Anda di halaman 1dari 31

Presentasi Kasus

SEORANG ANAK 11 TAHUN DENGAN DIABETES MELLITUS TYPE 1

Oleh :

Chairunnisa Puji Hapsari Trida Ermawati

G0007050 G0007167

Pembimbing : Annang Giri Mulyo, dr., Sp.A., M.Kes.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2012

BAB I PENDAHULUAN

Di seluruh penjuru dunia jumlah penyandang diabetes melitus (DM) terus mengalami peningkatan. Demikian juga jumlah penyandang diabetes melitus pada anak, yang dikenal dengan DM tipe 1 terus meningkat. Di amerika serikat pada tahun 2007 dilaporkan terdapat 186.300 anak usia kurang dari 20 tahun yang menyandang DM tipe 1 atau 2. Angka tersebut sama dengan 0,2 persen penduduk amerika pada kelompok umur tersebut. Di finlandia, tidak sulit menemukan DM tipe 1 karena angka kejadiannya dilaporkan paling tinggi di dunia, sedangkan jepang memiliki angka paling rendah. Di indonesia jumlah pasti penyandang DM tipe 1 belum diketahui meskipun angkanya dilaporkan meningkat cukup tajam akhir-akhir ini. Sebagai gambaran saja, jumlah anak DM tipe 1 dalam ikatan keluarga penderita DM anak dan remaja ( ikadar ) jumlahnya sudah mencapai 400 orang. Karena belum banyaknya jumlah DM pada anak yang ditemukan di indonesia, maka orang tua dan dokter sering tidak waspada dengan penyakit tersebut. Banyak orang tua bahkan tidak percaya anaknya menyandang DM dan baru menyadari saat sakitnya sudah cukup berat. DM tipe 1 adalah penyakit autoimun yang menyebabkan kerusakan sel yang memproduksi insulin beta pankreas. Kurangnya insulin menyebabkan peningkatan glukosa darah puasa (sekitar 70-120 mg / dL pada orang nondiabetes) yang mulai muncul dalam urin di atas ambang ginjal (sekitar 190-200 mg / dl pada kebanyakan orang), sehingga menghubungkan ke gejala di mana penyakit ini diidentifikasi di zaman kuno, kencing manis. Glikosuria atau glukosa dalam urin menyebabkan pasien untuk buang air kecil lebih sering, dan minum lebih dari normal (polidipsia). Klasik, ini adalah gejala karakteristik yang diminta penemuan penyakit. Diabetes tipe 1 akan berakibat fatal kecuali diobati dengan insulin eksogen. Injeksi adalah metode tradisional dan masih paling umum untuk mengelola insulin; injeksi jet, berdiamnya kateter, dan insulin menghirup juga telah tersedia di berbagai waktu, dan ada beberapa metode eksperimental juga. Semua menggantikan hormon yang hilang sebelumnya sekarang diproduksi oleh non-fungsional sel beta di pankreas.

Dalam beberapa tahun terakhir, transplantasi pankreas juga telah digunakan untuk mengobati diabetes tipe 1. Karena karakteristiknya yang khusus tersebut, diperlukan pengelolaan terpadu oleh tim yang terdiri atas ahli endokrinologi anak / dokter anak / ahli gizi / ahli psikiatri / psikologi anak, pekerja sosial, dan edukator. Kerjasam yang baik antara tim tersebut dengan pasien dan keluarganya akan menjamin tercapainya kontrol metabolik yang baik.

BAB II STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Nama Ayah Pekerjaan Ayah Nama Ibu Pekerjaan Ibu Agama Alamat Tanggal Pemeriksaan No. CM : An. KM : 11 Tahun 9 Bulan : Perempuan : kio : Wiraswasta : Ny. W : Ibu Rumah Tangga : Islam : Pucang Sawit 3/3 Jebres Surakarta : 1 Mei 2012 : 981742

II. ANAMNESIS Alloanamnesis diperoleh dari ibu penderita tanggal 1 Mei 2012. A. Keluhan Utama : Sering buang air kecil B. Riwayat Penyakit Sekarang : Kurang lebih 2 tahun yang lalu pasien datang ke RSUD Dr. moewardi karena mengeluh sering buang air kecil. Buang air kecil dikeluhkan lebih sering dari biasanya. Kurang lebih dalam sehari 8 kali @ 1 gelas belimbing. Pasien juga mengeluhkan banyak minum. Setiap kali minum pasien selalu buang air kecil. Pasien juga sering merasa haus dan banyak minum, tidak seperti biasanya. Pasien juga mengeluhkan banyak makan tetapi tidak naik berat badannya. Pasien makan 3 kali sehari, tetapi banyak makan camilan seperti kue dan makanan ringan. Karena keluhan sering buang air kecil pasien datang ke dokter umum. Oleh dokter disarankan untuk periksa laboratorium. Saat pertama kali, hasil pemeriksaan gula darah pasien adalah 450 mg/dl. Kemudian dokter umum

tersebut merujuk pasien ke RSUD Dr. Moewardi. Pasien kemudian didiagnosa menderita diabetes mellitus tipe 1. Pasien rutin kontrol ke poli anak RSUD Dr. Moewardi selama 2 tahun ini. Pasien mendapatkan terapi insulin injeksi. Selama ini, tempat suntikan adalah di paha dan perut sekitar pusar. Pada bekas suntikan tidak terlihat adanya kemerahan, dan pasien tidak merasakan gatal. Pasien sehari-hari makan 3x sehari dengan nasi sebanyak kurang lebih 1/3 piring dan lauk sayur mayur. Pasien kadang makan rujak buah dengan sambal yang manis. Sehingga gula darah sering naik turun. Pasien tidak mengeluhkan pandangan kabur dan kesemutan pada ekstremitas. Pasien juga tidak mengeluhkan luka yang tidak kunjung sembuh. Pasien juga tidak mengeluhkan pernah sesak nafas atau mengalami penurunan kesadaran. Buang air kecil kurang lebih 4 kali sehari @ 1 gelas belimbing. Buang air besar 1 kali sehari @ 1 gelas belimbing.

