Anda di halaman 1dari 22

Komunikasi Politik dan Komunikator Politik

(Resume atas buku dari Dan Nimmo: Political Communication and Pubic Opinion in America mengenai Komunikasi dan Komunikator Politik)

TUGAS TERSTRUKTUR
Diajukan sebagai salah satu bentuk penugasan Mata Kuliah Komunikasi Politik Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Jenderal Soedirman

Disusun Oleh:

- F1C010014
- F1C010023 - F1C010058

David Dominggo Faiz Ridhal Malik Egi Adyatama

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI PURWOKERTO 2012

KATA PENGANTAR

Kehidupan kita sehari-hari dipenuhi dengan interaksi. Interaksi yang kita lakukan adalah dengan cara saling berkomunikasi antara yang satu dengan lainnya, baik itu hal-hal yang sering kita jumpai dan lazim dilakukan seperti berdiskusi, curhat, bertransaksi hingga hal-hal yang bersifat formal seperti, rapat organisasi, sidang dan lain sebagainya. Baik sadar atau tidak, komunikasi yang kita lakukan sehari-hari ternyata mengandung banyak hal di dalamnya, salah satunya adalah politik. Secara sekilas, kita sebagai masyarakat awam mungkin memandang hanya ada sedikit keterkaitan, atau bahkan tidak ada keterkaitan antara komunikasi dengan politik. Namun, kenyataannya ada kemiripan antara komunikasi dengan politik. Secara etimologi, komunikasi berasal dari kata comunicatio atau comunis yang artinya sama. Jadi berdasarkan etimologi, komunikasi adalah proses penyamaan makna antara komunikator dengan komunikan. Seperti yang kita ketahui, untuk menyamakan makna kita harus memiliki power untuk mempengaruhi orang lain dalam merubah pola pikirnya. Bila sudah berkaitan mengenai power dan pengaruh kita sudah membicarakan politik. Oleh sebab itu, politik adalah pembicaraan, atau lebih tepat, kegiatan berpolitik adalah berbicara. Mark Roelofs, menekankan bahwa politik tidak hanya pembicaraan, juga tidak semua pembicaraan adalah politik. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai apa itu komunikasi, politik dan keterkaitan antara komunikasi dan politik, berikut akan dibahas lebih dalam lagi.

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................................ 1 1.2 Tujuan dan Kegunaan Penugasan ............................................................................. 2 1.2.1 Tujuan Penugasan ......................................................................................... 2 1.2.2 Kegunaan Penugasan .................................................................................... 2 1.3 Sistematika Penulisan ............................................................................................... 2 BAB II POKOK PERMASALAHAN ............................................................................... 4 2.1 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4 BAB III ISI ......................................................................................................................... 5 3.1 Definisi...................................................................................................................... 5 3.1.1 Definisi Komunikasi ..................................................................................... 5 3.1.2 Definisi Politik .............................................................................................. 5 3.1.3 Definisi Opini Publik .................................................................................... 6 3.2 Proses Opini Publik................................................................................................... 6 3.3 Komunikator Politik: Politik dan Opini Politik ........................................................ 7 3.3.1 Politikus Sebagai Komunikator Politik ......................................................... 7 3.3.2 Profesional Sebagai Komunikator Politik ..................................................... 8 3.3.3 Aktivis Sebagai Komunikator Politik ........................................................... 9 3.4 Komunikator Politik dan Kepemimpinan Politik...................................................... 9 3.4.1 Karakteristik Kepemimpinan Politik ........................................................... 9 3.4.1.1 Teori Sifat Tersendiri .................................................................. 10 3.4.1.2 Teori Konstelasi Sifat ................................................................. 10 3.4.1.3 Teori Situasionalis ...................................................................... 10 3.4.1.4 Teori Interaksi ............................................................................. 11 3.4.2 Peran Komunikator Politik Ditinjau dari Perspektif Kepemimpinan ......... 12 3.4.2.1 Tugas dan Emosi dalam Kepemimpinan .................................... 12 3.4.2.2 Pimpinan Organisasi dan Pimpinan Simbolik dalam Politik ...... 13 3.4.2.3 Ikatan Komunikasi Antara Pemimpin dan Pengikutnya ............. 14 3.4.2.4 Citra Raykat Tentang Komunikator dan Pimpinan Politik ......... 15 3.4.2.5 Karakteristik Sosial Pemimpin Politik ....................................... 15 3.4.2.6 Pemilihan Pimpinan Politik ........................................................ 16 3.5 Ketidakpartian dalam Peran Komunikator Politik Kontemporer ............................ 17 iii

