Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadangkadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain. Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus esksternal, juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang

diinterpretasikan oleh stimulus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan untuk menilai realita dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensori penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan. Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alcohol dan substansi lingkungan.

PEMBAHASAN
A. Definisi Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005). Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).

B. Klasifikasi 1. Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan. 2. Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

3.

Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya

bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia. 4. Kinistetik Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. 5. Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain. 6. Cenestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine. 7. Pengecapan Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak. C. Tahap tahap Halusinasi Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu: Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri. Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita. Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan

berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain. Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

D. Etiologi Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah: 1. Faktor predisposisi a) Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut: Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem). b) Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

c) Sosial Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress. 2. Faktor Presipitasi a) Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. b) Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. c) Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor

E. Tanda dan Gejala 1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri. 2. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium dan merasa sesuatu tidak nyata. 3. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. 4. Tidak dapat membedaka hal nyata dan tidak nyata. 5. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi. 6. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal. 7. Sikap curiga. 8. Menarik diri, menghindar dari orang lain. 9. Sulit membuat keputusan, ketakutan. 10. Tidak mampu melakukan asuhan mandiri. 11. Mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain. 12. Muka merah dan kadang pucat. 13. Ekspresi wajah tenang. 14. Tekanan Darah meningkat, Nadi cepat dan banyak keringat.

F. POHON MASALAH

Perilaku Kekerasan

Perubahan Persepsi sensori: Halusinasi

Isolasi sosial: Menarik diri

Gangguan konsep diri: HDR

Koping individu tidak efektif

G. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tinggi Mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan 2. Perubahan Persepsi sensori: Halusinasi 3. Isolasi sosial: menarik diri 4. Gangguan konsep diri: HDR 5. Koping Individu tidak efektif

H. Intervensi Keperawatan Diagnosa 1: Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan 1. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. 2. Tujuan khusus : a. Klien dapat membina hubungan saling percaya. Tindakan : 1) Salam terapeutik perkenalan diri jelaskan tujuan ciptakan lingkungan yang tenang buat kontrak yang jelas (waktu, tempat, topik). 2) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan. 3) Empati. 4) Ajak membicarakan hal-hal yang ada di lingkungan.

b. Klien dapat mengenal halusinasinya. Tindakan : 1) Kontak sering dan singkat. 2) Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan non verbal). 3) Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara yang didengar dan apa yang dikatakan oleh suara itu. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat tidak. Katakan perawat akan membantu. 4) Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi serta apa yang dirasakan saat terjadi halusinasi. 5) Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi. c. Klien dapat mengontrol halusinasinya. Tindakan : 1) Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi. 2) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara baru untuk mengontrol halusinasinya. 3) Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi : bicara dengan orang lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan pada suara tersebut saya tidak mau dengar. 4) Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih/dilakukan. 5) Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri pujian jika berhasil. 6) Libatkan klien dalam TAK : stimulasi persepsi. d. Klien dapat dukungan dari keluarga. Tindakan : 1) Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala, cara, memutus halusinasi, cara merawat, informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan. 2) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar. Tindakan : 1) Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek samping minum obat. 2) Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara, waktu). 3) Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan. 4) Beri reinforcement positif klien minum obat yang benar.

Diagnosa 2: Perubahan persepsi sensori : halusinasi 1. 2. a. Tujuan Umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal Tujuan Khusus: Klien dapat membina hubungan saling percaya Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya Tindakan : 1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapetutik 2) sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal 3) Perkenalkan diri dengan sopan 4) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien 5) Jelaskan tujuan pertemuan 6) Jujur dan menepati janji 7) Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya 8) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien. b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki Rasional : 1) Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlakukan sebagai dasar asuhan keperawatannya. 2) Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien 3) Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya karena ingin mendapatkan pujian

c.

Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan Rasional : 1) Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasyarat untuk berubah. 2) Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi untuk tetap mempertahankan penggunaannya Tindakan: 1) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit 2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.

d. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki Rasional : 1) Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri 2) Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya. 3) Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan Tindakan: 1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan Kegiatan mandiri Kegiatan dengan bantuan sebagian Kegiatan yang membutuhkan bantuan total 2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien 3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya Rasional : 1) Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan motivasi dan harga diri klien 2) Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien 3) Memberikan kesempatan kepada klien ntk tetap melakukan kegiatan yang bisa dilakukan

Tindakan: 1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan 2) Beri pujian atas keberhasilan klien 3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada Rasional: 1) Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah 2) Support sistem keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan klien. 3) Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah. Tindakan: 1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah. 2) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat 3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

Diagnosa 3: isolasi sosial; menarik diri 1. Tujuan umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri. 2. Tujuan khusus: a. Klien dapat membina hubungan saling percaya. Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat. Tindakan: 1) Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/\ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya. Rasional: Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.

10

2) Dorong klien mengungkapkan perasaannya. Rasional: Mengetahui masalah yang dialami oleh klien. 3) Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati. Rasional: Agar klien merasa diperhatikan. b. Klien dapat mengidenfikasi kemampuan dan sisi positif yang dimiliki. c. Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan sesuai dengan kemampuannya. Tindakan: 1) Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang nanti dan apa yg menjadi cita-citanya. Rasional: Untuk mengetahui sampai dimana realitas dari harapan klien. 2) Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang dimilikinya. Rasional: Membantu klien membentuk harapan yang realitas. d. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialaminya dan Klien dapat mengevaluasi dirinya. Tindakan: 1) Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya. Rasional: Mengingatkan klien bahwa tidak selamanya dia gagal. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya 2) Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya. Rasional: Mengetahui sejauh mana kegagalan yg dialami oleh klien. 3) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialaminya. Rasional: Meningkatkan harga diri klien. e. Klien dapat membuat rencana yang realistis. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai.

11

REFERENSI
Maramis, W.F. 1990. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Erlangga Universitas Press. Stuart GW, Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC. http://www.nurseid.web.id/2011/09/blog-post.html. tanggal akses 10 Mei 2012 pukul 20:24.

12

Anda mungkin juga menyukai