Anda di halaman 1dari 21

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

A. PENGERTIAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pembelajaran berbasis masalah melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis masalah yaitu proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata dan lalu dari masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah ini berdasarkan pengetahuan dan pengalaman baru. Secara garis besar pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Para pengembang pembelajaran berbasis masalah mengemukakan bahwa model pembelajaran ini memiliki karakteristik: a. Pengajuan pertanyaan atau masalah Pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan pengajuan pertanyaan atau masalah, bukannya mengorganisasikan tertentu. disekitar prinsip-prinsip berbasis atau

keterampilan-keterampilan

Pembelajaran

masalah

mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan atau masalah yang keduaduanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban

sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.

b. Berfokus pada kaitan antarcabang ilmu pengetahuan atau disiplin ilmu Meskipun pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada persoalan nyata disiplin ilmu tertentu (ilmu pengetahuan, matematika, social), permasalahan yang dipilih harus benar-benar nyata sehingga dalam

pemecahannya, siswa dapat meninjau dari berbagai pandangan disiplin ilmu. Sebagai contoh: permasalahan polusi di Chesapeake Bay terbagi dalam berbagai masalah akademik dan terapan yaitu biologi, ekonomi, sosiologi, pariwisata, dan pemerintahan.

c. Investigasi atau penyelidikan autentik Model pembelajaran berbasis masalah menghendaki siswa untuk melakukan penyelidikan autentik atau investigasi untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalsis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Metode yang digunakan tentu saja tergantung pada permasalahan yang dipelajari.

d. Menghasilkan produk/ karya dan memamerkannya Pembelajaran berbasis masalah menginginkan siswanya membuat suatu produk tertentu dan melakukan pameran yang menjelaskan atau melukiskan bentuk penyelesaian yang dihasilkan. Produk yang dimaksud bisa berupa debat, laporan, model fisik, video, program computer, dan sebagainya. Produk atau pemeran tersebut direncanakan oleh siswa dan didemonstrasikan kepada orang lain tentang apa yang telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternative lain dari laporan pada umumnya atau makalah

e. Kolaborasi atau kerjasama Seperti pada model pembelajaran kooperatif yang telah kita pelajari sebelumnya, pembelajaran berbasis masalah memiliki ciri khas bahwa siswa bekerja sama dengan yang lain baik dengan berpasangan maupun berupa kelompok kecil. Bekerja dalam kelompok memberikan suatu motivasi untuk terlibat secara terus menerus pada suatu tugas kompleks dan memperbanyak kesempatan untuk saling berbagi inkuiri dan berdialog serta untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan kemampuan social.

B. TEORI PENDUKUNG PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Pembelajaran berbasis masalah menganut aliran psikologi kognitif. Pusat perhatiannya yaitu bukan hanya pada apa yang siswa lakukan ( kebiasaan mereka) tetapi juga pada apa yang mereka pikirkan ( kognitif) dibalik kebiasaan yang mereka lakukan. Hal ini berbeda dengan pembelajaran langsung yang telah kita pelajari sebelumnya. Meskipun pada pembelajaran berbasis masalah kadang guru juga melakukan presentasi atau menjelaskan kepada siswanya, tapi dalam hal ini lebih diutamakan peran guru sebagai pemandu atau fasilitator, sehingga siswa belajar untuk berfikir dan menyelesaikan permasalahan sendiri. Melatih siswa untuk berfikir dan menyelesaikan permasalahan bukanlah hal baru dalam pendidikan. Strategi mengajar seperti discovery learning, inquiry training, dan inductive teaching memiliki sejarah yang panjang. Berikut ini teoriteori yang mendasari pembelajaran berbasis masalah: a. Dewey dan Democratic Classroom John Dewey (1933) mendeskripsikan pentingnya sesuatu yang dia sebut reflective thinking dan proses guru dalam membantu siswa memiliki kemampuan berfikir dan proses. Pada Democracy and Education (1916), Dewey menjelaskan bahwa keadaan pendidikan di suatu sekolah menjadi sebuah cermin dari keadaan masyarakat yang lebih luas dan kelasnya menjadi laboratorium dari usaha mencari solusi permasalahan kehidupan yang sebenarnya. Pandangan dari Dewey mendorong para guru untuk mengajak siswa berorientasi pada penyelesaian masalah. Dewey seperti Patrick (1918),

