Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN Perubahan pola hidup seperti seringnya mengkonsumsi makanan cepat saji atau junk food dan

kemajuan teknologi yang memudahkan manusia dalam segala hal sehingga kurangnya aktivitas fisik ternyata mempunyai dampak yang besar bagi kesehatan terutama terhadap saluran pencernaan. Salah satunya yang kemudian memerlukan tindakan pembedahan adalah radang pada apendiks atau appendicitis. Data epidemiologis menunjukan insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang atau di area yang tingkat konsumsi makanan berseratnya tinggi. Hal ini terkait bahwa makanan berserat bisa mengurangi viskositas feses, mengurangi bowel transite time, mengurangi pembentukan fecalith, sehingga mengurangi predisposisi terjadinya obstruksi pada lumen appendiks. Di Amerika, kejadian appendicitis dikatakan sekitar 7 % dari seluruh populasi dengan insiden 1,1 kasus per 1000 penduduk per tahun. Dari segi usia, usia 20-30 tahun adalah usia yang paling sering mengalami appendicitis. Laki-laki 1,4 kali lebih sering daripada wanita. Angka kematian secara keseluruhan adalah 0,2-0,8 % dan lebih sering oleh karena komplikasi yang terjadi daripada akibat tindakan bedah yang dilakukan. Insiden perforasi lebih tinggi pada pasien usia <18 tahun dan > 50 tahun, hal ini kemungkinan terjadi terkait keterlambatan diagnosis yang kemudian meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Appendicitis adalah keradangan yang terjadi secara akut pada struktur appendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Appendicitis disebut juga umbai cacing atau di masyarakat lebih dikenal dengan istilah umbai cacing walaupun sebenarnya istilah tersebut kurang tepat. Hingga saat ini belum diketahui apa fungsi appendiks yang sebenarnya, namun demikian organ ini sering menimbulkan masalah kesehatan. 2. Epidemiologi Data epidemiologis menunjukan insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang atau di area yang tingkat konsumsi makanan berseratnya tinggi. Hal ini terkait bahwa makanan berserat bisa mengurangi viskositas feses, mengurangi bowel transite time, mengurangi pembentukan fecalith, sehingga mengurangi predisposisi terjadinya obstruksi pada lumen appendiks. Di Amerika, kejadian appendicitis dikatakan sekitar 7 % dari seluruh populasi dengan insiden 1,1 kasus per 1000 penduduk per tahun. Dari segi usia, usia 20-30 tahun adalah usia yang paling sering mengalami appendicitis. Laki-laki 1,4 kali lebih sering daripada wanita. Angka kematian secara keseluruhan adalah 0,2-0,8 % dan lebih sering oleh karena komplikasi yang terjadi daripada akibat tindakan bedah yang dilakukan. Insiden perforasi lebih tinggi pada pasien usia <18 tahun dan > 50 tahun, hal ini kemungkinan terjadi terkait keterlambatan diagnosis yang kemudian meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas. 3. Etiologi Appendicitis akut merupakan infeksi bakteri yang dicetuskan akibat adanya obstruksi pada lumen appendiks. Obstruksi tersebut bisa disebabkan oleh fecalith, hyperplasia jaringan limfe, parasit (seperti spesies Schistosomes, spesies Strongyloides), korpus alienum (sejenis biji-bijian), tuberkulosis, dan tumor. 4. Patofisiologi

Anatomi Appendiks adalah organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Pada 65 % kasus, appendiks terletak intraperitoneal yang memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoappendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, appendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asenden, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis sedangkan persarafan para simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus. Perdarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tana kolateral. Sehingga jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami ganggren. Fisiologi Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir ini normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Terjadinya hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Patogenesis Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan

timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi. Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks (PAI). Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi. 5. Gejala dan tanda klinis

Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius. Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut. 1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindungoleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal. 2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare). Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya. Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.

