Anda di halaman 1dari 12

Hidayat dan Hamdi Muluk: Pengaruh Sosialisasi

PENGARUH SOSIALISASI POLITIK KEAGAMAAN TERHADAP IDENTIFIKASI DAN LOYALITAS PARTAI

Hidayat dan Hamdi Muluk Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Abstrak Penelitian ini mencoba melihat pengaruh sosialisasi politik keagamaan dengan metode tarbiyah (pendidikan Islam) versi gerakan tarbiyah terhadap identikasi dan loyalitas kepada Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Peneliti juga berasumsi bahwa pemilih Partai Keadilan Sejahtera peserta tarbiyah lebih loyal dibandingkan pemilih PKS yang tidak mengikuti tarbiyah (non-tarbiyah). Seluruh subjek penelitian (N= 160) adalah mahasiswa pemilih PKS dengan rincian sebanyak 40 subjek adalah non-tarbiyah dan 120 subjek adalah mahasiswa peserta tarbiyah. Menggunakan analisis Sructural Equation Modelling (SEM) hasil penelitian menunjukkan bahwa sosialisasi politik keagamaan dengan metode tarbiyah merupakan prediktor signikan terhadap identikasi partai dan loyalitas PKS. Hasil uji MANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signikan antara tiga kelompok tarbiyah (kelompok tersosialisasi tinggi, sedang, dan tidak ikut tarbiyah) pada kombinasi linear dari sejumlah variabel terikat, yaitu sikap keseluruhan, identikasi partai, komponen identikasi partai (afeksi, kognisi, ideologi, dan identitas sosial), dan loyalitas partai dimana ditemukan pemilih PKS peserta tarbiyah lebih loyal kepada PKS daripada pemilih nontarbiyah.
Kata Kunci: Sosialisasi politik Keagamaan, Tarbiyah, identikasi partai,

afeksi, kognisi, ideologi, identitas sosial, dan loyalitas partai PENDAHULUAN Transmisi gerakan Ikhwanul Muslimin di Indonesia telah menghasilkan gerakan dakwah yang dikenal dengan gerakan tarbiyah (Rahmat, 2005). Ikhwanul Muslimin adalah sebuah gerakan islamisme yang menganggap Islam tidak hanya sebagai agama tetapi sekaligus ideologi politik (Roy, 1992). Gerakan tarbiyah di Indonesia muncul sejak tahun 1970-an dan pusat gerakan dakwahnya adalah kampus-kampus dan sekolah-sekolah. Sekitar awal tahun 1998, kader-kader gerakan tarbiyah mendirikan partai politik Islam yaitu Partai Keadilan (PK) yang kemudian berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di tahun 2001. Meski telah bertransformasi menjadi

193

JPS VoL. 13 No. 03 Agustus 2007

partai politik, metode pembinaan yang digunakan PKS tetap mengacu pada sistem pengkaderan dakwah tarbiyah. Ada berbagai pihak menilai, kuatnya penguasaan gerakan tarbiyah terhadap lembaga dakwah formal kampuskampus dan sekolah-sekolah ini telah memberikan keuntungan politik berupa dukungan para aktivis dakwah terhadap PKS. Namun, secara empirik, asumsi ini belum pernah dibuktikan melalui sebuah penelitian ilmiah. Melalui penelitian ini, peneliti berusaha membuktikan bahwa berbagai kegiatan tarbiyah, yang marak dilakukan di kampus dan umumnya dipandang oleh mahasiswa sebagai kegiatan agama biasa, telah berperan sebagai agen sosialisasi politik yang identikasinya jelas terhadap PKS. Kegiatan-kegiatan tarbiyah tersebut antara lain adalah halaqah (biasa disebut liqa atau mentoring), rihlah, amal jamai (kerja kolektif), mukhayyam (berkemah). Peneliti membingkai berbagai kegiatan tarbiyah tersebut dengan istilah sosialisasi politik kegamaan dengan metode tarbiyah. Peneliti berasumsi bahwa sosialisasi politik kegamaan/ tarbiyah berpengaruh terhadap identikasi dan loyalitas mahasiswa terhadap PKS. Selain itu, peneliti juga berusaha membuktikan apakah terdapat perbedaan identikasi dan loyalitas PKS pada mahasiswa pemilih PKS peserta tarbiyah dengan mahasiswa pemilih PKS non-tarbiyah, sekaligus melihat kelompok mana yang lebih loyal pada PKS. Sosialisasi Politik Keagamaan Sosialisasi politik adalah proses bagaimana individu mendapatkan beragam bentuk orientasi politik, partisipasi politik, derajat keterlibatan, dan ideologi yang mendasari partisipasi

