Anda di halaman 1dari 14

Cedera spinal baik dengan atau tanpa gejala neurologis biasanya menyertai pda kasus trauma multiple, baik

itu karena kecelakaan lalulintas maupun kecelakaan kerja seperti pada kasus jatuh dari ketinggian. Kurang lebih 5-25% cedera spinal tersebut terjadi pda daerah cervical, 15% di daerah torakal, 15% di daerah abdominal dan sisanya terjadi di daerah sacral. Diagnosis cedera spinal Pada penderita yang masih sadar, cedera spinal mudah dikenali dengan menilai keluhan dan melakukan pemeriksaan terhadap kelainan yang terjadi; misalnya penderita mengeluh sakit sepanjang kolumna vertebra, mengeluh baal, kebas hingga lumpuh pada anggota gerak tertentu. Namun pada penderita yang mengalami penurunan kesadaran hingga koma akan sulit menilai keluhan dan melakukan pemeriksaan klinis sehingga kita selalu melakukan praduga positif dan melakukan serangkaian pemeriksaan penunjang. Beberapa keadaan yang harus dicurigai sebagai cedera spinal dan harus dikelola sebagai cedera spinal adalah : Semua penderita pasca trauma yang tidak sadar Penderita yang mengalami gejala neurologis Penderita yang mengeluh nyeri gerak da nyeri tekan pada sepanjang daerah spinal Penderita yang jatuh dari ketinggian Penderita multiple trauma akibat kecelakaan lalulintas Pemeriksaan fisik Bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya cedera spinal, selanjutnya menentukan level cedera, yakni dengan menilai level terendah dari medulla spinalis yang masih berfungsi. Pada penderita yang sadar pemeriksaan fisik dilakukan dengan menilai level mytom atau dermatom dari medulla spinalis yang masih vital. Pada penderita yang tidak sadar pemeriksaan cedera spinal merupakan prioritas kedua, karena yang utama adalah melakukan proteksi dari kolumna vertebralis agar tidak tedak terjadi cedera sekunder selama transport dan selama pemeriksaan. Proteksi kolumna vertebralis meliputi pemasangan bida servikal dan meletakkan penderita pada papan spinal panjang. Bida servikal dan papan spinal boleh dilepas jika terbukti secara radiologis tidak ditemukan cedera spinal. Pemeriksaan Penunjang Skrining awal pada kasus dengan kecurigaan cedera spinal adalah : 1. pemeriksaan x foto servikal cross table lateral dan AP Yang dimaksud pemeriksaan ini adalah melakukan pemeriksaan foto servikal dimana penderita tetap dalam posisi tidur terlentang, sedangkan film dan cup foto diletakkan di sebelah kanan dan kiri pasien. Sarat foto servikal yang baik adalah terlihat dari basis cranium sampai vertebre sevikal 7. 2. foto vertebre torakal AP Pemeriksaan foto torakal standar adalah proyeksi AP. Diperhatikan kesegarisan dari corpus vertebra, jarak antar diskus, pedikel, prossesus spinosus dan foramen intervertebalis. Jika dicurigai adanya kelainan maka dibuat proyeksi tambahan baik lateral maupun oblik. 3. Foto vertebre lumbosacral AP