3.5.1 Profesionalisme ........................................................................................... 17 3.5.2 Karakteristik................................................................................................ 17 3.5.3 Peran ........................................................................................................... 17 BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 18 4.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 18 4.2 Saran ....................................................................................................................... 18

iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa kini istilah politik begitu sering kita dengar secara gamblang baik melalui media maupun secara langsung. Keberadaan politik sendiri kini dianggap sebagai hal yang penting karena kini semakin terbukti bahwa seuatu perpolitikan bisa berpengaruh pada khalayak banyak. Keberadaan politik yang begitu penting membuat banyak orang mulai memahami seperti apa sejatinya politik tersebut. Tak dapat dipungkiri kini sebagian besar masyarakat mulai melek akan keberadaan politik di sekitar mereka. Hal itu tentunya sangatlah bagus mengingat mereka juga memiliki hak keikutsertaan diri dalam dunia perpolitikan. Namun sangat disayangkan jika mereka tidak mempunyai dasar pasti akan sesuatu yang disebut dengan politik itu sendiri. Selain keberadaan politik itu sendiri, Dan Nimmo dalam bukunya yang berjudul Political Communication and Pubic Opinion in America memiliki anggapan bahwa keberadaan politik tidak bisa lepas dengan aspek komunikasi. Selain memiliki keterkaitan yang kuat, keduanya juga memiliki fungsi saling komplementasi untuk memenuhi masing-masing aspeknya. Singkatnya,

keberadaan komunikasi dan politik akan segaris searah sesuai dengan penerapannya. Kini banyak tokoh-tokoh politik yang mulai membentuk citra mereka melalui cara berbicara, bentuk penampilan, sistemasi komunikasi yang mereka lakukan hingga berkomunikasi mengikuti pola komunikasi yang mainstream masyarakat. Hal tersebut membuktikan bahwa kini perpolitikan kita semakin erat kaitannya dengan dunia komunikasi.

Tapi seperti apakah suatu hal yang sering kita sebut dengan politik dan bentuk konkret seperti apakah kaitan antara aspek komunikasi dengan suatu perpolitikan?

1.2 Tujuan dan Kegunaan Penugasan 1.2.1 Tujuan Penugasan Tujuan dari penugasan ini adalah untuk memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai politik dan komunikasi secara umum. Selain itu, keberadaan erat antara komunikasi dan politik juga menuai harapan pada penugasan ini sebagai bentuk pemahaman seperti apa kaitan antara politik dan komunikasi, serta mengetahui secara umum mengenai komunikator politik. 1.2.2 Kegunaan Penugasan Motivasi akan dibuatnya penugasan ini adalah kebutuhan akan memahami lebih baik lagi mengenai perpolitikan, komunikasi beserta kaitan diantaranya. Selain itu Keberadaan komunikator politik jug bisa dijadikan suatu bahasan yang menarik. Bentuk penugasan ini hanyalah sebagai dasar dari beberapa hal yang telah disebutkan di atas, tapi penugasaan ini setidaknya memiliki kontribusi dalam penambahan dasar atas penelitian ataupun penugasan yang lebih lanjut akan bidang ini. 1.3 Sisitematika Penulisan Penugasan ini menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I. Pendahuluan Bab ini mengulas tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II. Pokok Permasalahan Bab ini berisi tentang permasalahan apa saja yang hendak dibahas dalam suatu rumusan masalah.

BAB III. ISI Bab ini berisi pembahasan dari setiap masalah dan pokok permasalah yang telah disajikan atau pembahasan secara rinci dari setiap pokok permasalahan. BAB IV. Penutup Bab ini berisi kesimpulandan saran untuk penugasan selanjutnya. Kesimpulan merupakan jawaban atas rumusan masalah yang telah dikemukakan dan pencapaian tujuan penugasan.