politik tersebut (Glencoe, dalam Hepburn 2005). Sosialisasi keagamaan berperan sebagai agen sosialisasi politik ketika berbagai orientasi politik diperoleh individu dari interaksinya dengan pengalaman keagamaan (Davis, 1992). Untuk selanjutnya, peneliti akan menyebut hal ini sebagai sosialisasi politik keagamaan. Kegiatan tarbiyah kaderisasi PKS dapat dikatakan sebagai sebuah proses sosialisasi politik keagamaan karena dengan mengikuti kegiatan tarbiyah, baik sebelum dan setelah berdirinya PKS, memungkinkan individu untuk mendapatkan pengetahuan dan orientasi politik disamping mendapatkan pengetahuan agama. Misalnya, beberapa prinsip pemikiran Ikhwanul Muslimin yang disosialisasikan dalam gerakan tarbiyah adalah Islam merupakan ajaran bersifat totalitas yang tidak memisahkan satu aspek dengan aspek lainnya. Dalam ungkapan yang sering digunakan; Islam adalah agama sekaligus negara (din wa dawlah) yang artinya Islam menolak sekularisme (Rahmat, 2005). Contoh lainnya, dari berbagai jenis daurah tarbiyah (sarana untuk membekali peserta tarbiyah dengan pengalaman untuk pengembangan keahlian dan pengetahuan), terdapat daurah yang merupakan kegiatan sosial-politik misalnya daurah penyelenggaraan/ pengawasan pemilu dan mengelola lembaga kemasyarakatan (RT, RW, Badan Desa, LSM) (Tim Kaderisasi DPP PKS, 2003). Terkait dengan partai politik, dalam kegiatan tarbiyah diberikan materi saluran politik yang bertujuan agar peserta tarbiyah dapat mengetahui hak-hak sosialnya dalam dunia politik, membandingkan beberapa saluran politik untuk melihat kelebihan, kesamaan, dan kekurangannya dengan

194

Hidayat dan Hamdi Muluk: Pengaruh Sosialisasi

objektif, memilih saluran politik dengan benar yang sesuai dengan aspirasinya, dan terlibat aktif untuk menyalurkan ideidenya dalam memperbaiki masyarakat pada saluran politik yang dipilihnya (Tim Kaderisasi DPP PKS, 2003). Identikasi Partai Identikasi partai didefenisikan sebagai kedekatan dan identikasi psikologis individu terhadap partai politik (Greene, 1999). Sedangkan menurut Campbell et al. (1960) identikasi partai adalah: "an affective attachment to an important group-object in one's environment". Dalton, Flanagan, & Beck (1984) mendenisikan identikasi partai sebagai: psychological ties between individuals and the parties they support..... has proven to be a fundamental aspect of politics in all mass party democracies (dalam Grenee, 1999:1). Dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa identikasi partai adalah identikasi psikologis individu terhadap suatu partai politik, berupa sikap dan kedekatan dengan partai politik, dapat bersifat menetap, dan sangat fundamental dalam mempengaruhi perilaku politik individu. Greene (1999) mengemukakan tiga sumber berbeda dari sikap terhadap partai politik; 1) kedekatan emosional terhadap partai (partisan affects), 2) Keyakinan-keyakinan terhadap partai politik (partisan cognitions), 3) dan rasa menjadi bagian (sense of belonging) dari partai politik (partisan social identication). Ketiga komponen bersifat independen dan saling berinteraksi dalam mempengaruhi sikap dan perilaku politik. Pada penelitian ini, ditambahkan komponen ideologi sebagai dasar pembangun identikasi partai pemilih sebagaimana dikemukakan Abramowitz & Saunders (2006) bahwa ideologi

sangat penting dipertimbangkan berpengaruh terhadap identikasi partai. Walau cara pendenisian ideologi berbeda-beda, para ilmuan politik secara umum memandang ideologi sebagai seperangkat keyakinan terhadap peran yang seharusnya dijalankan oleh pemerintah yang kemudian membentuk respon terhadap berbagai bentuk kebijakan politik yang memiliki ruang lingkup yang luas (Converse dalam Abramowitz & Saunders 2006). Salah satu peran identikasi partai adalah membentuk perceptual screen yang menjadi lter terhadap informasiinformasi politik tentang partai yang dipilih individu Campbel (1960). Dengan kata lain, perceptual screen berperan sebagai skema individu dalam hal politik. Identikasi partai juga dapat mempengaruhi pilihan voting secara langsung atau tidak langsung melalui evaluasi terhadap isu dan kandidatkandidat yang diusung partai politik (Greene, 1999). Schmitt & Holmberg (1995) menyatakan bahwa identikasi partai akan menstabilkan perilaku individu pemilih partai dan bila tingkat identikasi partai menurun maka unsur kestabilan perilaku individu akan merosot (dalam Mujani, 2007). Ketika identikasi partai berkurang perilaku bergonta-ganti pilihan partai (electroral volatily) akan cenderung meningkat. Loyalitas Partai Menurut Djupe (2000) pengertian loyalitas adalah, a continued psychologycal identication and social attachment arising from involvement with a social or political institution, whether a class, movement, car brand, sports, team, beer, politcal party, religion (hal 2). Maka loyalitas partai adalah kelanjutan identikasi psikologis dan meningkatnya kedekatan sosial yang

195

JPS VoL. 13 No. 03 Agustus 2007

muncul dari keterlibatan dengan sebuah partai politik. Djupe (2000) mengemukakan tiga elemen pembangun perilaku loyal. Pertama, elemen ikatan psikologis (psychological ties) yang merupakan keadaan sikap dan perilaku loyal pada objek loyalitas yang diterapkan sepanjang kehidupan manusia (Djupe, 2000). Ikatan psikologis ditunjukkan dengan adanya komitmen individu terhadap objek loyalitas (Hirschman 1970, dalam Djupe 2000). Bagi orang yang loyal, memilih institusi politik selain objek loyalitas adalah hal yang tidak terkirkan dan bukanlah sebuah pilihan, walaupun ia mendapatkan keuntungan dari hal tersebut (Sunquist, dalam Djupe, 2000). Kedua, hubungan ikatan sosial (social ties) berfokus pada aliasi individu dengan objek loyalitas akan menimbulkan usaha-usaha untuk memperkuat jaringan sosial yang membentuk momentum aliasi yang lebih kuat dan sulit untuk diubah-ubah. Dengan adanya ikatan sosial ini, individu terlibat dalam jaringan sosial untuk mendukung (atau dipaksa mendukung) dan membantu pemeliharaan aliasi (maintenance of afliation). Ketiga, elemen keadaan sosial (social circumstances) dimana dapat diketahui peningkatan dan penurunan kondisi loyalitas partai karena dipengaruhi oleh fenomena atau kejadian-kejadian sosial. Dalam konteks loyalitas partai, misalnya, terungkapnya skandal partai politik dapat menurunkan loyalitas terhadap partai politik pada partisan yang kurang loyal. Mobilitas geogras dapat menyebabkan hilangnya loyalitas karena individu bisa terlepas dari jaringan ikatan sosial partai politik. Selain itu, media massa juga dapat menunjukkan kondisi loyalitas partai

misalnya dengan adanya pemberitaan televisi yang gencar tentang skandal suatu partai politik akan menciptakan peluang bagi individu untuk membentuk pilihan-pilihan politik lain (Djupe, 2000). Djupe juga menjelaskan bahwa orang yang memiliki kualitas pendidikan yang baik, dapat menunjukkan loyalitas yang cenderung bertahan lama.

HIPOTESIS Pada penelitian ini peneliti menetapkan beberapa hipotesis penelitian yang akan diuji yaitu: H1: Terdapat pengaruh sosialisasi politik keagamaan tarbiyah terhadap identikasi partai, komponen identikasi partai (afeksi, kognisi, ideologi, dan identitas sosial), dan loyalitas partai pada pemilih Partai Keadilan Sejahtera (PKS) peserta tarbiyah H2: Terdapat perbedaan identikasi dan loyalitas partai pada pemilih PKS peserta tarbiyah dengan pemilih PKS non-tarbiyah dimana kelompok pemilih peserta tarbiyah memiliki identikasi lebih kuat dan lebih loyal terhadap PKS. METODE Partisipan dan Prosedur Seluruh subjek penelitian adalah mahasiswa pemilih Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada pemilu 2004 yang berasal dari berbagai universitas di Jakarta. Mahasiswa ini kemudian dikategorikan menjadi dua kelompok pemilih PKS yaitu kelompok mahasiswa peserta kegiatan tarbiyah dan kelompok mahasiswa non-tarbiyah. Jumlah total subjek adalah 160 orang dengan rincian sebanyak 120 subjek adalah peserta tarbiyah, sisanya sebanyak 40 subjek non-tarbiyah.

