Anda di halaman 1dari 1

2.

2 Patofisiologi Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer, koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal. Gangguan dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi. Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantakan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB. Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor yang tumpang tindih. Walaupun konstipasi merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. perubahan patofisiologi yang menyebabkan konstipasi bukanlah karena bertambahnya usia tapi memang khusus terjadi pada mereka dengan konstipasi. Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut yang sehat tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan usus, termasuk aktivitas motorik dari kolon. Tentang waktu pergerakan usus dengan mengikuti petanda radioopak yang ditelan, normalnya kurang dari 3 hari sudah dikeluarkan. Sebaliknya, penelitian pada orang usia lanjut yang menderita konstipasi menunjukkan perpanjangan waktu gerakan usus dari 49 hari. Pada mereka yang dirawat atau terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari. Petanda radioaktif yang dipakai terutama lambat jalannya pada kolon sebelah kiri dan paling lambat saat pengeluaran dari kolon sigmoid. Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik dari kolon pasien dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya respons motorik dari sigmoid akibat berkurangnya inervasi intrinsic karena degenerasi plexus mienterikus. Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos sirkuler yang dapat menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus. Individu di atas usia 60 tahun jug aterbukti mempunyai kadar plasma beta-endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen di usus. Hal ini dibuktikan dengan efek konstipatif dari sediaan opiate yang dapat menyebabkan relaksasi tonus kolon, motilitas berkurang, dan menghambat refleks gaster-kolon. Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia, khususnya pada perempuan. pasien dengan konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras sehingga upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini dapat berakibat penekanan pada saraf pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai