000, diupayakan untuk mendirikan sebanyak 400 buah BMT yang tersebar di seluruh wilayah Sumatera Utara. Untuk mencapai target tersebut, maka seluruh lapisan masyarakat Islam Sumatera Utara, harus bersatu padu dalam membangun, menumbuhkan atau mendirikan lembaga BMT tersebut, terutama para hartawan muslim, ulama, tokoh masyarakat dan unsur pemerintah atau pejabat muslim. Pendirian BMT sangat strategis untuk memberdayakan ekonomi umat yang berada di bawah garis kemiskinan. Karena itu, diharapkan kepada para hartawan, ulama, tokoh, masyarakat, pemerintah, agar bersatu untuk membantu BMT, sehingga pemberdayaan ekonomi umat darn pengentasan kemiskinan masyarakat bawah dan kecil, akan lebih berhasil. Kesenjangan sosial dapat berkurang, keadilan ekonomi dapat ditegakkan. Kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan. Masyarakat miskin dibebaskan dari jeratan rentenir yang mencekik leher.

http://www.agustiantocentre.com/?p=698

Membumikan Sistem Ekonomi Syariah di Ranah Minang Artikel Ekonomi Rabu, 30/09/2009 - 10:28 WIB Oleh : Desrizal Lusaid* 1567 klik Beberapa hari terakhir ini, gagasan penerapan sistem ekonomi syariah di Ranah Minang menjadi perbincangan hangat setelah Pemimpin Bank Indonesia Padang Romeo Rissal melontarkan celutukan segar tentang perkembangan ekonomi syariah di Sumatera Barat. Sebagai juragan perbankan sekaligus orang yang paling menguasai data-data statistik perbankan (termasuk bank syariah) di Sumatera Barat adalah sangat wajar apabila Bang Romeo (panggilan akrab beliau waktu di Medan) mengeluarkan otokritik kepada penggiat perbankan syariah. Sebagai daerah yang berfilosofi religius Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah tentu saja peluang dan potensi pengembangan sistem ekonomi syariah di Ranah Minang akan sangat besar dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain (termasuk Kota Medan) yang notabene lebih liberal. Akan tetapi bayangan dan harapan tersebut tidak selalu berbanding lurus dengan kenyataan yang ada di lapangan, pertumbuhan ekonomi syariah (atau katakanlah bank syariah) di Ranah Minang kalah cepat dibandingkan dengan pertumbuhan bank syariah di daerah lain seperti Medan, Riau, Palembang, Jakarta, dll, baik dari sisi pertumbuhan aset maupun pertumbuhan kantor cabang atau outlet layanan. Banyak faktor penyebab yang mungkin bisa dimasukkan dalam inventarisasi masalah yang kurang mendukung perkembangan sistem ekonomi syariah di Ranah Minang, seperti volume bisnis/investasi yang relatif kecil dibandingkan provinsi tetangga sementara jumlah perbankan (baik pemain lama maupun pendatang baru) cukup banyak sehingga jatah kue untuk masing-masing bank menjadi relatif kecil, kurangnya dukungan dari kalangan birokrasi (bupati/wali kota) dalam pengembangan ekonomi syariah, dan keberadaan bank syariah yang masih relatif baru (rata-rata cabang bank syariah baru dibuka di Sumatera Barat semenjak 6 tahun lalu sementara bank konvensional sudah bercokol puluhan tahun lalu). Sebagai gambaran, total volume aset perbankan di Sumbar sampai periode pertengahan 2009 hanya berkisar Rp 17-18 triliun saja. Jumlah ini hanya sebanding dengan 2 atau 3 bank di Riau (aset Bank Riau pada periode yang sama +/- Rp 13 triliun) sementara total aset perbankan di Provinsi Riau lebih dari Rp 50 triliun. Jika dibandingkan dengan Sumatera Utara, volume bisnis perbankan Sumbar tertinggal jauh, hanya berkisar 20-25% aset perbankan di Sumatera Utara. Sebaliknya, jumlahnya bank di Sumbar lebih dari 20 bank (termasuk bank syariah) sehingga volume kue bisnis yang diperebutkan menjadi sangat kecil. Sehingga tidaklah mengherankan apabila Bang Romeo menangis saat pertama pulang kampung memimpin Bank Indonesia Padang dan mengetahui data-data statistik perbankan di Sumatera Barat yang mungkin jauh dari bayangan dan harapan beliau.