BAB II POKOK PERMASALAHAN

2.1 Rumusan Masalah Politik dengan komunikasi memiliki kaitan yang sangat erat, tertutama pada poin-poin terakhir menitikberatkan kepada tokop komunikasi politik itu sendiri yang biasa disebut sebagai komunikator politik. Selain tokoh politik itu sendiri, keberadaan masyarakat yang melek politik itu sendiri mulai terlihat jelas membuat kebutuhan akan pengertian politik yang paling mendasar begitu tinggi baik itu dikalangan awam maupun dikalangan elit politis sekalipun. Hal itu dibutuhkan agar jalannya proses politik itu sendiri tidak melenceng dari pendefinisian politik yang semestinya. Selain itu juga keberadaan komunikasi yang begitu melekat erat dengan politik ini membuat pembentukan strategi politik baru dikalangan pelakunya. Dan dari berbagai hal itu memicu suatu pertanyaan atau rumusan masalah seperti berikut: Seperti apakah politik dan komunikasi itu? Apa bentuk kaitannya antara politik dan komunikasi? Apa itu dan seperti apakah bentuk-bentuk komunikator politik itu?

BAB III ISI

3.1 Definisi 3.1.1 Definisi Komunikasi Dalam buku ini, penulis mengartikan Komunikasi sebagai proses interaksi sosial yang digunakan orang untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia (yang berdasarkan itu mereka bertindak) dan untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol. Jadi, komunikasi berlangsung melalui transaksi simbol, diucapkan atau tidak,dituliskan atau tidak, orang yang bertukar dan berbagi citra dan, dengan berbuat demikian, menciptakan makna-makna yang baru. 3.1.2 Definisi Politik Politik, dalam buku ini, mengartikan nya sebagai kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan mereka di dalam konflik sosial, maka didasarkan pada dua penertian dasar diatas, maka buku ini menyimpulkan bahwa Politik, seperti komunikasi, adalah proses, dan seperti komunikasi, politik melibatkan pembicaraan. Hal ini bukan pembicaraan dalam arti sempit seperti kata yang diucaopkan, melainkan pembicaraan dalam arti yang lebih inklusif, yang berarti segala cara orang bertukar simbol kata-kata yang dituliskan dan diucapkan, dambar, gerakan, sikap tubuh, perangai dan pakaian. Ilmuwan politik Mark Roelofs mengatakan dengan cara sederhana, Politik adalah pembicaraan, atau lebih tepat, kegiatan politik (berpolitik) adalah berbicara. Ia menekankan bahwa politik tidak hanya pembicaraan, juga tidak semua pembicaran adalah politik. akan tetapi. hakikat penglaman politik, dan bukan hanya kondisi dasarnya, ialah bahwa ia adalah kegiatan berkomunikasi antara orang-orang.

3.1.3 Definisi Opini Publik Jika ditinjau dari definisinya, opini memiliki banyak arti dimana berbagai definisi itu membuahkan suatu kesimpangsiuran. Namun jika disimpulkan secara sederhana, opini ialah tindakan mengungkapkan apa yang dipercayai, dinilai, dan diharapkan pada objek-objek atau situasi tertentu. Dalam hal komunikasi politik, suatu opini publik merupakan hasil dari proses politik dimana dalam interaksi tersebut memunculkan pengharapan-pengharapan, gagasan dan pendapat akan tokoh komunikator politik tersebut.

3.2 Proses Opini Publik Sebagaimana kepada politik, komunikasi juga merupakan kunci kepada opini piblik. Setelah semuannya beres, proses politik dan opini adalah aspekaspek dan tahap-tahap komunikasi. Oleh sebab itu, cocok sekali untuk menggunakan perspektif komunikasi dalam mempelajari opini publik. Dalam mengkaji perspektif komunikasi pada opini publik, Harold Lasswell mengemukakan cara yang mudah dalam melukiskan suatu tindakan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut : Siapa (Who)? Merupakan pelaku utama/pihak yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi atau memulai suatu komunikasi. Bisa seseorang individu, kelompok, organisasi, maupun suatu negara sebagai komunikator. Mengatakan Apa (Says What)? Pertanyaan ini ditujukan untuk mengidentifikasi apa yang akan disampaikan kepada penerima/komunikan, dari komunikator atau isi informasi. Inforamasi ini berupa separangkat simbol verbal/non verbal yang mewakili perasaan, gagasan, nilai sumber tadi. Dengan Saluran Apa (In Which Channel)? Merupakan alat untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan baik secara langsung (bertatap muka langsung), maupun tidak langsung (via media perantara seperti TV, radio dll).

