Anda di halaman 1dari 10

Peranan dan Fungsi PTUN dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik :: Dinoroy Aritonang

PERANAN DAN FUNGSI PTUN DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BAIK


Dinoroy Aritonang
STIA LAN Bandung, Jl. Cimandiri No. 34-38, Bandung 40115 E-mail: dinoroy_aritonang@yahoo.com
Roles and Functions of Sate Administrative Court (PTUN) in Support to Good Governance Abstract People have long expected the improvement on bureaucracy and state administration. A synergic relation between government and citizens may occur when government regulations and management incline to citizens interests. The function of government in ensuring social well-being becomes the foundation for the government intervention into citizens socio-economical cycles. Therefore, policies taken by the government will affect social life dynamic. Without the implementation of good governance principles, it seems impossible to create a good government. Inharmonious relation between government and citizens causes disobedience and rebellion from the people. This problem can be resolved through a Judicative Body, which then lays the responsibilities on State Administrative Court. PTUN should perform an uneasy task to assure the implementation of good governance, where government and citizens are bound together to the rule of law. This body becomes channel for the citizens to coerce the government to be credible and accountable. Despite the bad image of judicial agencies, better condition can be achieved if citizens optimally control the governments performance. Keywords: Pemerintah, PTUN, Keputusan, Good Government.

A. PENDAHULUAN Lahirnya setiap negara dan bangsa selalu dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan dari berdirinya negara tersebut. Tujuan tersebut merupakan alasan keberadaan (raison detre) bagi sebuah negara dan masyarakatnya. Sebagaimana dikatakan oleh Miriam Budiardjo (2009), negara dapat dipandang sebagai asosiasi manusia yang hidup dan bekerja sama untuk mengejar beberapa tujuan bersama. Keberadaan negara dan bangsa tentu perlu ditunjang dengan keberadaan pemerintahan yang berdaulat. Melalui lembaga inilah tujuan-tujuan negara hendak direalisasikan. Dalam konteks yang lebih praktis, pemerintah adalah elemen otoritatif negara yang berperan sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh dalam penyelenggaraan pemerintahan dan penyediaan kesejahteraan rakyat. Tujuan akhir dari setiap negara adalah menciptakan kebahagian bagi rakyatnya (common good). Kesejahteraan sendiri dapat dimaknai dengan banyak penafsiran terhadap bentuk-bentuknya yang riil. Paradigma ekonomi menggunakan indikator pendapatan perkapita penduduk, atau kuantitas pendapatan domestik, atau pendekatan human based yang salah satunya adalah penilaian melalui indeks pembangunan manusia-nya. Namun pada intinya, secara kasat mata yang diharapkan adalah berkurangnya penduduk miskin, terjaminnya pelayanan minimum masyarakat, pelayanan dan birokrasi yang responsif, dan lain sebagainya. Semua hal tersebut bermuara pada domain kesejahteraan rakyat. Realisasi kesejahteraan rakyat merupakan tujuan utama berdirinya Negara Republik Indonesia. Tanpa

pemenuhan kesejahteraan dan realisasi tujuantujuan negara tersebut maka dapat dikatakan fungsi dan keberadaan pemerintah belum mampu mengusahakan pencapaian tujuan tersebut. Tujuan dasar Negara Indonesia yang menjadi citacita bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu: 1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. 2. Memajukan kesejahteraan umum. 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa. 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Ruang lingkup tujuan-tujuan tersebut kiranya cukup sesuai bila dikaitan dengan fungsi negara sebagaimana yang disampaikan oleh Keith Faulks (1999), bahwa untuk dapat memahami fungsi negara ada beberapa faktor yang wajib dipertimbangkan, yaitu: (i) negara adalah sebuah agen sejarah, bentuknya berubah-ubah setiap waktu; (ii) negara tidaklah tinggal dalam isolasi. Ia ada dalam hubungannya dengan negara-negara lain, sebagai fenomena geo-politik; (iii) negara terikat dalam sebuah hubungan interdependen dengan masyarakat sipil. Ini berarti negara terstruktur secara sosial. Untuk merealisasikan tujuan-tujuan negara tersebut, pemerintah harus mengambil sejumlah langkah atau kebijakan. Dalam konteks Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Administrasi Negara, tindakan aparatur pemerintah disebut sebagai perbuatan atau tindakan pemerintah. Perbuatan/ tindakan tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, artinya

263

Jurnal Ilmu Administrasi

Volume VII

No. 4

Desember 2010

Peranan dan Fungsi PTUN dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik :: Dinoroy Aritonang

pemerintah melakukan perbuatan atau tindakan yang bentuknya nyata, seperti mengirim bantuan untuk masyarakat yang terkena bencana alam atau membangun fasilitas pembangunan jalan. Secara tidak langsung, pemerintahan mempengaruhi kehidupan publik dengan membuat sejumlah regulasi atau keputusan-keputusan administratif. Tetapi pada intinya, setiap perbuatan tersebut pasti memberikan dampak atau akibat terhadap kehidupan masyarakat secara luas. Perbuatan pemerintah tersebut apabila dipandang dari segi domain kebijakan publik, maka akan semakin mempertegas makna dan fungsinya. Sebagaimana dikatakan oleh Riant Nugroho (2009), kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan negara yang bersangkutan. Pengertian lainnya, kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang dicita-citakan. Instrumen dari kebijakan publik tentunya adalah instrumen legal yang harus diciptakan dalam kondisi yang sifatnya materil dan formil. Instrumen tersebut berisi maksud atau kehendak dari pemerintah (pihak yang mempunyai kewenangan atau otoritas) untuk dipaksakan keberlakukannya dalam kehidupan masyarakat. Dalam konteks Hukum Administrasi Negara maka setidaknya ada dua macam dasar bagi lahirnya sebuah produk hukum baik itu yang sifatnya regeling (mengatur) maupun beschikking (menetapkan). Secara yuridis, tidak dilakukan atau dilakukannya perbuatan pemerintah harus didasarkan pada hukum yang benar dan berlaku. Selain itu, setiap perbuatan pemerintah harus memberikan manfaat kepada masyarakat. Perbuatan yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut akan membawa konsekuensi yuridis dan sosial bagi perbuatan pemerintah tersebut. Konsekuensi yuridis terhadap perbuatan/ tindakan pemerintah itu adalah timbulnya kemungkinan digugatnya keputusan atau ketetapan pemerintah (dalam kedudukannya sebagai aparatur negara) di dalam proses peradilan tata usaha negara. Sedangkan konsekuensi sosialnya adalah pandangan dan tingkat kepercayaan masyarakat yang akan meragukan kredibilitas dan kesungguhan pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. Pelanggaran terhadap syarat kedua ini juga dapat membawa kepada proses penyelesaian melalui peradilan tata usaha negara. Ketaatan terhadap prinsip-prinsip pemerintahan yang baik mutlak harus dilakukan pemerintah. Sebab jika tidak demikian, maka akan timbul praktik-praktik pelaksanaan pemerintahan yang koruptif. Praktikpraktik ini sangat berpotensi untuk merusak realisasi tujuan negara, yaitu mensejahterakan rakyat.