Pemeriksaan foto lumbosakral hamper sama dengan pemeriksaan vertebre torakal, perhatian khusus adalah adanya listesis lumbal, adanya lumbalisasi atau sakralisasi serta keadaan tulang illiaca. Pengelompokan cedera spinal Cedera spinal dapat dikelompokkan berdasarkan pada level cedera, derajat neurologis, sindroma spinal dan morfologi fraktur 1. berdasar level cedera Dengan melakukan pemeriksaan dermatom dan miatom dapat di tentukan level cedera medulla sinalis yang terjadi. Sebagai contoh cedera pada level torakal tengah kebawah hingga lumbal akan menyebabkan para parese atau paraplegia inferior. Sedangkan cedera pada torakal atas atau servikal menyebabkan tetraparese atau tetra plegia. Bahkan sering disertai dengan gangguan ventilasi dan renjatan syok neurogenik disebabkan karena putusnya traktus simpatis desenden. 2. berdasar derajat neurologis Berdasarkan derajat neurologis cedera spinal dibedakan menjadi cedera komplit dan tidak komplit a. cedera total ditunjukkan dengan tidak adanya fungsi sensorik dan motorik dibawah level kerusakan medulla spinalis , manifestasinya berupa para plegia atau tetra plegia dibawah lesi. Jika ditemukan cedera semacam ini maka prognosis penyembuhan tidak baik b. dikatakan cedera parsial jika dibawah lesi masih dijumpai fungsi sensorik atau motorik, dan ini menunjukkan prognosis yang baik. Kadang dijumpai juga fenomena sacral sparing reflek bulbocavernosal, pergerakan spontan otot perianal dan fleksi ibu jari. 3. berdasar sindroma spinal Gaya aksial, fleksi dan ekstensi maupun rotasi dapat menyebabkan kerusakan sebagian dari jaras medulla spinalis maupun kerusakkan atau penekanan pembuluh darah oleh jaringan lunak spinal. Manifestasi keadaan ini berupa munculnya sindroma spinal seperti sindroma kanalis sentralis, sindroma klum anterior maupun sindroma brown sequards a. Sindroma Canalis Sentralis ditunjukan pada perbedaan kekuatan ekstremitas superior da inferior, demikian juga adanya perbedaan sensorik antara kedua ekstremitas. Penyebab keadaan ini adalah cedera dengan mekanisme hiperekstensi ditambah keadaan spondilosis servikalis berat b. Sindroma Kolum Anterior berupa keadaan paraplegia disertai hilangnya fungsi sensoris baik propioseptik maupun protopatik. Prognosis keadaan ini tidak baik, penyebabnya adalah cedera yang menyebabkan gangguan aliran arteri spinalis anterior yang menyebabkan infark pada daerah yang di perdarahinya c. Sindroma Sequards. Sindrom ini adalah lesi yang disebabkan adanya hemikseksi pada medulla spinalis. Kelainan neurologis yang muncul berupa gangguan motorik dan sensorik di tingkat lesi, sedangkan di bawah lesi gangguan mtorik tipe upper motor sisi ipsilateral, gangguan sensorik protopatik hilang pada sisi kontralateral namun sensorik propioseptik hilang pada sisi ipsilateral. 4. Berdasar morfoogi fraktur

Berdasarkan morfologinya cedera spinal dikelompokkan dalam cedera disertai columna fraktur colum vertebra, dislokasi vertebra , fraktur disertai dislokasi dan SCIWORA. Penyebab keadaan ini adalah cedera dengan gaya aksial loading, distraksi, rotasi, fleksi, ekstensi dan lateral bending Beberapa fraktur yang spesifik dijumpai diantranya : a. daerah servikal fraktur dan dislokasi antlato ociipital joint atlas fraktur/Jefferson fraktur aksis fraktur (C2) b. daerah thorakolumbal : burst fraktur wedge fraktur chance fraktur fraktur dislokasi pengaruh cedera spinal pada organ lain a. system pernapasan cedera spinal akan menyebabkan paralisis otot diafragma demikian juga cedera torakal atas akan menyebabkan paralisis otot interkostal. Jika terjadi keadaan yang demikian maka perlu upaya pembebasan jalan nafas definitive dan bantuan mekanikal ventilasi b. sirkulasi cedera servikal dapat menyebabkan terputusnya jaras simpatis desenden. Jika hal ini terjadi maka penderita akan jatuh dalam renjatan neurogenik. Pemberian cairan berimbang, vasokonstriktor perifer dan sulfas atropine akan memperbaiki sirkulasi c. kelumpuhan kelumpuhan yang terjadi pada cedera spinal akan menyulitkan dokter dalam mencari cedera di tempat lain disebabkan hilangnya rasa dan hilang fungsi motorik dibawah lesi tatalaksana cedera spinal prinsip dasar pengelolaan cedera spinal adalah dengan melakukan proteksi sepanjang columna vertebralis agar tidak terjadi gerakan baik fleksi, ekstensi, rotasi maupun lateral bending. Proteksi spinal yang dilakukan adalah dengan memasang semi rigid servikal collar dan memfiksasi penderita pada long spine board. Yang perlu diperhatikan pada prosedur proteksi spinal ini adalah sesegera mungkin melakukan upaya menegakkan diagnosis ada tidaknya cedera spinal. Tujuan utama terapi pembedahan adalah melakukan dekompresi terhadap medulla spinalis dan melakukan instrumentasi stabilisasi jika memang didapati keadaan tulang belakang yang tidak stabil. Prognosis penderita sangat tergantung dari beratnya cedera dan lamanya pertolongan hingga tindakan pembedahan. Terapi medikamentosa segera diberikan begitu penderita dicurigai menderita cedera spinal, selama transport hingga saat menjelang pembedahan. Pengelolaan suportif dan medikamentosa berupa : 1. bantuan ventilasi nafas pada penderita yang mengalami paralisis otot nafas 2. cairan intravena dan penanganan renjatan neurogenik

