Anda di halaman 1dari 11

DIPOSKAN OLEH SIBARANI DI 22:23

KAMIS, 18 MARET 2010

stratifikasi tegakan pada tanaman hutan


Kanopi/tajuk hutan merupakan factor pembatas bagi kehidupan tumbuhan, karena dapat menghalangi penetrasi cahaya ke lantai hutan. Keberhasilan sebuah pohon untuk mencapai kanopi hutan tergantung karakter/ penampakan anak pohon. Variasi ketersediaan cahaya dan perbedaan kemampuan antar spesies anak pohon dalam memanfaatkannya dapat mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi hutan. Stratifikasi kanopi merupakan salah satu konsep tertua dalam ekologi hutan tropis. Konsep ini telah dikembangkan sejak permulaan abad ke-19, namun masih menjadi perdebatan. Beberapa peneliti menyatakan adanya strata pada kanopi hutan, namun peneliti lain tidak menemukannya. Penyebab utama kerancuan ini adalah subyektivitas definisi dan metode yang digunakan. Istilah stratifikasi digunakan untuk tiga perbedaan yang saling terkait, yaitu: 1. Stratifikasi vertikal biomassa (Ashton dan Hall, 1992) 2. Stratifikasi vertikal kanopi (Grubb dkk., 1963), dan 3. Stratifikasi vertikal spesies (Oliver, 1978). Stratifikasi boleh jadi ada berdasarkan salah satu definisi, tetapi tidak ada berdasarkan definisi lainnya. Misalnya, biomassa dapat saja terstratifikasi, tetapi kanopi tidak dapat ditentukan stratifikasinya, atau kanopi spesies yang sama terletak pada strata yang berbeda. Namun ada atau tidaknya strata kanopi, konsep stratifikasi tetap merupakan alat yang sangat berguna untuk mengkaji distribusi vertikal tumbuhan dan hewan. Metode tertua dan paling banyak digunakan untuk mengkaji stratifikasi/arsitektur kanopi adalah diagram profil hutan secara vertikal dan horizontal. Teknik ini pertama kali diterapkan oleh Watt (1924) pada hutan temperate, sedangkan Davis dan Richards (1933) adalah orang pertama yang menerapkannya pada hutan tropis Model arsitektur pohon adalah bangunan suatu pohon sebagai hasil pertumbuhan meristematik yang dikontrol secara morfogenetik. Bangunan pohon ini berhubungan dengan pola pertumbuhan batang, percabangan dan pembentukan pucuk terminal. Model arsitektur suatu pohon mempengaruhi besarnya aliran batang (stemflow) dan curahan tajuk (through/all), selanjutnya aliran batang dan curahan tajuk menentukan besarnya aliran permukaan dan erosi tanah Profil hutan menunjukkan situasi nyata posisi pepohonan dalam hutan, sehingga dapat langsung dilihat ada tidaknya strata hutan secara visual dan kualitatif. Dalam kasus tertentu, histogram kelas ketinggian atau biomassa dibuat sebagai pelengkap diagram profil hutan. Suatu stratum pohon dapat membentuk suatu kanopi yang kontinu atau diskontinu. Hal ini