Namun, pada praktiknya, hal inilah yang malah sering terjadi. Dalam tataran penyelenggaraan pemerintah pusat dan daerah, praktik penyelenggaraan yang tidak mengindahkan prinsipprinsip pemerintahan yang baik masih sering mengemuka. Sudah bukan rahasia lagi jika salah satu kelemahan mendasar dalam perbaikan sistem perekonomian Indonesia adalah lemahnya pengawasan dan perbaikan manajemen atau birokrasi pemerintahan baik pusat dan daerah. Ulah birokrasi sudah pada tingkatan yang parah. Segala macam batasan, baik moral, sosial, hukum, bahkan agama, semuanya sudah dilanggar. Seolaholah memang tidak ada lagi lembaga atau kaidah kontrol yang bisa diterapkan untuk mengekang pelanggaran-pelanggaran birokrasi. Segala macam usaha pun sudah cukup dilakukan pemerintah mulai dari pengetatan regulasi, perbaikan renumerasi, pembuatan prosedur transparansi dan akuntabilitas, sampai kepada pembentukan berbagai macam lembaga penegak hukum. Tetapi, tetap tidak mampu mengubah mind set birokrasi Indonesia. Pemberantasan korupsi dan pemutihan birokrasi dari upaya suap-menyuap terkesan hanya menjadi lip service belaka. Wajah birokrasi tidak banyak mengalami perubahan dari waktu-waktu sebelumnya. Lembaga pemerintah dan penegak hukum seolah-olah masih menjadi bangunan yang tertutup dan kaku, jauh dari kesan yang terbuka dan milik rakyat. Akibatnya, seperti apa yang diungkapkan oleh Merton dalam buku Bureaucracy, para pejabat (baca: birokrasi) mengembangkan solidaritas kelompok yang dapat menimbulkan penolakan terhadap perubahan yang diperlukan. Sehingga, apabila dikaitkan dengan tugas sebagai pelayan publik, birokrasi akan cenderung untuk berkonflik dengan individuindividu warga negara. Alih-alih menolong masyarakat untuk menjadi sejahtera, perilaku dan kebijakan birokrasi malah menyakiti hati masyarakat (Albrow, 1989). Oleh karena itu, untuk mereduksi hal di atas, fungsi dan keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara menjadi sangat penting. Bukan saja untuk mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum di Indonesia tetapi juga untuk turut serta membangun penyelenggaraan pemerintahan Indonesia yang baik.

B. IHWAL NEGARA HUKUM DAN KESEJAHTERAAN Negara hukum mempunyai tipe dan pengertian yang beragam. Tergantung dari sudut pandang dan pendekatan yang digunakan. Dalam Ensiklopedi Indonesia, istilah negara hukum (rechtstaat) dirumuskan sebagai negara yang bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan hukum yang terdapat pada rakyat. Pengertian ini sering dilawankan
Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010

264

Peranan dan Fungsi PTUN dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik :: Dinoroy Aritonang

dengan pengertian negara kekuasaan, yaitu negara yang bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan kekuasaan semata-mata (Fajar, 2005) George Jellinek juga mengemukakan hubungan antara negara (penguasa) dan warga negara itu sebagai berikut: 1. Status positif: negara aktif menyelenggarakan atau ikut campur soal-soal kesejahteraan atau kemakmuran rakyat. 2. Status negatif: negara tidak ikut urusan perekonomian rakyat. 3. Status aktif: rakyat aktif berpartisipasi dalam pemerintahan. 4. Status pasif: rakyat tidak berpartisipasi aktif atau hanya tunduk pada pemerintah (Fajar, 2005) Sudut pandang tersebut telah melahirkan tipe-tipe negara seperti: 1. Negara Polis, yang cirinya negara menentukan segala-galanya sedangkan rakyat pasif. Jadi sifat hubungan negara atau penguasa dengan rakyat adalah positif pasif. 2. Negara hukum formal atau liberal, yang cirinya negara tidak boleh campur tangan dalam bidang ekonomi. Rakyat yang bebas atau aktif dalam pemerintahan sehingga status hubungan negara dan rakyat sifatnya negatif aktif. 3. Negara hukum material atau modern atau negara kesejahteraan, yang cirinya negar boleh campur tangan dalam bidang ekonomi. Rakyat juga bebas atau aktif dalam pemerintahan. Selain itu negara mempunyai tanggung jawab untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya (Fajar, 2005). Selain tipe-tipe di atas, ada pula pendapat lain dari beberapa ahli mengenai prinsip-prinsip negara hukum. Pendapat tersebut juga telah mempengaruhi perkembangan konsep negara hukum di dunia secara luas. Sehingga saat ini, di dunia dikenal dua jargon sistem hukum yang mewakili ciri atau prinsip-prinsip yang digunakan atau diterapkan di negara tersebut. Kedua tipe sistem hukum tersebut adalah sistem hukum eropa continental yang ditopang dengan ciri negara hukum rechtstaat dan sistem hukum anglo saxon atau common law yang ditopang dengan ciri negara hukum rule of law. Prinsip dalam negara hukum rechtstaat dalam arti klasik, yaitu: 1. Hak-hak manusia. 2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu. 3. Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur). 4. Peradilan administrasi dalam perselisihan. 5. (Budiardjo, 2009). Sedangkan unsur-unsur rule of law dalam arti yang klasik mencakup:
265
Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010

1. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law); tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang, dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum. 2. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law). 3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undangundang serta keputusan-keputusan pengadilan (Budiardjo, 2009). Secara historis perkembangan peran pemerintah terhadap kehidupan masyarakat ditandai dengan adanya pergeseran fungsi negara dalam intensitas campur tangannya terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Peran negara yang sangat minim merupakan ciri atau karakter dari negara hukum formil. Dalam konteks negara hukum ini, peran pemerintah hanya sebagai penjamin atau penjaga terhadap kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat tanpa adanya campur tangan yang besar. Peran negara hanya disebut sebagai penjaga malam. Sebagaimana dikatakan oleh Abdul Muktie Fajar (2005), dalam negara hukum formil, hubungan rakyat dan pemerintah bersifat negatif aktif. Rakyat berada dalam kondisi yang sangat bebas atau aktif dalam pemerintahan. Pandangan hukum yang sempit dan aliran liberalisme sangat mempengaruhi tipe negara hukum ini. Dalam menjalankan perannya, negara atau pemerintah hanya merupakan wasit jikalau ada pelanggaran aturan permainan dari rakyat yang berkompetisi bebas. Sedangkan dalam konsep negara hukum materil, peran pemerintah menjadi amat besar, tidak hanya sebagai penjaga malam namun juga sebagai pengambil kebijakan yang dianggap tepat untuk mempengaruhi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Dalam konteks negara hukum inilah isu kesejahteraan masyarakat menjadi penting dan adanya peran pemerintah yang semakin intensif dan ekstensif menjadi hal yang wajar. Dalam kondisi seperti inilah, paham negara disebut sebagai negara kesejahteraan, yang ditandai dengan hubungan antara negara dan rakyat bersifat positif aktif. Tipe negara hukum ini juga disebut sebagai negara hukum modern. Sebagai negara hukum modern, pemerintah Indonesia wajib mengupayakan kesejahteraan masyarakat. Konsekuensinya adalah pemerintah berkewajiban memperhatikan dan memaksimalkan upaya keamanan sosial dalam arti seluas-luasnya. Hal ini menuntu peran aktif pemerintah untuk mencampuri bidang kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah diberikan kewenangan dalam bidang pelayanan publik (bestuurszorg). Diberikannya tugas pelayanan publik itu membawa suatu konsekuensi yang khusus bagi administrasi negara. Agar dapat menjalankan tugas

Peranan dan Fungsi PTUN dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik :: Dinoroy Aritonang

penyelenggaraan kesejahteraan umum, maka administrasi negara memerlukan ruang lingkup kewenangan dan peran yang amat luas dalam penyelesaian kehidupan masyarakat. Tanpa keberadaan kewenangan tersebut, maka fungsi dan tujuan dari keberadaan pemerintah tidak banyak membantu kehidupan masyarakat. Pemberian kewenangan yang semakin luas tersebut tentu saja harus didasarkan pada produk hukum yang diciptakan. Penciptaanya tidak terlepas dari tujuan atau maksud yang ingin dicapai melalui pelaksanaannya. Sebagai sebuah kebijakan yang ditujukan kepada publik maka produk hukum harus diciptakan dalam kaidah dan asas-asas yang baik. Penciptaan norma-norma yang mengikat dalam sebuah kebijakan tanpa didasari oleh asas-asas dan prinsip-prinsip yang benar akan membuat kebijakan tersebut tidak aplikatif, bernuansa otoritatif, dan gagal menjawab kebutuhan masyarakat. Tidak semua permasalahan dapat diatur dalam bungkus kebijakan atau produk hukum. Norma hukum mempunyai kelemahan laten, yaitu selalu tertinggal dengan fenomena dan perkembangan sosial yang berada disekitanya. Ibarat sebuah konsep, produk hukum tentu tidak akan selalu mampu memjawab perkembangan jaman dan permasalahan masyarakat yang semakin mendetil. Oleh karena itu, pemerintah diberikan kewenangan bebas untuk bertindak yang lebih didasarkan pada aspek kemanfaatan dari pada aspek hukumnya. Asas ini dsebut sebagai asas diskresi (kebebasan bertindak) yang pada intinya hanya dimiliki oleh eksekutif atau aparatur pemerintahan atau administrasi negara. Dalam Hukum Administrasi Negara produk hukum ini disebut sebagai kebijakan atau kebijaksanaan.1 Selain hal di atas, konsekuensi logis dari diadopsinya paham negara kesejahteraan dalam konsep Negara Republik Indonesia, maka melahirkan konsekuensi logis lainnya yaitu adanya campur tangan negara yang luas dalam kehidupan masyarakat dalam bentuk, (i) operasi langsung kegiatan atau program pemerintah; (ii) pengendalian langsung dan tidak langsung terhadap pelaksanaan program pemerintah; (iii) mempengaruhi langsung dan tidak langsung kehidupan dan tindakan masyarakat (Muchsan, 1982).