3. obat medikamentosa seperti : glukokortikoid steroid metilprednisolon dosis tinggi, opiate reseptor antagonis nalokson, non glukokortikoid steroid tirilazad, monocyaloganglioside. Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM.Sinopsis Ilmu Bedah Saraf : Trauma Spinal. Sagung Seto.Jakarta : 2011. Hal 31-42

Penemuan klinis Nyeri tekan vertebre pada palpasi, kelemahan ekstremitas, parastesia, gangguan pernapasan dan hipotensi menandakan cedera vertebre atau corda spinalis. Jika radiks saraf spinalis terlibat, radikulopati yang ditandai dengan gangguan motorik dan sensorik dalam miotom dan dermatom yang berhubungan dapat terlihat. Lesi lengkap dari korda spinalis menimbulkan hilangnya semua fungsi motorik dan sensorik dibawah tingkat bagian yang terkena cedera. Terlihat arefleksia, lusiditas, anestesi dan paralisis otonom di bawah tingkat lesi. Hipotensi arteri dapat terjadi dengan lesi di atas T5 Lesi tak lengkap korda spinalis tak lengkap mempunyai penyajian yang bervariasi. Sindrom brownsequard ditimbulkan oleh hemiseksi korda yang mengakibatka paraisis motorik ipsilateral dan hilangnya sensasi posisi dan hilangnya nyeri serta sensasi suhu kontralateral di bawah tingkat cedera. Sindrom korda sentralis sering mengikuti cedera fleksi/ekstensi dari vertebra servikalis dalam keadaan kanalis spinalis yang sempit dan ditandai oleh kelemahan bilateral serta hilangnya sensai nyeri/suhu pada ekstremitas atas, dengan modalitas ini yang relative teteap baik pada ekstremitas bawah. Sindrom arteri sipinalis anterior adalah deficit iskemik dalam daerah irigasi dari arteri ini dengan lesi dari 2/3 antreior korda spinalis, kolumna doraslis terutama tetap aman. Hilangnya fungsi motorik dan sensasi nyeri/suhu bilateral dengan perubahan posisi, getaran dan sensari raba ringan adalah gambaran klasik. Sindroma kauda ekuina dapat timbul dari trauma vertebra lumbalis di bawah kous (L2-L3) dan mempunyai penyajian yang bervariasi. Fungsi motorik, sensorik dan reflex ekstremitas bawah mungkin terpengaruh bersamaan dengan gangguan kerja usus dan kandung kemih. Konkomitan otonom yang sangat banyak dari cedera korda spinalis mendukung pengenalan cedera. Dengan cedera korda di atas C3, usaha pernapasan tidak ada sama sekali. Dalam cedera C4-C6, volume tidal yang tidak cukup dapat menimbulkan hipoksia progresif dan retensi CO2. Cedera korda spinalis dapat menimbulkan distensi ileum dang aster yang membutuhkan drainase nasogastrik, dan distensi kandung kemih yang membutuhkan katerisasi. Cedera-cedera di atas T5 mengganggu tonus simpatik dengan hipotensi yang ditimbulkannya membutuhkan pemberian cairan IV. Perubahan postural dapat menimbulkan penurunan tekanan darah karena reflex takikardi dan vasokontriksi perifer yang sering mengkompensasi episode hipotensi, mengalami gangguan. Schwartz.intisari Prinsip-prinsip Ilmu bedah edisi 6.penerbit buku kedokteran EGC.1995.hal 626-630

