Anda di halaman 1dari 13

Dakwah Cyber Dan Pluralisme Sebagai Solusi Menghambat Dan Menghentikan Perkembangan Radikalisme Dunia Maya

Disusun Guna Mengajukan Beasiswa

Disusun Oleh: M. Novailul Abid NIM : 409 017

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS JURUSAN DAKWAH/BPI 2011

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Radikalisme merupakan suatu paham yang menghendaki adanya perubahan , pergantian, penjebolan terhadap suatu sistem di masyarakat sampai ke akarnya bila perlu menggunakan cara-cara kekerasan. menginginkan adanya perubahan total terhadap suatu kondisi atau semua aspek kehidupan masyarakat. kaum radikal menganggap bahwa rencana-rencananya adalah rencana yang paling ideal. di Inggris radikalisme merupakan hasil usaha untuk melakukan perubahan terhadap parlemen. Radikalisme bukanlah merupakan hal yang baru mengingat banyaknya terjadi kekerasan kekerasan pada suatu bangsa. Kekerasan kekerasan yang ada merupakan hal yang telah biasa di temui di setiap tempat. tak hanya Negara besar, daerah kecil dan kumuh pun bias menjadi hinggapan bagi pelaku radikalisme tersebut. Dalam perkembangan zaman yang serba modern radikalisme tak hanya terjadi di dunia tempat sehari hari kita menghirup udara, namun perkembangannya sekarag telah sampai pada dunia maya, dunia virtual yang siapa saja bisa masuk meski terdapat di tempat yang berbeda beda. Radikalisme di dunia maya merupakan ancaman besar mengingat siapa saja dapat masuk ke dunia itu tanpa susah payah.yang dimaksut radikalisme di dunia maya adalah informasi yang mengandung perilaku perilaku kekerasan, kesewenang-wenangan, perilaku lain yang tidak terpuji serta pornografi. Selain itu juga terdapat tempat yang sangat rawan terjadinya tindak kekerasan dalam dunia maya yaitu chat room, website pribadi maupun website suatu organissasi.

Mungkin kekerasannya dalam bentuk tulissan. namun dengan itulah informasi informasi yang mengandung unsur kekerasan serta perpecahan muncul. Tak hanya membahas tentang hal hal social namun juga melibatkan tentang agama, pemerintahan, suku serta lainya. Dalam dunia maya setiap orang bebas untuk mengeksprsikan apa yang dia punya, termasuk dalam hal ini adalah prilaku radikalis. Tulisan kesewenang wenangan sering di jumpai dalam dinia ini, sehingga mengakibatkan perpecahan di kalangan dalam serta luar. Dalam hal ini korban yang sesungguhnya adalah moral anak anak bangsa, dimana moral meraka akan di uji dengan tulisan tulisan provokatif, yang akan mempengaruhi keadaan jiwa pelakunya. Rumusan Masalah 1. Apa itu radikalisme di dunia maya ? 2. apa pengertian dakwah cyber itu ? 3. Bagaimana solusi menghadapi radikalisme di dunia maya ?

PEMBAHASAN

A.

Radikalisme Di Dunia Maya

Radikalisme ialah suatu paham yang menghendaki adanya perubahan , pergantian, penjebolan terhadap suatu sistem di masyarakat sampai ke akarnya bila perlu menggunakan cara-cara kekerasan. menginginkan adanya perubahan total terhadap suatu kondisi atau semua aspek kehidupan masyarakat. kaum radikal menganggap bahwa rencana-rencananya adalah rencana yang paling ideal. Sedangkan radikalisme didunia maya merupakan perwujudan radikalisme yang ada sekarang menggunakan media internet sebagai sarana untuk menyebarluaskan pemikiran pemikiran yang berisi tentang kesewenang wenangan tindak asusila dan banyak tulisan tulisan yang secara tidak langsung mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan tindakan yang di inginkan oleh penulis. Seharusnya dalam dunia yang sangat mudah untuk terpengaruhnya seseorang tersebut harus dilakukan adanya seleksi seleksi ketat dari setiap Negara untuk memblokir segala isi dari internet yang mengandung konten konten radikalisme. Usaha ini sempat di lakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan seruan Pengurus Besar Nahdhlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj untuk memblokir situs (300 dari 900) yang mengandung konten radikalisme, perlu kita dukung secara bersama-sama guna menciptakan generasi internet sehat. Meskipun demikian, tak ada jaminan dari pemerintah dan keberadaan Undang-Undang Informasi dan Transasksi Elektronik tidak bisa menutup isi laman situs radikal. Ibarat mati satu, tumbuh seribu. Semakin dikekang dan diblokir, semakin tumbuh subur web bermotif jihad, bom bunuh diri ini.

