Anda di halaman 1dari 17

Laporan Diskusi Kelompok Blok Elective System Semester VII

NAMA : DINI FEDUYASIH NIM : 070100221 KELAS TUTORIAL: A 5 FASILITATOR : dr. RIDWAN HARAHAP PEMICU : Ke - 2

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENDAHULUAN

DAFTAR ISI
Pendahuluan ...........................................................................................2 Daftar Isi .................................................................................................3 1. Pemicu .........................................................................................4 2. Tujuan Pembelajaran ................................................................5 3. Pertanyaan ..................................................................................5 4. Batu Saluran kemih: ..................................................................5 Ulasan ......................................................................................................21 Kesimpulan .............................................................................................23 Daftar Pustaka .......................................................................................23 Lampiran ................................................................................................24

1. Nama atau tema blok: Elective Penunjang Penyakit Infeksi Tropis

2. Fasilitator/ Tutor: dr. Ridwan Harahap 3. Data pelaksanaan: A. Tanggal Tutorial: 8 September 2010 Pkl. 10.30 13.00 11 September 2010 Pkl. 10.30 13.00 B. Pemicu ke-2 C. Ruangan: Ruangan Diskusi Kimia 2

4. Pemicu: Ny. S, 41 tahun, datang ke UGD RS H. Adam Malik Medan dengan keluhan nyeri di dada saat menelan yang dialami sudah 1 bulan. Penderita juga mengeluh demam naik turun yang disertai dengan penurunan berat badan lebih kurang 10 kg dalam 1 bulan ini. Sudah berobat ke puskesmas tapi tidak sembuh. Penderita adalah seorang pegawai negeri sipil dan suaminya bekerja sebagai pengusaha yang sering bertugas ke luar kota. Pada pemeriksaan fisik : Sensorium kompos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 90 x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, dan suhu 38,3 0C. Dijumpai plak-plak putih di mukosa mulut. Pemeriksaan laboratorium : Hb : 11gr%, leukosit : 3,80 x 103/L, trombosit 216 x 103/L, Hitung jenis : 70/13/8/6/3

Apa yang terjadi pada Ny. S?

More Info Gastroskopi : Plak multipel berwarna putih dengan latar belakang mukosa esofagus yang lebih merah daripada keadaan normal.

Direct mikroskopik : Pewarnaan gram dari apusan lesi di mukosa esofagus terdapat Budding Yeast (+), berwarna ungu. HIV Rapid test (+)

Apa kesimpulan anda sekarang dan bagaimana penanganan terhadap Ny. S?

5.Tujuan pembelajaran:

A. Mampu merumuskan masalah kesehatan pasien. B. Mampu menjelaskan struktur makroskopik dan mikroskopik serta faal organ dan jaringan sistem saraf. C. Mampu menjelaskan patofisiologi dan mekanisme suatu kelainan atau keadaan patologik dalam sistem saraf. D. Mampu menjelaskan diagnosis dan diagnosis bandin penyakit sistem saraf. E. Mampu menyusun tata laksana kelainan atau gangguan sistem saraf. F. Mampu menjelaskan prognosis suatu penyakit sistem saraf beserta alasan yang mendasari.

6.Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat:

A. Bagaimana patofisiologi nyeri dada ? B. Jelaskan diagnosa banding untuk nyeri dada saat menelan ! C. Bagaimana Esofagitis Candidiasis ? ( definisi, etiologi morfologi , faktor resiko , epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosa, diferensial diagnosa, pemeriksaan penunjang , penatalaksanaan farmokologi non farmakologi, prognosa , komplikasi, dan pencegahan )

7.Jawaban atas pertanyaan: A. Patofisiologi Nyeri Dada saat Menelan Mekanisme nyeri dada secara umum termasuk ke dalam nyeri viseral atau dapat juga disebut nyeri alih. Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan pada daerah yang berbeda dari asal mula pencetus nyeri, namun daerah asal dan daerah tempat rasanya nyeri merupakan daerah yang sama perkembangannya pada saat mudigah atau disebut dengan sesuai dermatomnya.