C. PRINSIP-PRINSIP PEMERINTAHAN YANG BAIK Pelaksanaan pemerintahan melalui penciptaan norma atau aturan hukum, tidaklah terlepas dari

konsep pemerintahan yang baik. Hal ini juga berlaku dalam paradigma pemerintahan dalam arti yang luas. Nilai-nilai etis atau prinsip-prinsip pemeritahan ini juga banyak mempengaruhi prinsip-prinsip dalam penciptaan produk-produk hukum baik legislatif maupun eksekutif, bahkan terhadap hakim atau yudikatif. Dalam konteks manajemen pemerintahan atau administrasi negara, maka akan dapat ditemui ragam pengertian mengenai pemerintahan yang baik (good government) atau tata pemerintahan yang baik (good governance). Lembaga Administrasi Negara sendiri memberikan pengertian tentang good governance sebagai kondisi dimana adanya hubungan kegiatan antara negara, swasta dan masyarakat sebagai proses kegiatan dalam memecahkan masalah bersama dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, dengan melibatkan seluruh pelaku (stakeholders) yang berkepentingan. Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan ma-najemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab dan sejalan dengan prinsip demokrasi serta pasar yang efisien (LAN RI, 2007). Di dalam konsep ini terdapat 3 (tiga) pilar yang harus bekerja sama, yaitu: pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat. Hubungan yang sinergis diantara ketiga pilar inilah yang menentukan berhasil tidaknya prinsip pemerintahan yang baik. Prinsip dan paradigma good governance harus masuk bila administrasi publik ingin berpredikat baik. Prinsip prinsip tersebut harus benar-benar bisa diwujudkan. Untuk keperluan tersebut perlu adanya komitmen yang benar benar ditaati oleh semua pelaku pembangunan/ pelayanan yang terlibat. Prinsip-prinsip pemerintahan yang baik tersebut, yaitu: 1. Partisipasi masyarakat. Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. 2. Tegaknya Supremasi Hukum. Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia. 3. Transparansi. Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan,

1. Mengenai bentuk dan formulasi dari produk hukum atas dasar asas diskresi ini cukup beragam. Dalam berbagai literatur penulis sendiri menemukan setidaknya ada beberapa bentuk yang lazim disebut, yaitu: berbentuk penetapan (keputusan pejabat TUN), juklak atau juknis, dan instruksi-instruksi dari pejabat TUN. Produk hukum ini sering pula disebut sebagai pseudo wetgeving atau peraturan yang semu, yang dalam konteks HAN Indonesia disebut peraturan kebijaksanaan (beleidsregel).
Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010

266

Peranan dan Fungsi PTUN dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik :: Dinoroy Aritonang

4.

5.

6.

7.

8.

9.

lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Peduli pada Stakeholder. Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. Berorientasi pada Konsensus. Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompokkelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur. Kesetaraan. Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka. Efektifitas dan Efisiensi. Proses-proses pemerintahan dan lembagalembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin. Akuntabilitas. Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan. Visi Strategis. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut. (LAN RI, 2007)

Salah satu produk hukum yang telah mengatur prinsip pemerintahan yang baik adalah Undangundang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN. Dalam Undang-undang tersebut diatur beberapa asas-asas, yaitu: 1. Asas Kepastian Hukum; 2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara; 3. Asas Kepentingan Umum; 4. Asas Keterbukaan; 5. Asas Proporsionalitas; 6. Asas Profesionalitas, dan 7. Asas Akuntabilitas.2 Dalam Hukum Administrasi Negara juga dikenal adanya prinsip-prinsip atau asas-asas semacam itu, yang disebut sebagai asas-asas umum pemerintahan yang baik atau layak (algemene beginselen van berhoorlijke bestuur). Asas-asas tersebut antara lain: asas kepastian hukum, asas keseimbangan, asas kesamaan dalam menganbil keputusan, asas bertindak cermat, asas motivasi untuk setiap keputusan, asas jangan mencampuradukkan kewenangan, asas permainan yang layak, asas keadilan atau kewajaran, asas menanggapi pengharapan yang wajar, asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal, asas perlindungan atas pandangan hidup, asas kebijaksanaan, dan asas penyelenggaraan kepentingan umum (Muchsan, 1982). Asas-asas inilah yang umumnya dikenal dalam Hukum Administrasi Negara sebelum konsep good governance atau tata pemerintahan yang baik, semakin sering diperbincangkan dan menjadi standar yang baku dalam manajemen pemerintahan di Indonesia secara luas.

Dalam hukum, asas-asas ini bernilai sebagai norma etika atau etis, belum dapat dianggap sebagai norma hukum yang sifatnya mengikat. Oleh karena itu, dalam beberapa peraturan perundang-undangan norma etika ini telah berusaha dimasukkan ke dalam produk hukum sebagai norma hukum. Namun, meskipun telah dijadikan norma hukum, prinsipprinsip ini tetaplah asas-asas hukum yang sifatnya abstrak dan penerapannya harus diwujudkan dalam bentuk yang lebih konkret.

D. PERBUATAN HUKUM PEMERINTAH YANG TERCELA Dalam menjalankan fungsi sebagai penjamin kesejahteraan masyarakat, pemerintah tentunya dilekati dengan sejumlah kewenangan. Kewenangan tersebut dapat terealisasi jika pemerintah mewujudkannya dalam berbagai macam perbuatan atau tindakan baik yang sifatnya yuridis maupun non yuridis. Tindakan atau perbuatan tersebut disebut sebagai perbuatan pemerintah. Perbuatan pemerintah dapat dibedakan dalam tiga macam perbuatan, yaitu: 1. Pembuatan peraturan perundangan baik yang sifatnya represif maupun preventif. 2. Pelayanan kepentingan umum (public service). 3. Perbuatan administrasi, yaitu perbuatan untuk merealisasikan apa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan (Mucshan, 1981).