Hal ini mengingat, dunia maya telah menjadi bagian penting dalam membentuk pemikiran, perilaku, perbuatan sekaligus kebutuhan dasar (gaya) hidup manusia kini. Saking pentingnya dunia maya ini, aksi terorisme, radikalisme dan bom bunuh diri kerap menggunakan teknologi mutakhir lengkap dengan berbagai jejaring soasialnya. Pada kasus bom bunuh diri Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Sepunton Solo, pelaku Pino Damayanto (Ahmad Urip), anggota Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Cirebon sempat browsing di Warnet Solonet. Greg Fealy dan Anthony Bubalo mengakui kuatnya pengaruh radikalisme Timur Tengahdari Ikhwanul Muslimin hingga Al-Qaedadi Indonesia dari bacaan buku ke publikasi internet. Pentingnya internet sebagai alat untuk tansmisi dan diseminasi ide-ide terutama sangat kuat di kalangan kelompok salafi Indonesia. Lepas dari konservatisme sosial mereka yang khas, justru menggunakan internet karena media itu menawarkan kesempatan untuk menciptakan identitas islam yang generik (de-culturated) dengan melahirkan situs-situs www.salafi.net, www.salafipublications.com.1 Diakui atau tidak, kekuatan internet terletak pada keparadokskan dan kekontradiksinya. Pasalnya, cyberspace merupakan ruang maya yang dibentuk melalui jaringan antarkomputer. Ketika mengembara di dalamnya kita akan menemukan berbagai panorama yang penuh paradoks dan kontrdiksi; kesenanganketakutan, kebaikan-keburukan, keaslian-kepalsuan. Paradoks cyberspace

memang sama saja dengan paradoks di dalam dunia nyata, tetapi ia bersifat ekstrem, kuat, langsung, intens. Jeff Zaleski menyajikan sebuah peta pemikiran di balik cyberspace dengan menampikan berbagai gagasan, termasuk paradoknya dari berbagai cyberist, cyberreligionistis, cyberprogrammers. Mereka optimis terhadap realitas baru
1

Greg Fealy dan Anthony Bubalo, 2007:101-104

cyberspace yang dianggap akan dapat menggantikan realitas yang ada dan dapat menjadi semacam agama baru, spiritualitas baru, Tuhan baru. Di samping itu Zaleski menggambarkan bagaimana sikap fatalis mereka dalam menghadapi berbagai sisi buruk dan menakutkan dari dunia baru. Pada sisi lain, Zeleski menampilkan peta pengguna cyberspace oleh berbagai kelompok real religionist (Hindu, Buddha, Yahudi, Kristen, Islam) bagaimana dunia baru ini digunakan sebagai sarana penyebaran ajaran agama, komunikasi antarumat beragama, bahkan sebagai penyalur energi spiritual. Bagaimana cyberspace menjadi sarana yang positif dan efektif bagi realitas keberagamaan di dalam masyarakat global ini. Mark Slouka, kritikus budaya Amerika sangat sinis terhadap orang di balik teknologi informasi dengan melontarkan kritik pedas terhadap para filsuf dan ideologi yang ada di balik teknologi cyberspace yang menanamkan diri net religionists, orang-orang yang mempunyai obsesi ingin menjadi Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang percaya dunia pikiran dapat dimuat (dibuatkan simulasinya) dalam komputer. Juga percaya masa depan manusia tidak berada di RL (Real Life) tetapi dalam berbagai bentuk VR (Virtual Reality). Pun menyakini cyberspace adalah sebuah bentuk lebih tinggi daripada spiritualitas. Mereka melalui teknologi komputer seakan-akan menciptakan semacam gerakan kenabian menurut versi mereka. Dalam kondisi demikian, sebagimana yang dikatakan oleh Hakim Bey di dalam The Information War, Media (cyberspace) mengambil alih peran agama (pendeta). Dalam tugasnya memberi manusia petunjuk jalan keluar dari tubuh dengan cara mendefinisikan ulang ruh sebagai informasi. Padahal hakikatnya informasi di dalam cyberspace merupakan image yang wujud abstraknya merampas keutamaan prinsip tubuh dan menghentikannya dengan prinsip ekstasi tanpa tubuh.2