C. Riwayat Penyakit Dahulu : 1. Riwayat penyakit serupa 2. Riwayat mondok 3. Riwayat asma 4. Riwayat alergi : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga 1. Riwayat sakit serupa 2. Riwayat asma 3. Riwayat alergi : disangkal : disangkal : disangkal

E. Riwayat Kesehatan Keluarga Ayah Ibu Saudara : baik : baik : baik

F. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal Pemeriksaan di Frekuensi : klinik bidan : Trimester I Trimester II Trimester III Keluhan selama kehamilan : 1x/ 1 bulan : 1x/ 1 bulan : 2x/ 1 bulan

: Tidak didapatkan keluhan

Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah darah.

G. Riwayat Kelahiran : Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir cukup, langsung menangis, menangis kuat, usia kehamilan cukup bulan, ditolong bidan.

H. Riwayat Postnatal Pemeliharaan post natal dilakukan di bidan sejak pasien berumur 3 hari.

I. Status Imunisasi Jenis 1. BCG 2. DPT 3. Polio 4. Campak 5. Hepatitis B I 2 bulan II III 6 bulan 4 bulan 3 bulan IV 6 bulan -

2 bulan 4 bulan 0 bulan 2 bulan 9 bulan Lahir 1 bulan

J. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Motorik Kasar Mengangkat kepala Tengkurap kepala tegak Duduk sendiri Berdiri sendiri Berjalan : 3 bulan : 4 bulan : 6 bulan : 11 bulan : 13 bulan

Bahasa Bersuara aah/ooh Berkata (tidak spesifik) Motorik halus Memegang benda 3,5 bulan Personal sosial Tersenyum Mulai makan Tepuk tangan Kesan : 2 bulan : 6 bulan : 9 bulan : pertumbuhan dan perkembangan baik : 2,5 bulan : 8,5 bulan

K. Riwayat Makan Minum Anak Usia 0-6 bulan : ASI diselingi dengan ASB, frekuensi minum ASI dan ASB tiap kali bayi menangis dan tampak kehausan, sehari biasanya lebih dari 8 kali dan lama menyusui 10 menit, bergantian kiri kanan. Usia 6-8 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya sekali sehari satu potong (siang hari). Usia 8-12 bulan : nasi tim 2-3 kali sehari satu mangkok kecil dengan sayur hijau/wortel, lauk ikan /tempe, dengan diselingi dengan ASI jika bayi masih lapar. Buah pepaya/pisang sehari 2 potong. Usia 1-2 tahun : diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan sayur bervariasi dan lauk ikan, ayam /tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali sehari. ASI masih tapi hanya kadang-kadang. Buah pepaya/pisang/jeruk jumlah menyesuaikan. 2 tahun lebih : ASI disapih, makan makanan orang dewasa tapi porsi menyesuaikan, lauk pauk daging ayam, tahu, tempe kadang hati. Buah sudah bervariasi jumlah menyesuaikan.

L. Riwayat Keluarga Berencana : Ibu penderita mengikuti KB. jenis

M. Pohon Keluarga

An. AL, , 9 tahun 10 bulan, 19,7 kg

Penderita merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Riwayat anak lahir meninggal tidak ada, riwayat keguguran tidak ada. Ayah dan ibu menikah satu kali.

III. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum Keadaan umum Derajat kesadaran Status gizi B. Tanda vital BB TB Nadi Pernafasan Suhu C. Kulit Warna sawo matang, kelembaban baik, ujud kelainan kulit (-) D. Kepala Bentuk mesosefal, rambut hitam sukar dicabut E. Mata : 28 kg : 136 cm : 70 x/menit, teratur, reguler, isi tegangan cukup : 20 x/menit, tipe thorakoabdominal : 35,5 oC (per axiler) : baik : compos mentis : kesan gizi baik

Bulu mata rontok (-), konjungtiva pucat (-/-), palpebra odem (-/-), cowong (-/), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (2mm/2mm), refleks cahaya (+/+), air mata (+/+) F. Hidung Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-) G. Mulut Bibir sianosis (-), mukosa basah (+) H. Telinga Bentuk normal, tragus pain (-), mastoid pain (-), discharge (-/-) I. Tenggorok Uvula ditengah, tonsil T1-T1, mukosa faring hiperemis (-) J. Leher Bentuk normocolli, trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar, JVP tidak meningkat, pembesaran kelenjar tiroid (-) K. Lymphonodi Pre aurikuler Retroaurikuler Submandibuler Submental Servicalis Supraclavicular L. Thorax Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri Pulmo : Inspeksi Palpasi Perkusi Batas paru-hepar : Pengembangan dada kanan = kiri : Fremitus raba kanan = kiri : Sonor / Sonor di semua lapang paru : SIC V kanan : tidak membesar : tidak membesar : tidak membesar : tidak membesar : tidak membesar : tidak membesar

Batas paru-lambung : SIC VI kiri Redup relatif di Redup absolut Auskultasi : SIC V kanan : SIC VI kanan (hepar) : SD bronchovesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Cor : Inspeksi Palpasi Perkusi

: iktus kordis tidak tampak : iktus kordis tidak kuat angkat : batas jantung kesan tidak melebar Kiri atas Kiri bawah Kanan atas : SIC II LPSS : SIC IV LMCS : SIC II LPSD