2. Pengertian atau ruang lingkup setiap asas dapat dilihat lebih lanjut dalam Undang-undang No. 28 Tahun 1999.

267

Jurnal Ilmu Administrasi

Volume VII

No. 4

Desember 2010

Peranan dan Fungsi PTUN dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik :: Dinoroy Aritonang

Secara teoritik, fungsi dan kewenangan aparatur pemerintahan dalam mengeluarkan produk hukum sangat terkait dengan kewenangannya dalam bidang legislasi. Menurut Utrecht (Ridwan, 2006), kekuasaan administrasi negara dalam bidang legislasi tersebut meliputi: 1. Kewenangan untuk membuat peraturan atas inisiatif sendiri, terutama dalam menghadapi soalsoal genting yang belum ada peraturannya, tanpa bergantung pada pembuat undang-undang pusat. 2. Kekuasaan administrasi negara untuk membuat peraturan atas dasar delegasi. Karena pembuat undang-undang pusat tidak mampu memperhatikan tiap-tiap soal yang timbul dan karena pembuat undang-undang hanya dapat menyelesaikan soal-soal yang bersangkutan dalam garis besarnya saja, pemerintah diberi tugas menyesuaikan peraturan-peraturan yang diadakan pembuat undang-undang pusat dengan keadaan yang sungguh-sungguh terjadi di masyarakat. 3. Droit function, yaitu kekuasaan administrasi negara untuk menafsirkan sendiri berbagai peraturan, yang berarti berwenang untuk mengoreksi hasil pekerjaan pembuat undang-undang.3 Pada dasarnya, setiap tindakan yang diambil pemerintah harus berada dalam koridor kewenangannya, tanpa kewenangan, maka perbuatan atau tindakan pemerintah dapat dikatakan perbuatan yang tercela atau sewenangwenang. Akibatnya tidak jarang perbuatan pemerintah malah menimbulkan kerugian kepada masyarakat yang diatur. Menurut Prajudi Admosudirdjo (Muchsan, 1981), timbulnya kerugian atau ketidaksenangan tersebut disebabkan karena hal-hal sebagai berikut: 1. Keputusan organ administrasi negara dianggap tidak tepat (onjuist). 2. Keputusan organ administrasi negara dianggap melanggar undang-undang (onwetmatig). 3. Keputusan organ administrasi negara dianggap tidak bijaksana (ondoelmatig). 4. Keputusan organ administrasi negara dianggap melanggar hukum (onrechtmatig). Dari segi bentuk atau jenisnya, perbuatan pemerintah yang tercela tersebut ada lima kelompok, yaitu: 1. Perbuatan melawan hukum oleh penguasa Dalam pengertian yang luas, perbuatan melawan hukum oleh penguasa dapat terjadi apabila: (i) perbuatan penguasan melanggar undangundang dan peraturan formal yang berlaku; (ii) perbuatan penguasan melanggar kepentingan dalam masyarakat yang seharusnya dipatuhinya;

2.

3.

4.

5.

(iii) perbuatan penguasa melanggar kewajiban hukumnya sendiri; (iv) perbuatan penguasa melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik. Perbuatan melawan undang-undang Perbuatan ini dapat terjadi jika telah memenuhi unsur-unsur, yaitu: (i) penguasa melakukan suatu perbuatan yang memang termasuk dalam kewenangannya, menurut atau berdasar suatu ketentuan peraturan perundang-undangan; (ii) perbuatan penguasa tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar perbuatannya. Perbuatan yang tidak tepat Perbuatan ini terjadi jika terdapat permasalahan dalam hal penafsiran (interpretasi) dari ketentuan peraturan perundang-undangan, akibatnya dasar pertimbangan yang diambil oleh penguasa menjadi salah, yang akibatnya menghasilkan konklusi atau dictum dalam keputusan yang juga keliru. Perbuatan yang tidak bermanfaat Perbuatan ini terjadi apabila perbuatan pemerintah ternyata tidak bermanfaat bagi masyarakat. Unsur-unsur dalam perbuatan ini bukan saja perbuatan fisiknya tetapi juga ditekankan pada hasil yang diwujudkan sebagai akibat perbuatan tersebut. Perbuatan yang menyalahgunakan wewenang Perbuatan yang terjadi karena menyelenggarakan kepentingan umum yang berbeda dengan kepentingan umum yang dimaksud oleh aturan yang menjadi dasar wewenang itu (Muchsan, 1982).

Oleh sebab itu, pemerintah dalam mengambil suatu tindakan harus memperhitungkan segala kepentingan yang terkait dengan tindakan yang diambil. Akibatnya adalah perbuatan tersebut dapat digolongkan dalam salah satu kelompok perbautan tercela di atas.

E. PERANAN DAN FUNGSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA Perbuatan hukum pemerintah tidak selalu memberi kemanfaatan kepada masyarakat. Banyak sekali perbuatan hukum pemerintah yang malah merugikan masyarakat. Akibatnya, masyarakat menjadi tidak puas dengan kinerja pemerintah. Ketidakpuasan tersebut tidak dapat diabaikan begitu saja. Dalam konteks negara hukum, maka pemerintah harus merespon hal tersebut sesuai dengan saluran-saluran penyelesaian yang legal. Tindakan pengawasan terhadap perbuatan

3. Untuk lebih jelas dapat dibaca dalam buku E. Utrecht yang berjudul Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia.
Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010