berpendapat bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya lebih bermanfaat dan pembelajaran yang mengandung maksud tertentu akan lebih baik jika disempurnakan dengan memiliki anak-anak pada kelompok kecil yang mengejar proyek tentang apa yang mereka suka dan pilih. Menurut Dewey belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik. b. Piaget, Vygotsky, dan Konstruksivisme Dewey telah memberikan filosofinya tentang pembelajaran berbasis masalah. Dua puluh abad setelahnya, telah muncul lebih banyak teori yang mendukung. Psikolog Eropa, Jean Piaget dan Lev Vygotsky telah mengembangkan konsep konstruksivisme. Jean Piaget (1886-1980), psikolog Swiss, selama lebih dari 50 tahun belajar tentang bagaimana siswa berfikir dan proses mengasosiasikannya dengan perkembangan intelektual. Pada penjelasan bagaimana intelektual berkembang pada anak kecil, Piaget menegaskan bahwa anak yang memiliki keingintahuan besar secara konstan bekerja keras untuk mengerti dunia sekitarnya. Berdasarkan Piaget, motivasi mereka untuk secara aktif membangun atau menkonstruk gambaran dari apa yang mereka pikirkan tentang lingkungan yang mereka alami. Seiring pertumbuhan dan

perkembangan mereka, representasi mental tentang dunia menjadi lebih rumit dan abstrak. Pada setiap tahapan perkembangan, bagaimanapun anak-anak membutuhkan pemahaman tentang dukungan lingkungan mereka untuk menyelidiki dan membangun teori yang menjelaskannya. Pandangan kognitif-konstruksivisme mengenai pembelajaran berbasis masalah banyak terpengaruh oleh teori dari Piaget. Seperti kata Piaget bahwa anak didik pada berbagai usia dengan aktif dan rumit mengalamia proses

memperoleh informasi dan membangun pengetahuannya sendiri. Pengetahuan itu akan terus berkembang sesuai pengalaman yang didapat dan

perkembangan anak didik. Seperti Piaget, Vygotsky yakin bahwa kecerdasan berkembang seperti seseorang menghadapi dan mengatur pengalaman yang baru didapat dan mereka berusaha keras mengatasi ketidakcocokan atas pengalaman tersebut. Mereka berusaha menghubungkan pengalaman yang baru didapat dengan pengalaman yang telah lalu sehingga terbentuk pemahaman baru. Akan tetapi meskipun secara umum sama, ada perbedaan pendapat antara Piaget dan Vygotsky. Piaget berfikir bahwa tahap-tahap perkembangan intelektual tidak menghiraukan social atau konteks budaya. Sedangkan Vygotsky justru sangat memperhatikan pembelajaran aspek social dan menurutnya interaksi social dengan orang lain memacu ide bari dan mempertinggi perkembangan intelektual anak didik. Menurut Vygotsky, perkembangan anak didik terdiri dari dua level: 1. Level perkembangan actual Level perkembangan actual didefinisikan sebagai level dimana

kemampuan intelektual yang dimiliki seseorang untuk belajar suatu hal hanya searah pada dirinya sendiri. 2. Level pekembangan potensial Level perkembangan potensial didefinisikan sebagai level dimana seorang individu sudah mampu berguna atau tercapai dengan bantuan orang lain, seperti guru, orang tua, atau teman sebaya. Zona di antara kedua level di atas disebut sebagai zona proximal development.

