Anda di halaman 1dari 51

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang masalah Kebijakan deviden adalah keputusan untuk menentukan besarnya pendapatan (earning) yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan bagian yang akan ditahan di perusahaan (Weston and Coopeland, 1996:125) Menurut Sartono Agus (2000:369) kebijakan deviden adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai deviden atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa akan datang. Dua pernyataan penting tentang kebijakan deviden adalah bagaimana prosedur pembayaran yang diambil oleh perusahaan apakah kebijakan deviden berpengaruh terhadap peningkatan nilai perusahaan (Weston and Coopeland, 1996:381). Variasi opini yang berkembang dalam pernyataaan tersebut bertingkat antara pihak yang menginginkan deviden dibagi sebesarbesarnya, kebijakan deviden yang tidak relevan dan pendapat yang mengatakan bahwa perusahaan seharusnya membagikan deviden sekecil mungkin

(Husnan,1996 :383). Kebijakan pembayaran deviden mempunyai dampak yang sangat penting bagi para investor maupun bagi perusahaan yang membayarkan deviden. Pada umumnya investor mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraannya dengan mengharapkan return dalam bentuk deviden maupun capital gain. Dilain pihak, perusahaan juga mengharapkan pertumbuhan sekaligus mempertahankan kelangsungan hidupnya dan memberikan kesejahteraan bagi pemegang saham.

Penetapan pembagian deviden menjadi masalah menarik karena akan memenuhi harapan investor, disisi lain kebijakan tersebut jangan sampai menghambat pertumbuhan apalagi mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Besar kecilnya deviden yang akan dibayarkan oleh perusahaan tergantung pada kebijakan deviden dari masing-masing perusahaan, sehingga pertimbangan manajemen sangat diperlukan. Dengan demikian perlu bagi pihak manajemen untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden yang ditetapkan oleh perusahaan. Namun demikian pertimbangan menjadi semakin rumit apabila

kepentingan berbagai pihak diakomodasi. Di satu sisi ada pihak yang cenderung berharap pembayaran lebih besar atau sebaliknya. Kita sederhanakan saja, umumnya pihak manajemen menahan kas untuk melunasi hutang atau meningkatkan investasi. Maksud pengurangan hutang akan mengurangi cash outflow berupa interest expense atau investasi dapat memberikan pengembalian berupa cash inflow bagi perusahaan. Disisi lain pemegang saham mengharapkan deviden dalam jumlah relatif besar karena ingin menikmati hasil investasi pada saham perusahaan. Kondisi inilah yang dipandang sebagai teori agensi sebagai konflik antara prinsipal dan agen (Jensen & Meckling, 1997:30). Berdasarkan agency theory, pihak manajemen adalah agen (agent) pemilik, sedangkan pemilik perusahaan merupakan principal. Jensen dan Meckling (1997:30) memperlihatkan bahwa pemilik dapat meyakinkan diri mereka bahwa agen dapat membuat keputusan yang optimal bila terdapat insentif yang memadai dan mendapatkan pengawasan dari pemilik. Konflik kepentingan antara manajemen dan pemegang saham akan mengakibatkan biaya keagenan

(agency cost). Biaya keagenan dapat diminimalkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan yang terkait tersebut. Kebijakan deviden kas dapat menjadi salah satu bentuk mekanisme pengawasan pemegang saham terhadap pihak manajemen.Pemegang saham berusaha menjaga agar pihak manajemen tidak terlalu banyak memegang kas, karena kas yang banyak akan menstimulus pihak manajemen untuk menikmati kas tersebut bagi kepentingan dirinya sendiri. Penelitian mengenai kebijakan deviden telah banyak dilakukan,

diantaranya Wirjolukito et al.(2003:23) menguji dugaan bahwa profitabilitas perusahaan memiliki pengaruh terhadap kebijakan deviden. Tingkat Profitabilitas mempengaruhi deviden secara positif. Sartono (2001:19), meneliti hubungan antara kepemilikan orang dalam (insider ownership), utang dan kebijakan deviden terhadap teori keagenan. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa : 1) kebijakan deviden tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap insider ownership; 2) Insider ownership memiliki pengaruh terhadap utang;3) insider ownership dan utang memiliki hubungan yang signifikan terhadap kebijakan deviden. Endang dan Minaya (2003:40) menganalisis pengaruh insider

ownership,dispersion ownership, collaerizable, free cash flow dan tingkat pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan deviden. Penelitian tersebut menemukan : 1) ada pengaruh negatif signifikan antara insider ownership dan tingkat pertumbuhan terhadap kebijakan deviden; 2) dispersion ownership,free cash flow, memiliki hubungan positif dan tidak signifikan terhadap kebijakan deviden;3) Collaterizable assets menunjukkan hubungan yang negatif dan tidak

signifikan terhadap kebijakan deviden; 4) pengujian secara simultan menunjukkan bahwa variabel bebas dalam penelitian ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan deviden. Pradessya (2007:22) Pengaruh insider ownership, dispersion of ownership, free cash flow dan collaterizable assets dan tingkat pertumbuhan terhadap kebijakan deviden. Penelitian tersebut menemukan; 1) insider ownership memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap DPR; 2) dispersion of ownership tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR tapi memiliki hubungan yang positif; 3) free cash flow tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR tapi memiliki hubungan yang positif; 4) collaterizable assets berpengaruh signifikan tapi memiliki hubungan yang negatif. Sudarsi (2002:76) tentang analisis faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio pada industri perbankan yang listed di BEJ diperoleh hasil bahwa Cash Position, Profitability, potensi pertumbuhan, ukuran perusahaan dan debt to equity ratio tidak mempunyai pengaruh terhadap dividend payout ratio. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dikemukakan oleh Riyanto dan Hanafi. Dari sedemikian banyak faktor sulit sekali untuk menyimpulkan yang mana paling dominan mempengaruhi kebijakan deviden perusahaan. Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian penulis sebelumnya mengenai pengaruh insider ownership, dispersion of ownership, free cash flow dan collaterizable assets dan tingkat pertumbuhan terhadap kebijakan deviden.Namun penelitian ini beda dari penelitian sebelumnya pada penelitian ini faktor yang dianggap mempengaruhi kebijakan deviden, yaitu profitability, insider ownership,

dispersion of ownership, free cash flow dan collaterizable assets. Penelitian ini mengambil sampel dari perusahaan yang terdaftar di bursa efek jakarta. Rentang waktu laporan keuangan yang digunakan sebagai objek penelitian tahun 20052008.

1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah faktor-faktor profitability, insider ownership, dispersion of

ownership, free cash flow dan collaterizable assets secara simultan berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR)? 2. Apakah faktor-faktor profitability, insider ownership, dispersion of

ownership, free cash flow dan collaterizable assets secara parsial berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR)?

1.3 Tujuan penelitian 1. Menganalisa pengaruh secara simultan faktor yang meliputi: profitability, insider ownership, dispersion of ownership, free cash flow dan collaterizable assets terhadap dividend payout ratio (DPR) 2. Menganalisa pengaruh secara parsial factor yang meliputi: profitability, insider ownership, dispersion of ownership, free cash flow dan collaterizable assets terhadap dividend payout ratio (DPR)

1.4 Manfaat penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini: 1. Memberi masukan kepada para investor mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden untuk dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan keputusan investasi. 2. Dapat digunakan sebagi bahan pertimbangan perusahaan dalam menetapkan kebijakan deviden 3. Menambah referensi penelitian pasar modal khususnya mengenai faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deviden Saham Perusahaan memanfaatkan saham deviden sebagai cara untuk memberikan imbalan kepada para pemegang saham tanpa menggunakan uang tunai, pada umumnya perusahaan membutuhkan uang tunai untuk membiayai pertumbuhan perusahaan yang cepat maka perusahaan dapat memanfaatkan dana yang disediakan untuk pembayaran deviden. Sedangkan para pemegang saham dapat diberi deviden saham, selama pemegang saham memahami bahwa perusahaan menginvestasikan kembali aliran kas yang diperoleh dari laba untuk memaksimalisasi laba yang akan datang maka harga pasar saham tidak berubah tetapi jika laba perusahaan yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk deviden tunai dibayarkan oleh perusahaan untuk melunasi hutang-hutang yang jatuh tempo maka tindakan tersebut dapat menurunkan harga pasar saham. Deviden saham menurut Sundjaja (2001:234) adalah pembayaran deviden atau keuntungan kepada pemegang saham dalam bentuk saham sebagai pengganti deviden tunai. Deviden saham menurut sudut pandang pemegang saham yang menerima deviden saham yang sebenarnya tidak memberikan nilai tambah dari deviden tersebut, tetapi setelah deviden saham dibagikan, maka nilai per lembar saham akan menurun. Sehingga sebenarnya pendapatan total pemegang saham tidak berubah.