196

Hidayat dan Hamdi Muluk: Pengaruh Sosialisasi

Pengukuran Penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri dari beberapa alat ukur sosialisasi keagamaan/tarbiyah yang akan dihubungkan dengan variabel identikasi partai (beserta komponennya) dan loyalitas partai. Alat ukur tersebut sebagian diadaptasi alat ukur identikasi partai dari Greene (1999) dan sebagian besar lagi dikonstruksi oleh peneliti. Kehadiran Halaqah Kegiatan utama yang dijadikan fokus penelitian adalah kegiatan halaqah (biasa disebut liqa/mentoring). Halaqah adalah kegiatan paling intensif yang dilakukan dalam tarbiyah yaitu satu kali dalam sepekan dengan lama pertemuan 2-3 jam. Halaqah merupakan pertemuan dalam dinamika kelompok dengan jumlah anggota maksimal 12 orang. Untuk mengukur kehadiran halaqah subjek peserta tarbiyah diminta untuk memberikan informasi tentang jumlah kehadirannya pada halaqah tarbiyah selama rentang waktu 1 tahun. Jumlah kehadiran halaqah dinilai dengan skala kehadiran (1-7) yang menjadi skor tunggal kehadiran Halaqah. Loyalitas Tarbiyah Skala loyalitas tarbiyah dibuat dari 4 item yang memungkinkan subjek menilai sendiri seberapa besar komitmennya dalam mengikuti kegiatan tarbiyah, kekuatan pengaruh nilai-nilai tarbiyah dalam hidup subjek, dan partisipasi subjek dengan kegiatan tarbiyah. Subjek merating pilihannya dengan pilihan 1= Sangat tidak Kuat sampai dengan 7 = Sangat Kuat). Alat ukur ini memenuhi aspek reliabilitas alat ukur ( = 919) Konformitas Murabbi Unsur utama halaqah adalah pendidik (murabbi) sebagai menjadi penanggung

jawab (masul) dan peserta tarbiyah (mutarabbi). Halaqah dilengkapi berbagai adab terhadap murabbi; serius, memiliki rasa tanggung jawab atas kesuksesan halaqah, percaya (tsiqah) dan taat selama murabbi tidak bermaksiat kepada Allah, selalu berkonsultasi dan berkomunikasi dengan murabbi. Skala konformitas murabbi dikonstruksi dengan skala Likert dan terdiri dari 8 item untuk mengukur perilaku konformitas murabbi. Contoh dari item untuk mengukur perilaku konformitas murabbi adalah Menurut saya murabbi (mentor) memiliki peran dalam membimbing hidup saya dan Saya percaya dan taat selama murabbi (mentor) tidak bermasiat kepada Allah.. Pilihan jawaban yang disediakan adalah 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Setuju, dan 4 = Sangat Setuju. Aspek reliabilitas alat ukur terpenuhi dengan nilai = 0, 702. Identikasi Partai Identikasi partai terdiri dari satu item tunggal terkait pandangan seseorang tentang seberapa kuat dukungannya terhadap sebuah partai politik. Subjek me-rating pilihannya dengan pilihan 1= sangat tidak kuat sampai dengan 7 = sangat kuat. Alat ukur ini tidak diukur reliabilitasnya karena hanya terdiri dari item tunggal. Sikap Keseluruhan terhadap Partai Politik Skala sikap keseluruhan diadaptasi dari alat ukur sikap keseluruhan Greene (1999) yang disajikan dengan semantic diferential. Skala ini terdiri dari 8 item netral (tidak bersifat kognitif atau afektif) dan menekankan sikap umum terhadap partai politik objek identikasi partai (Partai Keadilan Sejahtera). Diantara item evaluatif yang digunakan adalah

197

JPS VoL. 13 No. 03 Agustus 2007

baik, positif, disukai, dan buruk. Alat ukur ini memenuhi aspek reliabilitas alat ukur ( = 0, 880) Sikap Afektif terhadap Partai Politik Skala afektif diadaptasi dari alat ukur komponen afektif Greene (1999) yang disajikan menggunakan semantic diferential. Skala ini terdiri dari 8 item yang menunjukkan kondisi emosi yang disebabkan oleh partai politik objek identikasi partai (Partai Keadilan Sejahtera). Contoh item yang digunakan adalah senang, marah, bahagia, danmuak. Alat ukur sikap afektif memenuhi aspek reliabilitas alat ukur ( = 0, 846) Sikap Kognitif terhadap Partai Politik Skala kognisi dalam sikap diadaptasi dari Greene (1999) yang disajikan menggunakan semantic diferential. Skala ini terdiri dari 8 item yang menunjukkan pandangan subjek tentang sifat/karakteristik partai politik objek identikasi partai. Contoh dari item yang digunakan adalah baik, buruk, bemanfaat, dan menguntungkan. Aspek reliabilitas alat ukur terpenuhi ( = 0, 829). Identitas Sosial terhadap Partai Politik Skala ini juga diadaptasi dari Greene (1999) dan disajikan berbentuk skala Likert (1= sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = setuju, dan 4 = sangat setuju). Skala ini direvisi hingga berjumlah 8 item yang mengukur aspek identitas sosial individu dengan partai politik. Contoh item adalah saat saya berbicara tentang kelompok ini saya biasa menggunakan kata kita daripada mereka . Aspek relibialitas alat ukur indentitas sosial terpenuhi dengan = 0, 849.