1. Pada anak-anak Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. 2. Pada orang tua berusia lanjut Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi. 3. Pada wanita Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. PEMERIKSAAN FISIK Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan

pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika. 6. Pemeriksaan penunjang Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.00020.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.1,6 Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.3,5 7. Diagnosis Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering mengalami gangguan yang mirip apendisitis. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita

di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dan laparoskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang meragukan.2 8. Diagnosis Banding Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding: Gastroenteritis; pada gastroenteritis, mual, muntah, diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut. Demam Dengue; sakitnya mirip peritonitis. Tapi bedanya disini jelas didapatkan tanda Rumpel Leede, trombositopenia, dan Limfadenitis Mesenterika; biasanya didahului oleh hematokrit yang meningkat.enteritis atau gastroenteritis yang ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samara. Kelainan ovulasi; folikel ovarium yang pecah/ovulasi mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Kehamilan di luar kandungan; ditandai adanya riwayat haid yang tidak menentu dan pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan kavum Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah. Kista ovarium terpuntir; nyeri dengan intensitas tinggi dan mendadak. Demam negative. Teraba massa pada rongga pelvis. USG untuk diagnosis. Endometriosis eksterna; nyeri di tempat endometriosis berada, ada darah menstruasi terkumpul di tempat tersebut oleh karena tidak ada jalan keluar. Urolitiasis pielum/ureter kanan; ada riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan khas. Diagnosis bias dipastikan dengan BOF atau PIV 9. Komplikasi menentukan

Komplikasi yang paling sering adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada appendiks yang telah mengalami pendinginan sehingga berupa massa (PAI) Periapendikular infiltrate; Adalah suatu massa apendiks yang terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang pendinginannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Apendisitis perforata Adanya fekalit dalam lumen, terkait umur (orang tua atau anak kecil), dan keterlambatan diagnosis merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi apendiks. Pada orang tua, tingginya insiden perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen, dan arteriosclerosis. Sedangkan pada anak-anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatifsehingga memerpanjang waktu diagnosis dan proses pendinginan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak yang belum berkembang. 10. Penanganan Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah segera dilakukan apendektomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan

pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.

BAB III LAPORAN KASUS

1. Identitas

10

Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Tanggal MRS Waktu MRS Status Pasien Nomor CM 2. Anamnesis

: : : : : : : : :

PRW 23 tahun Perempuan Jln. Pura Sakenan Serangan, Denpasar Mahasiswi 12 Januari 2011 11.00 WITA Rawat inap 01.53.46.25

Keluhan utama: Nyeri perut kanan bawah Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang sadar mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri awalnya dirasakan di uluhati kemudian berpindah dan menetap pada perut sebelah kanan bawah. Nyeri bertambah parah bila batuk dan bertambah ringan bila berbaring. Nyeri dirasakan bertambah parah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri disertai mual dan muntah sebanyak 2 kali. Panas badan (-). Keluhan seperti ini baru pertama kali dirasakan penderita. Makan terakhir 4 jam yang lalu, minum terakhir 2 jam yang lalu. Riwayat penyakit dahulu: penyakit jantung (-), hipertensi (-), asma (-), diabetes melitus (-), alergi obat (-). Riwayat penyakit keluarga: penderita mengatakan tidak ada keluarganya yang pernah mengalami hal sama. Riwayat sosial : penderita adalah seorang Mahasiswi

3. Pemeriksaan Fisik (12/01/2012 : 11.15 WITA) Status Present Keadaan sakit umum Tekanan darah : : sedang 110/70 mmHg

11

Nadi Respiration Rate Temp aksila Status General Mata THT Thoraks Abdomen Ekstremitas

: : : : : : : :

88 kali/menit 22 kali/menit 37,10C Rp +/+ isokor an -/-, ikterus -/tidak ada keluhan cor : S1S2 tunggal reguler murmur (-) Pulmo: Ves +/+, rh -/-, wh -/Distensi (-), BU (+) N, H/L tidak teraba Hangat + + + +

Status lokalis : Regio Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi RT : Distensi (-), Darm contour (-), Darm Stifung (-) : Nyeri tekan Mc Burney ,Rovsing Sign, Defans muskular lateral (+) : Timpani : TSA (+) N, BCR (+) Mukosa rektum licin Nyeri (+) jam 10-11 Handscoen : darah (-), feses (-) Auskultasi : BU (+) N Rebound Phenomenom (-)

12

4. Resume Pasien perempuan 23 tahun dengan Migration of pain (Ligath Sign), Anorexia, Nausea, nyeri tekan McBurney, Rovsing sign, defans muskular, rebound phenomenom. Pada RT didapatkan Nyeri (+) jam 10-11. Pasien adalah seorang Mahasiswi, riwayat pernah operasi (-) dan menderita penyakit lain disangkal. 5. Diagnosis Klinis Abdominal pain 6. Diagnosis causa Appendisitis Akut 7. Planing Diagnosis Darah lengkap USG Abdomen bawah Urine Lengkap 8. Planning Terapi Appendisektomi 9. Hasil Lab (12/01/2010) DL: Wbc : 18,29 x 103 /L Hgb : 12,60 g/dL Hct : 44,7 % Plt : 414 x 103 /L UL pH: 7,00 Leucocyte : 100,00 (+2) Erytrocyte : 25,00 (+2) Bakteri : + /lp