Kepada Siapa (To Whom)? Merupakan orang/organisasi/kelompok yang menerima pesan dari sumber atau komunikator. Disebut tujuan (destination)/ pendengar/ khalayak/ komunikan dll.

Dengan Akibat Apa (With What Effect)? Merupakan dampak / efek yang terjadi pada komunikan setelah menerima pesan dari sumber, seperti perubahan perilaku, bertambahnya ilmu dll.

3.3 Komunikator Politik : Politik dan Opini Publik Dalam buku ini, dijelaskan bahwa salah satu ciri komunikasi ialah bahwa orang jarang dapat menghindari dari keturutsertaan. Dalam arti yang paling umum, karena itu, kita semua adalah komunikator. Begitu pula siapa pun yang dalam setting politik adalah komunikator politik. Namun, meskipun mengakui bahwa setiap orang boleh berkomunikasi tentang politik, kita mengakui bahwa relatif sedikit yang berkomunikasi tentang politik, setidak-tidaknya yang melakukannya secara tetap dan sinambung. Mereka yang sedikit ini biasa juga disebut pemimpin dalam proses opini. Ada tiga kategori para komunikator politik utama ini. Mereka yaitu Politikus yang bertindak sebagai komunikator politik, komunikator professional dalam politik, dan aktivis atau komunikator paruh waktu (part-time). Berikut uraian nya. 3.3.1 Politikus Sebagai Komunikator Politik Buku ini mengartikan politikus sebagai orang yang bercita-cita dan atau memegang jabatan pemerintah, yang otomatis mereka harus dan memang berkomunikasi tentang politik. Pekerjaan mereka merupakan aspek utama dari kegiatan mereka. Daniel Katz mengklasifikasikan dua bentuk pelayanan yang dipunyai politikus yang paling menonjol. Yang pertama dia kriteriakan sebagai politikus yang berkomunikasi sebagai wakil suatu kelompok. Jenis ini, menurutnya mempunyai tujuan mempengaruhi alokasi ganjaran dan mengubah struktur sosial yang ada atau mencegah perubahan demikian. Pesan-pesan politikus jenis ini mengajukan dan
7

atau melindungi tujuan kepentingan politik, yang berarti komunikator politik mewakili mewakili kepentingan kelompok. Sedangkan jenis kedua yaitu Ideolog. Jenis ini berbeda dengan jenis sebelumnya. Ideolog tidak begitu terpusat perhatiannya pada desakan tuntutan kepentingan kelompok. Ia lebih menyibukan dirinya untuk menentukan tujuan kebijakan yang lebih luas, mengusahakan reformasi, dan bahkan mendukung perubahan revolusioner. Ideolog itu terutama berkomunikasi untuk membelokan mereka kepada satu tujuan, bukan mewakili kepentingan mereka dalam tawar menawar dan mencari kompromi. 3.3.2 Professional Sebagai Komunikator Politik Komunikator professional adalah peranan sosial yang realtif baru, suatu hasil sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya mempunyai dua dimensi utama : munculnya media massa yang memintasi batas-batas rasial, etnis, pekerjaan, wilayah dll untuk meningkatkan kesadaran identitas nasional. Dan satu lagi adanya perkembangan serta merta dari media khusus yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan. Disini, komunikator professional merupakan orang yang mengendalikan keterampilan yang khas dalam mengolah simbol-simbol dan yang memanfaatkan keterampilan ini untuk menempa mata rantai yang menghubungkan orang-orang yang jelas perbedaannya atau kelompok-kelompok yang dibedakan. Maka dapat dilihat, bahwa komunikator professional merupakan manipulator dan makelar simbol yang menghubungkan para pemimpin dengan para pengikut. Namun menurut James Carey, perbedaan karakteristik komunikator professional adalah pesan yang dihasilkan nya tidak memiliki hubungan yang pasti dengan pikiran dan tanggapan nya sendiri. Para professional ini menjual keahliannya ini tanpa memperhatikan kesukaan atau ketaksukaannya kepada suatu kepentingan maupun khalayak. Professional pun bisa dibagi menjadi dua jenis, yaitu jurnalis dan promotor. Jurnalis secara khas adalah karyawan organisasi berita yang menghubungkan sumber berita dengan khalayak. Mereka bisa mengatur para pemimpin pemerintah