c. Bruner dan Discovery Learning Pada era 1950an dan 1960an, terjadi perubahan yang signifikanterhadap kurikulum di Amerika Serikat yang dimulai dari matematika dan ilmu pengetahuan alam, lalu meluas pada sejarah, kemanusiaan, dan ilmu pengetahuan social. Jerome Bruner, Psikolog Harvard, menjadi salah satu dari pemimpin perubahan kurikulum pada era tersebut. Dia dan rekan memberikan

teori penting yang disebut discovery learning, sebuah model pembelajaran yang menekankan pada pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide pokok dari suatu mata pelajaran, keaktifan siswa untuk terlibat pada proses pembelajaran, dan keyakinan bahwa belajar yang sesungguhnya tercapai

dengan menemukan sendiri. Hasil dari pendidikan tidak hanya memperluas pengetahuan siswa tetapi juga untuk memberi kemungkinan siswa untuk menemukan. Ketika telah diterapkan pada ilmu pengetahuan alam dan social, discovery learning menekankan pada karakter pemikiran induktif dan proses inkuiri dari metode ilmiah. Richard Suchman (1962) mengembangkan inquiry training. Pada cara yang dikembangkan Suchman ini, guru memberikan situasi yang memuat teka-teki sehingga akan memancing inkuiri.

C. SINTAKS PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Pada pembelajaran berbasis masalah, tidak sulit untuk menggenggam ide dasarnya. Akan tetapi, yang lebih sulit adalah pelaksanaan secara efektif dari model ini. Hal ini membutuhkan banyak pertimbangan. Pada umumnya, prinsip mengajar yang digunakan adalah pembelajaran langsung dan pembelajaran koopertif. Akan tetapi selain itu, pembelajaran berbasis masalah merupakan sesuatu yang menarik. Pembelajaran berbasis masalah dicirikan dengan adanya kerja berpasangan atau berkelompok kecil untuk menginvestigasi suatu permasalahan dalam kehidupan nyata. Pembelajaran berbasis masalah harus direncanakan dan dipersiapkan dengan baik. Perencanaan guru yang harus dilakukan untuk menerapkan pembelajaran berbasis masalah adalah: a. Menentukan tujuan. Menentukan tujuan merupakan salah satu dari tiga rencana penting dalam melaksanakan pembelajaran berbasis masalah. Sebelumnya, kita

mendeskripsikan bahwa pembelajaran berbasis masalah didesain untuk membantu pencapaian berbagai tujuan, seperti meningkatkan kecerdasan dan

kemampuan investigasi, memahami peran anak, dan membantu siswa menjadi siswa yang mandiri. Pembelajaran berbasis masalah mungkin dimaksudkan untuk mencapai semua tujuan tadi secara simultan. Tapi dalam pelaksanaan, guru biasanya hanya menekankan pada satu atau dua tujuan pembelajaran . Dalam hal ini, guru mungkin mendesain pembelajaran berbasis masalah pada persoalan lingkungan. Jadi meskipun pembelajaran hanya berfokus pada satu tujuan, sangat penting untuk menentukan tujuan di awal sehingga tujuan tersebut dapat dikomunikasikan dengan baik pada siswa.

b. Mendesain situasi permasalahan yang tepat Pembelajaran berbasis masalah berdasarkan pada alas an bahwa teka teki dan permasalahan akan membangunkan keingintahuan siswa dan melakukan inkuiri. Mendesain permasalahan yang tepat sangat penting bagi guru. Pengembang pembelajaran berbasis masalah yakin bahwa sebenarnya siswa memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Hal ini akan mningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Permasalahan yang baik harus memenuhi paling tidak lima criteria: 1. Autentik Autentik maksudnya permasalahan yang disajikan selain memuat pengetahuan sesuai mata pelajaran yang ada, juga memuat sesuatu yang nyata atau dekat dengan permasalahan di kehidupan sehari-hari, contoh: polusi udara. 2. Permasalahan belum didefinisikan dengan jelas dan memuat teka-teki untuk dipecahkan siswa. Permasalahan semacam ini menghindari jawaban sederhana dan membutuhkan berbagai jalan penyelesaian yang masingmaisng memiliki kelbihan dan kekurangan masing-masing. 3. Permasalahan harus berarti bagi perkembangan intelektual siswa. 4. Permasalahan memberikan kesempatan guru untuk memperluas atau mempersempit tujuan instruksional sehingga pembelajaran bias berjalan dengan mudah, terkait dengan waktu, ruang, dan sumber yang terbatas.