Menurut Baridwan (1992:434), deviden yang dibagikan kepada pemegang saham perusahaan akan sebanding dengan jumlah lembar saham yang dimiliki, biasanya deviden dibagikan dengan interval waktu yang tetap tetapi kadangkadang perusahaan mengadakan pembagian deviden tambahan diantara interval waktu yang telah ada. Apabila deviden yang dibagikan berbentuk selain uang tunai maka akan dicatat dengan istilah yang sesuai

2.2 Kebijakan Deviden 2.2.1 Pengertian Menurut Wachowicz (1997) dalam Pradessya (2007:22) Kebijakan deviden merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran deviden menentukan jumlah laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaraan deviden merupakan aspek utama dalam kebijakan deviden . Kebijakan deviden menyangkut masalah penggunaan laba yang menjadi hak pemegang saham, dan laba tersebut bisa dibagi sebagai deviden atau laba yang ditahan untuk diinvestasikan kembali (Husnan, 1996:381). Dengan demikian dimungkinkan membagi laba sebagai deviden dan pada saat yang sama menerbitkan saham baru. Weston and Copeland (1992:550) mendefinisikan kebijakan deviden sebagai keputusan untuk menentukan besarnya bagian pendapatan (earning) yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan bagian yang akan ditahan diperusahaan.

Sartono (2000:346), mendefinisikan kebijakan deviden sebagai keputusan apakah laba diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai deviden atau akan ditahan dalam retained earnings guna membiayai investasi dimasa datang. Kebijakan deviden bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara pengunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada pemegang saham sebagai deviden atau untuk digunakan didalam perusahaan, yang berarti laba tersebut harus ditahan didalam perusahaan (Riyanto, 2001:265). Dari pengertian diatas, dapat kita lihat bahwa kebijakan deviden dipengaruhi dua kepentingan yang saling bertolak belakang, yaitu kepentingan pemegang saham dengan devidennya, dan kepentingan perusahaan untuk melakukan reinvestasi dengan menahan laba. Dari sisi pemegang saham, deviden merupakan salah satu motivator untuk menanam dana dipasar modal. Pemegang saham lebih memilih deviden yang berupa kas dibandingkan dengan capital gain. Perilaku ini diakui Gordon-Lintner sebagai the bird in the hand theory bahwa satu burung ditangan lebih berharga dari pada seribu burung di udara. Selain itu pemegang saham juga dapat mengevaluasi kinerja perusahaan dengan menilai besarnya deviden yang dibagikan. Sedangkan dari sisi perusahaan, kebijakan deviden sangat penting karena jika perusahaan juga memilih untuk membagikan laba sebagai deviden maka akan mengurangi laba yang ditahan perusahaan, dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern atau internal financing. Sebaliknya jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana intern akan semakin besar.

2.2.2 Pendekatan dalam pembahasan kebijakan deviden Menurut Gitosudarmo (2001:227-228), terdapat dua pendekatan dalam membahas masalah deviden. Adapun dua pendekatan tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Sebagai kebijakan pembelanjaan jangka panjang Dalam pendekatan ini berpandangan bahwa semua laba sesudah pajak yang diperoleh adalah merupakan sumber dana jangka panjang. Pengumuman atau pembagian laba sebagai deviden berarti pengurangan terhadap sumber dana jangka panjang yang dapat dipergunakan untuk membelanjai kebutuhan perkembangan usaha. Oleh karena itu pembagian deviden akan berakibat penekanan terhadap perkembangan usaha ataupun paksaan terhadap pencarian dana dari sumber ekstern. Apabila perusahaan memiliki suatu rencana pengembangan usaha dimasa depan maka perlulah dipupuk sumber dana dalam perusahaan tersebut.

2. Sebagai kebijakan untuk memaksimumkan nilai perusahaan Dalam pendekatan ini berpandangan bahwa kebijakan deviden mempunyai pengaruh yang kuat terhadap harga pasar dari saham yang beredar. Oleh karena itu maka manajer dalam hal ini dituntut membagikan deviden sebagai realisasi dari harapan hasil yang didambakan oleh investor dalam mengeluarkan uangnya untuk membeli saham. Keberatan dalam pendekatan ini telah dikemukakan oleh Modegilani dan Miller (MM teori) yang mengatakan bahwa deviden tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Akan tetapi meskipun terdapat hal ini masalah itu tetap harus dipertimbangkan oleh manajer keuangan didalam pengambilan

10

keputusan. Apabila perusahaan sedang mengalami perkembangan yang pesat dan banyak proyek-proyek investasi yang harus diperhitungkan maka laba harus banyak. Akan tetapi apabila tidak dapat kemungkinan investasi yang terbuka maka akan lebih baik laba tersebut dibagikan kepada pemegang saham. 2.2.3 Teori Kebijakan Deviden Ada beberapa macam teori tentang kebijakan deviden. Berikut ini adalah teori tentang kebijakan deviden dalam Brigham (2001:89-90): 1. Dividend irrelevance theory Dividend irrelevance theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan deviden tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Teori ini mengikuti pendapat Modigliani dan Miller (MM) yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya dividend payout ratio, tetapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan risiko bisnis. Dengan demikian kebijakan deviden tidak relevan untuk dipersoalkan. 2. Bird in the hand-Theory Bird in the hand-Theory dinyatakan oleh Gordon dan Lintner yang menyatakan bahwa biaya modal sendiri akan naik jika dividend payout ratio rendah. Hal ini dikarenakan investor lebih suka menerima deviden daripada capital gains yang dihasilkan oleh laba ditahan (R/E). 3. Tax Preference Theory Teori ini menyatakan bahwa investor lebih menyukai dividend payout ratio yang kecil. Ada tiga alasan berkaitan dengan pajak yang menyebabkan investor mungkin lebih menyukai dividend payout ratio yang kecil:

11

a. Deviden dikenai tarif pajak yang lebih tinggi dari pada capital gain. b. Pajak atas capital gain tidak dibayarkan sampai dengan saham dijual. Jika saham disimpan oleh seseorang sampai meninggal,tidak ada pajak atas capital gain saat diterima oleh ahli warisnya. 4. Deviden Residu Teori deviden residu adalah teori yang menyatakan bahwa deviden dibayar dari capital yang sama setelah selesai mendapat keuntungan investasi keuangan. Jika perusahaan memiliki biaya pengembangan, yang mungkin secara langsung mempengaruhi keputusan deviden, maka perusahaan harus menerbitkan jumlah sekuritas yang lebih besar untuk mendapatkan modal yang dibutuhkan untuk kegiatan investasi. Dasar dari kebijakan residual adalah investor lebih menginginkan perusahaan menahan dan menginvestasikan kembali laba daripada

membagikannya dalam bentuk deviden apabila laba yang diinvestasikan kembali tersebut dapat menghasilkan laba yang lebih tinggi dari tingkat pengembalian laba yang dihasilkan sendiri oleh investor dari investasi lain dengan resiko yang sebanding. 5. Information content or signaling hipotesis Information content or signaling hipotesis ialah teori yang menyatakan bahwa investor menganggap perubahan deviden sebagai pertanda bagi perkiraan manajemen atas laba. Ada kecenderungan harga saham akan naik jika ada pengumuman kenaikan deviden. Deviden itu sendiri tidak menyebabkan kenaikan atau penurunan harga saham, tetapi prospek perusahaan yang ditunjukan oleh

12

meningkatnya (menurunnya) deviden yang dibayarkan yang menyebabkan perubahan harga saham (Hanafi, 2004:371).

2.2.4 Kontroversi Kebijakan Deviden Kebijakan deviden masih merupakan masalah yang mengundang perdebatan, karena terdapat lebih dari satu pendapat. Berbagai pendapat tentang kebijakan deviden dikelompokkan menjadi tiga pendapat yaitu: 1. Deviden dibayar tinggi (Bird In the Hand Theory). Secara teoritis dengan menurunkan deviden maka nilai laba ditahan akan dapat diperbesar dan dapat digunakan untuk investasi dalam bentuk real assets. Namun pendapat ini berbeda dengan teori di atas tersebut sebab menginginkan deviden dibagikan dalam jumlah yang besar, dengan asumsi bahwa harga saham di pengaruhi oleh deviden yang dibayarkan (Gitosudarmo, 2001:233). Argumentasi tersebut mempunyai kesalahan dalam hal bahwa peningkatan pembayaran deviden hanya dimungkinkan apabila laba yang diperoleh perusahaan juga meningkat. Perusahaan tidak bisa membagikan deviden yang makin besar jika laba yang diperoleh tidak meningkat. Memang benar kalau perusahaan mampu meningkatkan pembayaran deviden karena peningkatan laba, harga saham akan naik. Meskipun demikian kenaikan harga saham tersebut adalah disebabkan karena kenaikan laba bukanlah karena kenaikan pembayaran deviden. Juga tidak benar kalau perusahaan harus membagikan semua laba sebagai deviden, hanya karena perusahaan harus membagikan deviden sebesar-besarnya. Laba dibenarkan untuk ditahan, kalau dana tersebut bisa diinvestasikan dan menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih besar dari biaya modalnya (Husnan, 1996:384). Dalam

13

Hanafi (2004:366) ada beberapa argumen yang mendukung pembayaran deviden tinggi yaitu sebagai berikut: a. Mengurangi ketidakpastian. Deviden yang tinggi akan membantu mengurangi ketidakpastian. Beberapa tipe investor akan menyukai pendapatan saat ini. Karena deviden diterima saat ini, sedangkan capital gain diterima dimasa mendatang, ketidakpastian deviden akan lebih kecil dibandingkan ketidakpastian capital gain. Karena faktor ketidakpastian berkurang maka investor semacam itu mau membayar harga yang lebih tinggi untuk saham dengan deviden tinggi. Nilai saham akan ditentukan oleh present value dari deviden yang akan diterima investor saat ini dan di masa mendatang. Deviden dimasa mendatang akan lebih beresiko dibandingkan dengan deviden yang dibayarkan saat ini. b. Mengurangi konflik keagenan antara manajer dengan pemegang saham Argumen lain yang mendukung pembayaran yang tinggi datang dari kerangka teori keagenan (agency theory). Menurut teori ini konflik bisa terjadi antara pihak-pihak yang berkaitan di perusahaan. Sebagai contoh, manajer disewa oleh pemegang saham untuk menjalankan perusahaan agar tujuan pemegang saham (maksimalisasi kemakmuran pemegang saham) dapat tercapai. Tetapi manajer bisa saja mempunyai agenda sendiri untuk tidak selalu konsisten dengan tujuan pemegang saham. Misalkan perusahaan mempunyai kelebihan kas atas proyek dengan NPV positif (free cash flow, yang didefinisikan sebagai kelebihan kas setelah semua investasi dengan NPV yang positif didanai). Kas tersebut akan lebih baik jika dibagikan ke pemegang saham, dan pemegang saham akan memanfaatkan kas tersebut dengan cara mereka sendiri. Tetapi manajer

14

barangkali tidak mau membagikan kas tersebut karena ingin tetap memegang kendali atas kas tersebut. Dalam konteks semacam itu, pembayaran deviden yang tinggi merupakan hal yang diinginkan oleh investor, karena akan mengurangi potensi konflik antara manajer dengan pemegang saham. 2. Kebijakan deviden tidak relevan Pendapat ini menyatakan dividend policy is irrelevant, jadi deviden dibagi atau tidak nilai kekayaanya akan sama. Dasar dari pendapat ini adalah pemenuhan dana perusahaan dari external financing. Mereka yang menganut pendapat ini mengatakan bahwa perusahaan bisa saja membagikan deviden yang banyak atau sedikit, asalkan dimungkinkan menutup kekurangan dana dari sumber ekstern. Jadi yang penting adalah apakah dana yang dipergunakan untuk membiayai berasal dari luar perusahaan (menerbitkan saham baru) ataukah dari dalam perusahaan (menahan laba). Dampak keputusan tersebut sama saja bagi kekayaan pemodal, atau keputusan deviden adalah tidak relevan (Husnan, 1996:386). Dalam Brigham (2001:198), sejumlah kalangan memperdebatkan bahwa kebijakan deviden tidak mempunyai pengaruh baik terhadap harga saham maupun terhadap biaya modalnya. Penganjur utama dari Teori ketidakrelevanan deviden adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (MM). Mereka berpendapat bahwa Rasio pembayaran deviden hanya merupakan bagian kecil saja dari keputusan investasi perusahaan. Pembayaran deviden tidak mempengaruhi kekayaan pemegang saham. Nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta risiko bisnisnya dengan kata lain nilai suatu perusahaan tergantung semata-mata tergantung pendapatan yang dihasilkan

15

oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi di antara deviden dan laba yang ditahan. MM mengajukan asumsi sebagai berikut: a. Tidak ada pajak atau biaya lainya, pelaku pasar tidak bisa mempengaruhi harga sekuritas. Pasar diasumsikan sempurna (perfect). b. Semua pelaku pasar mempunyai pengharapan yang sama terhadap investasi, keuntungan dan deviden dimasa mendatang. Pengharapan investor dikatakan homogen. c. Kebijakan investasi ditentukan lebih dahulu, kebijakan deviden tidak mempengaruhi investasi. 3. Deviden dibayar rendah

Variabel yang mendasari argumen ini adalah efek pajak dan flotation cost. a. Efek pajak Dinegara tertentu seperti Amerika Serikat, pajak untuk capital gain lebih rendah dibandingkan dengan pajak untuk deviden (28% versus 31%). Disamping itu, pajak atas capital gain akan efektif jika capital gain tersebut direalisir (yang berarti saham tersebut dijual). Sedangkan pajak deviden akan dibayarkan saat deviden diterima. Berdasar argumen tersebut, deviden seharusnya dibayar rendah, karena menghemat pajak. Pada kenyataannya investor mempunyai tingkat pajak yang beragam, sehingga efek pajak tidak bisa digeneralisir untuk semua investor, (Hanafi, 2004: 368). b. Biaya emisi (flotation Cost) Jika perusahaan membayarkan deviden dan kemudian menerbitkan saham, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya emisi saham. Biaya modal saham eksternal lebih besar dibandingkan biaya modal internal, karena biaya emisi, biaya

16

transaksi, dan biaya underpricing saham. Karena itu perusahaan akan lebih baik membayarkan deviden rendah sehingga tidak harus menerbitkan saham baru.

2.3 Agency Cost (Biaya Keagenan) Pemberian deviden awal bisa mengurangi biaya agen (perantara) karena deviden tersebut mengurangi free cash flow yang tersedia bagi para manager. Dilain pihak,penghapusan deviden dapat meningkatkan biaya keagenan karena akan memperbesar free cash flow perusahaan. Hal tersebut disebabkan karena perusahaan yang mengalami masalah keuangan dan memiliki kinerja keuangan yang lemah dapat dipastikan akan menghapus deviden dengan harapan akan memperbesar laba ditahan (Sabur Mollah, 2000: 8). Menurut Brigham (2001:91), agency cost (biaya keagenan) merupakan biaya yang meliputi semua biaya untuk memonitoring tindakan manager, mencegah tingkah laku manager yang tidak dikehendaki, dan opportunity costs akibat pembatasan yang dilakukan pemegang saham terhadap tindakan manager. Menurut Jensen (1997), menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki penambahan kas pada NPV positif, maka akan lebih baik bagi manager untuk membagikan net cash inflow kepada pemegang saham dalam bentuk deviden untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Selain itu dia juga berpendapat bahwa keberadaan free cash flow dapat memicu manajemen dalam menjalankan operasional perusahaan. Menurut Pradessya (2007: 23) , ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost yaitu:

17

1.

Meningkatkan

kepemilikaan

saham

perusahaan

oleh

manajemen.

Kepemilikan ini akan menyejajarkan kepentingan manajemen dengan kepentingan pemegang saham. 2. Meningkatkan rasio deviden terhadap laba bersih atau dividend payout ratio, dengan demikian akan memperkecil jumlah aliran kas bebas atau free cash flow sehingga manajemen harus mencari sumber dana eksternal untuk pembiayaan investasi. Pengertian free cash flow itu sendiri adalah ketersediaan dana dalam jumlah yang melebihi kebutuhan untuk pendanaan investasi yang menguntungkan. Apabila laba yang diperoleh dibagi sebagai deviden, maka kebutuhan investasi harus dicari dari sumber dana eksternal. Pembiayaan eksternal ini akan meningkatkan pengawasan oleh pihak eksternal seperti pengawasan pasar modal, banker investasi atau investment banker dan investor. 3. Meningkatkan pendanaan dengan utang. Peningkatan utang akan menurunkan skala konflik antara pemegang saham dan manajemen. Apabila perusahaan memerlukan kredit, maka harus siap untuk dievaluasi dan dimonitor oleh pihak eksternal dan mengurangi konflik antara manajemen dengan pemegang saham. Disamping itu, utang juga dapat mengurangi kelebihan aliran kas atau excess cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen. Pada agency theory yang disebut prinsipal adalah pemegang saham dan yang dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan, dalam manajemen keuangan tujuan utama perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang saham, untuk itu maka manajer yang diangkat oleh

18

pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham tetapi ternyata sering ada konflik antara manajemen dan pemegang saham, konflik ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Manajemen perusahaan mempunyai kecendrungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan sumber keuangan yang diperoleh bukan dari dalam perusahaan sendiri, perilaku ini biasa disebut sebagai keterbatasan rasional dan manajer cenderung tidak menyukai resiko. Agency problem akan terjadi bila porsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100% sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasar maksimalisasi nilai perusahaan dalam pengambilan keputusan pendanaan. Kondisi tersebut merupakan

konsekuensi dari pemisahan fungsi pengelola dengan fungsi kepemilikan, manajemen tidak menanggung resiko atas kesalahan dalam mengambil keputusan, resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemegang saham. Oleh karena itu manajemen cenderung melakukan pengeluaran yang bersifat konsumtif dan tidak produktif untuk kepentingan pribadinya seperti peningkatan gaji dan status. 2.4 Penelitian terdahulu Penelitian mengenai kebijakan deviden telah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber baik dari jurnal maupun web site. Adapun penelitian terdahulu dijelaskan sebagai berikut: Susilawati (2000:111) melakukan penelitian tentang dampak faktor keagenan dan faktor-faktor yang mempengaruhi biaya transaksi terhadap ratio pembayaran deviden. Dimana populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang go public di Bursa Efek Jakarta. Sampel dalam penelitian ini

19

berjumlah 44 Perusahaan dimana diperoleh dengan menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini melibatkan 6 Variabel yang terdiri dari dividend payout ratio sebagai variabel dependen sedangkan perusahaan, insider resiko

ownership,shareholder

dispersion,tingkat

pertumbuhan

perusahaan, dan ukuran perusahaaan sebagai variabel independent. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan variabel perusahaan, insider resiko

ownership,shareholder

dispersion,tingkat

pertumbuhan

perusahaan, dan ukuran perusahaaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio. Sedangkan secara parsial variabel tingkat pertumbuhan perusahaan ,resiko perusahaan dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio dan variabel insider ownership dan shareholder dispersion tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio. Sartono (2001:19), meneliti tentang hubungan antar kepemilikan orang dalam (insider ownership),utang dan kebijakan deviden: pengujian empirik terhadap teori keagenan (agency theory). Penelitian menggunakan 232 perusahaan dengan periode tahun 1995-1998. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa kebijakan dividen tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap Insider ownership; Insider ownership memiliki pengaruh terhadap utang; Insider ownership dan utang memiliki hubungan yang signifikan terhadap kebijakan deviden. Hatta (2002:40) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden. Dengan menggunakan sampel 86 perusahaan manufaktur yang tercatat di bursa efek jakarta. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan antara

20

rasio pembayaran deviden dengan fokus perusahaan, total asset, Insider ownership, jumlah pemegang saham biasa, free cash flow dan tingkat pertumbuhan; tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah pemegang saham biasa, free cash flow, dan tingkat pertumbuhan terhadap rasio pembayaran deviden; terdapat hubungan yang positif antara besarnya perusahaan dengan rasio pembayaran deviden. Taswan (2003:50) menganalisis pengaruh Insider ownership, kebijakan utang dan deviden terhadap nilai perusahaan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, dengan menggunakan sampel 95 perusahaan di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Insider ownership mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan deviden; profitabilitas mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap utang; tingkat pertumbuhan,ukuran perusahaan dan resiko perusahaan tidak mempunyai hubungan yang signifikan. Endang dan minaya (2003:40) menganalisis pengaruh insider ownership, dispersion of ownership, free cash flow, collaterizable assets dan tingkat pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan deviden. Dengan sampel 12 perusahaan manufaktur periode 2000-2002. hasil penelitian menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara insider ownership dan tingkat pertumbuhan terhadap kebijakan deviden; dispersion of ownership, free cash flow dan collaterizable assets tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan deviden; pengujian secara simultan menunjukkan bahwa variabel bebas dalam penelitian ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan deviden.

21

2.5 Pengembangan Hipotesa Kerangka pemikiran dalam penelitian ini ditulis dari adanya anggapan bahwa kebijakan deviden dalam perusahaan dipengaruhi oleh lima faktor: 1. Profitability Profitability adalah keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan opersinya. Ukuran Profitabilitas dalam penelitian ini menggunakan rasio Return on Investment (ROI).ROI merupakan salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (Munawir, 2000: 89) Pihak Manajemen akan membayarkan deviden untuk memberi sinyal mengenai keberhasilan perusahaan membukukan profit (Wirjolukito et all., 2003:24). Sinyal tersebut menyimpulkan bahwa kemampuan perusahaan untuk membayar deviden merupakan fungsi dari keuntungan. Dengan demikian profitabilitas mutlak diperlukan untuk perusahaan apabila hendak membayarkan deviden. Beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa profitability memiliki pengaruh secara signifikan terhadap kebijakan deviden Wirjolukito et all., (2003:24) dan Farih Rahman (2007:30), namun menurut Sudarsi (2002:77) profitability tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan deviden. Dengan demikian, hipotesis alternatif penelitian ini adalah : Ha1 : Profitability berpengaruh positif terhadap kebijakan deviden

22

2.

Insider Ownership Insider Ownership merupakan sebuah variabel determinan yang penting

dalam kebijakan deviden suatu perusahaan (Taswan, 2003:51). Perusahaan dengan insider ownership yang jumlahnya lebih besar mempunyai kinerja investasi yang lebih baik daripada perusahaan dengan insider ownership kecil. insider ownership yang besar merupakan sinyal yang baik bagi pemegang saham. Sesuai dengan teori keagenan, konflik antara manager dan pemegang saham timbul karena adanya pemisahan atas kepemilikan dan control, pihak insider atau manajemen cenderung menginginkan pembagian deviden kecil, karena mereka mengiginkan kelebihan aliran kas untuk membiayai investasi perusahaan, namun pihak insider cenderung memanfaatkan kelebihan aliran kas tersebut untuk memperkaya diri sendiri dan melakukan kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan tanpa memikirkan kesejahteraan pemegang saham, dan cenderung merugikan pemegang saham. Perusahaan yang mempunyai kinerja investasi yang baik cenderung menahan pendapatan perusahaan sebagai laba yang ditahan daripada membagikan kepada pemilik saham dalam bentuk deviden. Beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa insider ownership berpengaruh signifikan terhadap kebijakan deviden. Namun begitu arah hubungan insider ownership dengan kebijakan deviden masih berbeda-beda. Endang dan Minaya (2003:40) dan Sartono (2001:19) menemukan bahwa, insider ownership berpengaruh negative dan signifikan terhadap kebijakan deviden, karena semakin banyak saham yang dimiliki oleh pihak insider, maka pihak manajemen cenderung untuk menahan pembayaran deviden. Sedangkan Taswan (2003:50)

23

menemukan bahwa variabel insider ownership berhubungan positif dan signifikan terhadap kebijakan deviden Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis alternatif penelitian ini adalah: Ha2 3. : Insider Ownership berpengaruh negatif terhadap kebijakan deviden. Dispersion Of Ownership Dispersion Of Ownership adalah penyebaran kepemilikan saham biasa. dispersion of ownership dihitung dengan rumus variance, untuk menunjukkan penyebaran kepemilikan saham. Semakin besar dispersion of ownership saham semakin terkonsentrasi pada kelompok tertentu. Sesuai dengan teori keagenan, pemegang saham yang semakin menyebar akan mengakibatkan kesulitan dalam proses monitoring perusahaan sehingga akan menimbulkan masalah keagenan yang penyelesaiannya melalui pembayaran deviden akan mengurangi jumlah laba yang ditahan. Laber (1992) dalam Fauzan (2002:30) meneliti mengenai pengaruh biaya keagenan terhadap rasio pembayaran deviden (kepemilikan saham oleh insider dan shareholder dispersion) hasil penelitiannya menemukan bahwa, shareholder dispersion berhubungan positif dengan rasio pembayaran deviden. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Endang dan Minaya (2003:40). Penelitian Susilawati (1999) dalam Endang dan Minaya (2003:41) menggunakan shareholder dispersion sebagai proksi untuk biaya keagenan, hasil dari penelitiannya menemukan bahwa shareholder dispersion tidak berpengaruh secara signifikan terhadap rasio pembayaran deviden, akan tetapi mempunyai arah hubungan yang positif. Dengan melihat hasil penelitian-penelitian sebelumnya, hipotesa alternatif penelitian ini menyatakan:

24

Ha3

: Dispersion Of Ownership berpengaruh positif terhadap kebijakan deviden.

4.

Free Cash Flow Free Cash Flow adalah arus kas operasi dikurangi investasi yang

diwajibkan. free cash flow diwakili oleh rasio free cash flow dibagi dengan total aktiva. Semakin kecil rasio ini menunjukkan semakin kecil laba perusahaan digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan (Pradessya, 2007:23) Sesuai teori keagenan, apabila perusahaan mempunyai aliran arus kas bebas, manajer perusahaan mendapat tekanan dari pemegang saham untuk membagikan dalam bentuk deviden. Hal ini dilakukan untuk mencegah pihak manajemen menggunakan free cash flow untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan perusahaan dan cendrung merugikan para pemegang saham. Oleh karena itu, pihak manajemen membagikan free cash flow agar dapat menekan biaya agensi atau agency cost. Beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa Free Cash Flow berpengaruh signifikan dengan kebijakan deviden. Sedangkan pada masa krisis ekonomi, perusahaan cenderung untuk menahan Free Cash Flow untuk bertahan dalam menghadapai krisis dan tidak membagikannya dalam bentuk deviden Handoko (2002) dalam Endang dan Minaya (2003:41 ). Penelitian lainnya menemukan bahwa semakin besar nilai kas bebas yang dimiliki perusahaan, semakin tinggi jumlah deviden yang dibayarkan Jensen (1997) dalam suherly (2004:32); sartono (2001:19) dan suherly (2004:31). Berdasarkan penjelasan tersebut, hipotesis alternatif penelitian ini adalah: Ha4 : Free Cash Flow berpengaruh positif terhadap kebijakan deviden

25

5.

Collaterizable Assets Collaterizable Assets mencerminkan besarnya aktiva tetap perusahaan

pada akhir tahun laporan keuangan yang dapat digunakan untuk memperoleh pinjaman. Titman dan Wassel (1988) dalam Sabur Mollah (2000:9)

mengemukankan bahwa perusahaan yang memegang lebih banyak asset yang dijaminkan mempunyai lebih sedikit agency cost antara pemegang saham dengan pemegang obligasi, karena asset ini dapat berfungsi sebagai pijaman kolateral. Sehingga dapat dikatakan Collaterizable Assets mempunyai hubungan yang positif terhadap dividend payout ratio. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisa hubungan antara collaterizable assets dengan kebijakan deviden. Handoko (2002) dalam Endang dan Minaya (2003:41) menemukan bahwa Collaterizable Assets berhubungan negative signifikan dengan kebijakan deviden. Sedangkan Endang dan Minaya menemukan bahwa Collaterizable Assets tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kebijakan deviden. Dengan demikian, hipotesis alternatif penelitian ini adalah : Ha5 Ha6 : Collaterizable Assets berpengaruh positif terhadap kebijakan deviden : Profitability, Insider Ownership, Dispersion Of Ownership,Free Cash Flow, Collaterizable Assets secara simultan berpengaruh terhadap kebijakan deviden

26

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Data dan Sumber data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data laporan keuangan perusahaan, antara lain neraca, laporan laba /rugi, laporan arus kas, data profitability, insider ownership, dispersion of ownership, free cash flow, collaterizable assets diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2008. Data sekunder adalah data yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak lain (Gujarati, 1995:198). 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah keseluruhan kumpulan elemen yang menjadi pengamatan dalam suatu atau seluruh kumpulan elemen penelitian yang dapat dipergunakan dalam membuat beberapa kesimpulan. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada periode 2005-2008 dan bergerak diberbagai bidang industri. Secara sederhana sampel adalah bagian dari suatu populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu pemilihan anggota sampel yang didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu atau ciri-ciri tertentu yang dimiliki oleh sampel tersebut (Gujarati, 1995:198) Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan nya (annual report) di Bursa Efek Jakarta dan Indonesian Capital Market Directory. 2. Perusahaan secara berturut-turut dan membayar deviden tunai pada tahun 2005-2008 27

Tabel 3.1 Proses Pemilihan Sampel Keterangan 1. Perusahaan yang terdaftar di BEJ tahun 2005-2008 2. Perusahaan yang tidak membayarkan deviden tunai secara berturut-turut tahun 2005-2008 3. Perusahaan yang membayarkan deviden tunai secara berturutturut tahun 2005-2008 Sampel Final 29 Jumlah Sample 323

(294)

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 323 perusahaan yang terdaftar di BEJ tahun 2005-2008, hanya terdapat 29 perusahaan yang memenuhi karakteristik penyampelan yang telah ditentukan. Daftar nama perusahaan sampel yaitu: No Perusahaan 1) Adira Dinamika Multi Finance (ADMF) 2) Arpeni Pratama Ocean Line (APOL) 3) Alumindo Light Industry (ALMI) 4) Astra Graphia (ASGR) 5) Bakrie Sumatra (UNSP) Plantation Metal No Perusahaan 15) Indocement (INTP) Tunggal Prakasa

16) Lautan Luas (LTLS) 17) Lion Metal Work (LION) 18) Matahari Putra Prima (MPPA) 19) Merck (MERK) 20) Metrodata Electronics (MTDL) 21) Multistrada (MASA) Arah Sarana

6) Bank Central Asia (BCA) 7) Bank Mandiri (BMRI) 8) Berlian Laju Tanker (BLTA) 9) BFI Finance Indonesia (BFIN)

22) Rig tenders Indonesia (RIGS) 23) Sepatu Bata (BATA)

28

10) Citra Tubindo (CTBN) 11) Colorpak Indonesia (CLPI) 12) Fast Food Indonesia (FAST) 13) Gudang Garam (GGRM) 14) Hexindo Adiperkasa (HEXA)

24) Summarecon agung (SMRA) 25) Sumi indo Kabel (IKBI) 26) Supreme Cable Manufacturing & Commerce (SCCO) 27) Tunas Ridean (TURI) 28) Timah (TINS) 29) Unilever Indonesia (UNVR)

Sumber: ICMD tahun 2008

3.3 Definisi dan Pengukuran Variabel Penelitian 3.3.1 Variabel Dependen Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah kebijakan deviden, yaitu keputusan manajer tentang berapa besar prosentase laba saat ini yang akan digunakan untuk membayar deviden. Kebijakan deviden diukur dengan perbandingan antara deviden yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapat dan biasanya disajikan dalam bentuk presentase dividend payout ratio (DPR) dihitung dengan rumus: DPR =

Deviden per lembar saham Lababersih per lembar saham

.................................. (3.1)

(Kusuma, 2007:23) 3.3.2 Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini meliputi 1. Profitability Profitability adalah tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Profitability dalam penelitian ini menggunakan rasio Return On Investment, yang merupakan ukuran efektivitas

29

perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROI dapat dirumuskan sebagai berikut: PR atau ROI =

Earning After Tax ................................................ (3.2) Total Assets

(Sudarsi, 2002:77) 2. Insider Ownership

Insider Ownership adalah pemilik sekaligus pengelola perusahaan yang


terdiri dari direktur dan komisaris, Insider Ownership dapat dilihat dari persentase saham yang dimiliki oleh direksi dan komisaris yang dibandingkan dengan total saham perusahaan Insider Ownership dihitung dengan rumus:

Jumlah Saham dimiliki komisaris dan direktur INSIDER = Total Saham


(Kusuma, 2007:23) 3. Dispersion Of Ownership ........... (3.3)

Dispersion Of Ownership dihitung dengan rumus variance, karena


besarnya nilai variance menunjukkan bahwa data kepemilikan saham semakin terkonsentrasi pada satu atau beberapa pemegang saham. Variance merupakan suatu ukuran dari sebaran disekitar rata-rata hitung. Dispersion Of Ownership dihitung dengan formula:

variance =

(X
n i =1

X)

n 1

.................................................................... (3.4)

keterangan : X1 : Persentase kepemilikan saham satu kelompok


X : rata-rata kepemilikan saham

30

n : jumlah data (Kusuma, 2007:23)

4.

Free Cash Flow


Free Cash Flow (FCF) diwakili oleh rasio Free Cash Flow dibagi dengan

total aktiva. Semakin kecil rasio ini menunjukkan bahwa laba yang diperoleh perusahaan cenderung digunakan untuk membayar deviden, sehingga laba yang digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan semakin kecil. Free Cash Flow dihitung dengan rumus :
FCF =
lababersih + beban penyusu tan .......................................... (3.5) Total Aktiva

(Kusuma, 2007:24)

5.

Collaterizable Assets
Collaterizable Assets adalah besarnya aktiva yang dijaminkan oleh

kreditur

untuk

menjamin akan

pinjamannya. dana

Semakin

besar

aktiva

yang

dijaminkan,maka

banyak

yang

digunakan

untuk

menjamin

kelangsungan pemakaian collaterizable asset.


Collaterizable Assets merupakan perbandingan antara rasio total aktiva bersih

dengan total aktiva, dihitung dengan rumus:


COLLAS =
Total Aktiva Tetap Akumulasi Penyusu tan ......... (3.6) Total Aktiva

(Kusuma, 2007:24)

3.4

Perumusan Model
Metode analisisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

regresi linier berganda dengan menggunakan Eviews. Model ini digunakan untuk

31

melihat hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen atau untuk menganalisis Pengaruh Profitability, Insider Ownership, Dispersion Of
Ownership, Free Cash Flow, Collaterizable Assets terhadap kebijakan deviden

3.4.1 Persamaan Regresi


Persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Y = a + b1X1+ b2X2+ b3X3+ b4X4+ b5X5+ e ............................................... (3.7)

Keterangan: Y a X1 X2 X3 X4 X5 : Kebijakan deviden (Dividend Payout Ratio) : Konstanta : Profitability : Insider Ownership : Dispersion Of Ownership : Free Cash Flow : Collaterizable Assets

b1b5 : Koefisien Regresi

3.4.2 Uji Asumsi Klasik


Sebelum dilakukan regresi, terlebih dahulu dilakukann uji asumsi klasik untuk melihat apakah data terbebas dari masalah multikolinieritas,

heterokedastisitas, dan autokolerasi. Uji asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (Best
Linier Unbiased Estimator = BLUE) yang berarti model regresi tidak

mengandung masalah.

1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau

32

mendekati normal. Menurut Sanders (1985:211) dalam Pradessya (2007:35) Uji normalitas tidak dilakukan karena sampel sebesar 30 atau lebih dari 30 ( 30) telah memenuhi ketentuan normalitas.

2. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah adanya hubungan antara variabel independen dalam satu persamaan regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak

memiliki masalah multikolinieritas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas adalah dengan menguji koefisien korelasi (r) antara variabel independen. Sebagai aturan main yang kasar (rule of thum), jika koefisien korelasi lebih besar dari 0,85 maka diduga ada multikolinieritas dalam model. Sebaliknya jika koefisien relatif rendah (< 0,85) maka diduga model tidak mengandung unsur multikolinieritas (Widarjono, 2005 dalam Pradessya, 2007:36). Hasil Uji Multikolinieritas dengan menguji koefisien korelasi ( r ) dapat dilihat pada tabel 3.2. berikut:

Tabel 3.2 Uji Multikolinieritas


PR PR INSIDER DISPERSION FCF 1.000000 -0.040030 0.295542 0.196294 1.000000 0.244758 0.090267 -0.048157 1.000000 0.329791 0.052709 1.000000 -0.067151 1.000000 INSIDER DISPERSION FCF COLLAS

COLLAS -0.012033 Sumber : Output Eviews

Tabel 3.2 menunjukkan korelasi antara PR dengan INSIDER sebesar -0,040030,. korelasi antara PR dengan DISPERSION sebesar 0,295542,. PR dengan FCF sebesar 0,196294,. PR dengan COLLAS sebesar -0,012033,.
INSIDER dengan DISPERSION sebesar 0,244758,. INSIDER dengan FCF sebesar

0,090267,. INSIDER dengan COLLAS sebesar -0,048157,. DISPERSION dengan

33

FCF sebesar 0,329791,. DISPERSION dengan COLLAS sebesar 0,052709,. FCF

dengan COLLAS sebesar -0,067151. Berdasarkan hasil diatas dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelari ( r ) antar variabel independen pada model yang digunakan dalam penelitian ini < 0,85,. maka dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas pada model penelitian.

3. Uji Autokolerasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pada periode t dengan periode t-1 (sebelumnya). Untuk menguji ada tidaknya gejala autokorelasi maka dapat dideteksi dengan uji Durbin Watson (DW-test).untuk mengetahui ada tidaknya autokarelasi maka berikut ini adalah tabel autokorelasi Durbin Watson (Algifari, 2000:89)

Tabel 3.3 Tabel Autokorelasi Durbin Watson Kesimpulan


1,48 1,48 1,69 1,69 2,31 2,3 2,52 2,52 Ada Autokorelasi Tanpa kesimpulan Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada Autokorelasi

Hasil pengujian autokorelasi dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut:

Tabel 3.4 Nilai Durbin Watson


R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Log likelihood Durbin-Watson stat Sumber : Output Eviews 0.243972 0.209608 0.182671 35.69134 1.788867 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion F-statistic Prob(F-statistic) 0.310744 0.205470 -0.511920 7.099467 0.000009

34

Pada tabel 3.4 tersebut dapat di lihat bahwa nilai Durbin Watson penelitian sebesar 1,788867,. hal ini berarti nilai tersebut berada di daerah tidak ada

autokolerasi (1,69 sampai 2,31). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada persamaaan regresi tersebut tidak terdapat autokolerasi.

4. Uji Heterokedastisitas
Menurut Ghozali (2001:69), uji ini bertujuan menguji apakah dalam model regresi terdapat ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan kepengamatan lain. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya gejala heterokedastisitas adalah dengan melihat grafik scatter plot . Jika terdapat pola tertentu maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas dilakukan dengan cara melihat grafik scatterplot:

Gambar 3.1 Grafik Scatterplot

Pada grafik 3.1 tersebut dapat dilihat bahwa terdapat pola tertentu yang mengindikasikan bahwa terdapat heterokedastisitas pada penelitian ini. Untuk selanjutnya agar dapat terbebas dari heterokedastisitas pada pengujian regresi berganda maka dilakukan pengobatan dengan white hiteroskedasticity dengan software EVIEWS. Beberapa alternatif solusi jika model menyalahi asumsi heteroskedastisitas adalah dengan mentransformasikan ke dalam bentuk logaritma, yang hanya dapat dilakukan jika semua data bernilai positif. Atau dapat 35

juga dilakukan dengan membagi semua variabel dengan variabel yang mengalami gangguan heteroskedastisitas.

3.4.3 Uji hipotesa


Setelah model regresi terbebas dari penyimpangan asumsi klasik, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji statistic yang terdiri dari uji-t dan uji-F

1. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah secara bersama-sama variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen dalam regresi. Hipotesa yang digunakan dalam uji ini adalah sebagai berikut : Ho : secara bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen Ha : secara bersama-sama variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen Dengan tingkat signifikan () sebesar 5 % dari F tabel (k-1)(n-1-k), maka kriteria pengujian: Jika F hitung > F tabel, probabilitas F < , maka Ho ditolak dan Ha diterima Jika F hitung < F tabel probabilitas F > , maka Ho diterima dan Ha ditolak

Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penolakan Ho

Gambar 3.2 Kriteria Pengujian dengan F-statistik

36

2. Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen dalam regresi. Hipotesa yang digunakan dalam uji ini adalah sebagai berikut: Ho Ha : Variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen : Variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen

Dengan tingkat signifikan () sebesar 5%, df = n-1-k, maka kriteria pengujian: Jika t hitung > t tabel , probabilitas t < , maka Ho ditolak Ha diterima Jika t hitung < t tabel , probabilitas t > , maka Ho diterima Ha ditolak

Daerah Penolakan Ho Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penolakan Ho

- t tabel

t tabel

Gambar 3.3 Kriteria Pengujian dengan t-statistik

37

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1

Analisis Deskriptif
Untuk mengetahui gambaran kondisi dari variabel dalam penelitian ini

maka dilakukan anlisis deskriptif. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel independen yaitu Profitability, Insider Ownership, Dispersion
Of Ownership, Free Cash Flow, Collaterizable Assets dan variabel dependen

yaitu dividend payout ratio (DPR). Deskriptif statistik dari variabel penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1 Deskriptif Statistik Variabel


DPR Minimum Maximum Mean Std. Dev. 0.000200 0.886000 0.310744 0.205470 PR 0.001200 0.451000 0.094488 0.092654 116 INSIDER 0.000000 0.768700 0.040548 0.144918 116 DISPERSI ON 0.008500 0.245000 0.076538 0.066592 116 FCF 0.003500 1.204700 0.126305 0.142179 116 COLLAS 0.000300 0.827100 0.263574 0.216710 116

N 116 Sumber : Output Eviews

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari jumlah sample yang diteliti sebanyak 116 perusahaan go publik di BEJ, variabel DPR memiliki nilai minimun 0,000200,. dengan nilai maksimum 0,886000,. mean sebesar 0,310744 atau rata-rata pembayaran deviden selama periode 20052008 sebesar 31,07% dari laba bersih, dengan tingkat penyimpangan penyebaran (standar deviasi) sebesar 20,55%. Variabel Profitability (PR) memiliki nilai minimun 0,001200 dengan nilai maksimum 0,451000,. mean 0,094488 atau 9,45% hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata profit (laba) yang dimiliki perusahaan relatif kecil dengan standar deviasinya sebesar 0,092654 atau 9,23%. Variabel INSIDER 38

memiliki nilai minumum 0,00000

dengan nilai maksimum 0,768700,. mean

0,040548 atau 4,05% dan standar deviasi 0,144918 atau 14.50%. Nilai minimum untuk variabel DISPERSION sebesar 0,245000,. nilai maksimum 0,245000 mean 0,076538 atau 7,65% dan standar deviasi sebesar 0,066592 atau 6,66%. Variabel
FCF memiliki nilai minimum 0,003500,. nilai maksimum 1,204700,. nilai mean

0,126305 atau 14,21% dan standar deviasi 0,142179

atau 14,22%. Variabel

COLLAS memiliki nilai minimum sebesar 0.000300,. nilai maksimum 0,827100,.

nilai mean 0,263574 atau 26,35% dan standar deviasi 0,216710 atau 21,67%.

4.2

Analisis Regresi
Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Analisis ini

digunakan untuk mengukur kekuatan dua variabel atau lebih dan juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.Adapun perhitungan analisis regresi dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Uji Regresi


Dependent Variable: DPR Method: Least Squares Sample: 1 116 Included observations: 116 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable C PR INSIDER DISPERSION FCF COLLAS R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Sumber :output Eviews Coefficient Std. Error 0.328547 0.456978 -0.546064 0.242705 0.008412 -0.221869 0.243972 0.209608 0.182671 3.670563 35.69134 1.788867 0.041288 0.211555 0.075280 0.292736 0.097641 0.067809 t-Statistic 7.957519 2.160098 -7.253816 0.829091 0.086152 -3.271968 Prob. 0.0000 0.0329 0.0000 0.4088 0.9315 0.0014 0.310744 0.205470 -0.511920 -0.369493 7.099467 0.000009

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

39

Dari Tabel 4.2 dapat disusun persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
DPR= 0,328547 + 0,456978 PR - 0,546064 INSIDER+ 0,242705 DISPERSION + 0,008412 FCF - 0,221869 COLLAS

4.2.1

Hasil Uji Parsial (Uji t)


Seperti telah dijelaskan sebelumnya, hasil dari perbandingan antara

probalititas (sig-t) dengan taraf signifikansi yang ditolerir ( = 0,05) akan dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan dalam pengujian hipotesis penelitian. Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dilihat pengujian masing-masing hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis alternatif pertama penelitian ini menyatakan: Ha1: Profitability berpengaruh positif terhadap kebijakan deviden
Daerah Penolakan Ho Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho

-1,98

1,98

2,1600

Gambar 4.1 Distribusi Daerah Penerimaan/Penolakan Hipotesis Profitability terhadap dividend payout ratio
Berdasarkan perhitungan diperoleh t hitung sebesar 2,1600 > t tabel sebesar 1,98 maka Ho tidak terbukti dan Ha1 terbukti dengan probabilitas sebesar 0,0329 pada level probabilitas 0,05 , sehingga secara parsial variabel PR memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio dan mempunyai koefisien positif yang sesuai dengan arah hubungan yang diharapkan. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Sudari (2002) yang menyatakan variabel
Profitability tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Hasil

40

ini konsisten dengan teori yang di kemukakan oleh Hanafi (2004) bahwa
Profitability mempunyai pengaruh terhadap kebijakan deviden. Profitability

merupakan keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban tetap nya yaitu bunga dan pajak. Oleh karena itu deviden yang diambil dari keuntungan bersih akan mempengaruhi dividend payout ratio. Perusahaan yang semakin besar keuntungan nya akan membayar porsi pendapatan yang semakin besar sebagai deviden. 2. Hipotesis alternatif kedua penelitian ini menyatakan: Ha2: Insider Ownership berpengaruh negatif terhadap kebijakan deviden.
Daerah Penolakan Ho Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho

-7,2538

-1,98

1,98

Gambar 4.2 Distribusi Daerah Penerimaan/Penolakan Hipotesis Insider Ownership terhadap dividend payout ratio
Berdasarkan perhitungan diperoleh t hitung sebesar -7,2538 > -t tabel sebesar 1,98 maka Ho tidak terbukti dan Ha2 terbukti dengan probabilitas sebesar 0,0000 pada level probabilitas 0,05 , sehingga secara parsial INSIDER terbukti
insider ownership memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio dan

mempunyai koefisien

negatif yang sesuai dengan arah hubungan

diharapkan. Hasil ini konsisten dengan penelitian Endang dan Minaya (2003:40) dan Sartono (2001:19) menemukan bahwa, insider ownership berpengaruh negative dan signifikan terhadap kebijakan deviden, karena semakin banyak saham yang dimiliki oleh pihak insider, maka pihak manajemen cenderung untuk menahan pembayaran deviden. 41

3. Hipotesis alternatif ketiga penelitian ini menyatakan: Ha3: Dispersion Of Ownership berpengaruh positif terhadap kebijakan deviden.
Daerah Penolakan Ho Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho

-1,98

0,8290

1,98

Gambar 4.3 Distribusi Daerah Penerimaan/Penolakan Hipotesis Dispersion Of Ownership terhadap dividend payout ratio
Berdasarkan perhitungan diperoleh t hitung sebesar 0,8290 < t tabel sebesar 1,98 maka Ho terbukti dan Ha3 tidak terbukti dengan probabilitas sebesar 0,4088 pada level probabilitas 0,05, sehingga secara parsial tidak ada pengaruh variabel dispersion of ownership terhadap dividend payout ratio ,meskipun mempunyai koefisien positif dan sesuai dengan arah hubungan yang diharapkan. Arah hubungan DISPERSION tersebut konsisten dengan hasil penelitian Endang dan Minaya (2003:40). Hal ini menunjukkan bahwa semakin menyebar pemegang saham perusahaan mengakibatkan kesulitan pengawasan terhadap kinerja perusahaan, dan alternatif yang cenderung digunakan untuk meminimalkan konflik dengan membayar deviden yang besar kepada pemegang saham. 4. Hipotesis alternatif keempat penelitian ini menyatakan: Ha4: Free Cash Flow berpengaruh positif terhadap kebijakan deviden
Daerah Penolakan Ho Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho

-1,98

0,0861

1,98

Gambar 4.4 Distribusi Daerah Penerimaan/Penolakan Hipotesis Free Cash Flow terhadap dividend payout ratio

42

Berdasarkan perhitungan diperoleh t hitung sebesar 0,0861 < t tabel sebesar 1,98 maka Ho terbukti dan Ha4 tidak terbukti dengan probabilitas sebesar 0,9315 pada level probabilitas 0,05, sehingga secara parsial tidak ada pengaruh variabel free cash flow terhadap dividend payout ratio, meskipun mempunyai koefisien positif dan sesuai dengan arah hubungan yang diharapkan.Arah hubungan tersebut konsiten dengan penelitian Suherly (2004;31) dan Jensen (1997) dalam Suherly (2004;32). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar FCF yang dimiliki perusahaan, manajemen akan semakin mendapat tekanan dari para pemegang saham untuk membagikan deviden, sehingga deviden yang dibayar cenderung semakin besar. 5. Hipotesis alternatif kelima penelitian ini menyatakan: Ha5: Collaterizable Assets berpengaruh negatif terhadap kebijakan deviden
Daerah Penolakan Ho Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho

-3,2719

-1,98

1,98

Gambar 4.5 Distribusi Daerah Penerimaan/Penolakan Hipotesis Collaterizable asset terhadap dividend payout ratio
Berdasarkan perhitungan diperoleh -t hitung sebesar -3,2719 > t tabel sebesar 1,98 maka Ho tidak terbukti dan Ha5 terbukti dengan probabilitas sebesar 0,0014 pada level probabilitas 0,05, sehingga variabel collaterizable asset secara parsial memiliki hubungan negatif signifikan terhadap dividend payout ratio. Ini dapat diartikan semakin banyak collaterizable assets maka semakin besar dana perusahaan yang diinvestasikan pada aktiva tetap, sehingga semakin kecil deviden yang dibagikan. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan teori yang ada, hal ini

43

dimungkinkan karena perusahaan yang dijadikan sampel tidak berasal dari satu kelompok perusahaan sehingga pola asset yang bisa di agunkan berbeda.

4.2.2

Hasil Uji Simultan (Uji F)

Hipotesis alternatif penelitian ini adalah: Ha6 : Profitability, Insider Ownership, Dispersion Of Ownership,Free Cash
Flow, Collaterizable Assets secara simultan berpengaruh terhadap

kebijakan deviden Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai F hitung sebesar 7,0995 > F tabel 2,29 maka Ho tidak terbukti dan Ha6 terbukti dengan tingkat signifikasi sebesar 0,0000 > 0,05 (taraf signifikasi atau = 5%), yang berarti bahwa secara keseluruhan variabel bebas yang meliputi Profitability, Insider Ownership,
Dispersion Of Ownership,Free Cash Flow, Collaterizable Assets memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat dividend payout ratio. Berarti Ha6 yang diajukan terbukti yaitu secara simultan/keseluruhan variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat dividend payout ratio.

Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penolakan Ho

2,29

7,0994

Gambar 4.9 Distribusi Kriteria Penerima/Penolakan Hasil Hipotesis Secara Simultan atau Keseluruhan

44

4.3 Implikasi Strategis


Berdasarkan hasil penelitian diatas maka implikasi kebijakan yang dapat

diberikan melalui penelitian ini baik kepada investor maupun manajemen perusahaan adalah sebagai berikut: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan variabel bebas yang meliputi : Profitability, Insider Ownership, Dispersion Of Ownership, Free Cash
Flow, Collaterizable Assets mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

variabel terikat dividend payout ratio, hal ini dapat dilihat dari nilai F hitung 7,0995 yang lebih besar dari F tabel 2,29. Dari hasil tersebut maka pihak manajemen juga perlu memperhatikan faktor-faktor lain yang ada dalam variabel penelitian ini dalam menentukan besarnya pembagian deviden. Sedangkan secara parsial Profitability, Insider Ownership, dan Collaterizable
Assets memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio. Dari

hasil tersebut maka manajemen perusahaan perlu lebih memperhatikan ketiga faktor tersebut dalam menentukan besarnya rasio pembayaran deviden, sehingga dapat tercapai kebijakan deviden yang optimal.