untuk berbicara satu sama lain, menghubungkan para pemimpin dengan publik umum, menghubungkan publik umum dengan para pemimpin dan membantu menempatkan masalah dan peristiwa pada agenda diskusi publik. Berbeda dengan prmotor yang merupakan orang yang dibayar untuk mengajukan kepentingan tertentu. 3.3.3 Aktivis Sebagai Komunikator Politik Buku ini mendekatkan definisi aktivis ini, sebagai seorang Juru Bicara bagi kepentingan organisasi. Pada umumnya, orang ini tidak memegang ataupun mecita-citakan jabatan pemerintah. Juru bicara ini juga bukan seorang professional dalam komunikasi. Namum, ia cukup terlibat baik dalam politik maupun dalam komunikasi politik. berbicara untuk kepentingan yang

terorganisasi merupakan peran serupa dengan peran politikus yang menjadi wakil partisan, yakni mewakili tuntutan keangotaan suatu organisasi dan tawar menawar untuk pemeriksaan yang menguntungkan. Dalam hal lain jurubicara ini sama dengan jurnalis, yaitu melaporkan keputusan keputusan dan kebijakan pemerintahan kepada anggota organisasi.

3.4

Komunikator Politik dan Kepemimpinan Politik

3.4.1 Karakteristik Kepemimpinan Politik Ada banyak sekali pernyataan yang menyebut dirinya sebagai dafinisi dari kepemimpinan. Beberapa diantaranya antara lain; 1) Seperangkat fungsi kelompok yang harus terjadi di dalam setiap kelompok jika kelompok itu harus berperilaku secara efektif untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya.; 2) Proses ketika seorang individu secara konsisten menimbulkan lebih banyak pengaruh daripada orang lain dalam melaksanakan fungsi-fungsi kelompok.; Dan ada juga 3) Kepemimpinan adalah suatu proses kelompok. Namun, seorang yang telah lama meneliti tentang kepemimpinan ini, Ralph M. Stogdill mengambil kesimpulan atas beberapa definisi tersebut menjadi kepemimpinan melibatkan proses kelompok, pengaruh kepribadian, seni meminta kerelaan, penggunaan pengaruh, persuasi, pencapaian tujuan, interaksi,
9

peran-peran yang diperbedakan, dan pembentukan struktur dalam kelompokkelompok. Dari pendefinisan tersebut dapat kita lihat bahwa suatu kepemimpinan itu adalah hal yang kompleks karena memiliki banyak aspek yang bisa saling mempengaruhi. Kompleksivitas tersebut juga semakin didukung dengan adanya 4 (empat) teori mengenai kepemimpinan yang mendominasi kepustakaan dan bisa dijadikan acuan kita untuk mengerti akan kepemimpinan. Empat teori itu terdiri dari: 3.4.1.1 Teori Sifat Tersendiri Teori ini mennyatakan bahwa seorang pemimpin adalah berbeda dari massa rakyat karena mereka memiliki sifat yang tersendiri dan begitu dihargai. Dalam teori ini kida dapat menemui 2 (dua) variasi tema. Variasi yang pertama adalah orang yang memiliki keinginan, sifat, dan kemampuan istimewa yang muncul sewaktu-waktu dalam sejarah dan mampu untuk melakukan hal yang besar. Contohnya saja napoleon Bonaparte, Mahatma Gandhi, dll. Lalu bentuk variasi yang kedua akan membuahkan 3 jenis pemimpin. Yang pertama adalah pemimpin yang memunculkan kadiah-kaidah baru, lalu yang kedua adalah jenis pemimpin yang mengabdi dengan tujuan besar serta mulia dan yang ketiga adalah jenis pemimpin yang mendominasi orang lain. 3.4.1.2 Teori Konstelasi Sifat Dalam teori ini, pemimpin memiliki sifat yang sama dengan orang lain pada umumnya, namun beberapa sifat itu memiliki kadar yang lebih dan doiminan dibandingan yang lainnya. Namun sayangnya, teori ini kurang begitu bisa diterapkan karena banyak sekali kasus dimana orang dengan gambaran tersebut mampu dan pantas untuk menjadi pemimpin, dan tak jarang pula orang yangtidak seperti itu berhasil menjadikan dirinya sebagai seorang pemimpin. 3.4.1.3 Teori Situasionalis Teori ini berkaitan erat dengan kondisi waktu, tempat dan keadaan yang mendorong seseorang untuk mampu menjadi pemimpin dan yang lain menjadi

