Anda di halaman 1dari 18

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG Kehamilan ektopik merupakan kondisi yang terjadi karena fisiologi reproduksi manusia yang memungkinkan hasil konsepsi untuk melekat dan tumbuh di luar kavum endometrium, yang pada akhirnya akan berakhir dengan kematian fetus. Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan behubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang dapat dihadapi oleh setiap dokter, karena sangat beragamnya gambaran klinik kehamilan ektopik terganggu itu. Tidak jarang yang menghadapi penderita untuk pertama kali adalah dokter umum atau dokter ahli lainnya, maka dari itu, perlu diketahui oleh setiap dokter klinik kehamilan ektopik terganggu serat diagnosa diferensialnya. Hal yang perlu diingat ialah, bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu difikirkan kehamilan ektopik terganggu.

I.2 EPIDEMIOLOGI Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 2040 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 % - 14,6 %. Kehamilan ektopik dapat terjadi sebagai akibat usaha fertilisasi in vitro pada seorang ibu, dan kehamilan ektopik tersebut dapat menurunkan kesempatan pasangan infertil yang bersangkutan untuk mendapatkan anak pada usaha berikutnya.

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

BAB II PEMBAHASAN

II.1 DEFINISI Kehamilan ektopik berasal dari bahasa Yunani ektopos yang berarti "diluar tempat". Dalam hal ini dimaksudkan adanya implantasi hasil pembuahan diluar kavum uteri, antara lain di tuba fallopi, serviks, ovarium, bagian cornu uterus, dan cavum abdominal. Hasil pembuahan tersebut akan tumbuh dan meningkatkan vaskularisasi ditempat tersebut, dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, sehingga terjadi perdarahan massive, infertilitas, dan kematian. Hal ini terjadi karna cavum uteri merupakan satu-satunya tempat yang menyokong untuk perkembangan fetus . Kehamilan ektopik terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kegawatdaruratan obstetrik yang mengancam nyawa ibu dan kelangsungan hidup janin, serta merupakan salah satu penyebab utama mortalitas ibu, khususnya pada trimester pertama. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.

II.2 ETIOLOGI Banyak faktor yang dapat menjadi faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik. Pada dasarnya, segala hal yang dapat menganggu migrasi embrio ke dalam kavum uteri dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya kehamilan ektopik pada seorang wanita. Penjelasan yang paling logis untuk peningkatan angka kejadian kehamilan ektopik ialah infeksi daerah pelvis di masa lalu. Bagaimanapun juga, sebagian besar pasien dengan kehamilan ektopik tidak memiliki faktor predisposisi yang jelas. Beberapa faktor predisposisi terjadinya kehamilan ektopik antara lain :

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Pelvic Inflammatory Disease Penyebab utamanya adalah infeksi oleh Chlamydia trachomatis. Infeksi Chlamydia dapat timbul dalam beberapa bentuk, mulai dari servisitis tanpa gejala, salpingitis, dan florid pelvic inflammatory disease ( PID ). Lebih dari 50 % wanita yang terinfeksi tidak menyadari dirinya telah terinfeksi. Organisme lain yang dapat menyebabkan PID seperti Neisseria gonorrhoeae, meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik. Riwayat salpingitis akan meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik menjadi 4 kali lipat.

Riwayat kehamilan ektopik yang telah lalu Setelah terjadinya sekali kehamilan ektopik, maka kemungkinan terjadinya kembali kehamilan ektopik pada pasien tersebut adalah sebesar 7 sampai 13 kali. Secara keseluruhan, pasien dengan riwayat kehamilan ektopik memiliki kemungkinan hamil dalam kandungan sebesar 50 80 %, dan kehamilan tuba sebesar 10 25 % di masa yang akan datang.

