Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ILMU SOSIAL BUDAYA DAERAH

JUDUL

Disusun oleh :

PRIYADI M0307076

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

JUDUL

I.

PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan memiliki kemajuan seiiring berjalannya waktu. Berkembangnya teknologi dikarenakan sumber daya manusia yang baik. Sumber daya manusia dihasilkan dari pendidikan seseorang sejak dini. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang tetapi Indonesia dalam bidang pendidikan dapat dikatakan tidak sukses, dapat dibuktikan dari siswa/siswi Indonesia yang memilih menjalani pendidikan di luar negeri dari pada di negerinya sendiri.

Saat-saat ini pendidikan Indonesia sedang mendapat perhatian dari banyak kalangan masyarakat bukan hanya karena prestasinya tetapi lebih kepada kualitas dari pendidikan itu dan juga fasilitas yang diberikan pemerintah. Fasilitas yang diberikan pemerintah tidak merata untuk setiap daerah, terlihat dari pendidikan di kota-kota besar lebih mendapat fasilitas dari pada pendidikan yang terdapat di daerah-daerah terpencil. Seharusnya semua anak di Indonesia di setiap daerah berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan fasilitas yang baik dari pemerintah, karena ini juga untuk masa depan bangsa Indonesia untuk mengembangkan sumber daya manusia. Permasalahan pendidikan di Indonesia cukup banyak, dilihat dari berita-berita di media cetak maupun elektronik yang sedang mengangkat keadaan pendidikan di Indonesia, berita-berita yang ada merupakan keadaan nyata di Indonesia yang sebelumnya tidak dipublikasikan, tetapi semakin dengan meningkatnya teknologi berita-berita itu mudah sekali untuk di publikasikan kepada masyarakat Indonesia.

II.
III. IV.

ISI
A. Pengertian Menurut Prof. Dr. John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pengalaman. Karena kehidupan adalah pertumbuhan, pendidikan berarti membantu pertumbuhan batin tanpa dibatasi oleh usia. Proses 2

pertumbuhan ialah proses menyesuaikan pada tiap-tiap fase serta menambahkan kecakapan di dalam perkembangan seseorang. V. Menurut Prof. Herman H. Horn, pendidikan adalah proses abadi dari penyesuaian lebih tinggi bagi makhluk yang telah berkembang secara fisk dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan seperti termanifestasikan dalam alam sekitar, intelektual, emosional dan kemauan dari manusia. VI. Menurut Prof. H. Mahmud Yunus, pendidikan adalah usaha-usaha yang sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak dengan tujuan peningkatan keilmuan, jasmani dan akhlak sehingga secara bertahap dapat mengantarkan si anak kepada tujuannya yang paling tinggi. Agar si anak hidup bahagia, serta seluruh apa yang dilakukanya menjadi bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat (http://imtaq.com/definisipendidikan-secara-umum/#_ftn1). Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia. Aspek keTuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui pendidikanpendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu akan berintegrasi dalam rohani para siswa/mahasiswa. Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya. Di Indonesia sendiri diajarakan cara bersopan santun terhadap orang lain, bagaimana bersikap dan bertutur kata kepada orang tua, teman, guru dan juga kepada diri sendiri. Cara bersopan santun sudah mulai diajarkan kepada anak/siswa sejak dini. 3