Pendahuluan Cedera tulang belakang merupakan kelainan yang pada masa kini lebih banyak memberikan tantangan karena terdapat perubahan pola trauma serta banyak kemajuan dalam tatalaksananya. Dahulu penyebabnya banyak disebabkan oleh jatuh dari ketinggian , kini penyebabnya lebih beraneka ragam seperti kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan olahraga. Pada masa lalu kematian penderita dengan cedera sumsum tulang belakang terutama disebabkan oleh terjadinya penyulit berupa infeksi saluran kemih, gagal ginjal, pneumonia, atau dekubitus. Kemajuan dalam tatalaksana sekarang dapat mengurangi, bahkan mencegah terjadinya penyulit tersebut. Etiologi dan bentuk Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak mengenai servikal dan lumbal. Cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi tulang belakang. Di daerah torakal tidak banyak terjadi karena terlindung oleh struktur thoraks. Kelainan dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi atau kominutif dan dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah atau perdarahan. Kelainan sekunder dapat disebabkan oleh hipoksemia dan iskemia. Iskemia disebabkan oleh hipotensi, udem atau kompresi Kerusakan pada sumsum tulang belakang merupakan kerusakan permanen karena tidak ada regenerasi dari jaringan saraf. Gambaran klinis Gambaran klinis tergantung dari letak dan besarnya kerusakan yang terjadi. Kerusakan melintang memberikan gambaran hilangnya fungsi motork maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai syok spinal. Syok spinal terjadi Karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya terjadi selama satu hingga enam minggu. Tandannya adalah kelumpuhan flasid, anesthesia, arefleksia, hilangnya perspirasi, gangguan fungsi rectum dan kandung kemih, priapismus, bradikardia dan hipotermal. Setelah syok spinal pulih akan terdapat hiperrefleksia. Sindrom sumsum tulang belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan disetai hilangnya sensasi nyeri dan suhu ada kedua sisinya, sedangkan sensari raba dan posisi tidak tergnaggu. Cedera sumsum tulang belakang sentral jarang terjadi. Pada umumnya terjadi akibat cedera di daerah servikal dan disebabakan hiperekstensia mendadak sihingga sumsum tulang belakang terdesak oleh ligamentum flavum yang terlipat. Gambaran klinis berupa tetraparese parsial. Gangguan pada ekstremitas bawah lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal tidak terngnanggu Sindrom brown-sequard disebabkan oleh kerusakan paruh lateral sumsum tlang belakang. Sindrom ini jarang ditemukan gejalanya burupa gangguan motorik dan hilangnya rasa vibrasi pada posisi ipsilateraldi kontralateral terdapat gangguan rasa nyeri dan suhu Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra L1-L2 mengakibatkan anesthesia perianaal, ganggguan fungsi defleksi, miksi,impotensi, serta hilangnya reflex anal dan reflex bulbokavernosa.

Sindrom kauda equine disebabkan oleh kompresi pada radiks lumbo sacral setinggi ujung konus medularis dan menyebabkan leumpuhan dan anesthesia di daerah lumbosakral yang mirip dengan sindrom konus medularis Tatalaksana Perhatian utama pada penderita cedera tulang belakang dutujukan pada usaha mencegah terjadnya kerusakan yang lebih parah. Untuk maksud tersebut dilakukan imobilisasi di tepat kejadian dengan memanfaatkan alas yang keras. Bila dicurigai cedera servikal harus diusahakan agar kepala tidak menunduk dan tetap di tengah dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan kain untuk menyangga leher. Penanggulangan cedera tulang belakang dan sumsum tulang Prinsip umum : Pikirkan selalu keungkinan adanya cedera mielum Mencegah terjadinya cedera kedua Waspada akan tanda yang menunjukkan jejas lintang Lakukan evaluasi dan rehabilitasi Tindakan : Adakan imobilisasi di tempat kejadian (dasar papan) Optimaliasi faal ABC : jalan napas,pernapasan dan perderan darah Penanganan kelainan yang lebih urgen (pneumotoraks?) Pemerikasaan neurologis untuk menentukan tempat lesi Pemeriksaan radiologis (kadang diperlukan) Tindak bedah (dekompresi,reposisi dan stabilisasi) Pencegahan penyulit : ileus paralitik -> sonde lambung Pemyulit kelumpuhan kandung kemih -> kateter Pneumonia Dekubitus Setelah semua langkah tersebut dipenuhi barulah dilakukan pemeriksaan fisik dan neurologic. Pada umumnya terjadi paralisis usus selama dua sampai enam hari akibat hematom retroperitoneal sehingga diperlukan pemasangan pipa lambung Pemasangan kateter pada tahap awal bertujuan mencegah pengembangan kandung kemih yang berlebihan yang lumpuh akibat syok spinal. Pemasangan kateter berguna juga untuk pemantauan produksi urin, serta mencegah dekubitus karena menjamin kulit tetap kering Tindakan bedah pada cedera tulang belakang dan sumsum tulang belakang Tindakan daruat Luka tembus Peluru Tikam/bacok Sindrom sumsum anterior akut