10

pengikut. Namun sekali lagi teori ini dianggap kurang efektif karena dengan variabel yang demikian kita akan mendapat banyak sekali bentuk pemimpin 3.4.1.4 Teori Interaksi Dalam teori interaksi ini suatu kepemimpinan dinyatakan sebagai hasil refleksi atas interaksi kepribadian para pemimpin dengan kebutuhan dan pengharapan para pengikutnya, karakteristik dan tugas kelompoknya, serta situasi sekitar. Melihat berbagai definisi serta teori di atas, dapat kita rangkum bahwa melalui komunikasi orang merumuskan pengharapan-pengharapan antara satu dengan yang lain. Jika mereka mulai menyesuaikan diri dan memperkuat pengharapan tersebut untuk mempengaruhi tugas dan/atau pandangankelompok, maka munculah pengaruh serta peranan pemimpin-pengikut. Suatu pola kepemimpinan-kepengikutan akan selalu berjalan sinambung melalui proses komunikasi yang menunjukkan modifikasi dan penyusunan makna interpersonal. Seluruh proses kepemimpinan (termasuk proses kepemimpinan opini) adalah timbal balik yang sirkuler antara pemimpin dengan pengikutnya. Artinya, di sini perilaku pemimpin akan mengkondisikan tanggapan atau opini dari para pengikutnya, dan pengharapan serta kebutuhan atau keinginan pengikut juga akan mempengaruhi perilaku pemimpin mereka yang intinya, kedua pihak adalah partisipan aktif yang membentuk pemimpin-pengikut. Kemunculan kepemimpinan juga melibatkan setidaknya 3 (tiga) faktor di sini, yang antara lain: 1. Keperibadian pemimpin 2. Permasalahan dan kebutuhan pengikutnya 3. Struktur sosial dan sifat kelompok Seperti halnya kepemimpinan yang timbul dari suatu prose komunikasi, begitulah kepemimpinan politik timbul baik itu dari penyusunan bersama, pertukaran modifikasi dan kepercayaan, nilai, serta pengharapan bersama atas politik melalui komunikasi politik.
11

3.4.2 Peran Komunikator Politik Ditinjau dari Perspektif Kepemimpinan Untuk meninjau hal tersebut, pertama yang harus kita ketahui adalah adanya 6 (enam) sifat, antara lain: 1. Sikap rangkap dua kepemimpinan politik 2. Tipe pemimpin 3. Ikatan antara pemimpin dengan pengikut 4. Ciri-ciri pemimpin politik 5. Persepsi rakyat terhadap pemimpin politik 6. Perekrutan pemimpin-pemimpin dalam politik

3.4.2.1 Tugas dan Emosi dalam Kepemimpinan (Sikap Rangkap Dua) Kita akan menemui 2 (dua) gaya komunikasi dalam kepemimpinan. Yang pertama adalah komunikasi yang bermotivasikan tugas, dimana dalam pemimpin akan cenderung mengutamakan pencapaian prestasi, pengorganisiran agar tujuan segera tercapai dan diselesaikan dengan baik (bisa dengan membentuk suatu kepanitiaan dengan hbungan atas-bawah), menentukan standar prestasi bagi anggotanya. Namun gaya yang kedua yaitu gaya komunikasi yang bermotivasikan hubungan agak sedikit berbeda dimana pemimpin akan berkomunikasi dalam rangka membentuk perhatian terhadap keinginan dan kebutuhan pengikutnya, penciptaan hubungan pribadi yang hangat dan nyaman, pengembangan rasa akan saling percaya, pengusahaan kerjasama, pencapaian solidaritas sosial serta untuk mencapai ikatan emosional antar anggota kelompoknya. ika dalam suatu kelompok hanya memiliki salah satu dari kedua gaya komunikasi tersebut maka dimugkinkan akan terjadi suatu ketimpangan. Oleh karenanya, mungkin dalam suatu kelompok, organisasi, ataupun komunitas diharuskan untuk memiliki kedua gaya komunikasi tersebut. Hal ini memberi