Kanan bawah : SIC IV LPSD Auskultasi : bunyi bising (-) M. Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi : dinding perut sejajar dinding dada, spasme (-) : peristaltik (+) normal : timpani, asites (-) : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba. jantung I-II intensitas nomal, regular,

N. Anorektal : dalam batas normal O. Ekstremitas Akral dingin Luka edema -

Capillary Refill Time< 2 Arteri dorsalis pedis teraba kuat P. Pemeriksaan Neurologis Reflek Fisiologis : R. Biseps R. Triseps R. Patella R. Archilles Reflek Patologis : R. Babinsky : (+2/+2) : (+2/+2) : (+2/+2) : (+2/+2) : (-/-)

R. Chaddock : (-/-) R. Oppeinheim: (-/-) R. Schafner : (-/-) 9

Meningeal Sign :

Kaku kuduk

: (-)

Brudzinsky I : (-) Brudzinsky II : (-) Kernig sign Q. Perhitungan Status Gizi 1. Secara klinis Nafsu makan Kepala Mata Mulut Ekstremitas : baik : rambut jagung (-), susah dicabut (+) : edema palpebra(-/-), CA(-/-), cekung (-/-) : Mukosa basah (+) & pecah-pecah (-) : edema - - Status gizi secara klinis 2. Secara Antropometris BB Umur TB BB U TB U BB TB : 28 Kg : 11 Tahun 9 Bulan : 136 cm : 28 x 100% = 68,3 % BB/U < p5 41 : 136x 100% = 90,7 % TB/U < p5 150 : 28x 100% = 87,5 % BB/TB = p25 32 : gizi kesan baik akral dingin : (-)

Status gizi secara antropometri : gizi baik dengan riwayat malnutrisi

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Pemeriksaan Darah (26-11-2009) Pemeriksaan Rutin Hemoglobin Hematokrit Leukosit 12,5 38 7,7 g/dl % ribu/ul 11,5-15,5 35-45 4,5-14,5 Hasil Satuan Nilai Normal

10

Trombosit Eritrosit Kimia Klinik Gula Sewaktu HbA1c Kreatinin Ureum Sekresi Makroskopis Warna Kejernihan Kimia Urin Berat Jenis Leukosit Nitrit Protein Glukosa Keton Urobilinogen Bilirubin Eritrosit Mikroskopis Eritrosit Leukosit Epitel Epitel Squamous Epitel Transisional Epitel Bulat Darah

313 4,46

ribu/ul juta/ul

150-450 4,00-5,20

458,7

mg/dl

<170

15,9 0,6 33

% mg/dl mg/dl

4,8-5,9 0,3-0,7 <48

Yellow St. cloudy

1,020 100 Positif 25 300 5 Normal Negatif 25 mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl /ul /ul

1,015-1,025 Negatif Negatif Negatif Normal Negatif Normal Negatif Negatif

2-3 20-40

/LPB /LPB

0-1 3-8

1-2

/LPK

/LPK

Negatif

/LPK

Negatif

11

Silinder Hyaline Granulated Lain-lain 0 Bakteri +++ /LPK /LPK 0-3 Negatif

B. Pemeriksaan Tes Gula Darah Tanggal 16-4-2012 19-4-2012 23-4-2012 26-4-2012 1-5-2012 Pagi 172 123 148 76 84 Siang 130 105 156 161

V. RESUME Kurang lebih 2 tahun yang lalu pasien datang ke RSUD Dr. moewardi karena mengeluh sering buang air kecil. Buang air kecil dikeluhkan lebih sering dari biasanya. Kurang lebih dalam sehari 8 kali @ 1 gelas belimbing. Pasien juga mengeluhkan sering haus dan banyak minum. Setiap kali minum kurang lebih setengah botol besar aqua. Setelah minum, pasien selalu buang air kecil. Pasien juga mengeluhkan banyak makan tetapi tidak naik berat badannya. Pasien makan 3 kali sehari, tetapi banyak makan camilan seperti kue dan makanan ringan. Karena keluhan sering buang air kecil pasien datang ke dokter umum. Oleh dokter disarankan untuk periksa laboratorium. Saat pertama kali, hasil pemeriksaan gula darah pasien adalah 450 mg/dl. Kemudian dokter umum tersebut merujuk pasien ke RSUD Dr. Moewardi. Pasien kemudian didiagnosa menderita diabetes mellitus tipe 1. Pasien rutin kontrol ke poli anak RSUD Dr. Moewardi selama 2 tahun ini. Pasien mendapatkan terapi insulin injeksi. Selama ini, tempat suntikan adalah di paha dan perut sekitar pusar. Pada bekas suntikan tidak terlihat 12

adanya kemerahan, dan pasien tidak merasakan gatal. Pasien sehari-hari makan 3x sehari dengan nasi sebanyak kurang lebih 1/3 piring dan lauk sayur mayur. Pasien kadang makan rujak buah dengan sambal yang manis. Sehingga gula darah sering naik turun. Pasien tidak mengeluhkan pandangan kabur dan kesemutan pada ekstremitas. Pasien juga tidak mengeluhkan luka yang tidak kunjung sembuh. Pasien juga tidak mengeluhkan pernah sesak nafas atau mengalami penurunan kesadaran. Buang air kecil kurang lebih 4 kali sehari @ 1 gelas belimbing. Buang air besar 1 kali sehari @ 1 gelas belimbing. Riwayat imunisasi lengkap. Riwayat perkembangan dan pertumbuhan baik. Riwayat pemeliharaan prenatal baik. Riwayat kelahiran, lahir spontan dengan usia kehamilan 9 bulan lebih 10 hari, pemeliharaan postnatal baik. Riwayat pemberian makanan, pasien diberikan ASI sampai umur 2 tahun dan selama usia 6-12 bulan pasien diberi makanan pendamping ASI kemudian setelah 1 tahun pasien diperkenalkan dengan makanan dewasa. Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum baik, kompos mentis, gizi kesan baik. Tanda vital baik, pemeriksaan neurologi dalam batas normal. Status gizi secara antropometri : gizi baik dengan riwayat malnutrisi. Tumbuh kembang normal. Pada pemeriksaan laboratorium darah yanggal 26 November 2009 ditemukan GDS 458,7 mg/dl, HbA1c 15,9 %, Leukosit urin 100 /ul, Nitrit positif pada urin, Protein urin 25 mg/dl, Glukosa urin 300 mg/dl, Keton urin 5 mg/dl, dan Eritrosit urin 25 /ul. . VI. DAFTAR MASALAH A. Poliuria B. Polifagi C. Polidipsi D. Berat Badan yang tidak naik-naik E. Status gizi baik dengan riwayat malnutrisi F. GDS 458,7 mg/dl G. HbA1c 15,9 % H. Leukosit urin 100 /ul I. Nitrit positif pada urin