10. Laporan operasi (12/01/2012) Ps tidur telentang di atas meja operasi di bawah BSA Disinfeksi lapangan operasi, pasang duk steril (drapping) Incisi regio Mc Burney buka lapis demi lapis peritoneum. Identifikasi appendiks, didapatkan appendiks pada retrocaecal dengan appendiks suppuratif Lakukan double irigasi kemudian appendisektomi Rawat perdarahan

13

Jarit luka operasi lapis demi lapis, tutup dengan gaas steril Operasi selesai PERKEMBANGAN PASIEN SELAMA DI RUANGAN

12/01/12 S : Nyeri luka operasi, flatus (+) Status Present : TD : 110/80 mmHg Nadi : 84x/menit Resp : 20x/menit Mata THT Thorax Abd Ext : an -/-, ikt -/: kesan tenang : Cor : S1 S2 N reg murmur (-) Po : Vesikuler +/+, rh -/-, wh -/: dist (-), BU (+) N H/L tidak teraba : hangat (+), edema (-)

IVFD RL 20 tts/mnt Antibiotik IV Analgetik IV Diet bubur Mobilisasi

Status Lokalis Regio abdomen Luka operasi terawat baik A : Post Appendisektomi hari I

14

BAB IV PEMBAHASAN Pasien perempuan 23 tahun, datang sadar mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri awalnya dirasakan di uluhati kemudian berpindah dan menetap pada perut sebelah kanan bawah. Nyeri bertambah parah bila batuk dan bertambah ringan bila berbaring. Nyeri dirasakan bertambah parah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri disertai mual dan muntah sebanyak 2 kali. Keluhan panas badan disangkal. Hal ini sesuai teori yang mengatakan bahwa terdapat gejala klasik apendisitis yaitu nyeri di daerah epigastrium, atau periumbilikus yang disertai dengan mual, bahkan terkadang muntah. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Dari pemeriksaan fisik status present tidak didapatkan peningkatan suhu tubuh (37,1 0C), pemeriksaan status lokalis didapatkan nyeri tekan McBurney, Rovsing Sign, Defans muskular lateral, Rebound Phenomenom dan dari RT terdapat nyeri pada jam 10-11, nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah hal ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign), tanda abdominal swelling yang dapat dilihat sebagai distensi perut pada inspeksi tidak didapatkan pada pasien ini. Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan nyeri pada jam 10-11, dimana menurut teori pemeriksaan tersebut hanya digunakan untuk mengetahui lokasi appendik. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah untuk mencari tanda infeksi akut dan tanda appendiks yang khas yang diketahui sebagai peningkatan leukosit ( Leukositosis ) untuk menunjang temuan klinis, pada beberapa kasus appedistis yang tidak khas atau yang meragukan, pemeriksaan USG akan sangat menbantu dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, akan tetapi pada pasien tidak dikerjakan mengingat diagnosis appendisitis berdasar alvarado skor dengan pemeriksaan klinis dan darah berjumlah 9, sangat membantu kita dalam menentukan keputusan tindakan yang akan diambil dalam hal ini adalah melakukan appendisektomi. Setelah dilakukan appendisektomi, diberikan antibiotik dan analgetik IV, perkembangan pasien di ruangan cukup baik dan tidak ditemulakan masalah yang berarti, flatus didapatkan pada hari I setelah Appendisektomi dan BAB terjadi pada hari II, pada hari itu dilakukan Uff

15

infus, antibiotik dan analgetik diberikan oral kemudian pasien dipulangkan dan disarankan untuk melakukan kontrol poli 3 hari lagi.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Phipip B, AppendicitisAcute Last Updated: October 24, 2006 : Sandy Craig, MD, http://www.emedicine.com/
2. Grace & Neil R Borley. 2007. At a Glance : Ilmu Bedah Ed.3. Jakarta : EMS. Hlm.

672-678 3. Appendix surgery in India http://indianhealthguru.wordpress.com 4. Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed.2.Jakarta : EGC. Hlm. 114-120 .

17

Anda mungkin juga menyukai