Riwayat operasi pada tuba dan konsepsi setelah ligasi tuba Operasi pada tuba telah terbukti meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik. Peningkatan ini bergantung kepada tingkat kerusakan dan perubahan anatomis dari tuba. Dalam hal ini operasi yang memiliki resiko tinggi antara lain salpingostomy, neosalpingostomy, fimbrioplasty, reanastomosis tuba, dan lisis perlengketan perituba atau periovarian. Konsepsi setelah ligasi tuba sebelumnya, akan meningkatkan resiko terjadinya kehamilan tuba. Terutama pada kegagalan dalam penggunaan kauter bipolar, dibandingkan dengan teknik penjahitan, cincin, atau klip. Kegagalan ini berkaitan dengan terbentuknya fistula yang memungkinkan lewatnya sperma. Umumnya kehamilan ektopik ini terjadi lebih dari 2 tahun setelah sterilisasi. Penggunaan obat obatan penyubur atau teknologi reproduksi buatan.

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Induksi ovulasi dengan clomiphene citrate atau injeksi gonadotropin meningkatkan resiko kehamilan ektopik 4 kali lipat. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya jumlah sel telur dan tingginya hormon merupakan faktor penting dalam terjadinya kehamilan ektopik. Pasien yang infertil dengan gangguan fase luteal, memiliki angka kejadian terjadinya kehamilan ektopik yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang infertil karena anovulasi. Resiko kehamilan ektopik dan heterotopik meningkat secara dramatis pada pasien yang pernah menggunakan teknologi reproduksi buatan, seperti fertilisasi in vitro ( IVF ) atau transfer gamet intrafallopi ( GIFT ).

Penggunaan IUD yang mengandung progesteron Pengguna intrauterine device ( IUD ), terutama yang mengandung progesteron memiliki angka kejadian yang lebih tinggi terhadap terjadinya kehamilan ektopik dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun. IUD modern yang mengandung tembaga tidak meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik. Angka kejadian kehamilan ektopik dengan pengguna IUD adalah 3 4 %.

Peningkatan usia Angka kejadian tertinggi terjadinya kehamilan ektopik adalah pada wanita usia 35 - 44 tahun. Resiko meningkat 3 - 4 kali lipat dibandingkan dengan wanita usia 15 24 tahun. Penjelasan yang diajukan berkaitan dengan aktivitas myoelektrikal pada tuba falopii, yang bertugas dalam motilitas tuba. Proses penuaan memungkinkan terjadinya penurunan aktivitas myoelektrikal sepanjang tuba falopii.

Merokok Merokok meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik. Resiko ini meningkat 1,6 - 3,5 kali dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok.

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Mekanisme terjadinya kehamilan ektopik ini diduga meliputi terlambatnya ovulasi, penurunan motilitas uterus dan tuba atau penurunan imunitas.

Salpingitis isthmica nodosum Salpingitis isthmica nodosum merupakan penampakan mikroskopis dari epitel tuba didalam myosalpinx atau dibawah serosa tuba. Kantong epitel ini menonjol ke dalam tuba, menyerupai suatu divertikel yang kecil. Penelitian pada pasien kehamilan ektopik yang diobati dengan salpingektomi, 50% nya mengalami salpingitis isthmica nodosum. Penyebab Salpingitis isthmica nodosum masih belum jelas, tetapi diduga terjadi setelah adanya inflamasi atau kelainan kongenital.

Lain lain Faktor resiko lain yang berkaitan dengan peningkatan angka kejadian kahamilan ektopik diantaranya adalah penggunaan diethylstilbestrol ( DES ), bentuk uterus seperti huruf T, operasi daerah abdomen di masa lalu, kegagalan kontrasepsi dengan progesterone ( morning after pil ), dan ruptur apendiks.

II.3 PATOFISIOLOGI Kehamilan Tuba Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping yang relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil konsepsi

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

berkembang, dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas. Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-Stella. Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah: 1) Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi 2) Abortus ke dalam lumen tuba 3) Ruptur dinding tuba Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina. Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi. Kerusakan yang melibatkan kavum uteri

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

cukup besar sehingga histerektomi pun diindikasikan. Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, seperti uterus, usus dan ligamen.

Kehamilan Abdominal Hampir semua kasus kehamilan abdominal merupakan kehamilan ektopik sekunder akibat ruptur atau aborsi kehamilan tuba atau ovarium ke dalam rongga abdomen. Implantasi primer di dalam rongga abdomen amatlah jarang. Mortalitas akibat kehamilan abdominal tujuh kali lebih tinggi daripada kehamilan tuba, dan 90 kali lebih tinggi daripada kehamila intrauterin. Morbiditas maternal dapat disebabkan perdarahan, infeksi, anemia, koagulasi intravaskular diseminata (DIC), emboli paru atau terbentuknya fistula antara kantong amnion dengan usus. Pada kehamilan abdominal yang khas, plasenta yang telah menembus dinding tuba secara bertahap membuat perlekatan baru dengan jaringan serosa di sekitarnya, namun juga mempertahankan perlekatannya dengan tuba. Pada beberapa kasus, setelah ruptur tuba plasenta mengadakan implantasi di tempat yang terpisah dari tuba dalam rongga abdomen. Kehamilan abdominal dapat juga terjadi akibat ruptur bekas insisi seksio sesaria, dan pada kasus ini kehamilan berlanjut di balik plika vesikouterina. Kehamilan ekstrauterin lanjut memiliki peluang kelahiran hidup sebesar 1025%, namun angka malformasi kongenital pada bayi ekstrauterin cukup tinggi akibat oligohidramnios, dan hanya 50%-nya dapat bertahan hidup lebih dari satu minggu. Kelainan kongenital yang ditemukan umumnya berupa abnormalitas wajah, kranium dan ekstremitas. Kehamilan abdominal pula memberikan ancaman-ancaman kesehatan bagi si ibu. Oleh sebab itu, terminasi sedini mungkin sangat dianjurkan. Janin yang mati namun terlalu besar untuk diresorbsi dapat mengalami proses supurasi, mumifikasi atau kalsifikasi. Karena letak janin yang sangat dekat dengan

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

traktus gastrointestinal, bakteri dengan mudah mencapai janin dan berkembang biak dengan subur. Selanjutnya, janin akan mengalami supurasi, terbentuk abses, dan abses tersebut dapat ruptur sehingga terjadi peritonitis. Bagian-bagian janin pun dapat merusak organ-organ ibu di sekitarnya. Pada satu atau dua kasus yang telah dilaporkan, janin yang mati mengalami proses mumifikasi, menjadi lithopedion, dan menetap dalam rongga abdomen selama lebih dari 15 tahun.

Kehamilan Ovarium Kehamilan ektopik pada ovarium jarang terjadi. Pada tahun 1878, Spiegelberg merumuskan criteria diagnosis kehamilan ovarium: 1. Tuba pada sisi ipsilateral harus utuh 2. Kantong gestasi harus menempati posisi ovarium 3. Ovarium dan uterus harus berhubungan melalui ligamentum ovarii 4. Jaringan ovarium harus ditemukan dalam dinding kantong gestasi. Secara umum faktor risiko kehamilan ovarium sama dengan faktor risiko kehamilan tuba. Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada daya akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya mengalami ruptur pada tahap awal. Manifestasi klinik kehamilan ovarium menyerupai manifestasi klinik kehamilan tuba atau perdarahan korpus luteum. Umumnya kehamilan ovarium pada awalnya dicurigai sebagai kista korpus luteum atau perdarahan korpus luteum.

Kehamilan Serviks Kehamilan serviks juga merupakan varian kehamilan ektopik yang cukup jarang. Etiologinya masih belum jelas, namun beberapa kemungkinan telah diajukan. Burg mengatakan bahwa kehamilan serviks disebabkan transpor zigot yang terlalu cepat, yang disertai oleh belum siapnya endometrium untuk implantasi. Dikatakan pula bahwa instrumentasi dan kuretase mengakibatkan kerusakan endometrium sehingga endometrium tidak lagi menjadi tempat nidasi yang baik.