kemungkinan disebabkan adanya tajuk-tajuk yang saling bersentuhan secara lateral. Istilah kanopi adakalanya sinonim dengan stratum. Kanopi berarti suatu lapisan yang sedikit banyak kontinu dari tajuk-tajuk pohon yang tingginya mendekati sama, misalnya permukaan yang tertutup. Atap dari hutan kadangkala juga disebut kanopi. Di dalam hutan hujan, permukaan ini dapat dibentuk oleh tajuk-tajuk dari stratum yang paling tinggi saja. Stratifikasi tajuk dalam hutan hujan tropika dipisahkan oleh beberapa stratum antara lain: Stratum A: Merupakan lapisan teratas terdiri dari pohon-pohon yang tingginya sekitar 80 meter ke atas, misalnya shorea sp. Di antaranya terdapat juga pohon yang rendah, tetapi umumnya tinggi pepohonan mencapai rata-rata 40-50 meter dan bertajuk tidak beraturan (diskontinu) sehingga tidak saling bersentuhan membentuk lapisan yang bersinambungan. Pepohonan tersebut umumnya mempunyai 3 atau 4lapisan tajuk, batang yang tumbuh lurus, tinggi, serta batang bebas cabangnya cukup tinggi. Pada hutan stratum A ini banyak dijumpai liana-liana berbatang tebal, berkayu, bersifat herba dan epifit. Stratum B: Terdiri dari pohon-pohon yang mempunyai tinggi 1830 meter dengan tajuk yang beraturan (kontinu). Batang pohon umumnya bercabang dan batang bebas cabangnya yang tidak begitu tinggi. Jenis pohon pada stratum ini kurang memerlukan cahaya atau tahan naungan (toleran). Stratum C: Terdiri dari pohon-pohon yang mempunyai tinggi 4-18 meter dan bertajuk kontinu. Pohon-pohon dalam stratum ini rendah, kecil dan banyak bercabang banyak. Lapisannya bersinambungan dan agak rapat. Stratum D: Terdiri dari lapisan perdu dan semak yang mempunyai tinggi 1-4 meter. Termasuk di dalamnya adalah pohonpohon muda, palma-palma kecil, herba besar dan paku-pakuan besar. Stratum E: Terdiri dari lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah atau lapisan lapangan yang mempunyai tinggi 0-1 meter. Ordinasi merupakan suatu cara dengan menyusun atau menderet-deretkan data sampling berdasarkan koefisien ketidaksamaan. Variasi dalam unit-unit sampling (releve) yang diteliti dijadikan sebagai dasar untuk menggambarkan pola ordinasi. Berdasarkan model geometrik yang dihasilkan dari hasil analisis, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa titik yang saling berdekatan merupakan unit-unit sampling yang mempunyai pola kesamaan dalam komunitas, sedangkan titik-titik yang saling berjauhan adalah unit-unit sampling yang mempunyai perbedaan komunitas. Berdasarkan perbedaan tersebut hasil analisis ordinasi dapat dilanjutkan dengan mengkorelasikan pola komunitas pada unit-unit sampling dengan faktor lingkungan dari unit-unit sampling tersebut, sehingga dapat diketahui penyebab perbedaan pola komunitas di antara unit-unit sampling tersebut

Kanopi/tajuk hutan merupakan factor pembatas bagi kehidupan tumbuhan, karena dapat menghalangi penetrasi cahaya ke lantai hutan. Keberhasilan sebuah pohon untuk mencapai kanopi hutan tergantung karakter/ penampakan anak pohon. Variasi ketersediaan cahaya dan perbedaan kemampuan antar spesies anak pohon dalam memanfaatkannya dapat mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi hutan. Stratifikasi kanopi merupakan salah satu konsep tertua dalam ekologi hutan tropis. Konsep ini telah dikembangkan sejak permulaan abad ke-19, namun masih menjadi perdebatan. Beberapa peneliti menyatakan adanya strata pada kanopi hutan, namun peneliti lain tidak menemukannya. Penyebab utama kerancuan ini adalah subyektivitas definisi dan metode yang digunakan. Istilah stratifikasi digunakan untuk tiga perbedaan yang saling terkait, yaitu: 1. Stratifikasi vertikal biomassa (Ashton dan Hall, 1992) 2. Stratifikasi vertikal kanopi (Grubb dkk., 1963), dan 3. Stratifikasi vertikal spesies (Oliver, 1978). Stratifikasi boleh jadi ada berdasarkan salah satu definisi, tetapi tidak ada berdasarkan definisi lainnya. Misalnya, biomassa dapat saja terstratifikasi, tetapi kanopi tidak dapat ditentukan stratifikasinya, atau kanopi spesies yang sama terletak pada strata yang berbeda. Namun ada atau tidaknya strata kanopi, konsep stratifikasi tetap merupakan alat yang sangat berguna untuk mengkaji distribusi vertikal tumbuhan dan hewan. Metode tertua dan paling banyak digunakan untuk mengkaji stratifikasi/arsitektur kanopi adalah diagram profil hutan secara vertikal dan horizontal. Teknik ini pertama kali diterapkan oleh Watt (1924) pada hutan temperate, sedangkan Davis dan Richards (1933) adalah orang pertama yang menerapkannya pada hutan tropis Model arsitektur pohon adalah bangunan suatu pohon sebagai hasil pertumbuhan meristematik yang dikontrol secara morfogenetik. Bangunan pohon ini berhubungan dengan pola pertumbuhan batang, percabangan dan pembentukan pucuk terminal. Model arsitektur suatu pohon mempengaruhi besarnya aliran batang (stemflow) dan curahan tajuk (through/all), selanjutnya aliran batang dan curahan tajuk menentukan besarnya aliran permukaan dan erosi tanah Profil hutan menunjukkan situasi nyata posisi pepohonan dalam hutan, sehingga dapat langsung dilihat ada tidaknya strata hutan secara visual dan kualitatif. Dalam kasus tertentu, histogram kelas ketinggian atau biomassa dibuat sebagai pelengkap diagram profil hutan. Suatu stratum pohon dapat membentuk suatu kanopi yang kontinu atau diskontinu. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya tajuk-tajuk yang saling bersentuhan secara lateral. Istilah kanopi adakalanya sinonim dengan stratum. Kanopi berarti suatu lapisan yang sedikit banyak kontinu dari tajuk-tajuk pohon yang tingginya mendekati sama, misalnya permukaan yang tertutup. Atap dari hutan kadangkala juga disebut kanopi. Di dalam hutan