Pada saat makan, lidah mendorong bolus makanan ke dalam esofagus. Bolus menekan reseptor di faring, kemudian merangsang pusat menelan di medula oblongata dan mengaktifkan otot menelan untuk mendorong makanan ke esophagus. Sfingter faringesogagus membuka, dan bolus makanan masuk ke esofagus kemudian gerak peristaltik esofagus sfingter esofagus membuka agar bolus masuk ke lambung. Pada keadaan patologik, terjadi hipermotilitas ( gelombang peristaltik ) atau kompensasi karena terjadi gerakan menelan yang tidak sempurna akibat dari adanya gangguan pada esofagus, contohnya pada esofagitis. Akibat dari adanya gerakan hipermotilitas atau usaha menelan kedua kali nya, menyebabkan spasme esofagus. Disamping itu, kegagalan relaksasi esofagus juga disebabkan oleh dilatasi bagian proksimal esofagus tanpa adanya pendorongan bolus. Menekan nervus vagus Thalamus Korteks somatosensorik Nyeri dada (visceral)

B. Diagnosa Banding Nyeri Dada saat Menelan Pasien yang memiliki keluhan nyeri dada saat menelan wajib di ikirkan kemungkinana adanya kelainan pada esogaus selain kemungkinan kelainan pada saluran pencernaan atas lainnya. 1. Esofagitis, nyeri pada saat menelan. 2. Karsinoma esofagus 3. Akalasia, nyeri menelan makanan padat dan cair sekaligus. 4. Hiatus hernia, adanya gejala batuk, disfagia, palpitasi, takikardi. Nyeri umumnya mereda bila pasien mengambil posisi tegak dan menjadi semakin hebat bila [asien berbaring. 5. Cincin kontraksi schatski, penyempitan konsentrik berbentuk cincin setinggi sfingter esofagus inferior. Biasanya diikuti dengan regurgutasi jika pasien menlan makanan banyak sekaligus. 6

6. GERD yang mengakibatkan baret esofagus, laukan monitrong pH. Jika pH <4 maka diagnosa GERD positif. 7. Divertikuli, adanya regurgitasi makanan yang belum dicerna serta disfagia progresif bila makan lebih banyak. 8. Penyakit sistemik lainnya. Skleroderma, drematomiositis, miasternagrafis, sirosis dengan carises esofagus.

C. Esofagitis Candidiasis. Sebelum membahas mengenai esofagitis Candidiasis lebih jauh, penulis akan menocba menjelaskan keadaan yang yang dialami pasien yaitu infeksi HIV yang mendasari terjadinya esofagitis pada pasien ini.

Infeksi HIV atau infeksi yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia ini, disebabkan oleh virus dari golongan retrovirus . Infeksi yang terjadi bermula masuknya virus melalui penularan saat pemakaian jarum suntik bersama, transfusi darah, pembuatan tato yang tidak steril, dan perilaku seks bebas. Virus ini memiliki port d entry berupa saluran mukosa yang ada dalam tubuh, yang dapat berkontak secara langsung atau tidak langsung dengan sumber penularan ( orang yang telah terinfeksi atau orang dengan HIV atau ODHA ). Pada saat memasuki melalui berbagai kemungkinan yang telah dijelaskan diatas terutama mukosa mulut dan vagina, kemudian virus dipaparkan oleh sistem kekebalan tubuh terhadap monosit dan limfosit seperti infeksi virus lainnya. Namun karena adanya struktur gp 120 pada virus, menyebabkan virus menempel pada limfosit T ( gagal dieliminasi ). Kemudian dengan enzim lain yang dimiliki virus ini, seperti enzim reverse transkriptase dan protease. Enzim transkriptase menyebabkan DNA virus dapat menyatu dengan DNA limfosit, dan enzim protease dapat melisisikan sel limfosit dan keluar mengimfeksi sel lain. Akumulasi dari keadaan yang patogen ini menyebabkan penurunan produksi dan penurunan kemampuan limfosit dalam tubuh manusia. Keadaan ini akan menyebabkan mudahnya tubuh terinfeksi berbagai mikroorganisme lain, bahkan infeksi yang disebabkan oleh flora normal tubuh sendiri ( infeksi oportunistik ). Manifestasi klinis yang muncul bergantung dengan viral load dan kadar CD4 dalam tubuh, bahkan pada orang yang telah terinfeksi tidak memiliki gejala yang khas.

