Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain. (2 Tiomotius 2:2) Pengembangan kepemimpinan yang efektif terdiri dari tiga elemen : Knowing (mengetahui), elemen know adalah pengetahuan (know-what). Being (menjadi), elemen be adalah elemen karakter (know-why). Doing (melakukan), elemen do adalah elemen keterampilan (know-how). Dengan kata lain, proses pengembangan kepemimpinan yang efektif akan menolong seorang untuk menjadi seorang pemimpin, tahu kepemimpinan, dan kapabel memimpin. Ketiganya harus berjalan dengan seimbang agar efektif. Know adalah fungsi dari pendidikan, sedangkan do adalah fungsi dari pelatihan. Keduanya juga menjadi tekanan dari berbagai universitas di seluruh dunia. Namun pengetahuan dan keterampilan dapat kehilangan relevansi dan ketinggalan zaman (obsolete). Hari ini, dalam era perubahan berkesinambungan yang mengalami percepatan akselerasi, pengetahuan , dan keterampilan tersebut semakin cepat obsolete. Tapi be-konsep diri, nilai-nilai hidup, prinsip moral dan etika-tidak akan ditelan oleh berjalannya waktu. Belajar dari Rasul Paulus Elemen know dan do adalah soal kompetensi kepemimpinan. Sementara elemen be adalah soal karakter. Kompetensi dan karakter keduanya dibutuhkan, namu karakter harus menempati prioritas lebih tinggi dibandingkan kompetensi. Paulus sangan concern (perhatian) terhadap kemurnian Injil dan bahaya kontaminasi dari para guru palsu di gereja Efesus. Injil, harta yang indah itu harus dipercayakan kepada orang-orang yang memiliki dua karakteristik : Dapat dipercaya (karakter) dan cakap mengajar orang lain (kompetensi). Belajar dari West Point Academy Be, know, do.Ketiga elemen ini menjadi bagian yang integral dari manual kepemimpinan militer bagi tentara Amerika yang ditulis lebih dari 25 tahun yang lalu. Tidaklah mengherankan bila akademi West Point, pusat pelatihan militer Amerika, menjadi institut pengembangan kepemimpinan yang paling efektif di dunia. West Point mampu membangun sebuah mekanisme yang mentransformasi seorang muda berusia 18 tahun menjadi pria dan wanita yang memilki karakter yang diinginkan. Dalam suasana belajar yang aman, mereka harus berhadapan dengan berbagai dilema etis dan konflik moral yang memaksa mereka keluar dari comfort zone (zona nyaman) mereka. Karena hanya pengalaman yang memaksa kita untuk keluar dari zona kenyamanan kita yang mampu menciptakan perubahan yang signifikan dalam diri kita. Keseimbangan Tiga Elemen Ketiga elemen ini harus diberikan dalam dosis yang seimbang dalam pengkaderan kepemimpinan. Ketiganya memiliki bobot kepentingan yang sama. Ketidakseimbangan ketiga hal ini dalam diri seorang calon pemimpin dapat mengakibatkan hal yang sangat fatal bagi orang-orang yang dipimpinnya.
3 Jenis Pemimpin Pemimpin yang memiliki keterampilan dan karakter, namun tidak memiliki pengetahuan. membabi buta, pemimpin Bisa dan mau memimpin orang lain, namun tidak tahu apa itu kepemiminan yang bibikal atau yang efektif (kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang bibikal), memimpin dengan sembarangan, berpotensi menyesatkan orang yang ia pimpin (bagaikan orang buta memimpin orang buta), dan orang yang dipimpin akan menjadi dua kali lipat lebih sembarangan.