hujan, permukaan ini dapat dibentuk oleh tajuk-tajuk dari stratum yang paling tinggi saja. Stratifikasi tajuk dalam hutan hujan tropika dipisahkan oleh beberapa stratum antara lain: Stratum A: Merupakan lapisan teratas terdiri dari pohon-pohon yang tingginya sekitar 80 meter ke atas, misalnya shorea sp. Di antaranya terdapat juga pohon yang rendah, tetapi umumnya tinggi pepohonan mencapai rata-rata 40-50 meter dan bertajuk tidak beraturan (diskontinu) sehingga tidak saling bersentuhan membentuk lapisan yang bersinambungan. Pepohonan tersebut umumnya mempunyai 3 atau 4lapisan tajuk, batang yang tumbuh lurus, tinggi, serta batang bebas cabangnya cukup tinggi. Pada hutan stratum A ini banyak dijumpai liana-liana berbatang tebal, berkayu, bersifat herba dan epifit. Stratum B: Terdiri dari pohon-pohon yang mempunyai tinggi 1830 meter dengan tajuk yang beraturan (kontinu). Batang pohon umumnya bercabang dan batang bebas cabangnya yang tidak begitu tinggi. Jenis pohon pada stratum ini kurang memerlukan cahaya atau tahan naungan (toleran). Stratum C: Terdiri dari pohon-pohon yang mempunyai tinggi 4-18 meter dan bertajuk kontinu. Pohon-pohon dalam stratum ini rendah, kecil dan banyak bercabang banyak. Lapisannya bersinambungan dan agak rapat. Stratum D: Terdiri dari lapisan perdu dan semak yang mempunyai tinggi 1-4 meter. Termasuk di dalamnya adalah pohonpohon muda, palma-palma kecil, herba besar dan paku-pakuan besar. Stratum E: Terdiri dari lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah atau lapisan lapangan yang mempunyai tinggi 0-1 meter. Ordinasi merupakan suatu cara dengan menyusun atau menderet-deretkan data sampling berdasarkan koefisien ketidaksamaan. Variasi dalam unit-unit sampling (releve) yang diteliti dijadikan sebagai dasar untuk menggambarkan pola ordinasi. Berdasarkan model geometrik yang dihasilkan dari hasil analisis, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa titik yang saling berdekatan merupakan unit-unit sampling yang mempunyai pola kesamaan dalam komunitas, sedangkan titik-titik yang saling berjauhan adalah unit-unit sampling yang mempunyai perbedaan komunitas. Berdasarkan perbedaan tersebut hasil analisis ordinasi dapat dilanjutkan dengan mengkorelasikan pola komunitas pada unit-unit sampling dengan faktor lingkungan dari unit-unit sampling tersebut, sehingga dapat diketahui penyebab perbedaan pola komunitas di antara unit-unit sampling tersebut

DIPOSKAN OLEH SIBARANI DI 22:23 0 KOMENTAR: POSKAN KOMENTAR

Bila teman suka dengan tulisan di atas saya berharap teman-teman menuliskan komentarnya tapi tolong komentar yang sopannya mari kita jaga sopan santun di dunia maya ini
LINK KE POSTING INI Buat sebuah Link