45

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh antara profitability, insider ownership, dispersion of ownership, free cash flow,
collaterizable assets terhadap kebijakan deviden pada perusahaan yang terdaftar

di Bursa Efek Jakarta dengan periode penelitian 2005-2008. Sampel penelitian dipilih berdasarkan karakteristik penyampelan tertentu dengan populasi 29 perusaahan sampel (lampiran 1). Data diolah dengan persamaan regresi berganda menggunakan software Eviews, setelah sebelumnya dilakukan uji asumsi klasik. Hasil Penelitian menemukan bahwa: 1. Profitability mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend
payout ratio.

Hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

profitability

berhubungan positif

terhadap DPR,artinya semakin besar Profitability

semakin besar DPR, dan sebaliknya. Profitability merupakan keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban tetap nya yaitu bunga dan pajak, oleh karena itu deviden yang diambil dari keuntungan bersih akan mempengaruhi dividend payout ratio. 2. Insider Ownership memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dividend
payout ratio. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Insider Ownership

berhubungan negatif terhadap dividend payout ratio. Hal ini menunjukkan

46

bahwa semakin banyak saham yang dimiliki oleh pihak insider, maka pihak manajemen cenderung untuk menahan pembayaran deviden. 3. Dispersion of ownership tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio. Hal ini disebabkan karena prosentase kepemilikan saham perusahaan penyebaran nya tidak merata yaitu banyak sekali kepemilikan saham yang didominasi untuk perusahaan atau perorangan sehingga menyebabkan dispersion of ownership tidak berpengaruh terhadap dividend payout ratio. 4. Free cash flow tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
dividend payout ratio. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar FCF

yang dimiliki perusahaan, manajemen akan semakin mendapat tekanan dari para pemegang saham untuk membagikan deviden, sehingga deviden yang dibayar cenderung semakin besar. 5. Collaterizable assets memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dividend
payout ratio. Ini dapat diartikan semakin banyak collaterizable assets

maka semakin besar dana perusahaan yang diinvestasikan pada aktiva tetap, sehingga semakin kecil deviden yang dibagikan. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan teori yang ada, hal ini dimungkinkan karena perusahaan yang dijadikan sampel tidak berasal dari satu kelompok perusahaan sehingga pola asset yang bisa di agunkan berbeda. 6. Berdasarkan uji pengaruh secara simultan menunjukkan bahwa variabel
PR, INSIDER, DISPERSION, FCF, COLLAS memiliki pengaruh secara

bersama-sama terhadap dividend payout ratio.

47

Dari hasil pengujian diatas dapat disimpulkan, secara parsial terdapat tiga variabel yang mempunyai hubungan yang signifikan, yaitu PR, INSIDER dan
COLLAS. Sedangkan secara simultan variabel PR, INSIDER, DISPERSION, FCF, COLLAS memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap dividend payout ratio.

5.2 Keterbatasan
Beberapa keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, antara lain: 1. Penelitian ini hanya menganalisis pengaruh profitability, insider
ownership, dispersion of ownership,free cash flow, collaterizable assets

terhadap kebijakan deviden, sedangkan variabel lain yang berperan dalam mempengaruhi kebijakan deviden masih cukup banyak misalnya variabel resiko,hutang dan sebagainya. 2. Kebijakan deviden dinilai hanya dari dividend payout ratio yang dibayar tunai. Sehingga tidak memperhitungkan kebijakan deviden lainnya. 3. Pada penelitian ini model yang di kembangkan belum menggunakan Fixed Effed dan Random Effect.

5.3 Rekomendasi
1. Untuk penelitian selanjutnya dapat di kembangkan dummy variabel. 2. Variabel independen yang digunakan harus lebih dikembangkan. Pengembangan ini perlu dilakukan mengingat banyak variabel lain yang berperan dalam mempengaruhi kebijakan deviden, misalnya variabel resiko, hutang dan sebagainya.

48

DAFTAR PUSTAKA
Algifari, 2000.Analisis Regresi Teori,Kasus dan Solusi, Yogyakarta, BPFE Brigham dan Huston, 2001. Manajemen Keuangan, Buku II, Jakarta: Erlangga. Baridwan, Zaki. 1992. Intermediate Accounting (7th .ed), Yogyakarta, BPFE Endang dan Minaya 2003. Pengaruh Insider Ownership, Dispersion Of Ownership,Free Cash Flow, Collaterizable Assets dan Tingkat Pertumbuhan Terhadap Kebijakan Deviden, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 14, No 21, Agustus 2003. Fauzan, 2002. Hubungan Biaya Keagenan, Resiko Pasar dan Kesempatan Investasi dengan Kebijakan Deviden, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 2, September 2002. Farih Rahman, 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Rasio Pembayaran Deviden Pada Perusahaan Manufaktur yang Membagikan Deviden dan Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta Tahun 2003-2005,Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 8, No 1, Maret 2007 Gujarati, Damodar, 1995. Ekonometrika Dasar (1st.ed) (Terjemahan oleh Sumarno Zain), Jakarta.Erlangga. Ghozali, Imam, 2001. Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro. Gitosudarmo, Idriyo, 2001. Manajemen Keuangan,Yogyakarta, BPFE. Hatta, Jauhari, Atika, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Deviden: Investigasi Pengaruh Teori Stock Holder, JAAI Volume 6 No 2, Desember 2002. Hanafi M.Mamduh, 2004. Manajemen Keuangan, Yogyakarta, BPFE. Husnan, Suad,1996. Manajemen Keuangan, Yogyakarta, BPFE. Jensen, M.C, dan W.H. Meckling, 1997. The Theory of the firm: Managerial Behaaviour Agency Cost and Ownership Structure, Journal of Financial Economic. Kusuma, Iwan, 2007.Pengaruh Faktor Agency Cost Terhadap Kebijakan Deviden Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Food And Beverage Go Publik Di Bursa Efek Jakarta. http://www digilib.petra.ac.id

49

Munawir, 2000. Analisis Laporan Keuangan, Bandung, Transito. Pradessya, Pandu, 2007. Pengaruh Insider Ownership, Dispersion Of Ownership, Free Cash Flow, Collaterizable Assets dan Tingkat Pertumbuhan Terhadap Kebijakan Deviden. Universitas Islam Indonesia,Yogyakarta. Riyanto, Bambang. 2001. Yogyakarta, BPFE.
Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan,

Sabur, Mollah, 2000. The Influence of agency Costo n Dividend Policy in an Emerging Market:Evidence from the Dhaka Stock Exchange, Leeds University business school,western campus, university of Leeds, Leeds LS2 9JT,UK. Sartono, Agus, 2000. Manajemen Keuangan, Edisi Ketiga, BPFE UGM, Yogyakarta Sartono, Agus,2001. Kepemilikan Orang Dalam (Insider Ownership),Utang dan Kebijakan Deviden: Pengujian Empirik Teori Keagenan (Agency Theory),JSB, No.6, Sudjaja, Ridwan dan Barlian Inge.2001. Manajemen keuangan II (2nd ed), Jakarta, PT. Prenhallindo. Sudarsi, Sri, 2002. Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Devidend Payout Ratio pada Industri Perbankan yang Listed di Bursa Efek Jakarta (BEJ), Jurnal Bisnis dan Ekonomi Vol. 9, No.1, Maret Hal 7688. Suherly, Michell, Studi Empiris Terhadap Faktor Penentu Kebijakan Jumlah Deviden, Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi, Volume 4, No. 3, Desember 2004. Susilawati, 2000. Dampak Faktor-Faktor Keagenan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Biaya Transaksi Terhadap Rasio Pembayaran Deviden, Jurnal Siasat Bisnis, Volume 2 No.5,Maret. Hal 111-125. Taswan, 2003. Analisis Pengaruh Insider Ownership,Kebijakan Hutang dan Deviden Terhadap Nilai Perubahan Serta Faktor-Faktor yang mempengaruhi, Jurnal Bisnis Ekonomi, Vol.10, No.2 September 2003. Weston,Freed and Thomas E Coopeland,1992, Manajemen Keuangan, Jilid 2, Erlangga Jakarta. Wirjolukito,A.Yanto, H dan Sandy, 2003. Faktor-faktor yang merupakan pertimbangan dalam keputusan pembagian deviden: Tinjauan Terhadap Teori Pensinyalan Deviden pada perusahaan Go Public di 50

Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Indonesia Atmajaya Jakarta.

51

Anda mungkin juga menyukai