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Sebuah pengamatan pada 5 kasus kehamilan serviks mengindikasikan adanya hubungan antara kehamilan serviks dengan kuretase traumatik dan penggunaan IUD pada sindroma Asherman. Kehamilan serviks juga berhubungan dengan fertilisasi invitro dan transfer embrio. Pada kehamilan serviks, endoserviks tererosi oleh trofoblas dan kehamilan berkembang dalam jaringan fibrosa dinding serviks. Lamanya kehamilan tergantung pada tempat nidasi. Semakin tinggi tempat nidasi di kanalis servikalis, semakin besar kemungkinan janin dapat tumbuh dan semakin besar pula tendensi perdarahan hebat. Perdarahan per vaginam tanpa rasa sakit dijumpai pada 90% kasus, dan sepertiganya mengalami perdarahan hebat. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu. . Kehamilan Ektopik Heterotipik Kehamilan ektopik di sebuah lokasi dapat koeksis dengan kehamilan intrauterin. Kehamilan heterotipik ini sangat langka. Hingga satu dekade yang lalu insidens kehamilan heterotipik adalah 1 dalam 30,000 kehamilan, namun dikatakan bahwa insidensnya sekarang telah meningkat menjadi 1 dalam 7000, bahkan 1 dalam 900 kehamilan, berkat perkembangan teknik-teknik reproduksi. Kemungkinan kehamilan heterotipik harus dipikirkan pada kasus-kasus sebagai berikut: 1. Assisted reproduction technique 2. Bila hCG tetap tinggi atau meningkat setelah dilakukan kuretase pada abortus 3. Bila tinggi fundus uteri melampaui tingginya yang sesuai dengan usia gestasi, 4. Bila terdapat lebih dari 2 korpus luteum 5. Bila terdeteksi pada USG adanya kehamilan ektra- dan intrauterin.

II.4 GEJALA KLINIK

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Trias klinik pada kehamilan ektopik adalah nyeri, amenorrhea, dan perdarahan pervaginam. Tetapi sayangnya, hanya 50 % yang memiliki gejala yang khas. Pasien dapat datang dengan gejala lain yang menyerupai kehamilan pada umumnya. Beberapa gejala klinik yang sering ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu, antara lain : Mual, muntah dan pucat. Kolaps dan kelelahan. Denyut nadi cepat dan lemah ( 110 kali per menit atau lebih ). Hipotensi. Hipovolemia. Dyspareunia. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan : o Sakit pada abdomen bagian bawah ( nyeri tekan dan nyeri lepas ) o Distensi abdomen. Distensi abdomen dengan shiffting dullness merupakan petunjuk adanya darah bebas. o Tanda Cullen: sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam. Nyeri pelvis. Nyeri bahu karena perangsangan diafragma Pada pemeriksaan ginekologik diperoleh: o o Adanya nyeri dengan menggerakkan portio dan serviks Douglas crise : rasa nyeri yang hebat pada penekanan kavum douglasi o Kavum douglasi teraba menonjol karena terkumpulnya darah, begitu pula teraba massa retrouterina. Pendarahan pervaginam, biasanya ringan. Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang gagal dan penurunan progesteron dari korpus luteum menyebabkan terjadinya pendarahan. Hal ini mungkin tidak dapat dibedakan dari keguguran awal atau perdarahan implantasi dari awal kehamilan normal. o Pendarahan Eksternal, berhubungan dengan penurunan progesteron.

10

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Pendarahan Internal, berhubungan dengan perdarahan dari tuba.

Pada abortus tuba keluhan dan gejala kemungkinan tidak begitu berat, hanya rasa sakit diperut dan perdarahan pervaginam. s II.5 KOMPLIKASI Komplikasi yang sering terjadi pada kehamilan ektopik terganggu adalah : Ruptur yang berakibat pada perdarahan, yang dapat menyebabkan Bila terjadi ruptur tuba, maka gejala akan lebih hebat dan dapat

membahayakan nyawa ibu.

terjadinya syok dan diperlukannya transfusi merupakan komplikasi yang paling sering pada kasus kehamilan ektopik terganggu. Infertilitas terjadi pada 10 15 % wanita yang pernah mengalami

kehamilan ektopik.

II.6 DIAGNOSIS Anamnesis Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu dapat dinyatakan. Perdarahan per vaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.

Pemeriksaan umum Penderita tampak kesakitan dan pucat; pada perdarahan dalam rongga perut tanada tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.

Pemeriksaan ginekologi o o Tanda tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Adanya nyeri dengan menggerakkan portio dan serviks..

11

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Douglas crise : rasa nyeri yang hebat pada penekanan kavum douglasi. o Kavum douglasi teraba menonjol karena terkumpulnya darah, begitu pula teraba massa retrouterina Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium 1. Biasanya tes kehamilan positif : Pada 17,5 % kasus dapat terjadi negatif palsu dalam pemeriksaan HCG urin secara kualitatif. Sebaliknya hanya 2 % kasus yang mengalami negatif palsu pada pemeriksaan serum HCG secara kuantitatif. 2. Kadar hematokrit dalam darah dapat normal atau menurun. 3. Jumlah leukosit dapat normal atau meningkat. Pada penyakit ini mungkin dapat dilakukan pemeriksaan kadar serum progesterone. Kadar serum progesterone 25 ng/MI, 98 % nya berhubungan dengan kehamilan normal di dalam uterus. Sedangkan kadar serum progesterone < 5ng/MI mengindikasikan bahwa kehamilan tesebut tidak berkembang, dimanapun lokasinya. b. Kuldosentesis dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya darah bebas di rongga abdomen. c. Pemeriksaan dengan USG menunjukkan gambaran uterus yang kosong. Hasil konsepsi dilakukan di tempat lain. d. Laparoskopi atau laparotomi mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosa. e. Dilatasi dan kuretase mungkin dapat dilakukan untuk menyingkirkan kehamilan intrauterin nonviable.

Pada kehamilan abdominal diagnosis berawal dari indeks kecurigaan yang tinggi. Temuan-temuan ultrasonografik berikut, meskipun tidak patognomonis, harus segera membuat kita berpikir akan suatu kehamilan abdominal: 1. Tidak tampaknya dinding uterus antara kandung kemih dengan janin 2. Plasenta terletak di luar uterus

12

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

3. Bagian-bagian janin dekat dengan dinding abdomen ibu 4. Letak janin abnormal 5. Tidak ada cairan amnion antara plasenta dan janin 6. MRI dan CT-scan dapat memberikan visualisasi yang jauh lebih baik daripada USG.

II.7 DIAGNOSIS DIFERENSIAL Walaupun pada umumnya jika dipikirkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu dapat dibuat, beberapa keadaan patologik, seperti infeksi pelvik, abortus imminens, kista folikel, atau korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai, dan appendisitis dapat memberikan gambaran klinik yang hampir sama. Kehamilan intrauterin dan masalah abdomen atau pelvis lainnya, seperti degenerasi fibroid, juga harus dimasukkan sebagai diagnosa differensial.

II.8 PENANGANAN Penanganan awal kehamilan ektopik : 1. Segera lakukan uji silang darah dan laparotomi. Jangan menunggu darah sebelum melakukan pembedahan. 2. Jika tidak ada fasilitas, segera rujuk ke fasilitas lebih lengkap dan lakukan penilaian awal. 3. Pada laparotomi, eksplorasi kedua ovarium dan tuba Falopii : Kerusakan tuba yang berat : lakukan salpingektomi ( hasil konsepsi dan tuba keduanya dikeluarkan ). Ini merupakan terapi pilihan pada sebagian besar kasus. Kerusakan tuba yang kecil : lakukan salpingostomi ( hasil konsepsi dikeluarkan dan tuba dipertahankan ). Ini dilakukan untuk mempertimbangkan konservasi kesuburan karena resiko kehamilan ektopik berikutnya cukup tinggi.