Yasraf Amir Piliang, 2011:255-266 dan 278

Akibatnya sains dan teknologi memiliki watak menentang Tuhan sekaligus memendam dendam membara terhadap agama. Perilaku ini yang melahirkan eksistensialisme dan sekulerisme yang menjadi biang kerok bagi memudarnya nilai-nilai spiritual dari diri masyarakat. Parahnya, hubungan keduanya ini menjadikan manusia yang membayangkan dirinya sebagai Tuhan. (Erich Fromm, 1988:187)

B.

Dakwah Cyber

Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan.3 Sedangkan Kata cyber merupakan singkatan dari cyberspace, yang berasal dari kata cybernetics dan space Istilah cyberspace muncul pertama kali pada tahun 1984 dalam novel William Gibson yang berjudul Neuromancer. Cyberspace oleh Gibson didefenisikan sebagai, cyberspace merupakan sebuah ruang yang tidak dapat terlihat. Ruang ini tercipta ketika terjadi hubungan komunikasi yang dilakukan untuk menyebarkan suatu informasi, dimana jarak secara fisik tidak lagi menjadi halangan. Jadi istilah dakwah cyber adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk kembali kejalan allah melalui sarana ruang yang tidak terlihat namun dapat di mungkinkan untuk mencapaikan pesan dari tempat yang sama namun dapat di lihat dari mana saja dimana jarak secara fisik tidak menjadi halangan tersampainya seruan. Melihat dari perkembangan tekhnologi yang semakin pesat maka tak salah jika piranti piranti lunak semacam computer laptop maupun pc tablet menguasai
3

H.Imam Moedjiono. 2007. Metode dakwah praktis. yogyakarta: As-Salaam press, hal 6

komunikasi di dunia. Perkembangan ini memaksa kita agr senantiasa membiasakan diri bahkan harus beradaptasi dengan apa yang telah ada saat ini yaitu ke modernisasian yang cepat sekali berkembangnya. Memanfaatkan tekhnologi pun adalah sebuah pilihan yang harus ita ambil melihat fungsinya sangat berguna bagi setiap manusia, sehingga benar jikaterlahirlah istilah dakwah cyber. Dengan adanya dakwah ini setiap manusia bias memanfaatkan untuk mengajak menyeru kepada orang yang lain meski dalam jangka jarak yang jauh.

C.

Solusi Mengatasi Radikalisme Di Dunia Maya

Menyikapi tingginya aksi peledakan bom di Indonesia sejak tahun 20002011 tercatat sebanyak 36 kasus, kiranya upaya jalan tengah yang digagas oleh Zaleski dan Slouka, dengan cara menerima cyberspace sebagai sebuah kemajuan teknologi, tetapi menolak segala kegiatan ideologi di baliknya perlu kita dengungkan bersama-sama. Untuk mengatasi menjamurnya radikalisme di dunia maya sebenarnya hanya membutuhkan hal hal yang kecil diantaranya 1. Membuat forum dakwah di dunia maya Mengumpulkan orang orang yang memiliki pemikiran yang sama dalam suatu forum di dalam dunia maya sehingga pertukaran pemikiran serta masukan dari satu individu ke individu yang lain memunculkan ide ide untuk langkah selanjutnya dalam mengatasi penyebaran konten konten radikalisme. Hal ini memungkinkan untuk membendung tulisan tulisan provokatif yang isinya mungkin salah satunya berisi tentang teroris atau seala bentuk kekerasan :