5. Permasalahan seharusnya mempunyai manfaat yang diperoleh sebagai hasil dari usaha kelompok. Beberapa situasi mengeksplore tentang hubungan sebab dan akibat antara topik-topik atau pertanyaan tentang mengapa dan seandainya. Dalam memilih permasalahan dalam pembelajaran, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan: 1. Permasalahan membutuhkan penjelasan tentang analisis sebab akibat dan atau memberikan kesmpatan siswa untuk menebak, membuat hipotesis, dan berspekulasi. 2. Permasalahan menarik dan tepat sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa. 3. Pertimbangkan apakah guru bias menyajikan permasalahan yang dipilih dengan baik dan dapat dipahami oleh siswa serta menunjukkan adanya teka-teki di dalamnya. 4. Pertimbangkan apakah permasalahan dapat diselesaikan dengan waktu dan sumber yang ada.

c. Mengatur sumber dan merencanakan logistic. Pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa untuk bekerja dengan bahan dan alat yang ada, misalnya di kelas, perpustakaan sekolah, atau laboratorium computer dan tempat lain di luar sekolah. Guru harus mempersiapkan hal tersebut dengan baik. Guru yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah bertanggungjawab atas ketersediaan alat dan sumber lain yang digunakan dalam investigasi. Guru bias dibantu oleh petugas perpustakaan sekolah atau tenaga khusus. Sintaks suatu pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Dalam pembelajaran berdasarkan masalah, ada 5 langkah utama yaitu:

Tahap

Tingkah Laku guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan

Tahap-1 Orientasi siswa pada masalah

logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

Tahap-2 Mengorganisasi siswa untuk belajar Tahap-3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Tahap-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk

mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Adapun lebih lanjut langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah dijelaskan di bawah ini: a. Mengorientasikan siswa pada masalah. Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan pembelajaran berbasis masalah, tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa dan juga guru. Di samping proses yang akan berlangsung, sangat penting juga dijelaskan mengenain evaluasi yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran. Hal ini sangat

penting untuk memotivasi siswa dapat terlibat dalam pembelajaran. Dalam tahap ini, ada empat hal penting: 1. Tujuan utama pembelajaran ini tidak untuk mempelajari sejumlah informasi baru, tetapi lebih pada belajar bagaimana menyelidiki masalahmasalah yang penting dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri. 2. Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak benar. Sebuah permasalahan yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian yang mungkin saja saling bertentangan. 3. Selama tahap penyelidikan, dalam pengajaran ini siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, namun siswa juga harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya. 4. Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Tidak ada ide yang akan ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua siswa diberi kesempatan untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka.

b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar Di samping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran berbasis masalah juga mendorong siswa belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama atau sharing antaranggota. Oleh karena itu, guru memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antaranggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya dan sebagainya. Guru sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga kerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran.

Setelah siswa diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelompok belajar, selanjutnya guru dan siswa menetapkan subtopik-subtopik yang lebih spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar semua siswa aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.

c. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok Penyelidikan adalah inti dari pembelajaran berbasis masalah. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik yaitu: 1. Pengumpulan data dan eksperimen. Guru mendorong mahasiswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental atau aktual) sampai mereka benar-benar memahami dimensi permasalahan. Tujuannya adalah agar mahasiswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. Guru membantu siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya dan ia seharusnya memberikan pertanyaan pada siswa untuk berfikir tentang masalah hingga pemecahan masalah didaptakan, 2. Berhipotesis, menjelaskan, dan memberi pemecahan. Setelah data telah terkumpul, siswa menawarkan penjelasan dam bentuk hipotesis, penjelasan, dan pemecahan. Selama fase ini, guru harus mendorong siswa untuk menyampaikan ide-idenya dan menghargai semua ide tersebut. Guru juga harus mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berfikir tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat. Pertanyaan-pertanyaan itu cukup membangkitkan semangat siswa dalam melakukan penyelidikan, misalnya: Apa yang Anda butuhkan agar Anda yakin bahwa pemecahan dengan cara Anda adalah yang terbaik?, Apa yang Anda lakukan untuk menguju kelayakan pemecahanmu?, atau Apakah ada solusi lain yang Anda usulkan?.