12

peluang akan adanya dua tipe peran

kepemimpinan spesialis baik yang

berorientasi pada tugas maupun emosional. Tapi bukan berarti kedua peran itu harus dipegang orang dua orang yang berbeda. Jika dimungkinkan dan dianggap efektif, satu orang yang mampu mengampu kedua peran tersebut bisa menjadi pemimpin tunggal dalam suatu kelompok. Dan perlu dikekankan lagi, tidak ada tau diantara kedua peran tersebut yang slaing mengungguli karena kedua peranan tersebut begitu bergantung dengan situasi. 3.4.2.2 Pemimpin Organisasi dan Pemimpin Simbolik dalam Politik (Tipe Pemimpin) Dilihat dari tipenya, pemimpin memiliki dua bentuk. Yang pertama adalah pemimpin organisasi yang dijadikan pemimpin karena memiliki posisi yang jelas dalam suatu kelompok yang terorganisasi namun di luar organisasi sosok tersebut tidak memiliki arti kepemimpinan bagi banyak orang. Begitu kontras denganpemimpin simbolik dimana sosok pemimpin ini bisa dianggap memiliki peran kepemimpinan meskipun tidak menduduki kedudukan yang jelas akan posisinya. Namun di sisi lain dia begitu berarti bagi orang lain karena diluar alasan keorganisasian karena bagi orang-orang tersebut, dia dianggap sebagai manusia, berkepribadian, tokoh ternama, dan sebagainya. Jika melihat keadaan sekarang, banyak sekali diantara politikus, komunikator profesional dan aktivis politik merupakan pemimpin organisasi karena memiliki posisi yang formal dengan ditentukan dalam jaringan komunikasi yang sudah terorganisir yang membentuk organisasi kepemerintahan. Jika ditinjau menurut definisinya, kepemimpinan organisasi selalu bekerja melalui posisi komunikator dalam struktural yang bersifat tegas. Namun ada hal yang sebaliknya menurut sosiolog Orrin Klapp, dimana kepemimpinan sombolik bekerja pada massa dan khalayak baik sebelum, tanpa dan tidak dapat dihalangi oleh organisasi. Teori kepemimpinan simbolik ialah kepemimpinan yang diturunkan dari makna dan makna yang selalu tidak inheren jika orang memberi kesan selalu
13

benar dan tidak menyangkal suatu hal dengan cara terang-terangan, maka dia dapat menjadi simbol atas apa saja yang disukainya. Jika melihat kembali pada Bab I, satu pandangan bahwa masyarakat muncul dan berlajut kepada peran kontrol sosial dari organisasi, lembaga pendidikan, pemerintahan yang membuat aturan dan hukum, dan sebagainya. Perantara (agencies) yang berorientasikan pada tugas, di sinilah dimana pemimpin organisasi tumbuh. Lalu seleksi konvergen yang merupakan faktor yang menandai penciptaan dan penciptaan kembali tatanan sosial. Adanya mempengaruhi orang lain melalui iklan yang tertuju pada seorang yang di sini sebagai konsumen media massa. Komunikasinya kurang berorientasi pada tugas, tapi lebih kepada penciptaan ikatan-ikatan emosional lali berbagai ikatan tersebut diarahkan kepada kelompok sosial yang datidnya asing dalam suatu masa (tidak saling mengenal) dan melalui seleksi konvergen inilah pemimpin simbolik muncul. 3.4.2.3 Ikatan Komunikasi Antara Pemimpin dan Pengikutnya Tidak akan ada suatu kepemimpinan yang tidak disertai dengan kepengikutan. Begitu pula dengan sebaliknya. Ikatan antara keduanya juga disertau dengan suatu ganjaran atau mungkin lebih pas jika dikatakan sebagai reward. Ada berbagai reward bagi seorang pemimpin. Adanya peluang untuk menguasai keadaan dan mengendalikan nasibnya, lalu dari sisi ekonomis, seorang pemimpin organisasi biasanya memiliki gaji yang bisa terbilang tidaklah sedikit dan dari pemimpin simbolik biasana mendapatkan bantuan keuangan dari anggotanya yang kaya raya. Lalu suatu keuntungan juga akan meningkat karena seorang pemimpin akan memiliki status yang lebih tinggi jika dibandingan dengan ditaruhnya rasa hormat terhadap pemimpin tersebut. Hal tersebut berbuah pada rasa kepuasan dalam mencapai tujuan kelompok atau meloloskan kebijakan yang diinginkan bagi politikus atau dalam memperoleh berita terbaru bagi aktivis maupun memajukan gagasan bari dari sisi profesional.