13

J. Protein urin 25 mg/dl K. Glukosa urin 300 mg/dl L. Keton urin 5 mg/dl M. Eritrosit urin 25 /ul

VII.

DIAGNOSIS BANDING A. Diabetes Mellitus Tipe 1

VIII. DIAGNOSIS KERJA A. Diabetes Mellitus Tipe 1

IX.

PENATALAKSANAAN Inj Novomix 19 U pagi hari dan 12 U sore hari (1,2 U/KgBB/hari)

X.

PLANNING A. Pemeriksaan GDS 3 hari sekali tiap pagi dan sore B. Kontrol rutin tiap bulan

XII.

EDUKASI A. Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit dan terapinya B. Menjaga pola diet (1800 kkal hari), tidak butuh mengemil kecuali drop

XIII.

PROGNOSIS Ad vitam Ad sanam : ad bonam : ad malam

Ad fungsionam : ad bonam

14

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang dapat disebabkan berbagai macam etiologi, disertai dengan adanya hiperglikemia kronis akibat gangguan sekresi insulin atau gangguan kerja dari insulin, atau keduanya. Sedangkan Diabetes Mellitus tipe 1 lebih diakibatkan oleh karena berkurangnya sekresi insulin akibat kerusakan sel -pankreas yang didasari proses autoimun. Istilah diabetes mellitus berasal dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti sypon menunjukan pembentukan urine yang berlebihan, dan mellitus berasal dari kata meli yang berarti madu.

Epidemiologi Epidemiologi terjadinya DM tipe 1 di Negara Amerika Serikat dimana 2/3 dari Diabetes secara keseluruhan pada pasien kurang dari 19 tahun. Insidensi tertinggi ditemukan di Negara Finlandia dan Sardinia (37 samapi 45 per 100.000 anak kurang dari 15 tahun). Berbanding di Venezuela dan China (0.1 sampai 0.5 per 100.000 anak). Di Amerika insidensi 15 sampai 17 per 100.000 anak. Insiden di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Namun dari data registry nasional untuk penyakit DM pada anak dari UKK endokrinologi anak PP IDAI, terjadi peningkatan dari jumlah sekitar 200-an anak dengan DM pada tahun 2008 menjadi sekitar 580-an pasien pada tahun 2011. Usia 4 sampai dengan 6 tahun dan pada usia pubertas (10 sampai dengan 14 tahun). Pada penderita dengan penyebab autoimun, gender wanita lebih banyak dibandingkan pria. Studi di Boston perbandingan gender pria dengan wanita pada usia kurang dari 6 tahun yaitu 3:2. Resiko genetik tanpa riwayat keluarga dengan diabetes tipe 1 yaitu 0,4 %, dengan ibu penderita DM tipe 1 sebanyak 2-4 %, dengan ayah penderita DM tipe 1 58 persen, kedua orangtua diabetes tipe 1 sebanyak 30 persen, kembar Dizygotik 8 persen, kembar monozigot 50 persen. 15

Etiologi Etiologi DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas karena paparan agen infeksi atau lingkungan, yaitu racun, virus (rubella kongenital, mumps, coxsackievirus dan cytomegalovirus) dan makanan (gula, kopi, kedelai, gandum dan susu sapi). Beberapa teori ilmiah yang menjelaskan penyebab diabetes mellitus tipe 1 sebagai berikut:

1. Hipotesis sinar matahari Teori yang paling terakhir adalah "hipotesis sinar matahari," yang menyatakan bahwa waktu yang lama dihabiskan dalam ruangan, dimana akan mengurangi paparan sinar matahari kepada anak-anak, yang akan mengakibatkan berkurangnya kadar vitamin D. Bukti menyebutkan bahwa vitamin D memainkan peran integral dalam sensitivitas dan sekresi insulin (Penckofer, Kouba, Wallis, & Emanuele, 2008). Berkurangnya kadar vitamin D, dan jarang terpapar dengan sinar matahari, dimana masing-masing telah dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes mellitus tipe 1. 2. Hipotesis higiene "Hipotesis kebersihan" Teori ini menyatakan bahwa kurangnya paparan dengan prevalensi patogen, dimana kita menjaga anak-anak kita terlalu bersih, dapat menyebabkan hipersensitivitas autoimun, yaitu kehancuran sel beta yang memproduksi insulin di dalam tubuh oleh leukosit. Dalam penelitian lain, peneliti telah menemukan bahwa lebih banyak eksposur untuk mikroba dan virus kepada anak-anak, semakin kecil kemungkinan mereka menderita penyakit reaksi hipersensitif seperti alergi. Penelitian yang berkelanjutan menunjukkan bahwa "pelatihan" dari sistem kekebalan tubuh mungkin berlaku untuk pencegahan tipe 1 diabetes (Curry, 2009). Kukrija dan Maclaren menunjukkan bahwa pencegahan diabetes tipe 1 mungkin yang akan datang melalui penggunaan imunostimulasi, yakni memaparkankan anak-anak kepada bakteri dan virus yang ada di dunia, tetapi yang tidak menyebabkan efek samping imunosupresi. 3. Hipotesis Susu Sapi