268

Peranan dan Fungsi PTUN dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik :: Dinoroy Aritonang

pemerintah perlu dilakukan, baik secara internal maupun eksternal. Pengawasan secara internal dapat dilakukan dalam organisasi atau struktur jabatan organisasi itu sendiri. Misalnya melalui pengawasan oleh lembaga inspektorat yang ada dalam lingkungan internal setiap organisasi pemerintah atau juga dapat dilakukan melalui pengawasan oleh atasan langsung atau pengawasan melekat. Pengawasan secara eksternal salah satunya merupakan kewenangan lembaga yudikatif. Dalam ranah hukum ini maka lembaga yang berwenang adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Lembaga ini diatur secara khusus dalam Undangundang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Sedangkan tujuan jangka pendek (yang harus segera diwujudkan) yaitu menanggulangi perbuatan maladministrasi yang dilakukan oleh pihak pemerintah atau eksekutif (Mucshan, 2010). Dalam Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa fungsi dan peran dari PTUN tidak terlepas dari kedudukannya dalam wadah negara hukum yang hendak menjamin terwujudnya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur di bidang Tata Usaha Negara dengan para warga masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu mekanisme atau lembaga pengawas untuk membina, menyempurnakan, dan menertibkan aparatur di bidang Tata Usaha Negara, agar mampu menjadi alat yang efisien, efektit, bersih, serta berwibawa, dan yang dalam melaksanakan tugasnya selalu berdasarkan hukum dengan dilandasi semangat dan sikap pengabdian untuk masyarakat. Kewenangan absolut PTUN terdiri dari dua bidang, yaitu: memeriksa dan mengadili sengketa tata usaha negara dan memeriksa serta mengadili sengketa kepegawaian. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1986 bahwa sengeketa TUN adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang menjadi objek dalam sengketa TUN adalah Keputusan TUN yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN. Akibat dikeluarkannya KTUN tersebut, menimbulkan kerugian terhadap pihak atau sekelompok pihak yang diatur dalam keputusan

tersebut. Namun dalam hal gugatan terhadap KTUN tersebut, ada beberapa Keputusan TUN yang pada dasarnya (sesuai UU PTUN) yang dikecualikan untuk dapat digugat di PTUN, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986.4 Pejabat TUN sendiri dapat dianggap telah membuat keputusan meskipun pada dasarnya ia tidak mengambil keputusan. Artinya dengan melakukan (to do) dan tanpa melakukan (not to do), maka aparatur pemerintah sesungguhnya telah melakukan suatu perbuatan hukum. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986 bahwa, apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara. Hal ini juga bersinergi dengan pengertian yang cukup terkenal dari Dye mengenai kebijakan publik yaitu segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan pemerintah (Nugroho, 2009). Oleh karena itu, melalui peradilan ini masyarakat dapat mengawasi perbuatan pemerintah yang dirasakan merugikan kepentingan mereka. Meskipun objek yang dijadikan dalam peradilan ini hanyalah sebatas Keputusan TUN saja. Namun sebenarnya, produk hukum yang paling banyak dikeluarkan oleh pejabat TUN adalah produk hukum keputusan atau beschikking tersebut dibandingkan regeling (peraturan). Perbuatan hukum pemerintah yang sewenangwenang dapat dianalisis dari unsur-unsur yang memenuhinya, yaitu: 1. Adanya kewenangan untuk berbuat atas dasar peraturan atau dasar yuridisnya. 2. Dalam mempertimbangkan kepentingan yang terkait dalam keputusan, unsur kepentingan umum kurang diperhatikan. 3. Perbuatan tersebut menimbulkan kerugian konkrit bagi pihak tertentu (Muchsan, 1982). Dalam UU No. 9 Tahun 2004 tentang perubahan terhadap UU No. 5 Tahun 1986, dalam Pasal ayat (2) diatur alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan, yaitu: 1. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; 2. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Alat uji yang dapat digunakan terhadap keputusan TUN ada dua, yaitu: (i) peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar kewenangan dikeluarkannya keputusan TUN

Lebih lanjut lihat UU No. 9 Tahun 2004 dan sebagai perbandingan dapat dilihat juga dalam UU No. 5 Tahun 1986.

269

Jurnal Ilmu Administrasi

Volume VII

No. 4

Desember 2010

Peranan dan Fungsi PTUN dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik :: Dinoroy Aritonang

tersebut; (ii) asas-asas umum pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behoorljke bestuur). UU No. 9 Tahun 2004 memberlakukan kedua hal tersebut sebagai ruang lingkup keputusan TUN yang dapat digugat ke PTUN. Alat uji terhadap jenis keputusan TUN yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar kewenangan pembuatan keputusan tersebut. Bentuk kewenangan ini adalah kewenangan yang sifatnya terikat sehingga pemerintah hanya diberi kewajiban saja untuk melaksanakan apa yang dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan tanpa boleh menafsirkannya. Penyelenggaraan pemerintahan yagn bersifat terikat seperti ini merupakan pelaksanaan dari asas wetmatigheid van bestuur. Sedangkan alat uji terhadap keputusan TUN yang bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah asas-asas umum pemerintahan yang baik itu sendiri. Bentuk kewenangan yang digunakan dalam pengambilan keputusan TUN ini adalah kewenangan yang sifatnya bebas (diskresi). Dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perbuatan yang dilakukan memberikan ruang gerak bebas terhadap pemerintah dalam menggunakan wewenanganya tersebut (Muchsan, 1982). Aspek yang banyak disorot dalam pengujian jenis keputusan TUN atas dasar diskresi ini adalah aspek kemanfaatannya dalam kehidupan masyarakat. Apakah lebih banyak manfaat daripada mudaratnya. Penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat bebas seperti ini merupakan pelaksanaan dari asas freise ermessen atau discreationary power atau asas doelmatigheid van bestuur. Dalam prakteknya, cukup sulit untuk membedakan kedua jenis keputusan ini, sebab bentuk formal kedua jenis produk hukum tersebut terkadang sama. Perbedaan secara substansialnya (secara materil) hanya dapat dianalisa jika diukur dengan prinsip-prinsip pembuatan keputusan yang benar secara detil dan jenis kewenangan yang menjadi sandarannya.