Ideologi Partai Politik Skala ini dikonstruksi oleh peneliti menggunakan skala Likert (1= sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = setuju, dan 4 = sangat setuju) dan terdiri dari 8 item. Item-item tersebut diharapan dapat mengukur kesetujuan subjek terhadap ideologi Partai Keadilan Sejahtera. Contoh item adalah saya mendukung pandangan PKS dalam menentang gerakan terselubung yang memusuhi kaum muslimin. Aspek reliabilitas alat ukur terpenuhi dengan = 0, 767. Loyalitas Partai Skala loyalitas partai (PKS) dibuat dengan skala Likert dengan pilihan jawaban 1= sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = setuju, dan 4 = sangat setuju. Berdasarkan tiga dimensi loyalitas yang dikemukakan Djupe (2000); ikatan psikologis, ikatan sosial dengan partai politik, dan keadaan loyalitas dalam keadaan-keadaan sosial dibuat 19 item yang mengukur loyalitas PKS. Contoh dari item ikatan psikologi adalah saya setia untuk mendukung dakwah Partai Keadilan Sejahtera. Untuk ikatan sosial contoh item yang digunakan adalah Saya menganjurkan pada orang tua dan saudara-saudara saya untuk mendukung dakwah Partai Keadilan Sejahtera. Sedangkan untuk dimensi keadaan sosial digunakan item Saya lebih percaya dengan keterangan PKS daripada keterangan media saat terjadi dugaan penyimpangan yang dilakukan PKS. Alat ukut loyaltas partai reliabel dengan = 0, 960. HASIL Peneliti mengkonstruksi model pengukuran pengaruh sosialisasi politik keagamaan/tarbiyah dengan identikasi dan loyalitas partai. Indikator-indikator untuk mengukur sosialisasi politik

198

Hidayat dan Hamdi Muluk: Pengaruh Sosialisasi

Gambar 1. Nilai Standardized Solution dan T-values (dalam tanda kurung) untuk uji estimasi individual beserta Chi Square, nilai p, dan RMSEA untuk uji model keseluruhan fit dengan data.

keagamaan tarbiyah adalah kehadiran halaqah, loyalitas tarbiyah, dan konformitas murabbi. Variabel identikasi partai diukur dengan komponen afektif, kognitif, indentitas sosial, dan ideologi PKS. Sedangkan loyalitas PKS diukur dengan indikator ikatan psikologis, ikatan sosial, dan keadaan sosial. Hasil uji kesesuaian model menunjukkan bahwa model yang dikonstruksi t dengan data dengan Chi square 34. 02, p = 0. 32, dan RMSEA 0, 029. Dari gambar 1 dapat dilihat nilai t menunjukkan signikansi pengaruh sosialisasi politik keagamaan tarbiyah

terhadap identikasi dan loyalitas (H1 penelitian terbukti). Jadi dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya identikasi dan loyalitas partai peserta tarbiyah kepada PKS dipengaruhi secara nyata dan positif oleh tinggi rendahnya sosialisasi tarbiyah yang diterimanya. Selanjutnya untuk melihat apakah tiga kelompok tarbiyah (tidak ikut tarbiyah, tersosialisasi sedang, dan tersosialisasi tinggi) signikan berbeda dalam hal identitikasi dan loyalitas PKS dilakukan analisis MANOVA. Pengujian koosienkosien dengan kombinasi linear pengaruh tarbiyah mengindikasikan

Tabel 2 Hasil uji MANOVA 3 kelompok sosialisasi politik tarbiyah (tidak ikut, tersosialisasi sedang, dan tersosialisasi tinggi) pada kombinasi linear variabel sikap, afeksi, kognisi, ideologi, identifikasi partai, dan loyalitas partai (PKS) Effect Sosialisasi Politik Keagamaan (Tarbiyah) Test Name Pillai's Trace Wilks' Lambda Hotelling's Trace Roy's Largest Root Value .706 .316 2.099 2.065 F 11.853 16.823(a) 22.485 44.841(b) Hypo. df 14.000 14.000 14.000 7.000 Error df 304.000 302.000 300.000 152.000 Sig. .000** .000** .000** .000**

a Exact statistic b The statistic is an upper bound on F that yields a lower bound on the significance level. ** korelasi signifikan pada los 0, 01