16

Teori ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap susu sapi dalam susu formula pada 6 bulan pertama pada bayi dapat menyebabkan kekacauan pada sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko untuk mengembangkan diabetes mellitus tipe 1 di kemudian hari. Dimana protein susu sapi hampir identik dengan protein pada permukaan sel beta pankreas yang memproduksi insulin, sehingga mereka yang rentan dan peka terhadap susu sapi maka akan direspon oleh leukosit, dan selanjutnya akan menyerang sel sendiri yang menyebabkan kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi dibetes mellitus tipe 1. Peningkatan pemberian ASI di 1980 tidak menyebabkan penurunan terjadinya diabetes tipe 1, tetapi terjadi peningkatan dua kali lipat diabetes mellitus tipe 1. Namun, kejadian diabetes tipe 1 lebih rendah pada bayi yang diberi ASI selama 3 bulan (Ekoe, Zimmet, & Williams, 2001). 4. Hipotesis POP Hipotesis ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap polutan organik yang persisten (POP) meningkatkan risiko kedua jenis diabetes. Publikasi jurnal oleh Institut Nasional Ilmu Kesehatan Lingkungan menunjukkan peningkatan yang signifikan secara statistik dalam tingkat rawat inap untuk diabetes dari populasi yang berada di tempat Kode ZIP yang mengandung limbah beracun (Kouznetsova, Huang, Ma, Lessner, & Carpenter, 2007). 5. Hipotesis Akselerator Sebuah teori yang menunjukkan bahwa tipe 1 diabetes merupakan bagian sederhana dari kontinum yang sama dari tipe 2, tetapi muncul lebih dulu. Hipotesis akselerator menyatakan bahwa peningkatan berat dan tinggi anak-anak pada abad terakhir ini telah "dipercepat", sehingga kecenderungan mereka untuk mengembangkan tipe 1 dengan menyebabkan sel beta di pankreas di bawah tekanan untuk produksi insulin. Beberapa kelompok mendukung teori ini, tetapi hipotesis ini belum merata diterima oleh profesional diabetes (O'Connell, Donath, & Cameron, 2007).

Patogenesis

17

Diabetes mellitus tipe 1 atau dahulu disebut insulin dependent diabetes, adalah diabetes yang disebabkan kerusakan sel beta pancreas, yang mengakibatkan defisiensi insulin absolute. DM tipe 1 dapat disebabkan kelainan imun atau idiopatik, dan merupakan penyakit autoimun multifaktorial. Faktor autoimun Sel islet (alfa sel - yang memproduksi glukagon) , delta sel ( yang

memproduksi somatostatin) atau PP sel ( memproduksi pancreatic polipeptida) secara embriologikal dan fungsional sama dengan sel beta dan mempunyai struktur protein yang sama dengan beta sel. Secara patologi sel islet pancreas diinfiltrasi dengan sel limfosit (insulitis). Setelah semua sel beta hancur, proses inflamasi mereda, dan sel islet menjadi atrofi dan marker imunologi akan menghilang. Studi terhadap proses autoimun pada manusia dan hewan percobaan untuk DM tipe 1A dimana didapatkan abnormalitas pada humoral dan selular untuk sistem imun. Jadi Diabetes tipe 1A sangat kuat berhubungan dengan HLA spesifik dan sangat sering defesiensi insulin yang berat. Percobaan pada tikus dapat diidentifikasi setelah adanya gangguan humoral dan selular sehingga imun sistem membentuk islet sel autoantibodi kemudian

mengaktifasi limfosit di islet sel, kelenjar limfa peripancreatik dan sistim sirkulasi. Sel T limfosit berploriferasi (karena rangsangan protein sel islet) yang pada akhirnya menghasilkan sitokin yang menyebabkan insulitis. Diduga sel beta dirusak karena efek dari beberapa sitokin ( Tumor Necrosis Factor, Interferon dan interleukin-1). Mekanisme kematian sel beta tidak diketahui secara pasti. Diduga berkaitan dengan metabolisme NO (nitrit oxide) dan sel CD8_T yang bersifat sitotoksik. Autoantibodi sel Islet tidak menyebabkan kerusakan sel Islet.

Faktor Lingkungan Beberapa lingkungan dapat mencetuskan proses autoimun pada individu

dengan dugaan genetik. Identifikasi faktor lingkungan sangat sulit karena kejadiannya yang mendahului beberapa tahun sebelum terjadinya Diabetes Melitus (Gambar 1).

18

Yang termasuk pencetus lingkungan termasuk didalamnya yaitu virus , protein susu sapi, dan bahan yang mengandung nitrosurea. Virus yang berhubungan dengan kejadian DM tipe 1 pada manusia antara lain mumps, Coxsackie B, retrovirus, rubella, cytomegalovirus, dan Epstein-Barr virus. Faktor lingkungan yang paling berperan menyebabkan terjadinya DM tipe 1 adalah infeksi virus. Beberapa virus dapat menyerang sel B pancreas secara langsung melalui efek cytolytic atau dengan memicu serangan autoimun terhadap sel B pancreas. Bukti infeksi virus sebagai bagian etiologi diperoleh dari model hewan. Sebagai tambahan, pada pasien baru dengan DM tipe 1 dapat memperlihatkan bukti serologis infeksi virus. Diabetes pada pasien dengan sindrom congenital Rubella diduga satu-satunya bentuk diabetes tipe 1A yang disebabkan infeksi virus. Infeksi kongenital non Rubella tidak menunjukkan adanya hubungan terjadinya diabetes. Kerusakan sel beta pancreas pada DM tipe 1 merupakan kombinasi dari faktor genetic dan lingkungan yang menjadi pemicu serangan autoimun terhadap sel beta pancreas. Pada kembar monozigot identik, hanya seperti dari pasangan mengalami DM tipe 1. Studi lain menyebutkan antara 30-50% 2. Sedangkan pada DM tipe 2, hampir semua pasangan kembar monozigot terkena. Faktor lingkungan diketahui menjadi pemicu pada dua pertiga kasus DM tipe 1.