bias terbendung dengan tulisan yang di buat oleh setiap anggota forum. Tentusaja isinya berisi ajakan ajakan melakukan perbuatan baik secara umum, sehingga tidak hanya hasil positif akan diraih untuk satu agama namun dengan agama yang lain juga bias merasakan bagaimana indahnya jika di sekeliling kita merupakan tempat yang damai tanpa kekerasan.

2.

Membuat tulisan tulisan yang berisi ajakan Caranya dengan menampilkan konten-konten yang mengajak setiap

pengunjung untuk mempraktikkan toleransi, dialog antaragama, semangat pluralisme, hidup berdampingan, kerukunan, perdamaian, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan demokrasi sebagai upaya menanggulangi konflik horizontal dan vertikal, seperti yang dilakukan Kantor Berita Common Ground (www.commongroundnews.org) dengan slogan artikel yang membangun dan mendorong dialog perlu kita tiru untuk membumihanguskan perilaku para pembajak agama (radikalalisme, terorisme, fundamentalisme dan aksi bom bunuh diri) di bumi pertiwi . Dr. C. Groenen, ofm, seorang teolog asal Belanda mencatat bahwa seluruh permasalahan kristologi di dunia Barat berasal dari kenyataan bahwa di dunia Barat, Tuhan menjadi suatu problem.4 Selain itu juga pembaharuan Konten konten dalam site pribadi atau di jejaring social, hal itu bertujuan agar jumlah konten konten yang berisi nasehat nasehat akan semakin bertambah banyak sehingga dapat memahamkan pembaca mengenai hal hal yang baik dan hal hal yang harus di jalan kan di jalan allah. Bila kita semua bisa menghadirkan tulisan yang teduh pada website pribadi (blog), catatan di jejaring sosial, situs komunitas, kejoyokan, portal niscaya tak ada lagi upaya menyebarluaskan benih-benih kebencian berbau SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) di tengah-tengah era teknologi ini.
4

C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi : Perkembangan Pemikiran Tentang Yesus Kristus Pada Umat Kristen, (Yogyakarta:Kanisius, 1988) hal. 286

3. Pluralisme sebagai penyatu Sampai saat ini pluralisme masih hanya sebatas wacana dan belum betulbetul menjadi solusi bagi setiap permasalahan kekerasan atas agama5. Terdapat 4 pemahaman tentang pluralism yaitu :

a. pluralisme tidak berisi keragaman semata, tetapi keterlibatan energik dengan keanekaragaman. Keanekaragaman dapat dan telah berarti menciptakan ghettoes6. agama dengan hilir mudik [interaksi] yang sedikit antara atau di antara mereka. Hari ini, keragaman agama adalah pemberian (anugerah), tetapi pluralisme bukan pemberian, melainkan sebuah pencapaian/prestasi. Keanekaragaman tanpa hubungan dan perjumpaan yang nyata akan menghasilkan peningkatan ketegangan dalam kehidupan masyarakat kita. b. pluralisme bukan sekadar toleransi, tetapi pencarian aktif tentang pemahaman lintas perbedaan. Toleransi adalah kebajikan publik yang diperlukan, tetapi tidak mewajibkan orang Kristen dan Muslim, Hindu, Yahudi, dan sekuler untuk mengetahui apa-apa tentang satu sama lain. Toleransi adalah landasan yang terlalu tipis untuk dunia yang berbeda agama dan yang memiliki kedekatan. Toleransi tidak melakukan apa pun untuk menghilangkan ketidaktahuan kita satu sama lain, dan menyisakan stereotip, kebenaran yang setengah-setengah, dan