199

JPS VoL. 13 No. 03 Agustus 2007

Tabel 3. Nilai rata-rata (mean) setiap kelompok sosialisasi tarbiyah dan hasil uji univariat Type III Sum of Squares sikap afeksi kognisi Identitas sosial ideologi Identifikasi partai loyalitas partai ** Korelasi signifikan pada los 0, 001 17.585 35.373 30.018 55.400 26.003 118.570 57.134 Mean Square 8.793 17.686 15.009 27.700 13.001 59.285 28.567 F 21.422 39.133 35.838 95.767 54.098 58.256 139.167 Sig. .000** .000** .000** .000** .000** .000** .000**

perbedaan kelompok tarbiyah berlaku pada sejumlah variabel terikat. Jadi, dapat disimpulkan secara keseluruhan variabel terikat signikan dalam membedakan 3 kelompok sosialisasi tarbiyah (lihat tabel 2). Sejauh mana 3 kelompok tarbiyah berbeda pada setiap variablel terikat penelitian dapat dilhat pada hasil uji univariat. Hasil uji univariat menunjukkan 3 kelompok sosialisasi tarbiyah berbeda secara signikan pada setiap variabel terikat yaitu sikap, afeksi, kognisi, ideologi, identikasi partai, dan loyalitas PKS (Lihat Tabel 3). Nilai rata-rata setiap variabel terikat

menunjukkan kelompok tarbiyah (tinggi dan sedang) memiliki nilai ratarata yang lebih tinggi dari kelompok non-tarbiyah. Jadi, kelompok peserta tarbiyah memiliki identikasi, dukungan ideologi, rasa seidentitas, orientasi, afektif, dan kognitif yang lebih kuat terhadap PKS daripada kelompok non-tarbiyah. Untuk loyalitas partai kelompok tarbiyah ditemukan ini lebih loyal kepada PKS daripada kelompok non-tarbiyah (H2 penelitian diterima). Dengan hasil ini dapat disimpulkan semakin kuat seseorang tersosialisasi tarbiyah semakin kuat identikasi dan loyalitasnya terhadap Partai Keadilan

Gambar 2 Nilai rata-rata 3 kelompok tarbiyah untuk variabel sikap, afeksi, kognisi, identitas sosial, ideologi, identifikasi, dan loyalitas PKS.

200

Hidayat dan Hamdi Muluk: Pengaruh Sosialisasi

Sejahtera. (Lihat gambar 2). DISKUSI Hasil penelitian ini membuktikan bahwa sosialisasi politik keagamaan dengan metode tarbiyah telah mampu menciptakan identikasi psikologis yang kuat terhadap partai politik sekaligus menciptakan pemilih yang loyal terhadap partai politik tersebut terutama pada kasus Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Hal ini mendukung hasil penelitian sebelumnya bahwa agama merupakan prediktor yang positif dan signikan dalam mempengaruhi identikasi partai dan loyalitas partai (Djupe, 2000; Davis, 1992). Hasil penelitian juga menunjukkan peran penting ideologi keagamaan partai dalam mempengaruhi identikasi dan loyalitas partai di Indonesia. Sebelumnya peran ideologi terhadap identikasi partai telah diungkap oleh Abramowitz & Saunders (2006). Dengan terbuktinya hal ini dapat dikatakan bahwa sebuah partai ideologis di Indonesia telah hadir kembali walaupun bisa dikatakan tersebulung. Hal ini karena secara pengkaderan PKS telah mampu mengikut sejumlah pendukung politiknya dengan suatu ikatan idelogis islam yang termuat dalam gerakan berbagai kegiatan dan materi tarbiyah. Dukungan yang diberikan peserta tarbiyah kepada PKS adalah dukungan kesetiaan terhadap dakwah Islam yang menjadi diagung-aungkan sebagai visi dan misi partai. Sejalan dengan teori psikologii agama, agama mampu membuat orang rela berkorban untuk kepentingan agamanya Argyle (2000). Jadi, loyalitas terhadap PKS tidak bisa didasarkan pada masalah politik murni tetapi ada peran agama yang melandasi terbentuknya identikasi dan loyalitas tersebut terutama pada peserta

tarbiyah. Pertanyaan mendasar dalam masalah perilaku politik yaitu dimanakah nilainilai politik (political values) seseorang dibentuk (Jacobsen, 2001). Jacobsen mengemukakan bahwa bila nilai-nilai politik adalah produk budaya maka terdapat dua arena berbeda dimana sosialisasi politik dapat terjadi. Dua arena itu adalah 1) keluarga dan pendidikan dasar dan 2) Pendidikan tinggi. Dikaitkan dengan hasil penelitian, PKS telah berhasil mengembangkan kaderisasi politik melalui sosialisasi politik kegamaan di dunia pendidikan terutama kampus. Selain itu bisa dikonsepsikan di dunia pendidikan inilah perilaku dan orientasi politik peserta tarbiyah dibentuk. Lebih dari itu sekedar memilih partai pada pemilu, menurut Greene (1999) identikasi partai dapat memberikan perbedaan partisan dalam sikap dan perilaku politik antara lain; kesesuaian dengan ideologi partai politik, pandangan terhadap isu-isu yang diusung partai politik, pengetahuan politik, penilaian terhadap kandidat dari partai politik, aktivitas mendukung kegiatan partai politik, dan dukungan sepanjang waktu terhadap partai politik. Keterbatasan penelitian ini adalah hanya melihat pengaruh sosialisasi politik keagamaan tarbiyah terhadap aspek identikasi dan loyalitas partai (PKS). Karena itu, penelitian tentang hubungan antara sosialisasi politik keagaman tarbiyah dengan pandangan peserta tarbiyah aspek politik lainnya seperti kepercayaan terhadap kandidat yang diusung PKS perlu diteliti lebih lanjut. Begitu juga sebaliknya pandangan peserta tarbiyah terhadap partai politik lainnya dan kandidat yang diusung oleh partai tersebut.