13

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Jika terjadi perdarahan banyak dapat dilakukan autotransfusi apabila darah intraabdominal masih segar dan tidak terinfeksi atau terkontaminasi ( pada akhir kehamilan, darah dapat terkontaminasi dengan air ketuban dan lain lain sehingga sebaiknya tidak digunakan autotransfusi ). Darah dapat dikumpulkan sebelum pembedahan atau setelah abdomen dibuka : 1. Sewaktu ibu berbaring diatas meja operasi sebelum operasi dan abdomen tampak tegang akibat terkumpulnya darah, saat itu memungkinkan untuk memasukkan jarum melelui dinding abdomen dan darah dikumpulkan diset donor. 2. Cara lain bukalah abdomen : Ambil darah kedalam suatu tempat dan saringlah darah dengan menggunakan kasa untuk memisahkan bekuan darah. Bersihkan bagian atas dari kantong darah dengan cairan antiseptik dan bukalah pisau steril. Tuangkan darah wanita tersebut kedalam kantong dan masukkan kembali melalui set penyaring dengan cara biasa. Jika tidak tersedia kantong donor dengan antikoagulan, tambahkan sodium sitrat 10 ml untuk setiap 90 ml darah.

Penanganan kehamilan abdominal Sangat berisiko tinggi. Penyulit utama adalah perdarahan yang disebabkan ketidakmampuan tempat implantasi plasenta untuk mengadakan vasokonstriksi seperti miometrium. Sebelum operasi, cairan resusitasi dan darah harus tersedia, dan pada pasien harus terpasang minimal dua jalur intravena yang cukup besar. Pengangkatan plasenta membawa masalah tersendiri pula. Plasenta boleh diangkat hanya jika pembuluh darah yang mendarahi implantasi plasenta tersebut dapat diidentifikasi dan diligasi. Karena hal tersebut tidak selalu dapat dilaksanakan, dan lepasnya plasenta sering mengakibatkan perdarahan hebat, umumnya plasenta ditinggalkan in situ.

14

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Dengan ditinggalkan in situ, plasenta diharapkan mengalami regresi dalam 4 bulan. Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi adalah ileus, peritonitis, pembentukan abses intraabdomen dan infeksi organ-organ sekitar plasenta, serta preeklamsia persisten. Regresi plasenta dimonitor dengan pencitraan ultrasonografi dan pengukuran kadar serum HCG. Pemberian methotrexate untuk mempercepat involusi plasenta tidak dianjurkan, karena degradasi jaringan plasenta yang terlalu cepat akan menyebabkan akumulasi jaringan nekrotik, yang selanjutnya dapat mengakibatkan sepsis. Embolisasi per angiografi arteri-arteri yang mendarahi tempat implantasi plasenta adalah sebuah alternatif yang baik.

Penanganan kehamilan ovarium Kehamilan ovarium terganggu ditangani dengan pembedahan yang sering kali mencakup ovariektomi. Bila hasil konsepsi masih kecil, maka reseksi parsial ovarium masih mungkin dilakukan. Methotrexate dapat pula digunakan untuk terminasi kehamilan ovarium yang belum terganggu.

Penanganan kehamilan serviks Prinsip dasar penanganan kehamilan serviks, seperti kehamilan ektopik lainnya, adalah evakuasi. Karena kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu, umumnya hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase. Namun evakuasi hasil konsepsi pada kehamilan serviks sering kali mengakibatkan perdarahan hebat karena serviks mengandung sedikit jaringan otot dan tidak mampu berkontraksi seperti miometrium. Bila perdarahan tidak terkontrol, sering kali histerektomi harus dilakukan. Hal ini menjadi dilema, terutama bila pasien ingin mempertahankan kemampuan reproduksinya. Beberapa metode-metode nonradikal yang digunakan sebagai alternatif histerektomi antara lain pemasangan kateter Foley, ligasi arteri hipogastrika dan cabang desendens arteri uterina, embolisasi arteri dan terapi medis. Kateter Foley dipasang pada kanalis servikalis segera setelah kuretase, dan balon kateter segera dikembangkan untuk mengkompresi sumber perdarahan. Selanjutnya vagina ditampon dengan kasa. Beberapa pakar mengusulkan penjahitan serviks pada jam 3 dan 9 untuk tujuan