Oleh karena itu, selama penyelidikan guru harus menyediakan bantuan tanpa mengganggu penyelidikan.

d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan memamerkannya. Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan hasil karya dan pameran. Hasil karya lebih dari sekedar laoran tertulis, namun juga bias suatu videotape (menunjukkan situasi masalah dari pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situai masalah dan pemecahannya), program computer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan hasil karya tergantung pada tingkat berfikir siswa. Langkah selanjutnya adalah membuat pameran hasil karya dengan guru sebagai organisatornya. Akankah lebih baik jika pameran ini melibatkan teman-teman lainnya, guru, dan orang tua yang bias berperan sebagai penilai atau memberikan umpan balik.

e. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah Tahap ini dimaksudkan untuk membnatu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama tahap ini, guru meminta siswa merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajar. Kapan pertama kali memperoleh pemahaman yang jelas tentang situasi masalah? Kapan mereka yakin dalam pemecahan tertentu? Mengapa mereka dapat menerima penjelasan lebih siap disbanding yang lain? Mengapa mereka menolak beberapa penjelasan? Mengapa mereka

mengadopsi pemecahan akhir dari mereka? Apakah mereka berubah pikiran tentang situasi masalah ketika penyelidikan berlangsung? Apa penyebab perubahan itu? Apakah mereka akan melakukan secara berbeda di waktu yang akan datang? Tentunya masih banyak lagi pertanyaan yang dapat diajukan untuk memberikan umpan balik dan menginvestigasi kekuatan dan kelemahan pembelajaran berbasis masalah untuk pengajaran.

D. PENILAIAN Penilaian yang dilakukan guru tidak hanya terbatas dengan tes kertas dan pensil ( paper and paper tes ) tetapi termasuk menemukan prosedur penilaian alternative yang dapat digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa. Penilaian pada pembelajaran berbasis masalah berorientasi pada proses dengan tujuan untuk menilai keterampilan berkomunikasi, bekerjasama, penerimaan siswa terhadap tanggungjawab belajar, kemampuan belajar bagaimana belajar (learning to learn), penyelesaian dan penggunaan sumber serta mengembangkan keterampilan memecahkan masalah. Menurut Arends, penilain tidak hanya dapat dilakukan dengan tes tertulis tetapi juga dapat dilakukan dengan menghadapkan siswa pada problem-problem yang nyata. Penulaian tersebut antara lain dapat dilakukan dengan cara: 1) Performance Assesment, demonstrasi oleh siswa yang menunjukkan kemampuan/ keterampilannya dalam menghadapi masalah tertentu (setting situation) 2) Authentic Assesment, siswa mendemonstrasikan apa yang dapat ia lakukan dalam kehidupan nyata berkaitan dengan pembelajaran yang dilakukan. 3) Portofolio, yaitu dilakukan dengan mengumpulkan pekerjaan siswa yang dapat digunakan guru untuk menilai siswa. 4) Rating Scale and Checklists, penilaian dengan cara membuat indicator poinpoin yang harus dicapai oleh siswa.

Dalam

pembelajaran

berbasis

masalah

guru

berperan

dalam

mengembangkan aspek kognitif dan metakognitif siswa, bukan sekedar sumber pengetahuan dan penyebar informasi. Disamping itu siswa bukan sebagai pendengar yang pasif tetapi berperan aktif sebagai problem.Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan sebagai berikut:

Guru sebagai pelatih

Siswa sebagai problem solver

Masalah sebagai awal tantangan dan motivasi * menarik untuk dipecahkan * menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari

* Asking about thinking ( bertanya tentang pemikiran) * memonitor pembelajaran * probbing ( menantang siswa untuk berfikir ) * menjaga agar siswa terlibat * mengatur dinamika kelompok * menjaga berlangsungnya proses

* peserta yang aktif * terlibat langsung dalam pembelajaran * membangun pembelajaran

E. KELEBIHAN, KEKURANGAN, dan SOLUSI a. Kelebihan 1. Peserta didik memiliki keterampilan penyelidikan dan terjadi interaksi yang dinamis diantara guru dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan siswa. 2. Peserta didik mempunyai keterampilan mengatasi masalah. 3. Peserta didik mempunyai kemampuan mempelajari peran orang dewasa. 4. Peserta didik dapat menjadi pembelajar yang mandiri dan independen 5. Siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran 6. Mendidik siswa tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan 7. Realistik dalam kehidupan siswa 8. Keterapilan berfikir tingkat tinggi, menurut Resnick cirri-ciri berfikir tingkat tinggi adalah: Bersifat non-algoritmatik, artinya jalur tindakan tidak sepenuhnya ditetapkan sebelumnya.