201

JPS VoL. 13 No. 03 Agustus 2007

SARAN Mengingat kuatnya loyaliyas peserta tarbiyah terhadap PKS dan kaitannya dengan aspek keagamaan maka akan sangat bermanfaat bila dilakukan penelitiaan tentang hal-hal apa yang dapat menyebabkan terjadinya gejala berganti pilhan partai (partisan volatily) pada peserta tarbiyah. Apakah mungkin mereka memilih partai lain dan gur partai seperti apa yang menjadi pilihan mereka. Hal ini juga terkait dengan kegagalan gerakan islamisme politik dalam pandangan Roy (1992) tentang inkonsistensi ideologi dan metode gerakan politik gerakan Islamisme terutama ketidakberhasil mereka menciptakan masyarakat baru yang sesuai dengan ideologi tarbiyah. DAFTAR PUSTAKA AbramovichA.L., & Saunders K.L. (2006). Exploring Bases of Partisanship in American Electrorate: Social identication vs ideology. Political Reseachs Quarterly. Alhumami, A. (2004). PKS dan Political Brand. Koran Tempo, Kamis 24 Juni 2004, dalam Mereka Bicara PKS. Jakarta: Fitrah Rabbani. Anastasia, A. & Urbina, S. (1988). Psychological Testing. London: Prentice-Hall. Argyle, M. (2000). Psychology and Religion. New York: Routledge. Augoustinos, M. & Walker, I.(1995). Social Cognition. London: Sage Publication. Bar-Lev, M. & Kedem, P. (1989). Does Political Socialization in Adolescence Have a Lasting Inuence?

The Enduring Effect of Israeli Youth Movements on the Political Ideology and Behavior of Their Graduates. Political Psychology. Baron A. R. & Byrne, D. (2003). Social Psychology. New York: Pearson Education. Burden, C. B. & Klofstad A. C. (2005). Affect and Cognition in Party Identication. Political Psychology. Brown, N. R. (2005). Between Empowerment and Marginalization; A Study of Political Socialization in \ an AfterSchool Mentoring Program for Sixth Grade Girls. The University of Michigan. Disertasi tidak dipublikasikan. Campbell, A., Converse, E., Miller, E. & Stokes, E. (1960). The American Voters. USA: John Wiley & Sons. Davis L. Charles (1992). Religion and Partisan Loyalty; The Case of Chatolic Workers in Mexico. The Western Political Quarterly. Dewan Syariah Pusat PK Sejahtera (2006). Fatwa-fatwa Dewan Syariah Partai Keadilan Sejahtera. Bandung: Syaamil Cipta Media. DeVellis, F. R. (2003). Scale Development Theory and Application. London: Sage Publication. Fadhol, M. G. (2005). Jatuh Bangun Dakwah Kampus. Jakarta: Majalah Dawatuna Edisi Februari 2005. 6/th.01/Januari-

Fealy, G. (2005). Kata pengantar buku Partai Keadilan Sejahtera; Wajah

202

Hidayat dan Hamdi Muluk: Pengaruh Sosialisasi

Baru Islam Politik Indonesia. Bandung: Syaamil Cipta Media. Ghozali, I. & Fuad (2005). Structural Equation Modelling. Semarang: Badan Pendidikan UNDIP. Green, D., Palmquist, B. & Schickler (2002). Partisan Hearts and Minds: Political Parties and The Social Identities of Voters. New Haven, CT: Yale University Press. Greene, Steven (1999). Understanding Party Identication: A Social Identity Approach. Political Psychology. Greene, Steven (1999). The Psychological Structure of Partisanship; Affect, Cognition, and Social Identity in Party Identication. The Ohio State University. Disertasi tidak dipublikasikan. Greenstein I. F. (1970). A Note on the Ambiguity of "Political Socialization": Denitions, Criticisms, and Strategies of Inquiry. The Journal of Politics. Hepburn, A. M (2004). Revitalizing Political Socialilization Reseach; An Introduction to Symposium. Perspectives on Political Science. Hogg, M. & Dominic, A. 1988. Social Identications. London Routledge. Kusnandi (2005). Konsep dan Aplikasi Model Persamaan Struktural (SEM) dengan Program LISREL 8. Bandung: Badan Penerbit Jurusan Ekonomi Universitas Pendidikan Indonesia. Kaufmann, M. K. (2004). The Partisan

