Anda di halaman 1dari 2

KAUMAN YOGYAKARTA

Kauman Yogyakarta, sebuah kawasan perkampungan yang terletak di barat alun-alun utara Keraton Kesultanan Yogyakarta, tepatnya di belakang Masjid Ghede (agung) Yogyakarta. Terletak di kelurahan Ngupasan, kecamatan Gondomanan, kota Yogyakarta; sekitar 500 meter ke arah selatan dari ujung kawasan Malioboro dan 200 meter dari pagelaran utara keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini merupakan kampung yang begitu masyhur. Lazimnya sebuah daerah dengan nama kauman atau kaum, Kauman yogyakarta memiliki fungsi sebagai tempat bermukimnya para alim ulama yang bertugas untuk memakmurkan masjid, abdi dalem keraton yang bertugas mengurusi keagamaan di lingkungan keraton pula ditempatkan disini. Misalnya, abdi dalem Suronoto yang bertugas mengurus kegiatan keagamaan di lingkungan keraton, abdi dalem K.H. Aji Selusin bertugas mewakili raja untuk berhaji, abdi dalem Ketib sejumlah dalem berjamaah terdiri 9 orang 40 orang bertugas bertugas memberikan menjadi khotbah makmum di shalat masjid, jumat, abdi abdi

dalem Mudin bertugas melantunkan azan, dan abdi dalem Merbutmengurusi rumah tangga mesjid. Semua abdi dalem yang terkait dengan kegiatan keagamaan tersebut, digolongkan menjadi abdi dalem Pamethakan atau putih. Keidentikan wilayah keislaman tidak serta merta hanya sebatas kauman saja, namun berkembang meluas hingga berbagai kawasan di sekitarnya. Muncul pula nama-nama kampung yang merupakan pusat pengembangan agama Islam. Misalnya, Krapyak yang terletak di utara benteng pertahanan Panggung Krapyak dan sebelah barat (tempat) para prajurit Jogokaryo (Jogokaryan).Karang (tanah lapang yang kemudian berubah menjadi kampung) Kaji (tempat tinggal para haji) kemudian dikenal sebagai Karangkajen. Hadirnya Kadipaten Paku Alaman sebagai pusat pemerintahan, pada akhirnya juga menghadirkan kampung Kauman Pakualaman. Lokasi-lokasi seperti inilah yang menjadi sebab terbentuknya pusat pengembangan keagamaan di Yogyakarta yang dikenal dengan 7K Pusat Pengembangan Islam, Yaitu; Kauman, Kota Ghede, Kerto-Kedhaton-Kanggotan (Pleret), Kraton, Krapyak, Karangkajen, dan Kauman PA.

KESIMPULAN!!! Kampung kauman ini sebenarnya hadir atau ada karena eksistensi islam yang berkembang pada zaman HB I. Pada saat itu HB I mengumpulkan para ulama-ulama untuk tinggal di belakang Mesjid Ghede sebagai masjid agung keraton. Tidak hanya para ulama, HB I juga menempatkan 40 abdi ndalemnya dikauman untuk memakmurkan masjid, khususnya untuk pelaksanaan sholat jumat. Perkembangan kauman tidak terlepas dari merebaknya pendirian langgar-langgar oleh para ulama sebagai tempat menimba ilmu agama (pesantren). Pengaruh dari keberadaan langgar ini adalah menjadikan kauman sebagai kampong para santri. Imbas lainnya adalah pola fisik sirkulasi kawasannya, dimana jalanan sekitar kauman dibuat sempit (2 meter), hal ini dibuat agar setiap orang yang berkendaraan roda empat tidak bisa memasuki kawasannya. Pada gapura utama kauman terdapat tulisan larangan menggunakan kendaraan bermotor didalam kawasan, ini bertujuan agar proses pendidikan dilanggar-langgar tidak terganggu oleh kebisingan yang di bawa kendaraan. Pengaruh ajaran islam lainnya dalam aspek lingkungan fisik kauman adalah kesederhanaan tipikal bangunannya. Bangunan yang ada pada sekitar kauman ini sangat sederhana,

kesederhanaan ini menciptakan sebuah lingkungan yang damai dan sangat akrab antar sesama penghuni kauman.

Anda mungkin juga menyukai