Anda di halaman 1dari 3

AHMAD FEBI ROZAKI 1010102010154

HUKUM DIATAS SANDAL


Permasalahan hukum di negeri tercinta ini tak akan pernah habisnya. Beberapa kasus terakhir terdengar cukup meyiksa hati. Belum lagi lagi tuntas masalah seorang kakek yang mengambil 2 buah tanden pisang, kini muncul berita di televisi dan surat kabar mengenai seorang siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) Negeri Palu bernama Aal yang diancam dipenjara selama 5 tahun hanya karena mencuri sandal seharga Rp. 30.000,- milik Brigadir satu Ahmad Husni Harahap. Kasus yang bermula pada November 2010 lalu ketika Aal bersama temannya lewat di Jalan Zebra di depan rumah kost Briptu, Aal melihat ada sandal jepit yang kemudian menggerakkan Aal untuk mengambilnya. Selang beberapa bulan kemudian (Mei 2011), Briptu memanggil Aal dan temannya untuk diinterogasi. Namun selain diinterogasi, Aal juga dipukuli hingga babak belur. Merasa dianiaya, keluarga Aal melaporkannya ke provos. Tak diterima atas pelaporan tersebut, sang Briptu pun melaporkan kembali kasus pencurian ke pihak polisi. Mencuatnya kasus ini di media massa kontan saja menuai reaksi pro dan kotra dari berbagai kalangan. Berbagai media lokal dan bahkan media internasional meliput berita ini, sebut saja BBC dan FoxNews. Aksi solodaritas pun bermunculan, mulai gerakan sosial yang dimotori oleh SOS Children Vilages Indonesia yang menggelar aksi 1000 sandal untu Aal, dan gerakan dari jejaring sosial 100.000.000.000 Facebookers dukung kasus sandal jepit Aal. Beragam komentar bermunculan dari masyarakat, kebanyakan dari mereka mempertanyakan berapalah harga sepasang sandal sehingga membuat seorang anak yang merupakan masa depan bangsa dipenjara. Sungguh ironi sekali kejadian ini. Pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tidak dapat berbicara banyak dalam kasus ini, hanya mengecam tapi tak bisa melakukan apa-apa. Masih berbekas di dalam pikiran kasus kasus korupsi yang melibatkan para pejabat, sebut saja kasus Wisma Atlet dan kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang merugikan negara sampai 50 Milyar lebih, tapi sampai sekarang perkara tersebut belum jelas akar dan akhir permasalahannya.

AHMAD FEBI ROZAKI 1010102010154 Dilihat dari beberapa kasus serupa sebelumnya, sikap atau kebijakan pemerintah pun dipertanyakan. Bagaimana tidak, Presiden, Menteri, Mabes Polri seperti tidak belajar dari kesalahan-kesalahan akan carut marutnya hukum di negeri kita ini seperti pada kasus Prita. Undang-Undang Hukum telah dibuat dengan sangat bagus, tapi gagal melaksanakannya dengan baik dan dapat diterima oleh warga negaranya. Sebetulnya jika dilihat dari akar permasalahannya, kasus Aal itu cukuplah ringan dan bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Memang Aal terbukti bersalah dalam mencuri sandal, tapi korbannya adalah seorang Brigadir yang tugasnya mengayomi masyarakat, terlebih mengingat Aal masih tergolong anak di bawah umur kecil bukannya melaporkannya ke polisi. Memang pada akhirnya Aal dikembalikan kepada orang tuanya untuk dibina oleh Pengadilan Negeri Palu, Tetapi dampak psikologis akan terus menyerang Aal. Trauma dan rasa bersalah telah melekat pada jiwa si anak. Betapa tidak sebelum dimeja hijaukan, Aal mengaku dipukuli hingga babak belur oleh sang briptu saat diinterogasi. Masa depan anak bangsa inipun mulai terganggu karena status tersangka pernah melekat pada dirinya. Kasus ini juga berbuntut pada pencitraan dari polisi itu sendiri. Masyarakat hampir tidak percaya lagi dengan penegak hukum, buktinya 1000 sandal berhasil dikumpulkan dari aksi solidaritas untuk Aal yang rencananya akan dibagikan kepada Kapolri dan Kejaksaan. Kesimpang siuran informasi yang dikeluarkan oleh Humas Mabes Polri makin mencoreng nama Polri itu sendiri bukan memperbaikinya. Seharusnya pihak mabes Polri lebih jujur dalam menyikapi kasus ini jangan asik mencari kambing hitamnya. Dari kesemua sekelumit permasalahan dari kasus diatas, banyak sekali alternatif yang boleh dicoba agar kejadian seperti sekarang tidak terulang lagi di masa depan. Mulai dari peran Pemerintah dalam hal ini melindungi kelangsungan dan kenyamanan hidup warga negaranya. Evaluasi kerja pun mesti dilakukan agar setiap kebijakan yang dikeluarkan nantinya mendapat reaksi postif dari masyarakat. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) haruslah lebih aktif dalam menjalankan program visi dan misinya. Jangan sampai gerakan solidaritas lebih dulu menyeruak ke permukaan sebelum tindakan dari KPAI itu sendiri yang lebih bertanggung jawab dalam kasus ini. Selain itu juga, sifat kredibilitas dan transparan harus dimiliki oleh pihak Polri. Polri haruslah melibatkan masyarakat dalam memecahkan keputusan dari setiap masalah yang ada. Jadilah polisi yang baik yang berteman dengan masyarakat.

AHMAD FEBI ROZAKI 1010102010154 Terakhir, yang paling penting lagi adalah bahwa dari kasus ini dapat diambil pelajaran bagi segenap warga bangsa kejahatan dapat dilakukan siapa saja tak peduli usia dan profesi seseorang, termasuk anak-anak dan aparatur negara. Karenanya, sudah menjadi kewajiban bagi semua warga lapisan masyarakat dan instansi pemerintah untuk menjaga dan membimbing anak bangsa dengan baik, supaya kelak mereka dapat membawa negeri kita ini Indonesia ke arah yang lebih baik. Wallahu alam.

Anda mungkin juga menyukai