Paradox; Religius Commitment and The Gender Gap in Party Identication. Public Opinion Quarterly. Leech, L., Barret, C. & Morgan, A. (2005). SPSS Statistic for Intermediate Statistics. London: Lawrence Erlbaum Asoociates Publisher. Machmudi, Y. (2005). Partai Keadilan Sejahtera; Wajah Baru Islam Politik Indonesia. Bandung, Syaamil Cipta Media. Mujani, S. (2007). Muslim Demokrat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nuh, M. S. (2003). Dakwah & Tarbiyah Ahlusunnah wal Jamaah. Solo: Pustaka Barokah. Nuryaddin, E. (2005). Partai Keadilan Sejahtera; Studi Keterkaitan antara Ikhwanul Muslimin dengan Gerakan Tarbiyah. Depok: FISIP UI. Skripsi tidak dipublikasikan. Noer, D. (2000). Partai Islam di Pentas Nasional. Bandung: Penerbit Mizan. Oxford University Press <http:// w w w. a n s w e r s . c o m / t o p i c / ideology?cat=health> Djupe, A. P. (2000). Religious Brand Loyalty and Political Loyalties. Journal for the Scientic Study of Religion. Perwitasari, D. R. (2005). Identitas Sosial dan Partisanship, Sebuah Studi Pada Pemilih PKS dan Pemilih non-PKS. Depok: Fakultas Psikologi UI. Skripsi tidak dipublikasikan.

203

JPS VoL. 13 No. 03 Agustus 2007

ideology?cat=health> Rahmat M. I. (2005). Arus Baru Islam Radikal: Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengan Ke Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Razikun (2004). dalam artikel PKS: Tidak Harus Negara Islam. Koran Tempo Minggu 11 April 2004. Ridho, A. (2005). Internalisasi. Jakarta: Majalah Dawatuna 6/th.01/ Januari-Februari 2005. Roy, Olivier (1996). Gagalnya Islam Politik. Jakarta: Penerbit Serambi. Sanusi, A. F. F. (2005). Pedoman Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Abu Hurairah. Searing D. (1986). A Theory of Political Socialization: Institutional Support and Deradicalization in Britain. British Journal of Political Science Shaffer R.W. (1972). Partisan Loyalty and the Perceptions of Party: Candidates and Issues. The Western Political Quarterly. Sigel, R. (2006). New Directions for Political Socialization Research, Thoughts and Suggestions. Perspectives on Political Science . Smith, A. Gregory (2005). The Inuence of Priest on the Political Attitudes of Roman Catholics. Journal for the Scientic Study of Religion. Tempo, 1 Agustus 2005). Hasrat PKS Jadi Partai Besar, dalam Mereka Bicara PKS. Fitrah Rabbani: Jakarta. The American Heritage Dictionary <http://www.answers.com/topic/ Tim Departeman Kaderisasi DPP PKS (2004). Prol Kader PK Sejahtera 2009. Bandung: Syaamil Cipta Media. Tim DPP Kaderisasi PKS (2004). Manajemen Tarbiyah Anggota Pemula. Jakarta: DPP Partai Keadilan Sejahtera Departemen Kaderisasi & Syamil Cipta Media. Tim Penyusun SPMN FSLDK Nasional & Suherman, B. (Ed.) (2004). Risalah Manajemen Dakwah Kampus. Depok: Pustaka Nauka. Walsby, Harold (1946). The Domain of Ideologies; Defenition of Ideology. <GWIEP.NET> Widiyantoro, N. (2003). Panduan Dakwah Sekolah. Bandung: Syaamil Cipta Media. Zaidi, N. (Ed.) & Sekretaris Jendral PKS, Bidang Arsip dan Sejarah (2006) Mereka Bicara PKS. Jakarta: Fitrah Rabbani. Zaidi, N. (Ed.) & Sekretaris Jendral PKS Bidang Arsip dan Sejarah (2006) Sikap Kami; Kumpulan Sikap Dakwah Politik PK & PKS Periode 19982005. Jakarta: Harakatuna Publishing. Zimbardo G. P & Leippe R. M (1991). The Psychology of Attitudes and Social Inuence. USA: Mc Graw Hill.

204

Anda mungkin juga menyukai