19

Susu sapi diduga sebagai salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya diabetes tipe 1. Diduga beberapa komponen albumin di susu sapi (albumin serum sapi) , sebagai bahan dasar susu formula, dan komponen tersebut merangsang suatu autoimun respon. Penelitian di Finlandia didapatkan peningkatan resiko untuk terjadinya DM tipe 1 yang berhubungan dengan pengenalan susu sapi formula lebih dini pada bayi dan pada anak-anak yang mengkonsumsi susu. Namun penelitian secara cross-sectional tidak ada evidens yang berhubungan antara terpapar dini susu sapi untuk terjadinya DM tipe 1. Beberapa prospektif studi menyatakan tidak ada hubungan antara memberikan susu sapi dengan berkembangnya autoimunitas sel islet pada anak untuk berkembang menjadi DM tipe 1. Faktor perinatal diduga berhubungan dengan meningkatnya resiko DM tipe 1 pada studi dimana terhadap 892 anak dengan diabetes dan 2991 anak normal di Eropa. Usia ibu >25 tahun, preeklamsi, neonatal respiratory distress, dan jaundice, inkompatibilitas golongan darah ABO, berat badan lahir rendah diduga menjadi penyebab meningkatnya resiko. Terdapat hubungan langsung antara berat badan lahir dengan dengan resiko untuk terjadinya diabetes tipe 1. Kejadian DM tipe 1 diduga suatu respon sel mediated untuk protein susu sapi yang spesifik, beta-casein , yang berperan dalam patogenesis DM tipe 1. Suatu studi epidemiologi pada anak- anak dari sepuluh negara mempunyai hubungan yang sangat kuat antara insidensi DM tipe 1 dengan konsumsi beta-casein. Sereal pada bayi dengan resiko tinggi Dm tipe 1 waktu untuk pemberian sereal, dapat memberikan efek resiko berkembangnya islet sel autoantibodi (IA). Dalam dua studi prospektif yang cukup besar datanya, pada bayi yang beresiko tinggi DM tipe 1. golongan dengan pemberian sereal sebelum usia tiga bulan sejumlah 99.100 berhubungan dengan berkembangnya IA , dibandingkan 99 dengan golongan yang diberikan setelah tujuh bulan. Peningkatan resiko berhubungan dengan sereal yang mengandung gluten. Pengenalan awal dari gluten (usia < 3 bulan) meningkatkan resiko terkena penyakit Celiac. Nitrat Studi di Colorado dan di Yorkshire ditemukan insidensi terjadinya Diabetes tipe 1 berhubungan dengan konsentrasi nitrat dalam minuman. Insidensi mencapai 30% lebih tinggi pada daerah dengan konsentrasi nitrat dalam minumannya

20

yaitu diatas 14.8 mg/L berbanding dengan daerah dengan konsentrasi nitrat dalam minumannya dibawah 3,2 mg/L.

Perjalanan Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 1 Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice Concensus Guidelines tahun 2009, yaitu: Periode Pra-diabetes Periode manifestasi klinis diabetes Periode Honey-moon Periode Ketergantungan insulin yang menetap

Periode Pra-Diabetes Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum Nampak karena baru ada proses destruksi sel -pankreas. Predisposisi genetic tertentu memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekersi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel -pankreas yang berfungsi. Kadar C-peptide mulai menurun. Pada periode ini autoantibody mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan

laboratorium. Periode manifestasi klinis Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel -pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang, maka kadar gula darah akan tinggi atau meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis osmotic. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake ke dalam sel, penderita akn merasa lapar (polifagia), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptake ke dalam sel. Periode Honey-Moon Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisa-sisa sel -pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5 U/KgBB/hr. Namun periode ini hanya berlangsung sementara,

21

bisa dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi pada orangtua bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap. Periode ketergantungan Insulin yang menetap Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita akan mebutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.

Diagnosis Diabetes Mellitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan gejala (polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu kali saja sudah dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang berbeda (ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009). Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah: 1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau 2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau 3. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dialkukan pemeriksaan penunjang, yaitu C-peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini merupakan salah satu penanda banyaknya sel -pankreas yang masih berfungsi. Pemeriksaan lain adalah autoantibodi, yaitu Islet cell autoantibodies (ICA), Glutamic acid decarboxylase autoantibodies (65K GAD), IA2 (dikenal sebagai ICA 512 atau tyrosine posphatase) autoantibodies, dan Insulin autoantibodies (IAA). Adanya autoantibody

mengkonfirmasi DM tipe 1 karena proses autoimun. Sayangnya pemeriksaan autoantibody ini relative mahal. (ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009). Diagnosis diabetes seringkali salah, disebabkan gejala-gejala awalnya tidak terlalu khas dan mirip dengan gejala penyakit lain. Di sampng kemiripan gejala dengan penyakit lain, terkadang tenaga medis juga tidak mneyadari kemungkinan penyakit ini karena jarangnya kejadian DM tipe 1 yang ditemui ataupun belum pernah menemui kasus DM tipe 1 pada anak. Beberapa gejala yang sering menjadi pitfall dalam diagnosis DM tipe 1 pada anak diantaranya adalah:

22

1. Sering kencing: kemungkinan diagnosanya adalah infeksi saluran kemih atau terlalu banyak minum (selain DM). Variasi dari keluhan ini adalah adanya aneuresis (mengompol) setelah sebelumnya anak tidak pernah ngompol lagi. 2. Berat badan turun atau tidak mau naik: kemungkinan diagnosisnya adalah asupan nutrisi yang kurang atau adanya penyebab organik yang lain. Hal ini disebabkan karena masih tingginya kejadian malnutrisi di Negara kita. Sering pula dianggap sebagai salah satu gejala tuberculosis pada anak. 3. Sesak nafas: kemungkinan diagnosisnya adalah bronkopneumonia. Apabila disertai gejala lemas, kadang juga didiagnosis sebagai malaria. Padahal gejala sesak nafasnya apabila diamati pola nafasnya adalah tipe Kusmaull (nafas cepat dan dalam) yang sangat berbeda dengan tipe nafas pada

bronkopneumonia. Nafas Kusmaull adalah tanda dari ketoasidosis. 4. Nyeri perut: seringkali dikira sebagai peritonitis atau apendisitis. Pada penderita DM tipe 1, nyeri perut ditemui pada keadaan ketosidosis. 5. Tidak sadar: keadaan ketosidosis dapat dipikirkan pada kemungkinan diagnosis seperti malaria serebral, meningitis, ensefalitis, ataupun cedera kepala.

Penatalaksanaan Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan berupa pemberian insulin. Ada hal-hal lain selain insulin yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana agar penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu: 1. Insulin Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM tipe 1. Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis insulin, regimen yang digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis yang diperlukan. a. Jenis insulin: ada beberapa jenis insulin yaitu insulin kerja cepat, kerja pendek, kerja menenngah, kerja panjang, maupun insulin campuran. Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen yang digunakan.

23

b. Dosis insulin: dosis total harian anak-anak berkisar antara 0,5-1 unit/KgBB pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan diatur sesuai dengan factor-faktor yang ada, baik pada penyakitnya maupun penderitanya. c. Regimen: ada 2 macam regimen yaitu regimen konvensional serta regimen intensif. Regimen konvensional atau mix-split regimen dapat berupa pemberian 2 kali suntik/hari atau 3 kali suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa pemberian regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin yang diberikan untuk dosis basal maupun dosis bolus. d. Cara menyuntik: terdapat ebberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal absorpsinya yitu di daerah abdomen, lengan atas, lateral paha. Daerah bokong tidak dianjurkan karena tidak baik absorpsinya. e. Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia pubertas (terkadang kebutuhan meningkat hingga 2 unit/KgBB/hari), kondisi stress maupun sakit.
Jenis insulin Meal Time Insulin Insulin Lispro (Rapid acting) Regular (Short acting) Awitan 5-15 menit 30-60 menit Puncak kerja 1 jam 2-4 jam Lama kerja 4 jam 5-8 jam

Background Insulin NPH dan Lente (Intermediate acting) Ultra Lente (Long acting) Insulin Glargine (Peakless Long acting)

1-2 jam 2 jam

4-12 jam 6-20 jam

8-24 jam 18-36 jam

2-4 jam

4 jam

24-30 jam

2. Diet Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri dari 50-

24

55% karbohidrat, 15-20% protein, dan 30% lemak. Pada anak DM tipe 1 asupan kalori per hari harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain monitoring pertumbuhannya. Kebutuhan kalori per hari sebagaimana kebutuhan pada anak sehat atau normal. Ada ebebrapa anjuran pengfaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25% makan siang, serta 25 makan malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-masing 10% total kebutuhan kalori per hari. Pemberian diet ini juga memperhatikan regimen yang digunakan. Pada regimen basal bolus, pasien harus mengetahui rasio insulin:karbohidrat untuk menentukan dosis pemberian insulin. 3. Aktivitas fisik/ exercise Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga akan membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badan apabila menjadi obese serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan membantu menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun olahraga juga dapat meningkatkan resiko hipoglikemia maupun hiperglikemia. Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjalankan olahraga, diantaranya adalah target gula darah yang diperbolehkan untuk olahraga, insulin serta monitoring gula darah yang aman. Apabila gula darah diatas 250 mg/dl serta didapatkan adanya ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah 90 mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu emnambahkan diet karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia. 4. Edukasi Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya,

patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada penderita DM, insulin, monitor gula darah dan juga target gula darah mupun HbA1c yang diinginkan. 5. Monitoring Kontrol Glikemik Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah baik atau belum. Kontrol Glikemik yang baik akan memperbaiki kulaitas hidup pasien, tremasuk mencegah komlikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien harus melakukan pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari.

25

Setipa 3 bulan memeriksa HbA1c. Di samping itu, efek samping pemberian insulin, komlikasi yang terjadi, serta pertumbuhan dan perkembangan perlu dipantau.