KAMIS, 18 MARET 2010

stratifikasi tegakan pada tanaman hutan


Kanopi/tajuk hutan merupakan factor pembatas bagi kehidupan tumbuhan, karena dapat menghalangi penetrasi cahaya ke lantai hutan. Keberhasilan sebuah pohon untuk mencapai kanopi hutan tergantung karakter/ penampakan anak pohon. Variasi ketersediaan cahaya dan perbedaan kemampuan antar spesies anak pohon dalam memanfaatkannya dapat mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi hutan. Stratifikasi kanopi merupakan salah satu konsep tertua dalam ekologi hutan tropis. Konsep ini telah dikembangkan sejak permulaan abad ke-19, namun masih menjadi perdebatan. Beberapa peneliti menyatakan adanya strata pada kanopi hutan, namun peneliti lain tidak menemukannya. Penyebab utama kerancuan ini adalah subyektivitas definisi dan metode yang digunakan. Istilah stratifikasi digunakan untuk tiga perbedaan yang saling terkait, yaitu: 1. Stratifikasi vertikal biomassa (Ashton dan Hall, 1992) 2. Stratifikasi vertikal kanopi (Grubb dkk., 1963), dan 3. Stratifikasi vertikal spesies (Oliver, 1978). Stratifikasi boleh jadi ada berdasarkan salah satu definisi, tetapi tidak ada berdasarkan definisi lainnya. Misalnya, biomassa dapat saja terstratifikasi, tetapi kanopi tidak dapat ditentukan stratifikasinya, atau kanopi spesies yang sama terletak pada strata yang berbeda. Namun ada atau tidaknya strata kanopi, konsep stratifikasi tetap merupakan alat yang

sangat berguna untuk mengkaji distribusi vertikal tumbuhan dan hewan. Metode tertua dan paling banyak digunakan untuk mengkaji stratifikasi/arsitektur kanopi adalah diagram profil hutan secara vertikal dan horizontal. Teknik ini pertama kali diterapkan oleh Watt (1924) pada hutan temperate, sedangkan Davis dan Richards (1933) adalah orang pertama yang menerapkannya pada hutan tropis Model arsitektur pohon adalah bangunan suatu pohon sebagai hasil pertumbuhan meristematik yang dikontrol secara morfogenetik. Bangunan pohon ini berhubungan dengan pola pertumbuhan batang, percabangan dan pembentukan pucuk terminal. Model arsitektur suatu pohon mempengaruhi besarnya aliran batang (stemflow) dan curahan tajuk (through/all), selanjutnya aliran batang dan curahan tajuk menentukan besarnya aliran permukaan dan erosi tanah Profil hutan menunjukkan situasi nyata posisi pepohonan dalam hutan, sehingga dapat langsung dilihat ada tidaknya strata hutan secara visual dan kualitatif. Dalam kasus tertentu, histogram kelas ketinggian atau biomassa dibuat sebagai pelengkap diagram profil hutan. Suatu stratum pohon dapat membentuk suatu kanopi yang kontinu atau diskontinu. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya tajuk-tajuk yang saling bersentuhan secara lateral. Istilah kanopi adakalanya sinonim dengan stratum. Kanopi berarti suatu lapisan yang sedikit banyak kontinu dari tajuk-tajuk pohon yang tingginya mendekati sama, misalnya permukaan yang tertutup. Atap dari hutan kadangkala juga disebut kanopi. Di dalam hutan hujan, permukaan ini dapat dibentuk oleh tajuk-tajuk dari stratum yang paling tinggi saja. Stratifikasi tajuk dalam hutan hujan tropika dipisahkan oleh beberapa stratum antara lain: Stratum A: Merupakan lapisan teratas terdiri dari pohon-pohon yang tingginya sekitar 80 meter ke atas, misalnya shorea sp. Di antaranya terdapat juga pohon yang rendah, tetapi umumnya tinggi pepohonan mencapai rata-rata 40-50 meter dan bertajuk tidak beraturan (diskontinu) sehingga tidak saling bersentuhan membentuk lapisan yang bersinambungan. Pepohonan tersebut umumnya mempunyai 3 atau 4lapisan tajuk, batang yang tumbuh lurus, tinggi, serta batang bebas cabangnya cukup tinggi. Pada hutan stratum A ini banyak dijumpai liana-liana berbatang tebal, berkayu, bersifat herba dan epifit. Stratum B: Terdiri dari pohon-pohon yang mempunyai tinggi 1830 meter dengan tajuk yang beraturan (kontinu). Batang pohon umumnya bercabang dan batang bebas cabangnya yang tidak begitu tinggi. Jenis pohon pada stratum ini kurang memerlukan cahaya atau tahan naungan (toleran). Stratum C: Terdiri dari pohon-pohon yang mempunyai tinggi 4-18 meter dan bertajuk kontinu. Pohon-pohon dalam stratum ini rendah, kecil dan banyak bercabang banyak. Lapisannya bersinambungan dan agak rapat. Stratum D: Terdiri dari lapisan perdu dan semak yang mempunyai tinggi 1-4 meter.

Termasuk di dalamnya adalah pohonpohon muda, palma-palma kecil, herba besar dan paku-pakuan besar. Stratum E: Terdiri dari lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah atau lapisan lapangan yang mempunyai tinggi 0-1 meter. Ordinasi merupakan suatu cara dengan menyusun atau menderet-deretkan data sampling berdasarkan koefisien ketidaksamaan. Variasi dalam unit-unit sampling (releve) yang diteliti dijadikan sebagai dasar untuk menggambarkan pola ordinasi. Berdasarkan model geometrik yang dihasilkan dari hasil analisis, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa titik yang saling berdekatan merupakan unit-unit sampling yang mempunyai pola kesamaan dalam komunitas, sedangkan titik-titik yang saling berjauhan adalah unit-unit sampling yang mempunyai perbedaan komunitas. Berdasarkan perbedaan tersebut hasil analisis ordinasi dapat dilanjutkan dengan mengkorelasikan pola komunitas pada unit-unit sampling dengan faktor lingkungan dari unit-unit sampling tersebut, sehingga dapat diketahui penyebab perbedaan pola komunitas di antara unit-unit sampling tersebut

Pengaturan hasil dilakukan dengan: 1. Mengontrol pertumbuhan Dengan melakukan teknik silvikultur yaitu mengatur jumlah dan susunan pohon-pohon dalam tegakan hutan 2. Mengurangi growing stock Dengan menetapkan jumlah yang dapat ditebang atau hasil yang boleh dikeluarkan dalam suatu periode pengelolaan Hasil berupa kayu, Prinsip dasar menjaga kelestarian hasil, konsep dasar menjaga hutan tetap hutan normal. Populasi adalah jatah penebangan dalam periode pengelolaan, aktivitas melakukan penebangan. Alasan melakukan penebangan dan pengaturanya dalam hubunganya dengan jumlah, tempat tumbuh (kualitas) adalah 1. 2. Penyediaan kebutuhan kayubagi pemakai Pemeliharaan tegakan persedian untuk meningkatkan kapasitas produksi yang a. b. c. d. 3. Pengendalian komposisi jenis Menghilangkan pohon-pohon bermutu jelek Pengendalian pertumbuhan riap pohon Mendapatkan pendapatan bersih (net income)

diharapkan dilakukan penjarangan dengan tujuan

Penyesuaian jumlah dan bentuk tegakan persedian yang paling tepat agar lebih sesuai

dengan tujuan pengelolaan untuk penyesuaian kelas umur

Lahirnya pengelolaan hutan lestari Raja Louis XIV (Prancis, 1668) memperkenalkan Ordonansi Hutan yaitu dimana bagaimana agar manfaat sumberdaya hutan dapat dirasakan terus-menerus dalam jumlah yang sama (Sustainable Yield Principles or Progressive Sustainable Yield Principles). Saat itu terjadi kelestarian hasil hutan tanaman. Etat atau ACC Etat adalah besarnya porsi luas atau massa kayu atau jumlah batang yang boleh dipungut setiap tahun selama jangka pengusahaan yang menjamin kelestarian produksi dan sumber daya. Tujuan dari etat adalah kekekalan perusahan yaitu menghasilkan yang sebesar-besarnya dan tetap setiap jangka waktu dan dalam jangka yang panjang. Prinsip-prinsip dalam penetapan etat tebangan

1. 2. 3. 4. 5.

Etat volume tidak dibenarkan melebihi riap (pertumbuhan tegakan) Pemanfatan semua jenis kayu komersial secara optimal Menjamin kelestarian produksi dan kelestarian hutan Memperhatikan kebijaksanaan pemerintah di bidang pengusahaan hutan Menjamin fungsi perlindungan hutan

Faktor yang mempengaruhi etat tebangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Sistem silvikultur yang digunakan Rotasi tebangan yang digunakan Diameter minimum yang diijinkan untuk ditebang Luas areal berhutan yang dapat dilakukan penebangan Masa tegakan Jenis pohon Kriteria pohon inti Kriteria pohon induk Faktor pengaman (fp) dan faktor eksploitasi (fe)