F. RUANG LINGKUP PENGAWASAN BAGI MASYARAKAT Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, perbuatan pemerintah dan produk hukum yang dihasilkan pastinya sangat berpengaruh terhadap kehidupan publik. Dampak dan akibat yang diciptakan dengan keberadaan kebijakan tersebut
5

dapat berlangsung dalam waktu yang pendek maupun panjang. Oleh karena itu, sudah sepatutnya aparatur pemerintah menciptakan kebijakankebijakan yang tidak berorientasi pada visi yang pendek namun harus dapat menjadi landasan yuridis dan sosial berjangka panjang untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Keputusan atau kebijakan yang salah akan menyebabkan kerugian dan ketidakpuasan bagi masyarakat. Belum lagi, perilaku birokrasi atau manajemen pemerintahan di tingkat pusat dan daerah tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan. Perbenturan kepentingan politik dan ekonomi dalam diri aparatur negara masih menjadi salah satu faktor penyebabnya. Birokrasi tidaklah dalam posisi yang netral, namun akan selalu bermuara pada kepentingan yang menungganginya. Dalam kaca mata kebijakan publik, maka setiap tindakan dan produk hukum yang dikeluarkan pemerintah merupakan wujud konkret kebijakan publik. Terlepas dari kompetensi relatif (wilayah hukumnya atau berlakunya) baik lokal maupun nasional. Sedangkan dalam domain Hukum Administrasi Negara, maka produk hukum tersebut sangatlah beragam tergantung jenis, sifat, dan tujuan dari norma yang tercipta. Terkait dengan fungsi PTUN5 maka objek yang dapat menjadi ruang lingkup pengawasannya adalah perbuatan hukum aparatur pemerintah dalam bentuk Keputusan TUN. Sekilas, ruang lingkup yang sempit ini seolah tidak memberikan pengaruh yang signifikan dalam perwujudan good government, namun jika dilihat lebih komprehensif, maka dapat dikatakan bahwa fungsi PTUN dalam mengawasi setiap keputusan TUN di berbagai tingkat atau level pemerintahan sangatlah penting. Keputusan TUN adalah produk hukum yang paling banyak tercipta dalam proses penyelengaraan pemerintahan sehari-hari. Hal ini karena sifat dan fungsinya sebagai instrumen hukum yang paling konkret dan praktis dalam menjalankan pemerintahan. Setiap perbuatan hukum aparatur pemerintah harus terealisasikan dalam bentuk yang konkret, jika tidak, maka perbuatan tersebut belumlah applicable. Dalam konteks pelaksanaan keputusan ini, masyarakat dapat mengambil peran yang lebih aktif dan kritis. Sebab keberfungsian PTUN sebagai lembaga pengawas tidak akan terealisasi jika tidak mendapatkan keluhan atau complaint dari masyarakat yang merasa dirugikan dengan keputusan yang diambil aparatur pemerintah. Keengganan untuk

Keberadaan peradilan ini tidak lepas dari banyak kritik, selain image terhadap peradilan secara umum yang masih buruk di Indonesia, juga kuantitas perkara yang diajukan kepada PTUN, yang jumlahnya sangat sedikit. Namun, perkembangan beberapa waktu belakangan ini, seiring dengan menguatnya kehendak reformasi birokrasi dan perwujudan good governance, beberapa peraturan perundang-undangan telah memberikan jenis atau variasi perkara ke PTUN, salah satunya adalah gugatan sengketa informasi berdasarkan Undang-undang Kebebasan Informasi Publik (KIP). PTUN merupakan muara terakhir bagi pihak-pihak yang bersengketa jika proses mediasi atau ajudikasi tidak berhasil dilakukan. Selain itu, beberapa perkara terkait pemilu kepala daerah dan kewenangan KPUD sempat diperiksa dan diputus oleh PTUN. Meskipun hal ini masih mengundang pro dan kontra karena terkait ketidakberwenangan PTUN (inkompetensi absolut) dalam menangani produk hukum terkait pemilu daerah.
Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010

270

Peranan dan Fungsi PTUN dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik :: Dinoroy Aritonang

menyelesaikan permasalahan hukum publik antara masyarakat dan pemerintah melalui peradilan merupakan salah satu faktor penghambat tidak terciptanya masyarakat yang kritis dan sadar hukum. Ada 3 faktor penting yang menentukan tegak tidaknya hukum dalam praktek, yaitu: 1. Materi hukumnya memenuhi syarat untuk mendapat dukungan sosial (sosial support) dan ditaati oleh para subjek hukum yang luas. 2. Aparatur penegak hukumnya bekerja fungsional dan efektif, baik sebagai teladan maupun dalam upaya menegakkan hukum. 3. Para subjek hukum menjadikan norma hukum yang bersangkutan sebagai pedoman perilaku yang dengan sungguh-sungguh berusaha ditaati (Asshiddiqie, 2009). Ruang lingkup pengawasan masyarakat terhadap perbuatan aparatur pemerintah harus ditujukan para subjek hukum yang tepat. Fungsi pelayanan kepentingan umum yang dipegang oleh aparatur pemerintah tidak dipandang secara sempit dengan hanya membatasinya pada pihak aparatur pemerintah an sich, namun setiap organ baik swasta, kemitraan (pemerintah dan swasta atau pihak ketiga lainnya), maupun swasta murni dapat dimasukkan dalam domain aparatur publik atau aparatur pemerintah. Sebab penyelenggaraan kepentingan umum pada dasarnya dapat dilakukan menurut beberapa cara, yaitu: 1. Yang bertindak adalah administrasi negara sendiri. 2. Yang bertindak adalah subjek hukum (badan hukum) lain yang tidak termasuk administrasi negara dan yang mempunyai hubungan istimewa atau hubungan biasa dengan pemerintah. Hubungan istimewa atau biasa itu diatur dalam hukum publik atau privat. 3. Yang bertindak adalah subjek hukum lain yang tidak termasuk administrasi negara dan menjalankan pekerjaannya berdasarkan suatu konsesi atau ijin yang diberikan oleh pemerintah. 4. Yang bertindak adalah subjek hukum lain yang tidak termasuk administrasi negara dan yang diberi subsidi pemerintah. 5. Yang bertindak adalah pemerintah bersama-sama dengan suatu subjek hukum lain (atau beberapa subjek hukum lain) yang tidak termasuk administrasi negara dan kedua belah pihak itu tergabung dalam suatu bentuk kerjasama tertentu yang diatur oleh hukum. 6. Yang bertindak adalah yayasan yang didirikan oleh pemerintah atau diawasi oleh pemerintah. 7. Yang bertindak adalah kooperasi atau unit usaha yang dipimpin oleh pemerintah atau diawasi oleh pemerintah. 8. Yang bertindak adalah subjek hukum lain yang tidak termasuk administrasi negara tetapi diberi