Gangguan neurologic progresif (penekanan) Tindakan elektif Patah tulang tidka stabil Tujuan Mencegah jejas lintang Mempercepat penyembuhan dan revalidasi Memungkinkan rehabilitasi aktif Mempermudah perawatan dan fisioterapi aktif Tindak bedah Jika terdapat tanda kompresi pada sumsum tulang belakang karena deformitas fleksi,fragmen tulang atau hematom diperlukan tindakan dekompresi. Dislokasi yang umumnya disertai instabilitas tulang belakang memerlukan tindakan reposisi danstabilisasi. Pembedahan darurat dilakukan bila terdapat gangguan neuroligik progresif akibat penekanan, ada luka tembus, dan pada sindrom smsum tulang belakang bagian depan yang akut. Pembehdanan selalu harus dipertmbangkan untuk mempermudah perawatan dan fisioterapi agar mobilisasi dan rehabilitasi dapat berlangsung dengan cepat. De Jong,Wim. Buku ajar Ilmu bedah edisi 2. Cedera tulang belakang dan sumsum tulang. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2005. Hal 822

Pendahuluan Cedera kolumna vertebralis dengan atau tanpa deficit neurologis harus selalu dipikirkan pada pasien dengan trauma multiple. Kurang lebih 5% pasien denga cedera kepala juga mengalami cedera spinal sementara 25% pasien dengan cedera spinal mengalami setidaknya cedera kepala ringan. Kurang lebih 55% trauma spinal terjadi pada region servikal, 15% di region torakal, 15% di region sendi torakolumbal dan 15% di area lumbosakral. Kurang lebih 10% pasien dengan trauma tulang servikal mengalami fraktur kolumna vertebralis kedua yang tidak berhubungan. Menyingkirkan adanya trauma spinal pada pasien yang sadar cukup mudah. Tidak adanya gangguan neurologis dan nyeri di sepanjang spinal menyingkirkan adanya cedera spinal. Namun pada pasien penurunan kesadaran tidak mudah. Dalam hal ini penting untuk dilakukan pemeriksaan radiologi untuk menyingkirkan cedera spinal. Jika hasil radiologi tidak jelas maka tulang belakang harus tetap diproteksi sampai dilakukan pemeriksaan selanjutnya. Anatomi dan fisiologi Kolumna vertebralis Kolumna vertebralis terdiri dari 7 tulang servikal, 12 torakal dan 5 lumbal seperti pada sacrum dan koksigis. Tulang vertebra memiliki korpus di anterior yang membentuk bangunan utama sebagai tumpuan beban. Korpus vertebra dipisahkan oleh diskus intervertebralis dan disangga di sebelah anterior dan posterior. Disebelah posterolateral, dua pedikel membentuk pilar tempat atap kanalis verteralis (lumina) berada. Facet joint, ligamentum interspinosum dan otot-otot paraspinal ikut berperan dalam stabilitas tulang belakang Tulang servikal paling rentan terhadap cedera karena mobilitas dan paparannya. Kanalis servikalis melebar di bagian atas yang terbentuk mulai dari foramenmagnum hingga ke bagia bawah C2. Mayoritas pasien yang selamat dengan cedera pada bagian ini tidak mengalami gangguan neurologis pada saat datag ke rumah sakit. Namun kira-kira sepertiga pasien dengan cedera tulang servikal bagian atas meninggal di tempat kejadian akibat apneu diakibatkan hilangnya inervasi nervus frenikus karena trauma di C1. Di bawah C3 relatif lebih kecil dibandingkan dengan diameter medulla spinalis dan trauma pada kolumna vertebralis lebih mudah menyebabkan cedera medulla spinalis. Mobilitas tulang torakal lebih terbatas dibandingkan servikal dan mempunyai penyokong tambahan dari tulang iga. Sehingga insidens fraktur torakal lebih kecil dan mayoritas fraktur torakal adalah wedge compressions yang tidak menyebabkan cedera medulla spinalis. Namun bila terjadi fraktur dislokasi torakal maka hamper selalu menyebabkan cedera medulla spinalis komplit karena kanalis torakal yang relative sempit. Sendi torakolumbal menjadi daerah yang lemah karena berada antara daerah torakal yang tidak fleksibel dan daerah lumbal yang lebih kuat. Hal ini menyebabkan lebih rentan terhadap cedera dan 15% cedera spinal terjadi pada daerah ini. Medulla spinalis Medulla spinalis berawal dari ujung bawah medulla oblongata di foramen magnum. Pada dewasa berakhir di sekitar tulang L1 berakhir menjadi konus medularis. Selanjutnya akan berlanjut menjadi kauda equine yang lebih tahan terhadap cedera. Dari berbagai traktus di medulla spinalis secara klinis

traktus kortikospinalis, traktus spinothalamikus dan kolumna posterior. Setiap pasang traktus dapat cedera pada satu atau kedua sisinya Traktus kortikospinal yang terletak dibagian posterolateral medulla spinalis mengatur kekuatan motorik tubuh ipsilateral dan diperiksa dengan melihat kontraksi otot volunteer atau melihat respon involunter dengan rangsang nyeri. Traktus pinotalamikus yang terletak di anterolateral medulla spinalis membawa sensais nyeri dan suhu dari sisi kontralateral tubuh. Secara umum diperiksa dengan tusukan atau sentuhan ringan. Kolumna posterior membawa sensasi posisi (proprioseptif), getar dan sentuh dari bagian tubuh ipsilateral. Kolumna ini diperiksa dengan sensasi posisi ibu jari dan jari-jari atau getar dengan garpu tala. Keadaan dimana tidak ada lagi fungsi sensorik dan motorik dibawah level tertentu disebut dengan cedera medulla spinalis kompllit. Dalam minggu pertama pasca trauma, diagnosis belum dapat ditegakkan secara pasti karena masih ada kemungkinan terjadisyok spinal. Cedera inkomplit adalah cedera dimana masih ada fungsi motorik atau sensorik yang tersisia, prognosisnya lebih baik dibandingkan cedera komplit. Sisa sensasi di daerah perianal mungkin hanya satu-satunya tanda dari fungsi yang tersisa. Sacralsparing dapat ditunjukan oleh preservasi sensorik di region perianal dan/atau kontraksi volunteer sfingter ani. Pemeriksaan sensorik Dermatom adalah daerah kulit yang dipersarafi oleh akson sensoris radiks saraf segmen tertentu. Pengetahuan mengenai beberapa level dermatom yang penting sangat berguna dalam menentukan level trauma dan menilai adanya perbaikan atau perburukan. Level sensoris dermatom dengan fungsi sensoris normal yang paling rendah dan seringkali berbeda pada kedua sisi tubuh. Untuk alas an praktis, dermatom servikal atas (C1-C4) sangat bervariasi dalam distribusi ke kulit dan tidak dipakai dalam lokalisasi. Namun nervus supraclavicularis (C2-C4) member inervasi sensorik ke daerah yang menutupi muskulus pektoralis. Adanya senasi pada daerah ini dapat membingungkan pemeriksa pada saat mencoba menentukan level sensorik pada pasien dengan cedera servikal bawah. Daerah yang dapat dijadikan patokan C3- - area dia tas deltoid C^ - ibu jari C7 jari tengah C8 kelingking T4 papilla mamae T8 prosesus xiphoideus T10 umbilicus T12 simfisi pubis L4 sisi medial betis L5 ruas antara ibu jari dan telunjuk kaki S1 sisi lateral kaki S3 tuberositas iskium S4 dan S5 daerah perian

Miotom Setiap radiks saraf mempersarafi lebih dari satu otot dan kebanyakan otot dipersarafi lebih dari satu radiks (biasanya dua). Walaupun begitu supaya mudah beberapa otot atau kelompok otot diidentifikasi sebagai perwakilan dari segmen saraf spinal tertentu. Daerah otot yang penting adalah C5 deltoid C6 ekstensor pergelangan tangan (biseps, ekstensor karpi radialis lingus dan brevis) C7 ekstensor lengan (triseps) C8 fleksor jari-jari sampai ke jari tengah T1 abductor jari kelingking L2 fleksor paha L3,L4 ekstensor lutut (quadriceps, reflex patella) L4,L5,S1 fleksi lutut (hamstring) L5 dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari S1 flekso plantar pergelangan kaki Otot-otot tersebut diperiksa kekuatanna pada masing_masing sisi. Setiap otot dinilai dalam skala 6. Klasifikasi cedera medulla spinalis Cedera medulla spinalis diklasifikasikan berdasarkan level, beratnya deficit neurologis, sindroma medulla spinalis dan morfologi. Level Level neurologis adalah segmen paling kaudal yang masihmemiliki fungsi sensorik dan motorik nomal di kedua sisi tubuh. Pada cedera komplit bila ditemukan kelemahan fungsi sensorik dan/atau motorik dibawah segmen normal terendah. Hal ini disebut dengan zona preservasi parsial. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya penen tuan level trauma pada kedua sisi sangat penting. Perbedaan yang jelas terjadi antara lesi diatas dan di bawah T1.cedera pada 8 segmen medulla spinalis servikal akan menyebabkan tetraplegi dan lesi di bawah T1 akan menyebabkan paraplegi. Level tulang trauma adalah tulang vertebra yang mengalami kerusakan sehingga menyebabkan kerusakan medulla spinalis. Semakin kaudal suatu cedera, semakin jelas perbedaan yang terjadi. Beratnya Defisit Neurologis Cedera medulla spinalis dibagi menjadi : Paraplegi inkomplit Para plegi komplit Tetraplegi inkomplit Tetraplegi komplit Sangat penting untuk mencari tanda-tanda adanya preservasi fungsi dari semua jenis medulla spinalis. Adanya fungsi mototrik atau sensorik di bawah level trauma menunjukkan adanya cedera inkomplit. Tanda tanda cedera inkomplit meliputi adanya sensasi atau gerakan volunteer di sektremitas bawah, sacral sparing, kontraksi sfingter ani volunteer, dan fleksi ibu jari kaki volunteer. Reflex sacral. Seperi reflex bulbokavernosus atau kerutan anas, tidak termasuk