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah Pendidikan di Indonesia


5.1 Perkembangan IPTEK dan Seni 5.1.1 Perkembangan IPTEK Terdapat hubungan yang erat antara pendidikan dengan IPTEK. Ilmu pengetahuan merupakan hasil eksplorasi secara system dan terorganisasi mengenai alam semesta, dan teknologi adalah penerapan yang direncanakan dari ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Sebagai contonya yaitu sering suatu teknologi baru yang digunakan dalam suatu proses produksi menimbulkan kondisi ekonomi social baru lantaran perubahan persyaratan kerja, dan mungkn juga penguraian jumlah tenaga kerja atau jam kerja, kebutuhan bahan-bahan baru, system pelayanan baru, sampai kepada berkembangnya gaya hidup baru, kondisi tersebut minimal dapat mempengaruhi perubahan isi pendidikan dan metodenya, bahkan mungkin rumusan baru tunjangan pendidikan, otomatis juga sarana penunjangnya seperti sarana laboratorum dan ketenangan,. Semua perubahan tersebut tentu membawa masalah dalam skala nasional yang tidak sedikit memakan biaya. 5.1.2 Perkembangan Seni Kesenian merupakan aktivitas berkreasi manusia, secara individual ataupun kelompok yang menghasilkan sesuatu yang indah. Berkesenian menjadi kebutuhan hidup manusia. Melalui kesenian manusia dapat menyalurkan dorongan berkreasi (mencipta) yang bersifat orisinil (bukan tiruan)dan dorongan spontanitas dalam menemukan keindahan. Seni membutuhkan pengembangan. Di lihat dari tujuan segi pendidikan yaitu terbentuknya manusia seutuhnya, aktivitas kesenian mempunyai andil yang besar karena dapat mengisi pengembangan dominan afektif khususnya emosi yang positif dan konstruktif serta keterampilan di samping domain kognitif yang sudah di garap melalui program/bidang studi yang lain. Di lihat dari segi lapangan kerja, dewasa ini dunia seni dengan segenap cabangnya telah mengalami perkembangan pesat dan semakin mendapat tempat dalam kehidupan masyarakat. 5.2 Laju Pertumbuhan Penduduk Masalah kependudukan dan kependidikan bersumber pada 2 hal, yaitu : a. Pertambahan penduduk 4

Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka penyediaan prasarana dan sarana pndidikan beserta komponen penunjang terselenggaranya pendidikan harus di tambah. Dan ini berarti beban pembangunan nasional menjadi bertambah. Pertambahan penduduk yang dibarengi dengan meningkatnya usia rata-rata dan penurunan angka kematian, mengakibatkan berubahnya struktur kependudukan. Dengan demikian terjadi pergeseran permintaan akan fasilitas pendidikan. b. Penyebaran penduduk Penyebaran penduduk di seluruh pelosok tanah air tidak merata.Adadaerah yang padat penduduk dan ada pula yang jarang penduduknya. Hal itu akan menimbulkan kesulitan dalam penyediaan sarana pendidikan. Sebagai contohnya adalah dibangunnya SD kecil untuk melayani kebutuhan akan pendidikan di daerah terpencil, di samping SD yang regular. Disamping persebaran pendudukdengan pola statis tersebut, juga perlu diperhitungkan adanya arus perpindahan penduduk dari desa kekotayang terus menerus terjadi. Peristiwa ini menimbulkan pola yang dinamis dan labil yang lebih menyulitkan perencanaan penyediaan sarana pendidikan. Pola yang labil ini juga akan merusak pola pasaran kerja yang seharusnya menjadi acuan dalam pengadaan tenaga kerja. 5.3 Aspirasi Masyarakat Orang mulai melihat bahwa untuk dapat hidup yang lebih layak dan sehat harus ada pekerjaan yang tetap dan menopang, dan pendidikan memberikan jaminan untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan menetap itu. Pendidikan di anggap memberikan jaminan bagi peningkatan taraf hidup dan pendakian ditangga social. 5.4 Keterbelakangan Budaya dan Sarana Kehidupan Sesungguhnya tidak ada kebudayaan yang secara mutlak statis, tidak mengalami perubahan. Sekurang-kurangnya bagian unsur-unsurnya berubah jika tidak seluruhnya secara utuh. Tidak ada kebudayaan yang tidak berubah. Berubahnya unsur-unsur kebudayaan tersebut tidak selalu bersamaan satu dengan yang lain.Adaunsure yang lebih cepat dan ada yang lambat laun berubah, namun yang jelas terjadinya perubahan tidak pernah terhenti sepanjang masa, bahkan perubahan baru kea rah negative. Perubahan kebudayaan terjadi karena adanya penemuan baru dari luar maupun dari dalam masyarakat itu sendiri. Ketebelakngan budaya terjadi karena ; Letak geografis tempat tinggal suatu masyarakat (misal terpencil) 5