Sepintas lalu, mungkin agak mencengangkan apabila bank syariah lebih berkembang di daerahdaerah yang berpenduduk nonmuslim relatif besar seperti Medan (Sumatera Utara), Bali, Irian Jaya, Batam, Manado, dll. Secara global pun perkembangan sistem syariah di dunia international lebih berkembang di negara-negara nonmuslim seperti Singapura (yang menjadi hub syariah Asia Tenggara), Inggris, Denmark, dll dibandingkan dengan negara-negara yang mengklaim sebagai negara Muslim (termasuk Indonesia). Pesatnya pertumbuhan sistem syariah (bank syariah, pasar modal syariah, investasi syariah seperti sukuk, asuransi syariah, dll) di negara-negara kapitalis justru karena adanya dukungan kuat dari birokrasi (pemerintah) yang sangat cepat merespons dinamika kebutuhan transaksi syariah, seperti adanya peraturan & perundang-undangan yang memadai, pembebasan pajak berganda, yang semuanya bertujuan untuk menarik dana-dana investasi dari negara/investor Muslim. Salah satu keunggulan ekonomi syariah adalah karena transaksinya yang riil dan selalu didukung underlying transaction yang cukup, sehingga dalam sistem syariah, pertumbuhan sektor moneter selalu berbanding lurus dengan pertumbuhan sektor riil. Lalu bagaimana dengan Sumatera Barat? Paradoks memang apabila sistem ekonomi kurang berkembang di Ranah Minang yang terkenal religius. Secara tradisional, masyarakat Sumbar sudah menjalankan praktik sistem ekonomi syariah dalam melakukan transaksi bisnis. Sebagai contoh kecil; sistem operasional Rumah Makan Padang dari zaman dulu telah menerapkan sistem bagi hasil. Dalam hidup banagari, sistem bagi hasil juga telah menjadi tradisi turun temurun, terutama dalam kerja sama menggarap sawah atau kebun. Dalam perhitungan keuntungan antara pemilik sawah (shahibul maal) dan penggarap sawah (mudharib), lazim berlaku selama ini adalah pola bagi hasil dengan nisabah 1/3 : 2/3, yaitu sepertiga bagian untuk pemilik sawah dan dua pertiga bagian untuk penggap sawah, keuntungan dihitung dari hasil padi yang dipanen (bruto) sebelum dipotong dengan biaya-biaya operasional seperti pupuk, biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja, dll. Berkaitan dengan gagasan membumikan Sistem Ekonomi Syariah di Ranah Minang oleh Romeo Rissal, harus didukung dengan kemauan politik pemerintah, pelaku usaha dan perguruan tinggi. Untuk menggerakkan sistem ekonomi syariah sampai ke pedesaan, menurut saya yang perlu dikembangkan adalah pendirian Baitul Maal wat Tamwil (BMT) di setiap desa di kabupaten/kota di Sumbar. Sistem operasional BMT akan sangat cocok dengan perilaku bisnis orang Minang yang notabene pedagang. Persyaratan penyaluran pembiayaan (kredit) di BMT jauh lebih sederhana dibandingkan dengan BPRS atau bank umum. Bupati Agam Aristo Munandar telah memulai menabuh genderang perang dengan rentenir melalui pendirian BMT-BMT sampai ke pelosok desa. Menurut informasi yang saya terima, perkembangan BMT di Agam asetnya sudah mencapai hampir Rp 1 miliar. Bank Muamalat juga sudah mulai menabuh genderang pendirian 13 BMT Shar-e di beberapa kabupaten/kota di Sumbar sejak akhir tahun lalu. Perkembangan BMT tersebut juga cukup baik,

paling tidak sudah bisa mengurangi pangsa pasar rentenir, bahkan ada satu BMT Shar-e di Pesisir Selatan yang telah mencapai aset Rp 1 miliar dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun. Apabila semua bupati/wali kota dan didukung semua bank syariah di Sumbar bahu membahu mendirikan dan mengembangkan BMT sampai ke seluruh nagari, maka pertumbuhan ekonomi Sumbar mungkin bisa lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun lalu. Dan yang paling penting, pertumbuhan tersebut langsung berdampak kepada kehidupan masyarakat kecil di nagari-nagari. Bahkan tidak mustahil, niat Romeo Rissal menjadi Sumbar sebagai pilot project pengembangan sistem ekonomi syariah di Indonesia tidak lama lagi akan bisa terwujud. Wallahualam bissawab. (*) Penulis adalah Ex Branch Manager Bank Muamalat Padang
http://padang-today.com/?mod=artikel&today=detil&id=840

Anda mungkin juga menyukai