15

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

hemostasis (hemostatic suture) sebelum dilakukan kuretase. Embolisasi angiografik arteri uterina adalah teknik yang belakangan ini dikembangkan dan memberikan hasil yang baik, seperti pada sebuah laporan kasus kehamilan serviks di Italia24. Sebelum kuretase dilakukan, arteri uterina diembolisasi dengan fibrin, gel atau kolagen dengan bantuan angiografi. Pada kasus tersebut, perdarahan yang terjadi saat dan setelah kuretase tidak signifikan. Seperti pada kehamilan tuba, methotrexate pun digunakan untuk terminasi kehamilan serviks. Methotrexate adalah modalitas terapeutik yang pertama kali digunakan setelah diagnosis kehamilan serviks ditegakkan. Namun pada umumnya methotrexate hanya memberikan hasil yang baik bila usia gestasi belum melewati 12 minggu. Methotrexate dapat diberikan secara intramuskular, intraarterial maupun intraamnion

Penanganan selanjutnya : 1. Sebelum membolehkan ibu pulang, lakukan konseling dan nasihat mengenai prognosis kesuburannya. Mengingat meningkatnya resiko kehamilan ektopik selanjutnya, konseling metode kontrasepsi dan penyediaan metode kontrasepsi, jika diinginkan, merupakan hal yang penting. 2. Perbaiki anemia dengan sulfas ferrosus 600 mg/hari per oral selama 2 minggu. 3. Jadwalkan kunjungan berikutnya untuk pemantauan dalam waktu 4 minggu.

II.9 PROGNOSIS Sekitar 85 % wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik, dapat mengalami kehamilan yang normal dikemudian harinya. Kehamilan ektopik berulang dapat terjadi pada 10 20 % kasus. Beberapa pasien menjadi gagal untuk dapat hamil kembali dan mengalami abortus spontan selama trimester pertama kehamilannya. Angka kematian ibu yang diakibatkan oleh kehamilan ektopik di Amerika telah menurun menjadi kurang dari 0,1 % dalam 30 tahun terakhir. BAB III

16

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

PENUTUP

III.1 KESIMPULAN Kehamilan ektopik berasal dari bahasa Yunani ektopos yang berarti "diluar tempat". Dalam hal ini dimaksudkan adanya implantasi hasil pembuahan diluar kavum uteri, antara lain di tuba fallopi, serviks, ovarium, bagian cornu uterus, dan cavum abdominal. Hasil pembuahan tersebut akan tumbuh dan meningkatkan vaskularisasi ditempat tersebut, dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, sehingga terjadi perdarahan massive, infertilitas, dan kematian. Hal ini terjadi karena cavum uteri merupakan satu-satunya tempat yang menyokong untuk perkembangan fetus . Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kegawatdaruratan obstetrik yang mengancam nyawa ibu dan kelangsungan hidup janin, serta merupakan salah satu penyebab utama mortalitas ibu, khususnya pada trimester pertama. Hal yang perlu diingat ialah, bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu difikirkan kehamilan ektopik terganggu. Walaupun pada umumnya jika dipikirkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu dapat dibuat, beberapa keadaan patologik, seperti infeksi pelvik, abortus imminens, kista folikel, atau korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai, dan appendisitis dapat memberikan gambaran klinik yang hampir sama. Kehamilan intrauterin dan masalah abdomen atau pelvis lainnya, seperti degenerasi fibroid, juga harus dimasukkan sebagai diagnosa differensial.

DAFTAR PUSTAKA

17

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

1. Rachhimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Dalam : Winknyosastro H, Saiffuddin AB, Rachhimhadhi T,editor. Ilmu Kebidanan. 3th ed. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005. p: 323-337. 2. Saiffuddin AB, Winknyosastro HG, Affandi B, Waspodo D, editor. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. 1st ed. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadrjo; 2002. p : M15-M16. 3. Wikipedia.Kehamilan Ektopik. Avaliable from : http://id.wikipedia.org/wiki/Kehamilan Ektopik. Last update 17 Februari2009. [diakses pada tanggal 26 April 2009] 4. Sepilian V. Ectopic pregnancy. Avaliable from : http://www.emedicine.com/med/topic3212.htm. Last update 17 Agustus 2007 [diakses pada tanggal 26 April 2009]

18

Anda mungkin juga menyukai