Penolakan masyarakat terhadap datangnya unsur budaya baru karena tidak dipahami atau karena dikhawatirkan akan merusak sendi masyarakat Ketidakmampuan masyarakat secara ekonomis menyangkut unsure kebudayaan tersebut Sehubungan dengan faktor penyebab terjadinya keterbelakangan budaya umumya dialami oleh: Masyarakat daerah terpencil Masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis Masyarakat yang kurang terdidik

6. Solusi dalam menghadapi permasalah yang ada


Untuk mengatasi masalah yang ada dalam pendidikan dibutuhkan turut ikut campur tangan pemerintah yang sangat besar dalam pengaruh pembentukan pendidikan yang baik. Pemerintah harusmenyediakan sarana pembelajaran yang memenuhi standar pendidikan, meratakan hak anak bangsa Indonesia untuk bersekolah dan mendapatkan biaya sekolah yang murah ataupun gratis, agar sumber daya manusia yang diciptakan-pun akan baik dan mempengaruhi masa depan Indonesia. Masalah kualitas guru di tingkatkan lagi, misalkan dalam menerima pekerja yang mendaftar menjadi guru lebih diperhatikan dan gaji guru pun disesuaikan agar guruguru menjadi semangat dan baik dalam mengajar dan juga dapat menciptakan siswa-siswa yang berprestasi. Dan untuk memacu siswa agar bias lebih berprestasi lagi, mungkin saja dengan menyesuaikan bagaimana cara pembelajaran siswa agar materinya dapat dimengerti oleh siswa. Tidak harus dengan cara memberikan banyak pekerjaan rumah, tapi bagaimana cara agar siswa tersebut bisa senang mendapat dengan segala macam materi, dan dengan sendirinya siswa tersebut juga akan mengerti apa yang dipelajarinya.

Objek Pendidikan Pendidikan adalah kemestian yang dilakukan negara untuk rakyatnya, harkat dan martabat kebangsaan kita tak terlepas dari kualitas pendidikan saat ini, tapi pantaskah pendidikan yang kita dapatkan hari ini? Pendidikan yang selayaknya untuk memanusiakan manusia, yang mengantarkan kita pada pola kehidupan yang beradab, dan beretika. Karena jangan sampai ada perampasan hak-hak rakyat oleh negara untuk memperoleh pendidikan yang layak. Pendidikan dalam pandangan Socrates adalah merupakan proses pengembangan manusia ke arah kearifan (wisdom), pengetahuan (knowledge), dan etika (conduct). Oleh karenanya mereka menilai bahwa intelektualitas adalah nilai pendidikan yang 6