Infeksi virus HIV akan menjadi keadaan AIDS, atau acquired immunidefisiensi syndrome yang merupkana kumpulan banyak gejala. Penegakan diagnosa AIDS dapat ditegakkan dengan adanya 2 kriteria mayor dan 1 kriteria minor, atau dengan melakukan rapid test HIV dan penghitungan kadar CD$ dalam tubuh. Adapun kriteria mayor dan minor yang dimaksud adalah : ( Umur > 12 tahun ) Gejala Mayor : 1. BB menurun > 10 % / bulan . 2. Diare kronis > 1 bulan. 3. Demam > 1 bulan. 4. Kesadaran menurun dan gangguan neurologis. 5. Demensia. Gejala minor: 1. Batuk > 1 bulan. 2.Dermatitis generalisata. 5. Herpes simplex kronik dan Progressif.

3. Herpes zooster multisegmen / berulang. 6. Limfadenopati general. 4.Kandidiasis orofaring 7. Mikosis kelamin berulang.

Esofagitis atau menurut definisinya adalah peradangan yang terjadi pada esofagus meliputi membran mukosa dan struktur yang menyusun esofagus. Dapat disebabkan oleh beberapa etiologi dan faktor resiko untuk memulai reaksi peradangan, seperti : 1. Infeksi oleh candidia, virus herpes simpleks, cytomegalovirus, varicela zoster virus, dan bakteri. 2. GERD ( Gastro Esofageal Refluks Disease ) yang dapat dipicu oleh

kehamilan, merokok, konsumsi alkohol, kafein, dan gangguan persyarafan. 3. Radiasi yang menyebabkan esofagitis. 4. Akibat efek toksik zat kimia ( asam / basa ) atau obat obatan ( aspirin, suplemen kalium, tetrasiklin, sulfas ferosus, NSAID, dan lain - lain ) . Secara umum manifestasi yang timbul akibat adanya esofagitis adalah heartburn atau rasa terbakar yang biasanya disebabkan oleh GERD. Kemudian rasa mual, muntah, rasa penuh di perut, perut kembung dan gejala di saluran cerna atas yang lainnya. Disfagia atau susah menelan, odinofeagia atau sakit saat menelan, batuk, sesak nafas, suara serak mengi, dan hematemesis dapat timbul. Sedangkan rasa nyeri di dada 8

menyerupai serangan pada saat angina pektoris karena penyakit jantung koroner di daerah midsternal dan menyebar ke leher serta lengan dapat timbul diserta sulit bernafas dan berkeringat.

Dari gejala yang timbul diatas, esofagitis dapat dibandingkan dengan penyakit dibawah ini: 1. Sindroma kororner akut. 2. Kolik bilier dan koleistitis. 3. Perforasi, ruptur dan luka pada esofagus. 4. Adanya benda asing, ibstruksi dan striktur pada esofagus. 5. Gastritis dan tukak peptik. 6. Infark miokardium. Candidiasis esofagitis : Merupakan infeksi pada esofagus yang disebabkan oleh pertumbuhan yang berlebihan dari candida sp, yang sebelumnya merupakan flora normal saluran cerna. Candida sp adalah jamur Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena mempunyai dua bentuk yaitu sel ragi (yeast) yang akan berkembang menjadi blastospora yang akan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu dan sebagai kecambah yang akan membentuk yeast atau ragi. Sel ragi berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 x 3-6 dan bersifat anaerob fakultatif. Memiliki struktur dinding sel glukan, manan dan khitin. Kemudian dinding sel mengandung sterol, merupakan struktur yang penting dalam ikatan antifungi.
Media perkembangannya saborud dekstrosa agar ( SDA ), plain blood agar plates ( BAPs ), atau kobinasi SDA dengan brain heart infusion , dan lain lain. Morfologi koloni C. albicans pada medium padat agar Sabouraud Dekstrosa, umumnya berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin dan kadang-kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang telah tua. Umur biakan mempengaruhi besar kecil koloni. Warna koloni putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape. Adapun klasifikasicandida menurut taksonominya dpata dilihat dibawah ini ;

Kingdom : Fungi Phylum : Ascomycota Subphylum : Saccharomycotina Class : Saccharomycetes

Ordo : Saccharomycetales Family : Saccharomycetaceae Genus : Candida Spesies : Candida albicans (C.P. Robin) Berkhout 1923 Sinonim : Candida stellatoidea dan Oidium albicans

Beberapa faktor resiko terjadinya kandidiasis esofageal adalah : 1. Kondisi imunosupresi, misalnya pada pasien AIDS, terapi kangker, dan penggunaan steroid. 2. Penyakit esofagus sebelumnya, misalnya esofagitis noninfeksi, akalasia. 3. Kondisi yang mendukung pertumbuhan jamur ( pemakaian antibiotik berlebihan, DM, hiposekresi asam lambung ).