Pemimpin yang memiliki pengetahuan dan karakter, namun tidak memiliki keterampilan. pemimpin yang minder, reaktif, apatis, bahkan sarkastis, pemimpin ini tahu berbagai teori tentang kepemimpinan dan mau memimpin dengan baik, namun mungkin tidak memiliki telenta kepemimpinan atau akses kepemimpinan, ia tidak memimpin orang lain, karena tidak ada yang mau mengikutinya, dan ia tidak memimpin, ia hanya berjalan-jalan sendirian. Namun yang paling berbahaya adalah jenis pemimpin yang ketiga. Pemimpin yang memiliki pengetahuan dan keterampilam, namun tidak memiliki karakter. pemimpin yang egois dan narsistik di satu ekstrim, dan ekslusif dan separatis di ekstrim yang lain, ia tahu memimpin dan bisa memimpin dengan efektif/bibikal, namun tidak mau. melahirkan pemimpin yang koruptor, eksploitor, manipulator, dan berbagai aligator kreasi baru yang sibuk mencari mangsa untuk menggemukkan diri, ambisi dan ego pribadinya terlalu besar untuk menjadi pemimpin-pelyanan sebagaimana teladan Yesus Kristus, dan menghasilkan pemimpin yang terus-menerus bertapa dan tidak pernah turun gunung untuk memberdayakan orang lain. Dari ketiga elemen tersebut yang palingsering dilupakan dalam pengembangan kepemimpinan Kristen di seminari Alkitab, gereja, dan organisasi para-gereja adalah elemen karakter. Kerendahan hati, akuntabilitas pribadi, integritas diri, kerelaan untuk diajar, dan hati yang melayani adalah beberapa contoh klasik dari karakter yang sering kali dilewati dalam proses pengkaderan pemimpin Kristen. Dalam konteks gereja, ada banyak pemimpin Kristen yang sangat menguasai teologi dan pandai mengajar dan berkhotbah, namun hidupnya tidak menjadi kesaksian yang baik. Hidupnya bahkan dangkal dan superfisial. Dalam konteks organisasi di luar gereja, ada banyak pemimpin Kristen yang piawai dalam menyampaikan visi, membangun tim, memotivasi sesama, dan belasan keterampilan lain, namun karakternya tidak terbentuk oleh firman Tuhan. Otaknya hebat, keahliannya tidak diragukan, namun jiwanya kerdil. Pisau gunting Tuhan tidak pernah diizinkan untuk membersihkan ranting karakter si pemimpin. Dan meskipun ada buah yang dihasilkan, itu tidak pernah akan maksimal. Bahkan terkadang, buahnya pun busuk. Ketiga elemen know-be-do krusial dikembangkan dan urgen untuk diperhatikan adalah elemen karakter.
Faktor Ilahi Timotius bukan saja memiliki Paulus sebagai mentor yang berkualitas dan rela membagi hidupnya, namun ia juga memiliki karunia yang Allah percayakan kepadanya. Paulus menasihati Timotius untuk mengorbankan karunia tersebut (2 Timotius 1:6). Kepemimpinan Kristen pada dasarnya adalah kepemimpinan berdasarkan karunia yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Kepemimpinan Kristen memang akan lebih efektif bila memanfaatkan dengan selektif segala penetahuan, pengalaman, dan keterampilan kepemimpinan yang ada. Namun kepemimpinan Kristen adalah sebuah karunia. Paulus meneruh kepemimpinan dalam daftar karunia rohani (Roma 12:8). Jika kita melalaikan hal ini, kepemimpinan yang dijalankan akan sangat mudah menjadi kepemimpinan sekuler, kepemimpinan yang mengandalkan diri sendiri dan menanggalkan Allah. Namun jika kita selalu ingat bahwa kepemimpinan adalah sebuah karunia dari Allah, kita akan senantiasa bersandar pada Roh Allah dalam menajalankan fungsi kepemimpinan kita. Dan tidak memiliki satu pun alasan untuk menyombongkan diri. Itu sebabnya Paulus menulis agar Timotius bersandar kepada Roh Allah yang membangkitkan 3 hal: kekutan, kasih, dan ketertiban dalam menjalankan tugasnya yang berat di gereja Efesus. Dengan bersandar kepada Roh Allah, pemimpin Kristen dipersiapkan dengan berhadapan dengan segala macam bentuk tantangan, kesulitan, bahaya kepemimpinan. Bahkan kematian sekalipun. Harmonisasi Jika kita hanya berfokus kepada faktor Ilahi, maka kita akan kehilangan relevansi dengan realita dunia dimana kita coba memimpin. Karena setiap orang yang Allah berikan secara khusus dalam hidup kita, diberikan dengan maksud tertentu. Seorang mentor sangat berperan dalam membentuk hidup seseorang. Juga setiap peristiwa dan setiap pengalaman yang Allah izinkan untuk kita alami, tidak terjadi secara kebetulan. Jika kita hanya berfokus kepada faktor duniawi, maka kita akan kehilangan substansi dari kepemimpinan yang coba kita jalankan. Dan perlahan-lahan kita akan kehilangan arti dan arah dari kepemimpinan tersebut. Namun kalau kedua faktor tersebut kita pertahankan, maka kita akan meneruskan pola kepemimpinan Kristus, yang diturunkan kepada Paulus, lalu kepada Timotius, lalu kepada orang-orang yang Allah pakai dari generasi ke generasi menjadi pemimpin-pelayan.