Sindrom medulla spinalis Central cord syndrome ditandai denga hilangnya kekuatan motorik lebi banyak pada ekstremitas atas dibandingkan dengan ekstremitas bawah, dengan kehilangan sensorik bervariasi. Biasanya sindrom ini terjadi setelah adanya trauma hiperekstens pada pasien yang mengalami kanalis stenosis servikal sebelumnya. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat jatuh ke depan dengan dampak pada daerah wajah. Dapat terjadi dengan atau tanpa fraktur tulang servikal atau dislokasi. Perbaikan biasanya mengikuti pola yang khas, ekstremitas bawah mengalami perabikan lebih dahulu diiuti dengan fungsi kandung kemih da ekstremitas atas serta tangan terakhir. Central cord syndrome diperkirakan terjadi akibat gangguan vascular di daerah yang diperdarahi oleh arteri spinalis anterior. Arteri ini member suplai ke daerah sentral medulla spinalis. Karena serabut motorik dis egmen servikal secara topografis tersusun kea rah sentral medulla spinalis, lengan serta tangan adalah yang terpengaruh paling parah. Natrioe cord syndrome adalah ditandai dengan paraplegi dan kehilangan sensorik disosiasi dengan hilangnya snssasi nyeri dan suhu. Fungsi kolumna posterior teteap bertahan. Biasanya anterior cord syndrome disebabkan infark pada daerah medulla spinalis yang diperdarahi oleh arteri spnalis anterior. Prognosis sindrom ini paling buruk dibandingkan cedera inkomplit lainnya Sindrom brown sequerd terjadi akibat hemiseksi medulla spinalis, biasanya terjaid akibat trauma tembus. Sindrom ini terdiri dari kehilangna motorik ipsilateral dan hilangnya sensasi posis, disertai hilangnya sensasi suhu serta nyerikontrolateral mulai satu atau dua level di bawah level trauma. Jenis spesifik cedera spinal Cedera sevikal dapat terjadi akibat salah satu atau kombinasi dari mekanisme trauma berikut ini : 1. axial loading 2. fleksi 3. ekstensi 4. rotasi 5. lateral bending 6.distraksi Dislokasi Atlanto Oksipital Cedera terputunya atlantooksipital cukup jarang dan terjadi akibat distraksi dan fleksi traumatic yang hebat. Kebanyakan pasien akan meninggal akibat dsetruksi batang otak dan apneu atau mendapat gangguan neurologis (trgantung pada ventilator dan tetraplegi). Sedikit pasien dapat bertahan bila langsung mendapatkan resusitasi di tempat kejadian. Cedera ini ditemukan pada 19% dengan cedera spinal fatal dan biasanya merupakan kematian pada shaken body syndrome dimana bayi meninggal setelah di guncang Fraktur atals (C1) Tulang atalas tipis, berbentuk cincin dengna permukaan sendi yang luas. Fratur atlas tejadi 5% dari fraktur tulang servikal akut. Kira-kira 40% fraktur atlas berhubungan dengan fraktur aksis (C2). Fraktur tersering C1 adalah burst fracture. Mekanisme trauma yang biasa terjadi adalah axial loading, yang terjadi bila ada beban berat jatuh secara vertical ke kepala pasien atau pasien jatuh ke permukaan dengan kepala berada pada posisi netral. Fraktur jefferseon meliputi terputusnya kedua ring anterior