10

Dilihat secara patogenesis dan patofisio dari penyakit ini, dapat dilihat dari skema dibawah ini ;

Faktor pemberat pada HIV (kerusakan epitel, gangguan produksi saliva, laktoferin dan lisozim )

Infeksi HIV

Faktor nonspesifik ( higiene oral buruk, merokok, penggunaan antibakteri profilaksis

defisiensi sel T

Pertumbuhan jamur tidak terkendali

Adhesi pada jaringan

Dihasilkan asportil proteinase (degradasi matriks protein intraseluler)

Dihasilkan adenosin (memblok produksi dengan radikaldan degranulasi neutrofil)

Morfogenesis ( yeastpseudohifa-hifa)

invasi jaringan

Proses kerusakan jaringan dan reaksi peradangan

Pemaparan nosiseptor Edema = disfagia Odinofagia ( nyeri viseral)

Nyeri retrosternal difus

Dari skema diatas dapat dijelaskan, adanya faktor yang mnurunkan kadar sel T khususnya T CD 4, menyebabkan pertumbuhan jamur tidak terkendali.jmaur ini yag dalam keadaan normalnya merupakan flora normal dalam tubuh dan tidak bersifat patogen. Karena keberadaan flora normal ini menjadi banyak dan reaktif ynag disebut dengan infeksi opurtunistik. Kemudian, jamur akan beradhesi pada epitel tempat jamur berada dan menimbulkan beberapa rekasi yang merugikan untuk tubuh, diantaranya menghasilkan adenosin dan aspartal proteinase.

11

Adanya adenosin akan menghambat produksi oksigen radikal dan degranulasi neutrofil, sedangkan asportil proteinase mengakibatkan degradasi matriks protein ekstraseluler. Disamping itu, adanya morfogenesis jamur, perkembangan dari bentuk ragi hingga hifa akan menyebabkan proses kerusakan jaringan dan reaksi peradangan. Reaksi peradangan yang terjadi menyebabkan pembebasan berbaagai mediator inflamasi, kemudian menyebabkan snsitisasi nosiseptor dan peningkatan

permebalitias kapiler. Reaksi inflamasi yang terjadi,sama dengan rekasi inflamasi pada umumnya. Perangsangan nosiseptor akan menyebabkan nyeri saat menelan, kemudian edema yang terjadi dapat menyebabkan disfagia. Plak multipel berwarna putih dengan latar belakang mukosa esofagus yang lebih merah merupakan akbat dari peningkatan jumlah kandida yag memperparah lesi epitel, kemudian diikuti invasi lokal pseudohifa. Kemudian lesi pseudomembran memperlihatkan bercak - bercak/menyatu yang terbentuk dari sel epitel, sel ragi dan pseudohifa, yang terlihat seperti gejala yang timbul.

Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang : 1. Anamnesis. Anamnesis mengenai gejala dan tanda klinis seperti adanya heartburn, odinofagia, disfagia, demam, nausea, vomiting, dan lain - lain. Kemudian riwayat penyakit yang ada atau sebelumnya seperti kemungkinan pernah atau ada kanker, penyakit sistemik, GERD, trauma, HIV, dan penyakit penurunan sistem imun lainnya. Tidak lupa perlu menelsuri adanya faktor resiko seperti merokok, alkohol, bedah, radiasi, imunosupresi serta riwayat medikasi (kemoterapi, NSAIDs, antibiotik tetrasiklin, dan lain lain) . 2. Pemeriksaan fisik dapat dijumpai plak putih pada ronga mulut, namun bukanlah suatu tanda yang signifikan. 3. Pemeriksaan penunjang ; Pencitraan, dilakukan untuk melihat struktur dan fungsi esofagus. Barium swallow-x ray menunjukkan mukosa yang shaggy terkadang nodul atau cabble stanning, dan karakteristiknya mouth-eaten timbul pada mukosa esofagus. Adanya penampakan ang normal tidak menggagalkan diagnosa candidiasis esofageal.