paling tinggi (the intellectual virtues are assigned the highest rank in the hierarchy of virtues). Sehingga pendidikan mampu melahirkan insan-insan terpelajar yang mempunyai peranan penting dalam proses perubahan sosial di dalam masyarakat. Bangsa ini yang telah mengalami berbagai persoalan multidimensi dari sejak masa kemerdekaan hingga pasca reformasi belum terlihat adanya indikasi menuju kepada suatu bangsa yang ideal, republik yang dicita-citakan atau juga sebagai mana yang menjadi ideologi kita pancasila yaitu bangsa yang berdaulat dan negara berdemokrasi. Runtuhnya Orde Baru setidaknya menggugah kembali harapan untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik, yakni sistem pendidikan yang membebaskan masyarakat dari kebodohan, kemiskinan, dan penderitaan. Utamanya diharapkan agar reformasi politik dan ekonomi dapat dicapai dengan juga melakukan reformasi dan transformasi di bidang pendidikan. Darmaningtyas, seorang pengamat pendidikan yang masih relatif muda, bahkan menegaskan bahwa reformasi seharusnya dimulai dari pendidikan. Dari semua persoalan yang kini merajalela dan menghantui rakyat Indonesia pada umumnya, salah satu diantaranya adalah masalah pendidikan. Tapi perlu dipertimbangkan secara seksama bahwa untuk menuju suatu masyarakat social yang beradab, pendidikan adalah factor penunjang bagi personal dari parsial sebuah kelompok masyarakat atau suatu bangsa. Pendidikan kita cenderung berpihak memperkuat sistem yang ada yang notabene tidak memihak mayoritas rakyat miskin yang ada di struktur bawah, sistem pendidikan hari ini tidak menjanjikan untuk mencerdaskan anak bangsa, namun lebih condong menciptakan manusia-manusia mekanistik atau manusia yang siap pakai untuk kerja dengan menafikkan produk dalam bentuk yang organic dalam suatu bangsa, sehingga jangan heran bila sampai lebih setengah abad merdeka dari kolonialisme Belanda, tetap saja masyarakat kita masih seperti diawal abad sembilan belas, namun konteksnya (pelaku) saja yang agak beda. Kalau dizaman penjajahan kita dijajah oleh bangsa dari luar tetapi kini anak negeri yang menjajah bangsa sendiri. Penyakit anak bangsa sekarang ini yaitu sekolah hanya untuk mendapatkan mendapat ijasah formal, pekejaan dan hidup sejahterah bersama keluarga masing-masing, tapi apa yang terjadi setelah sekian tahun lamanya justru pendidikan formal yang sampai saat ini berlaku hanya memperbudak generasi dan pembodohan terjadi bagi mereka yang hidupnya penuh ketergantungan karna label formal (ijasah). Dan juga pendidikan formal terlalu mahal bagi sebagian rakyat Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan yang berjumlah puluhan juta orang. Hal ini di sebabkan oleh ideology pendidikan kita yang bersifat developmentalisme berarti pembangunan yang berarti akan dilahirkan tenaga-tenaga ahli untuk membangun dengan mengutamakan skill sehingga metode pengajaran yang dilakukan di sekolah-sekolah terbungkus oleh kapitalisme yang dicirikan dengan : - Individualisme. - Materialisme - Kesadaran semu - Keseragaman pola pikir dan hal ini memberikan dampak pendidikan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Akibat dari hal tersebut menyebabkan pendidikan semakin jauh dari pengertian sebelumnya dan wajar saja pendidikan Indonesia tertingal jauh dari negara-negara lain. Nilai-nilai diatas menyebabkan pendidikan Indonesia mengalami fatalisme. Jadi wajar saja ketika gelar akademik jadi tolak ukur mahar 7