Jenis-jenis Etat 1. 2. 3. Etat luas Etat jumlah batang Etat volume

Secara teori, syarat untuk mewujudkan asas kelestarian yaitu; 1. 2. Adanya jaminan kepastian batas kawasan hutan yang tetap dan diakui semua pihak Telah dirumuskannya sistem pengaturan etat yang menjadi tidak over cutting, untuk

kemudian dapat disusun sebagai rencana tebangan tahunan yang konsekuen dengan jiwa dan tujuan asas kelestarian 3. Telah dirumuskan sistem permudaan yang menjamin permudaan kembali kawasan batas tebangan yang berhasil baik

Daur Yaitu jangka waktu antara waktu penanaman hutan sampai dengan hutan tersebut dianggap masak untuk dipanen. Tegakan seumur daur yang digunakan adalah rotasi Tegakan tidak seumur daur yang digunakan adalah siklus tebang 1. Daur menurut jangka waktu a. b. c. 2. a. b. c. d. e. 3. a. b. c. d. Daur pendek kurang dari 15 tahun Daur menengah 15 sampai 35 atau 40 tahun Daur panjang lebih dari 40 tahun Ukuran diameter pohon Umur (bergantung pada pemintaan konsumen) Kekuatan atau kekerasan (keawetan sesuai fungsi) Rate pertumbuhan Kombinasi faktor-faktor diatas Kecepatan pertumbuhan tergantung kepada jenis tanaman dan tanah Karakteristik spesies Respon tanah terhadap beberapa pertumbuhan yang terus menerus Faktor ekonomi, tergantung dari kombinasi antara elemen kayu, harga dari

Standar kemasakan tegakan

Lamanya daur/rotasi ditentukan oleh faktor-faktor

berbagai ukuran kayu, waktu yang diperlukan oleh pohon untuk mencapai ukuran Memilih masa daur atau rotasi 1. Untuk mengendalikan penyediaan pelayanan atau service berupa manfaat non ekonomi Daur silvikultur, dan daur fisik 2. Untuk mengendalikan produksi hasil hutan berupa kayu pertukangan, dan kayu bakar Daur teknis, dan daur produksi maximum (satwa liar, rekreasi, produksi air)

3.

Untuk mengendalikan pengembalian uang Daur financial

Macam-macam daur 1. Daur biologis a. b. Daur fisik adalah jangka waktu antara saat penanaman sampai dengan matinya Daur silvikultur adalah jangka waktu selama pohon masih menunjukkan

dari suatu jenis pohon tersebut secara alamiah pertumbuhan yang baik dan menjamin permudaan sesuatu dengan kondisi yang sesuai dengan tempat tumbuh c. d. Daur teknis adalah jangka waktu perkembangan sampai suatu jenis dapat Daur volume maximum adalah jangka waktu perkembangan suatu tegakan yang menghasilkan kayu atau hasil hutan lainya untuk keperluan hasil hutan memberikan hasil kayu tahunan terbesar, baik dari hasil penjarangan maupun tebangan akhir. Pada hutan seumur biasanya daur ditentukan oleh atas dasar perpotongan MAI dan CAI dimana pada saat MAI maksimum CAI (Current Annual Increment) adalah pertambahan volume selama tahun berjalan MAI (Mean Annual Increment) adalah rata-rata pertumbuhan volume tiap tahun PAI (Periodic Mean Annual Increment) adalah pertumbuhan volume selama periode tahunan dimana 5 atau 10 tahun Metode Pengaturan Hasil hutan (MPHH) Tujuan dari MPHH adalah bagaimana untuk mendapatkan hasil akhir berdasarkan kelestarian Persyaratan umum: 1. 2. 3. Kalkulasi dan hasil yang akan diperoleh Proporsi dan hasil tebang akhir dan tebang penjarangan Rencana tebangan meliputi yang mana yang akan ditebang atau dijarangi serta

waktunya termasuk tata waktu pembangunanya MPHH klasifikasi berdasarkan variabel yang digunakan 1. Berdasarkan area a. b. c. 2. Pengendalian berdasarkan silvikultur, cara penebangan Pengendalian berdasarkan rotasi atau kelas umur atau periodik blok Pengendalian berdasarkan kelas perkembangan dan kelas perlakuan

Berdasarkan volume Pengendalian berdasarkan rotasi dan umur tebang

3. 4.

Berdasarkan volume dan riap Pengendalian berdasarkan rotasi dan umur tebang Berdasarkan jumlah pohon

Pengendalian berdasarkan ukuran batang dan riap Annual Yield dalam hutan normal adalah sebanyak dengan jumlah pohon yang tumbuh dalam suatu areal yang luasnya ditentukan berdasar daur.

Anda mungkin juga menyukai