Bersifat kompleks, artinya mampu berfikir dalam berbagai perspektif atau mampu menggunakan sudut pandang. Banyak solusi, artinya mampu mengemukakan dan menggunakan berbagai solusi dengan mempertimbangkan keuntungan dan kelemahan masing-masing.

Melibatkan interpretasi. Melibatkan banyak criteria, artinya tidak semua yang menghubung dengan tugas yang ditangani telah diketahui. Melibatkan pengajuan diri proses-proses berfikir. Menentukan makna, menemukan struktur dalam sesuatu yang tampak tidak beraturan. Mampu mengidentifikasi pola

pengetahuan. Membutuhkan banyak usaha.

9. menekankan pengertian (pemahaman), bukan fakta 10. meningkatkan tanggung jawab pada belajar diri sendiri 11. mengembangkan pemahaman yang lebih tinggi danketrampilan yang lebih baik 12. meningkatkan ketrampilan interpersonal dan teamwork 13. meningkatkan sikap memotivasi diri 14. memberikan fasilitas hubungan antar siswa 15. meningkatkan taraf belajar

b. Kekurangan 1. Memungkinkan peserta didik menjadi jenuh karena harus berhadapan langsung dengan masalah. 2. Memungkin peserta didik kesulitan dalam memperoses sejumlah data dan informasi dalam waktu singkat, sehingga PBL ini membutuhkan waktu yang relatif lama. 3. Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks.

4. Sulitnya mencari problem yang relevan 5. Sering terjadi miss-konsepsi

c. Solusi 1. Permasalahan yang disajikan terkini dan menarik. 2. Guru senantiasa mengontrol keberjalanan diskusi Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah selain sebagai fasilitator juga sebagai pemandu dalam diskusi. Peran guru sebagai pemandu disini adalah guru mengontrol dan mengarahkan siswa agar diskusi berjalan lancar dan selesai sesuai waktu yang diberikan. Harapannya ketika terjadi perdebatan dalam kelompok, guru dapat menjadi pihak penengah sehingga waktu tidak terbuang hanya untuk perdebatan tanpa menghasilkan solusi yang merupakan tujuan dari pembelajaran ini. 3. Guru harus menyiapkan kata kunci yang bertahap untuk memancing kemampuan siswa dalam mengidentifikasi masalah. 4. Guru memberikan rangkuman di akhir pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester

: SMA .... : Matematika : X/2

Standar Kompetensi : Menggunakan sifat dan aturan geometri dalam menentukan kedudukan titik, garis, dan bidang, jarak, sudut, dan volume. Kompetensi Dasar : Memahami komponen benda ruang, menggambar dan menghitung volume benda ruang. Indikator 1. 2. : Menentukan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam ruang. Menentukan volume benda-benda ruang (kubus, balok, limas, prisma, kerucut, silinder, dan bola). Alokasi Waktu : 90 menit ( 2 x pertemuan )

A. Tujuan Pembelajaran a. Siswa dapat menentukan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam ruang. b. Siswa dapat menentukan volume benda-benda ruang (kubus, balok, limas, prisma, kerucut, silinder, dan bola). c. Siswa dapat menggunakan konsep bangun ruang untuk memecahkan masalah.