kawin seorang wanita atau sebalinya,pelajar-pelajar melakukan tawuran, para mahasiswa berperang antar jurusan/fakultas, peringkat pertama atau index prestasi yang tinggi jadi suatu kebanggaan Sementara dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, ini sangat kontradiktif karena disatu sisi dalam konsep undang-undang secara tidak langsung ingin mencerdaskan rakyat Indonesia, namun disisi lain ternyata pendidikan hanya milik rakyat kelas menegah ke atas. Sehingga pertanyaan pertama kemudian apakah di negara ini hanya mereka yang bermodal saja yang dapat mengecam dunia pendidikan. Jadi wajarlah jika sebagian masyarakat kita sangat mudah diimingimingi oleh berbagai bentuk janji-janji belaka tanpa melihat dampak yang berakhir pada konflik internal, serta berapa juta anak jalanan yang senantiasa menanti rejeki dibawah lampu merah kota-kota besar tanpa mengenal siang dan malam, panas maupun hujan hanya karena orang tua dengan penghasilan kecil ditambah dengan mahalnya dunia pendidikan bagi mereka. Untuk itu kesenjangan social di kota maupun didaerah sangat jelas untuk disimak secara langsung dengan mata telanjang, tindakan kriminal yang dilakukan oleh mereka pun karena kebutuhan hidup yang menuntut, namun sebenarnya mereka sadar bahwa itu adalah perbuatan yang tidak terpuji, kemana lagi lagi mereka harus mencari untuk mendapatkan penghasilan yang layak sementara kejamnya waktu terus bergulir tanpa melihat segelintir manusia yang kelaparan karena tidak ada lowongan kerja, lahan kosong menjadi milik pribadi pemodal dan kebutuhan pokok yang terus naik dan takkan pernah turun kembali untuk menyeimbangi fenomena kehidupan kaum ploletar. sehingga pertanyaannya adalah bagaimana bisa negara yang kaya raya akan sumber daya alamnya namun masyrakat miskin masih banyak terlihat hidup dalam penuh kemiskinan. Dalam masyrakat modern di kancah global bila Indonesia ingin disejajarkan dengan yang lainnya maka perlu banyak berbenah diri dari dalam, artinya janganlah terlalu menonjolkan sesuatu dengan yang pada dasarnya menjadi kebanggaan bangsa sendiri, tetapi cobalah memahami apa yang masih kurang dan perlu pembenahan diantara masyarakat kita. Karena itu dapat membuat kita angkuh dalam berbangsa dan bernegara sehingga melupakan fenomena kelas bawah yang terus menjerit, menangis karena hak-hak mereka sebagai warga negara yang tak terealisasikan dengan baik dan merata. Melihat Malaysia yang dahulu ditahun Tujuh Puluhan mengirim mahasiswanya ke Indonesia untuk belajar dengan ribuan jumlahnya. Kini mereka balik setelah mendapatkan apa yang dicari, lalu di abdikan buat bangsa dan negaranya sendiri. Sementara kita masih berputar-putar pada penegakak point-point reformasi yang sampai saat ini masih kabur, khususnya koruptor-koruptor yang masih bebas hukum dan konstribusi terbesar awal mula terjadinya krisis moneter menimpa bangsa kita beberapa tahun yang lalu sehingga negara bukan lagi untuk mengayomi rakyatnya, tetapi menjadi alat penindasan dan untuk menguntungkan segelintir manusiamanusia kapital. Dengan melihat perkembangan bangsa lain yang begitu pesat menimbulkan pertanyaan yang baru, dimanakah letak peran intelektual kita yang katanya memahami kondisi sosial kultur negara sendiri dalam mengatasi polemik bangsa yang tak kunjung berujung sementara solusi dan ide cemerlang sebagai pahlawan untuk mengatasinya. Bagaimana produk lembaga pendidikan yang telah beberapa 8

kali mengalami revisi undang-undang system pendidikan nasional menyiapkan manusia-manusia organic saat ini. Oleh sebab itu, relevansi pendidikan formal saat ini untuk konteks Indonesia telah mengalami dekadensi dan distorsi nilai dari yang sebenarnya . maka pendidikan formal sekarang tidak pernah menjamin melahirkan manusia cerdas yang bermoral untuk berbangsa dan bernegara dimasa akan datang, untuk itu masih perlu pembenahan, lebih khusus buat pendidik yang masih minim menguasai suatu spesifikasi ilmu. Selain dari itu factor proses belajar mengajar yang masih berlakukan anak didik sebagai objek, kuranganya komunikasi merupakan salah satu factor yang menyebabkan terjadinya disorientasi pendidik dan terdidik, bagaimana mungkin seorang peserta didik begitu gembira dengan tak hadirnya sang pendidik? Peserta didik seolah lepas dari penjara yang menakutkan dan membosankan, sementara interaksi yang ideal antara peserta didik dengan pendidiknya ketika ilmu yang dijadikan objek sehingga tercipta suasana dialogis. Dan yang paling krusial yaitu mahalnya pendidikan bagi masyarakat kita. Sehingga anekdot pendidikan hanya buat yang kaya adalah sebuah kebenaran karena orang miskin di larang sekolah.