dan posterior C1 dengan bergesernya massa lateral kea rah lateral. Fraktur ini paling baik dilihat dengan pandangan open mouth dari C1 dan C2 dan dengan CT-scan axial. Pada pasien yang selamat, fraktur ini biasanya tidak berhubungan dengan fraktur medulla spinalis. Namun fraktur ini tidak stabil dan pertama kali harus ditanganni dengan collar neck. Subluksasi rotasi C1 Subluksasi rotasi C1 paling sering dijumpai pada ank-anak. Dapat terjadi spontan setelah trauma, dengan infeksi saluran napas atas atau dengan rheumatoid arthritis. Pasien datang dengan rotasi kepala persisten. Cedera ini paling baik juga dilihat dengan open mouth odontoid view walaupun gambaran radiologis dapat membingungkan. Pada cedera ini odontoid tidak terletak sama dari kedua lateral mass C1. Pasien tidak boleh dipaksa untuk melawan rotasi, tapi harus diimobilisasi dalam posisi terotasi. Fraktur aksis (C2) Aksis adalah tulang vertebra servikal terbesar dan bentuknya berbeda dengan yang lain. Sehingga tulang ini mudah menderita bermacam-macam fraktur tergantung dari gaya dan arahnya. Fraktur C2 kira-kira terjadi pada 18% dari semua cedera servikal. Fraktur Odontoid Kira-kira 60% dari fraktur C2 terjadi pada prossesus odontoid, tonjolan tulang seperti pasak yang menonjol ke atas dan dalam keadaan normal berhubungan dengan arkus anterior C1. Prossesus odontoid terikat ditempatnya oleh ligamentum transversum. Fraktur odontoid bisa dilihat dengan foto servikal lateral atau dengan proyeksi open mouth. Namun biasanya CT scan dibuat untuk meyakinkan. Fraktur odontoid tipe 1 terjadi pada ujung odontoid dan relative jarang terjadi. Fraktur odontoid tipe 2 tejadi pada dasar dens dan merupakan fraktur odontoid tersering. Pada anak berusia kurang dari 6 tahun masih terdapat lempeng epifisis dan mungkin tampak seperti garis fraktur. Fraktur odontoid tipe 3 terjadi pada dasar dens dan berlanjut secara oblik kea rah korpus aksis. Fraktur elemen posterior C2 Hangmans fracture terjadi pada elemen posterior C2 yang merupakan pars interkularis. Fraktur jenis ini terjadi ira-kira 20% dari semua fraktur aksis dan biasanya diakibatkan cedera ekstensi. Pasien dengan fraktur ini harus diimobilisasi eksternal sampai mendapatkan terapi spesialistik. Evaluasi radiologis Tulang servikal Pemeriksaan radilogis tulang servikal diindikasikan pada semua pasien trauma dengan nyeri leher di garis tengah, nyeri pada palpasi, deficit neurologis yang berhubungan dengan tulang servikal atau penurunan kesadaran atau dengan kecurigaan intoksikasi. Pemeriksaan radiologis proyeksi lateral, anteroposterior dan gambaran odontoid open mouth. Pada proyeksi lateral dasar tengkorak dan ketujuh tulang servikal harus tampak. Bahu pasien harus ditarik saat melakukan foto servikal lateral, untuk menghindari luputnya gambaran fraktur atau fraktur dislokasi di tulang servikal bawah

Proyeksi open mouth odontoid harus meliputi seluruh prossesus odontoid dan artikulasi C1 C2 kanan dan kiri. Proyeksi AP tulang servikal membantu identifikasi adanya dislokasi faset unilateral pada kasus dimana sedikit atau tidak tampak gambaran dislokasi pada foto lateral Bila ditemukan adanya deficit neurologis, pemeriksaan MRI (magnetic resonance imaging) dianjurkan untuk melihat adanya lesi kompresi jaringan lunak seperti epidural hematom spinal atau herniasi diskus traumatika, yang tidak dapat dilihat dengan foto polos. Mri juga dapat melhat adanya kontusio medulla spinalis atau disrupsi dan cedera pada ligamentum paraspinal dan jaringan lunak. Manajemen umum Imobilisasi Semua pasien dengan kecurigaan trauma spinal harus diimobilisasi sapmai dia tas dan dibawah daerah yang dicurigai sampa adanya fraktur disingkirkan dengan pemeriksaan radiologi. Imobilisasi yang baik dicapai dengan meletakkan pasien dalam posisi netral supine tanpa memutar atau menekuk kolumna vertebralis.

Anda mungkin juga menyukai