suatu kekuasaan memerintah atas dasar delegasi perundang-undangan (Utrecht, 1994). Berdasarkan hal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa produk-produk hukum berupa keputusan yang dikeluarkan oleh organ atau jabatan di atas, dapat dikategorikan sebagai keputusan TUN. Syaratsyarat materil dan formil sebagai sebuah keputusan TUN secara yuridis juga telah diatur dalam UU PTUN. Oleh karena itu, pengajuan gugatan oleh masyarakat terhadap organ-organ di atas harus tepat.

G. PENUTUP Sistem pemerintahan yang baik dalam suatu negara harus didasarkan pada aturan-aturan yang dibentuk secara demokratis, sehingga aturan yang dibentuk itu dapat menjadi dasar bagi pemerintah dalam melaksanakan pemerintahan yang baik dan responsif terhadap tuntutan kehidupan masyarakat secara menyeluruh sesuai dengan amat UUD 1945. Untuk dapat mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dalam hal ini yang penting dikaji yaitu harus adanya sistem pengawasan yang baik. Sistem pengawasan dapat meliputi pengawasan yuridis terhadap pemerintah yang salah satunya adalah bidang-bidang pengawasan terhadap perbuatan/tindakan pemerintah melalui peradilan tata usaha negara. Keberadaan PTUN dan pemerintahan yang baik tidak terlepas dari prinsip-prinsip negara hukum. Meskipun prinsip-prinsip negara hukum sangat beragam, namun pada hakikatnya keberfungsian prinsip-prinsip tersebut semata-mata ditujukan untuk mewujudkan tujuan negara, yaitu pembangunan kesejahteraan rakyat. Fungsi dan peran PTUN dalam mewujudkan pemerintahan yang baik sangat penting. Lembaga PTUN dapat dijadikan sebagai pengawas eksternal yang efektif dalam menggiring pemerintah atau eksekutif kearah yang akuntabel. Dalam hal ini, masyarakat mempunyai instrumen atau wadah untuk memperoleh hak-haknya apabila terjadi perbuatan/ tindakan pemerintah yang tidak sesuai dengan kaidah hukum atau prinsip pemerintahan yang baik. Dalam kaitannya dengan prinsip manajemen pemerintahan yang baik, maka keberhasilan mewujudkan pemerintahan yang bersih sangat ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: (i) keberhasilan membangun sistem penegakan hukum yang bersih dan baik melalui Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan yang bersih berarti peradilan yang jauh dari praktik korupsi dan kolusi. Peradilan yang baik ditopang oleh sistem administrasi peradilan yang baik, struktur organisasi yang baik, sumber daya manusia (hakim, panitera, dan lainya) yang berkualitas baik, dari secara moral dan kompetensi. Sebab jika tidak maka fungsi checks and balances

271

Jurnal Ilmu Administrasi

Volume VII

No. 4

Desember 2010

Peranan dan Fungsi PTUN dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik :: Dinoroy Aritonang

terhadap pemerintahan tidak akan berhasil. Yang terjadi hanyalah wujud pemerintahan dan peradilan yang bersih sebatas mitos belaka; (ii) keberhasilan membentuk sistem perumusan dan penciptaan produk hukum berupa keputusan TUN yang baik. Sistem tersebut terkait erat dengan syarat materil dan formil pembuatan keputusan tersebut. Dalam berbagai tingkat pembuatan kebijakan juga perlu dijamin berlakunya prinsip-prinsip pembuatan kebijakan yang baik, dalam tingkat formulasi, implementasi, evaluasi, bahkan sampai pada tingkat revisi terhadap keputusan tersebut. (iii) sistem pengawasan eksternal sangat ditentukan oleh berdayanya peran masyarakat sebagai kontrol sosial bagi aparatur pemerintah. Tanpa peran aktif masyarakat maka peran PTUN sebagai salah satu unsur pendukung terciptanya pemerintah yang baik, tidak akan terwujud.

REFERENSI
Albrow, Martin. 1989. Birokrasi (Bureaucracy). terj. Rusli Karim dan Totok Daryanto. Yogyakarta: Tiara Wacana. Asshiddiqie, Jimly. Prasyarat Tegaknya Hukum (http:/ www.jimly.com). Diakses tanggal 3 Desember 2009. Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik. Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Fajar, Abdul Muktie. 2005. Tipe Negara Hukum. Cetakan Kedua. Malang: Bayumedia: Publishing. Faulks, Keith. 1999. Sosiologi Politik: Pengantar Kristis (Political Sociology: A Critical Introduction). terj. Helmi Mahadi dan Shoifullah. Bandung: Nusa Media. HR, Ridwan. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers. Lembaga Administrasi Negara RI. 2007. Modul Pengembangan Kebijakan Etika Pemerintahan: Diklat Teknis Good Governance and Government Ethics, Sustainable Capacity Building for Decentralization Project. Kerjasama LAN RI dan Departemen Dalam Negeri: Jakarta. Muchsan. 1982. Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara. Yogyajarta: Liberty. _________. 1982. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Liberty. _________. 1981. Peradilan Administrasi Negara. Edisi Pertama. Yogyakarta: Liberty. _________. 2010. Bahan Perkuliahan: Peradilan Tata Usaha Negara. Yogyakarta: Pascasarjana FH UGM. (Bahan tidak dipublikasikan). Nugroho, Riant. 2009. Public Policy. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Utrecht, E. 1994. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Surabaya: Pustaka Tinta Mas. Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Undang-undang No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010

272

Anda mungkin juga menyukai