12

Endoskopi, lebih efektif untuk melihat lesi mukosa. Plak utih yang dapat diangkat dengan latar belakang mukosa yang eritem. Spesimen diproleh dengan swab atau scrapping dari mukosa atau dengan biopsy jaringan.

Pemeriksaan mikroskopik, pewarnaan gram dapat dijumpai warna ungu (gram + ) menandakan adanya candida albicans. Dengan menggunakan KOH 10 % dan calcoflour white mounts / parker ink dapat terlihat kecil, bulat, lonjong, dan dinding tipis

Kultur pada agar saboroud pada suhu 37 c dan koloni nya akan timbul pada dalam 1 -3 minggu. Penampakan germ tube dengan inkubasi cairan proteinaseous khas hanya untuk candida albicans.

Pemeriksaan

serologi,

jarang

dilakukan adanya

namun

sensitif candida

untuk seperti

mengidentifikasi

antibodi

infeksi

imunoelktrophoresis ( CIE ), ELISA, dan radioimmuoassay. Penentuan grading candida esofageal menurut klasifikasi KODSI : Grade I, beberapa plak candida kecil dengan ukuran 2 mm dengan mukosa hiperemis tapi tanpa edema atau ulserasi. Grade II, plak candida yang lebih besar dan banyak dengan mukosa hiperemis dan tanpa ulserasi. Grade III, plak candida yang menyebar secara linier dengan mukosa hiperemis dan ulserasi. Grade IV, seperti grade III tapi terdapat konstriksi lumen esofagus.

Penatalaksanaan Fluconazole : Dosis 100-200 mg daily oral Pada HIV : hari 1200 mg, selanjutnya 100 mg/hari selama 7-14 hari Obat bersifat asam : absorpsi di suasana asam, tidak dipengaruhi pH sehingga lebih cocok untuk pasien HIV. Flukonazol tersedia dalam sediaan oral dan IV Memiliki efek samping muntah, diare, rash, dan gangguan fungsi hati. Interaksi dengan rifampisin, fenitoin, antikoagulan, obat antidiabetes dapat menurunkan kadar obat.

13

Ketoconazole ; Dosis 1 x 200 mg daily oral Obat bersifat asam : absorpsi di suasana asam, interaksi obat dengan antasida, pada pasien HIV pH meningkat, lebih sering dipakai (lebih murah dan tersedia). Pada pasien AIDS dianjurkan pembesaran dosis awal mejadi 400 mg/hari dengan dosis terbagi. Efek samping yang didapat adalah mual, muntah, rash pada kulit, peningkatan kadar serum transaminase, menghambat sintesis steroid adrenal dan androgen mengakibatkan ginekomasti. Itrakonazole ; Dosis : 100 mg twice daily, 200 mg daily oral Farmakokinetik menyerupai ketoconazole MOA : menghambat sintesis ergosterol pada dinding sel jamur Efek samping mual, muntah, rash pada kulit, dapat meningkatkan kadar obat yang bermkana seperti siklosporin da terfenadin. Untuk penatalaksanaan non-farmakologi, diberikan penjelasan pada pasien untuk menjaga kebersihan mulut, meningkatkan kesehatan ( suplemen, vitamin ), mengobati penyakit utama dan menghindari gangguan terhadap keseimbangan flora normal.

Pencegahan Pasien diminta untuk selalu meningkatkan kebersihan mulut, meningkatkan sistem imun tubuh dengan menggunakan suplemen, vitamin, dan perbaikan gizi.

Prognosis Baik jika penanganan tepat dan efektif serta bergantung pada penyakit primernya yang dapat mengakibatkan sistem imun menurun. Jelek jika penyakit primer dapat mengakibatkan penurunan sistem imun tubuh terus menerus/ dalam jangka waktu lama (kemungkinan berulang).

8. Ulasan :

9.Kesimpulan: C mengalami Tumor cerebellopontin tipe Neuroma akustik dan harus dirujuk untuk tindakan selanjutnya.

14

15

16

17

Anda mungkin juga menyukai