Tabel Target Kontrol metabolic pada anak dengan DM tipe 1 Target Metabolik Preprandial Postprandial Urin reduksi HbA1c Baik sekali <120 <140 <7% Baik <140 <200 7-7,9% Sedang <180 <240 +8-9% Kurang >180 >240 >+ >10%

26

BAB IV ANALISIS KASUS

Pasien An. KM, perempuan usia 11 tahun 9 bulan yang kami diagnosa DM Tipe 1 berdasarkan pada hal-hal berikut : A. Anamnesis Pasien datang dengan keluhan poliuri atau sering dan banyak kencing. Selain itu pasien juga sering dan banyak minum tidak seperti biasanya (polidipsi). Pasien juga megeluhkan banyak makan (polifagi) tetapi berat badan tidak naik. Tiga gejala yang terjadi secara bersamaan ini adalah gejala khas yang terjadi pada diabetes mellitus. Pasien banyak minum tetapi tidak terjadi saat setelah aktivitas berat, hal tersebut menyingkirkan kemungkinan adanya dehidrasi. Sedangkan banyak kencing, pasien tidak sampai mengompol ataupun sakit saat kencing. Kemungkinan dapat menyingkirkan aneuresis dan infeksi saluran kemih. Berat badan yang tidak naik dapat diakibatkan karena gizi yang kurang. Tetapi pada saat gejala pilifagi muncul, makanan yang dimakan sehari-hari mengandung cukup gizi. Gejala-gejala yang muncul tersebut mendukung ke arah diabetes mellitus tipe 1 yang sering terjadi pada anak dan didukung dengan ditemukannya gula darah yang tinggi pada pemeriksaan laboratorium. Pasien mendapatkan terapi insulin. Pada tempat suntikan tidak terjadi kemerahan dan gatal. Terjadinya kemerahan dan gatal merupakan tanda dari alergi terhadap insulin. Pasien didiagnosa dengan diabetes mellitus tipe 1 tetapi kurang terkontrol dengan baik. Kemungkinan dapat disebabkan pola makan yang kurang baik. Pasien sering makan rujak buah dengan sambal yang manis. Pasien tidak mengeluhkan pandangan kabur, kesemutan, dan luka yang tidak sembuh-sembuh, tidak mengeluhkan pernah sesak napas ataupun penurunan kesadaran. Hal ini ditanyakan untuk mengetahui apakah telah terjadi komplikasi dari diabetes mellitus.

B. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik, tidak didapatkan penemuan yang spesifik. Secara antropometris status gizi penderita baik.

27

C. Pemeriksaan penunjang Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah tanggal 26 November 2012 didapatkan Gula Darah Sewaktu 458,7 mg/dl (rujukan < 170 mg/dl), dan HbA1c 15,9% (rujukan : 4,8% 5,9%). Hal tersebut mendukung untuk diagnose Diabetes Mellitus tipe 1 pada pasien ini. Selain itu, dari hasil pemeriksaan urin pada tanggal yang sama ditemukan 100/ul (rujukan: negatif), Nitrit positif (rujukan: negatif), protein 25 mg/dl (rujukan: negatif), glukosa 300 mg/dl (rujukan: normal), keton 5 mg/dl (rujukan: negatif), dan eritrosit 25/ul (rujukan: negatif). Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi kebocoran protein, glukosa dan keton ke dalam urin. Jika hal tersebut telah terjadi, maka perlu lebih hati-hati terhadap kemungkinan dehidrasi. Selain itu, nitrit yang positif, bakteri dengan jumlah banyak dan tingginya angka leukosit pada urin menunjukkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, akan tetapi pasien tidak merasakan keluhan apapun. Dari hasil pemeriksaan gula darah rutin dapat dilihat bahwa kontrol gula pasien baru mencapai target control metabolic sedang. Hal ini dimungkinkan akibat pasien yang masih sering mengonsumsi rujak dengan sambal manis.

D. Penatalaksanaan Terapi untuk diabetes pada pasien ini diberikan injeksi Novomix 19 Unit pagi hari dan 12 Unit sore hari. Pemberian Novomix bertujuan untuk mengganti kekurangan hormone insulin pada pasien dengan menggunakan insulin sintetik. Keluarga pasien juga perlu diedukasi mengenai pemberian diet pada pasien agar dapat mengoptimalkan tumbuh kembangnya. Makanan berupa karbohidraat 50%, protein 20% dan lemak 30% dapat diberikan 3 kali setiap hari dengan porsi 20% kalori perhari pada pagi hari, 25% pada siang hari dan 25% pada malam hari. Selain itu juga diselingi dengan snack, masing-masing 10% dari kalori perhari. Selain itu, pasien juga memerlukan exercise untuk menjaga berat badan ideal dan meningkatkan percaya diri. Akan tetapi jangan lupa untuk tetap memonitor gula darah agar tidak terjadi hipoglikemia.

28

Edukasi pada orang tua pasien dan pasien tentang penyakit pasien diperlukan agar pasien dan keluarganya dapat mengerti langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mempertahankan kondisi pasien stabil dan mencegah kondisi kritis. Monitoring gula darah setiap jangka waktu tertentu dan kontrol rutin diperlukan agar dapat mengetahui sudah tercapainya atau belum target kontrol metabolic. Selain itu juga agar dapat mengetahui lebih awal apabila terjadi hiperglikemia ataupun hipoglikemia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Batubara, dkk. 2010. Buku Ajar Endokrinologi Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2. Anonim. Diakses tanggal 3 April 2012.

http://www.scribd.com/doc/50420989/makalah-hipotiroid. 3. Pudjiadi AH dkk. Perawakan Pendek. Dalam : Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak

Indonesia. 2010. h: 243-49 4. Susanto R. Perawakan Pendek. Diakses tanggal 3 April 2012. http://pediatricsundip.com/journal/perawakan%20pendek.pdf. 5. Narendra MB dkk. Perawakan Pendek. Diakses tanggal 3 April 2012. http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt &filepdf=0&pdf=&html=07110-wspk272.htm 6. Anonim. Assesment of short Stature. BMJ. Diakses tanggal 3 April 2012. http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/749/diagnosis.html

29

7. Heriyanis Homenta. 2012. Diabetes Mellitus Tipe 1. Program Pasca Sarjana Ilmu Biomedik Falkultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang 8. Ardy Moefty. 2009. Patogenesis dan Penatalaksanaan DM tipe 1. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Pajajaran Bandung. 9. Annang Giri Mulyo. 2011. Mengenal Kasus-Kasus Endokrin Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

30

Anda mungkin juga menyukai