Dalam dunia globalisasi sekarang ini, perspektif industri adalah tujuan akhir dari pergulatan panjang neoliberalisme, kapitalisme, dan imperialism modern.dimana kekuatan modal akan jadi penentu segala keputusan pentin. Gejala kritis pendidikan yang terkait dengan kecenderungan negatif yang melanda negeri kita sebagai akibat globalisasi adalah bahwa pendidikan dijadikan sebagai arena bisnis terutama untuk meningkatkan penghasilan, bukan untuk meningkatkan kreativitas pembelajarannya. Persaingan ketat dalam dunia bisnis yang menjurus ke arah rivalitas yang negatif dengan berbagai dampaknya merasuk juga dalam dunia sekolah. Situasi kompetitif memperlihatkan bahwa pelaku bisnis bukan menganggap sesamanya sebagai sejawat seperjuangan dalam mencapai suatu kondisi kehidupan ekonomi yang sehat, melainkan pelaku bisnis beranggapan bahwa rekan bisnis adalah saingan (rival) yang harus ditaklukkan Pendidikan menjadi faktor determinan dalam mendorong percepatan mobilitas masyarakat, yang mengarah pada pembentukan formasi sosial baru. Formasi sosial baru ini terdiri atas lapisan masyarakat kelas menengah terdidik, yang menjadi elemen penting dalam memperkuat daya rekat sosial (social cohesion). Pendidikan yang melahirkan lapisan masyarakat terdidik itu menjadi kekuatan perekat yang menautkan unit-unit sosial di dalam masyarakat: keluarga, komunitas, perkumpulan masyarakat, dan organisasi sosial yang kemudian menjelma dalam bentuk organisasi besar berupa lembaga negara. Dengan demikian, pendidikan dapat memberikan sumbangan penting pada upaya memantapkan integrasi social, tanpa sekat. Menjamurnya sekolah yang konon bertarap internasional adalah salah satu indikasi yang nyata tentang swastanisasi pendidikan menuju industry. Betapa tidak dengan tawaran kualitas terbaik ternyata berbanding lurus dengan bayaran yang begitu mahal, dan sekali lagi itu cuma akan dinikmati oleh kalangan elit-elit berduit, kualitas bukan lagi jadi acuan kerangka pengembangan basis pendidikan, akan tetapi lebih pada persoalan kaya dan miskin. Padahal dari segi kualitas pendidikan, pada dasarnya ditandai dengan meningkatnya pelaksanaan penelitian-penelitian 9