ketakutan yang mendasari pola lama perpecahan serta kekerasan. Dalam dunia di mana kita hidup sekarang ini, ketidaktahuan kita satu sama lain akan semakin mahal resikonya. c. pluralisme bukan relativisme, tetapi perjumpaan komitmen. Paradigma baru pluralisme tidak mengharuskan kita untuk meninggalkan identitas dan komitmen kita di belakang, sebab pluralisme adalah perjumpaan komitmen. Ini berarti memegang perbedaan kita yang terdalam,
5 6

Subkhan, Imam . 2007. Hiruk Pikuk Wacana Pluralisme di Yogya , Yogyakarta : Kanisius.

Ghettoes secara sederhana berarti bagian kota yang didiami terutama oleh golongan minoritas. Mungkin bisa diterjemahkan sebagai kelompok-kelompok kecil

bahkan perbedaan agama kita, bukan dalam ketertutupan, melainkan dalam keterhubungan satu sama lain. d. pluralisme didasarkan pada dialog. Bahasa pluralisme adalah dialog dan pertemuan, memberi dan menerima, kritik dan kritik diri. Dialog berarti saling berbicara dan mendengarkan, dan proses yang mengungkap baik pemahaman umum maupun perbedaan nyata. Dialog tidak berarti semua orang duduk di sekitar meja akan setuju satu sama lain. Pluralisme melibatkan komitmen untuk berada di meja dengan komitmen seseorang. Dari pengertian di atas pluralisme dapat menjadi solusi sebagai membasmi radikalisme dengan kesadaran diri dan pemahaman tentang pluralism yang sesungguhnya yaitu tentang keragaman tentang keanekaragaman ras agama dan suku bangsa serta bersikap toleransi. Saling adanya toleransi dari keanekaragaman ras agama dan suku bangsa merupakan salah satu bagaimana paham radikalisme dapat tertekan habis hingga tak muncul lagi dalam permukaan.

Kesimpulan

Dakwah cyber merupakan kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk kembali kejalan allah melalui sarana ruang yang tidak terlihat namun dapat di mungkinkan untuk mencapaikan pesan dari tempat yang sama namun dapat di lihat dari mana saja dimana jarak secara fisik tidak menjadi halangan tersampainya seruan. Dakwah cyber juga dapat mencegah menjamurnya radikalisme di dunia maya dengan menggunakan tulisan tulisan ajakan yang bertujuan untuk mengajak seseorang pembacanya untuk memahami dan mempraktikan apa yang telah di tuliskan dan ketika pemahaman itu telah dapat di terima oleh pembaca maka selanjutnya perkembangan radikalisme melalui dunia maya itu dapat terbenung. Paham Pluralisme sebagai salah satu cara agar paham radikalisme dapat tertekan dengan cara mengetahui makda asli dari paham pluralism yaitu, tidak berisi keragaman semata, tetapi keterlibatan energik dengan keanekaragaman. bukan sekadar toleransi, tetapi pencarian aktif tentang pemahaman lintas perbedaan. Toleransi adalah kebajikan publik yang diperlukan, tetapi tidak mewajibkan orang Kristen dan Muslim, Hindu, Yahudi, dan sekuler untuk mengetahui apa-apa tentang satu sama lain.

Daftar pustaka H.Imam Moedjiono. 2007. Metode dakwah praktis. yogyakarta: As-Salaam press, Subkhan, Imam . 2007. Hiruk Pikuk Wacana Pluralisme di Yogya , Yogyakarta : Kanisius. Greg Fealy dan Anthony Bubalo, 2007:101-104 Yasraf Amir Piliang, 2011:255-266 dan 278 C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi : Perkembangan Pemikiran Tentang Yesus Kristus Pada Umat Kristen, (Yogyakarta:Kanisius, 1988) Halim, Abdul .2008. Menggali Oase Toleransi,

Anda mungkin juga menyukai