B. Materi Ajar Pertemuan pertama : Komponen benda ruang

Meliputi kedudukan titik, garis, dan bidang dalam ruang. Pertemuan kedua : Volume benda ruang

Materi yang akan dipelajari meliputi :

Kubus = s x s x s Balok = p x l x t Limas = Luas alas x tinggi Prisma = Luas alas x tinggi Kerucut = x ( r2) x t Bola = r3 Tabung = r2 x t

C. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Pembelajaran Berbasis Masalah

D. Langkah-Langkah Pembelajaran I. Kegiatan Awal (15 menit) a. Aktifitas guru 1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu menentukan volume benda ruang pada benda-benda yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. (tahap 1) 2) Guru memeriksa pemahaman siswa pada materi sebelumnya tentang rumus volume.(tahap 1) 3) Guru mengaitkannya materi yang akan dipelajari dengan mengajukan beberapa pertanyaan. (tahap 1) 4) Guru menjelaskan logistik yang dibutuhkan untuk menghitung benda ruang dan memberi motivasi.(tahap 1) b. Aktifitas siswa 1) Siswa mempersiapkan diri untuk mengikuti pembelajaran. (tahap1) 2) Siswa aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan tentang volume benda ruang yang akan dipelajari. (tahap 1) II. Kegiatan Inti (60 menit) a. Aktifitas guru 1) Guru memberi permasalahan berupa benda-benda dalam kehidupan sehari-hari yang mirip dengan bangun kubus, balok, limas, prisma,

kerucut, bola, dan tabung untuk diselesaikan oleh siswa baik secara kelompok untuk menemukan volume benda ruang. (tahap 1) 2) Guru membantu siswa dalam mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan materi yang sedang dipelajari. (tahap 2) 3) Guru membimbing siswa untuk mencari informasi yang sesuai dan melakukan percobaan atau eksperimen agar memperoleh kejelasan dalam memecahkan masalah. (tahap 3) 4) Guru mengecek tingkat pemahaman siswa dan membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan strategi penyelesaian masalah.(tahap 4) b. Aktifitas siswa 1) Siswa mengidentifikasi permasalahan yang diberikan oleh guru untuk diselesaikan bersama teman kelompoknya. (tahap 1) 2) Siswa mengorganisasikan tugas belajar bersama kelompoknya yang berhubungan permasalahan. (tahap 2) 3) Siswa menemukan konsep untuk menyelesaikan masalah. (tahap 2) 4) Siswa mencari informasi yang sesuai dan melakukan percobaan atau eksperimen agar memperoleh kejelasan dalam memecahkan masalah. (tahap 3) 5) Siswa menemukan penyelesaian permasalahan dari eksperimen yang dilakukan.

III. Penutup (15 menit) a. Aktifitas guru 1) Guru mengevaluasi hasil penemuan konsep dan penyelesaian masalah yang dilakukan oleh siswa. (tahap 5) 2) Guru membimbing siswa merangkum materi pelajaran. (tahap 5) 3) Guru memberikan tugas PR tentang soal-soal yang belum sempat dibahas di kelas. (tahap 5) 4) Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya. (tahap 5)

b. Aktifitas siswa 1) Siswa menganalisa dan mengevaluasi hasil penemuan konsep dan proses pemecahan masalah yang telah dipelajari. (tahap 5) 2) Siswa mencari cara lain atau strategi pemecahan masalah yang lain dengan bimbingan guru. (tahap 5) 3) Siswa merangkum materi atau sub pokok bahasan yang baru saja dipelajari. (tahap 5)

E. Alat dan sumber Belajar Alat : Laptop, LCD, LKK, whiteboard, boardmarker, penggaris, jangka, benda-benda kehidupan sehari-hari yang memiliki kesamaan bentuk dengan kubus, balok, prisma, limas, tabung, kerucut, dan bola. : Buku teks, Slide power point.

Sumber Belajar

F. Penilaian Teknik : Tes tertulis, tugas individu.

Bentuk Instrumen : Pertanyaan lisan dan tertulis.

Mengetahui, Kepala Sekolah

..................., ....................... Guru Matematika

( ___________________ ) NIP/NRK............................

( ___________________ ) NIP/NRK..............................

TUGAS

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PEMBELAJARAN KONTEMPORER


Dosen : Drs. Budi Usodo, M.Pd

OLEH PUTRI PERMATA SARI (K1308112) RAHADIAN SHOLIKHATI (K1308113) RIZQONA MAHARANI (K1308116) SITI AISAH (K1308117) SUCI KURNIA FEBRIANI (K1308120) UMI SARTIKA SARI (K1308123)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Anda mungkin juga menyukai