khususnya penelitian dasar (basic research). Hasil penelitian-penelitian tersebut telah terpadu dalam perkembangan teknologi yang merupakan kekuatan pendorong utama dari perubahan-perubahan yang terjadi didalam masyarakat. Pendidikan hasil industry cuma akan menghasilkan output yang apatis, skeptis dan naf. Nilai-nilai kemanusiaan cuma akan menghiasi dinding-dinding retorika belaka, yang minus kualitas dan respek social diantara kita. Dengan sering mengabaikan kualitas pembelajaran, pengaruh dari sikap dan ciri penyelenggaraan pendidikan yang masih ditandai oleh ciri-ciri rivalitas yang tidak sehat ini akan berdampak luar biasa pada anak-anak kita (yang berada dalam tahap perkembangan kritis), dan sedang dalam fase mencari identitasnya, mendudukkan diri antara situasi aktual dan situasi ideal. Kita masih jauh dari pemenuhan kebutuhan pendidikan yang merata bagi seluruh rakyat. Kalau pembangunan dikatakan memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin, maka akibat logisnya adalah semakin melebarnya jurang antara si terdidik dengan si tidak terdidik. Pendidikan bukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi mencerdaskan orang yang sudah cerdas. Orang-orang yang sudah cerdas adalah kelompok the upper class yang kaya dan terdidik serta memiliki akses ke pendidikan. Mereka inilah yang sebenarnya sangat menikmati pendidikan. Jelas sekali, fenomena empirik di atas merupakan suatu ketidakadilan yang melanda dunia pendidikan kita. Ketidakadilan itu dapat disebabkan beberapa hal: Pertama, pemerintah seolah tidak merasa bahwa pendidikan ini penting. Kalaupun dianggap penting, maka itu sebatas retorika. Tidak ada konsistensi dalam kebijakan pendidikan, berubah-ubahnya kurikulum dan system pendidikan kita mengindikasikan bahwa pendidikan selalu dijadikan tempat membuat eksperimen, rancangan Undang-Undang BHP yang menuai banyak kontroversi akhirnya dibatalkan oleh MK, serta rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi adalah salah satu komersialisasi pendidikan yang akan cuma menguntungkan pihak kapitalis. Yang ujung-ujungnya peserta didik diperlakukan sebagai obyek dan itupun bagi yang berkantong tebal. Kedua, karena itu anggaran pendidikan yang tak mumpuni. Bahkan cenderung sangat kecil. Bidang pendidikan adalah kehidupan yang miskin. Ini merupakan salah satu bukti bahwa pemerintah masih belum mampu memberikan pelayanan pendidikan yang baik dan berkualaitas pada rakyatnya Ketiga, karena pemerintah terlalu menempatkan pembangunan politik dan ekonomi di atas segala-galanya. Bidang pendidikan masih belum bisa dijadikan takaran sukses bagi penguasa dalam menilai kinerja politiknya, padahal dalam konteks ini pendidikan mestinya diciptakan untuk menunjang laju pembangunan itu sendiri, Formalisasi kualitas pendidikan hendaknya bukan lagi pada hal-hal yang sifatnya statistic, dan angka-angka, tapi bagaiman kemudian pemerintah mampu memberikan pelayanan pendidikan yang memadai, dicintai berbagai kalangan, tak diskriminatif, tanpa momok yang menakutkan lagi, sehingga pendidikan mampu melahirkan manusia-manusia yang beradab, beretika dan yang lebih penting adalah memanusiakan manusia Indonesia seutuhnya.

Semakin tertinggalnya pendidikan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain, harusnya membuat kita lebih termotivasi untuk berbenah diri. Banyaknya masalah pendidikan yang muncul ke permukaan merupakan gambaran praktek pendidikan 10

kita. Sebagai siswa dan sekaligus sebagai calon pendidik, kami merasakan ketimpangan-ketimpangan pendidikan, seperti : 1. Kurikulum Kurikulum kita yang dalam jangka waktu singkat selalu berubah-ubah tanpa ada hasil yang maksimal dan masih tetap saja. Gembar-gembor kurikulum baru, katanya lebih baiklah, lebih tepat sasaran. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis dalam mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum. Perubahan kurikulum yang terus-menerus, pada prateknya kita tidak tau apa maksudnya dan yang beda hanya bukunya. Pemerintah sendiri seakan tutup mata, bahwa dalam prakteknya Guru di Indonesia yang layak mengajar hanya 60% dan sisanya masih perlu pembenahan. Hal ini terjadi karena pemerintah menginkan hasil yang baik tapi lupa dengan elemenelemen dasar dalam pendidikan. Contohnya guru, banyak guru honorer yang masih susah payah mencukupi kebutuhannya sendiri. Kegagalan dalam kurikulum kita juga disebabkan oleh kurangnya pelatihan skill, kurangnya sosialisasi dan pembinaan terhadap kurikulum baru. Elemen dasar ini lah yang menentukan keberhasilan pendidikan yang kita tempuh. Menurut slogan jawa, guru itu digugu dan ditiru, tapi fakta yang ada, banyak masyarakat yang memandang rendah terhadap profesi guru, padahal tanpa guru kita tidak akan bisa menjadi seperti sekarang ini. 2. Biaya Akhir-akhir ini biaya pendidikan semakin mahal, seperti mengalami kenaikan BBM. Banyak masyarakat yang memiliki persepsi pendidikan itu mahal dan lebih parahnya banyak pula pejabat pendidikan yang ngomong, kalau pengen pendidikan yang berkualitas konsekuensinya harus membayar mahal. Pendidikan sekarang ini seperti diperjual-belikan bagi kalangan kapitalis pendidikan dan pemerintah sendiri seolah membiarkan saja dan lepas tangan. Sekarang ini memang digalakan program wajib belajar 9 tahun dengan bantuan Bos. Tapi bagaimana dengan daerah-daerah yang terpencil nan jauh disana?? Apa mereka sudah mengenyam pendidikan?? Padahal mereka sebagai WNI berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Akhir-akhir ini pemerintah dalam system pendidikan yang baru akan membagi pendidikan menjadi dua jalur besar, yaitu jalur formal standar dan jalur formal mandiri. Pembagian jalur ini berdasarkan perbedaan kemampuan akademik dan finansial siswa. Jalur formal mandiri diperuntukkan bagi siswa yang mapan secara akademik maupun finansial. Sedangkan jalur formal standar diperuntukkan bagi siswa yang secara finansial bisa dikatakan kurang bahkan tidak mampu. Hal ini saya rasa sangat konyol, bukankah kebijakan ini sama saja dengan mengotakkotakan pendidikan kita, mau dikemanakan pendidikan kita bila kita terus diam dan pasrah menerima keputusan Pemerintah?? Ironis sekali bila kebijakan ini benarbenar terjadi. 3. Tujuan pendidikan Katanya pendidikan itu mencerdaskan, tapi kenyataannya pendidikan itu menyesatkan. Bagaiamana tidak? Lihat saja kualitas pendidikan kita hanya diukur 11

dari ijazah yang kita dapat. Padahal sekarang ini banyak ijazah yang dijual dengan mudahnya dan banyak pula yang membelinya (baik dari masyarakat ataupun pejabat-pejabat). Bukankah ini memalukan?? Berarti kalau kita punya uang maka kita tidak usah sekolah tapi sama dengan yang sekolah karena memiliki ijasah. Harusnya pendidikan itu menciptakan siswa yang memiliki daya nalar yang tinggi, memiliki analisis tentang apa yang terjadi sehingga bila di terjunkan dalam suatu permasalahan dapat mengambil suatu keputusan.

VII. KESIMPULAN
Kualitas pendidikan di Indonesia sebenarnya tidak kalah dengan kualitas pendidikan di luar negeri, hanya saja masih banyak kendalanya. Menurut penulis, kendala dalam pendidikan harusnya tidak mematahkan semangat untuk belajar. Karena pembelajaran tidak hanya didapat dari kegiatan belajar di sekolah atau tempat pembelajaran formal, tetapi dari lingkungan sekitar. Banyak membaca juga merupakan pendidikan. Oleh karena itu harusnya tidak ada alasan untuk tidak belajar, karena pendidikan bisa didapat tidak hanya di sekolah tapi dimana pun kita berada.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Abdul Halim Wicaksono, 2010. Definisi Pendidikan secara umum. Diakses dari http://imtaq.com/definisi-pendidikan-secara-umum/#_ftn1 pada tanggal 4 April 2012 Chainur Arasjjid. 2004, Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika Moh. Mahfud. 1999, Pergulatan Politik Dan Hukum Di Indonesia. Yogyakarta : GAMA MEDIA Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, 2004. Dasar-dasar Politik Hukum. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada Emmanuel Sujatmoko. 2010, Hak Warga Negara Dalam Memperoleh Pendidikan. Jakarta : Sekretariat Jendral Dan Kepaniteraan Mahkamah konstitusi Abdul Wahid. 2010, Pembatalan Uu Bhp dan Pendidikan Berbasis Humanistik. Jakarta : Sekretariat Jendral Dan Kepaniteraan Mahkamah konstitusi

12

Anda mungkin juga menyukai