14

Lalu, bagaimana keuntungan yang bisa didapat dari pengikut? Seorang pengikut juga mampu mendapatkan keuntungan materi yang dalam beberapa kasus bisa berupa imbalan dalam bentuk barang atau jasa seperti pekerjaan mapan, tingkat pajak, kontrak dengan pemerintahan, perbaikan fasilitas umum dan berbagai hal lainnya. Dari sisi kesolidaritasan juga para pengikut akan dberikan sosialosasi, status sosial, ikatan pertemanan, keramahan dan kegembiraan dari pemimpin. Hal lain yang menjadikan pengikut merasa diuntungkan adalah kepuasan akan mengutarakan isi pikiran mereka secara ekspresif dan bukan secara instrumental mengenjari nilai atau kepentingan. Jadi, ada jenis kepuasan yang kurang berwujud, yaitu jenis kepuasan sosioemosional yang muncul melalui proses komunikasi. Di sini komunikasi menciptakan, mendorong, atau bahkan mampu menghancurkan rasa solidaritas diantara orang-orang dan rasa puas pribadi dalam mengungkapkan ekspresi diri, harapan, maupun cita-citanya. Maka dari itu, komunikator politik sesungguhnya memiliki peran strategis dalam sebagai pemimpin politik dan sebagai penyiar pesan-pesan yang oleh pengikutnya dianggap memuaskan. 3.4.2.4 Citra Rakyat Tentang Komunikator Politik dan Pemimpin Politik Filsuf Friedrich Nietsche pernah menyendir bahwa, orang besar itu tidak akan ada, yang ada adalah orang-orang yang menciptakan citra ideal. Para komunikator politik dan pemimpin-pemimpin politik sangat lekat hubungannya dengan pencitraan. Dari waktu ke waktu, periode yang satu dan yang lain, kelompok yang satu dengan yang lain, ternyata kebanyakan pemimpin-pemimpin politik mengalami seperti apa yang dikatakan oleh Klapp yaitu gangguan citra atau bisa disebut dengan gila citra. 3.4.2.5 Karakteristik Sosial Pemimpin Politik Karakteristik sosial para pemimpin politik biasanya cenderung bukan orang-orang yang mewakili keanekaragaman sosial yang menandai populasi umum. Kesenjangan-kesenjangan yang ada berupa sosioekonomi yang lebih tinggi, pendapatan yang lebih tinggi, tingkat pendidikan yang lebih baik, dan pekerjaan dengan status yang lebih tinggi. Kondisi ini menggambarkan kondisi mereka yang sebenarnya berbeda dari warga negara rata-rata.
15

Begitu juga dengan para politikus, komunikator profesional (jurnalis), jurubicara kepentingan yang terorganisasi, yang tidak mempunyai jabatan dalam pemerintahan, yang hidupnya cenderung berbeda dari warga negara rata-rata. Kelompok para pemimpin politik bisa dikatakan cukup eksklusif dan rasis. Mengapa bisa dikatakan demikian karena mereka memang cenderung tidak terbuka dan juga mereka terlalu memilih-milih orang untuk menjadi bagiannya berdasarkan status pekerjaan, ras, agama, bahkan hingga jenis kelamin. Selain berbeda dari segi material dan prestise, ada juga perbedaan di segi lainnya yaitu tingkat keterlibatan politik, kepercayaan politik, nilai, dan penghargaan serta pengaruhnya terhadap pembuatan kebijakan. 3.4.2.6 Pemilihan Pimpinan Politik Pada fase ini adalah fase dimana dimulainya penyimpangan dari karakteristik sosial yang kemudian menjadi pembeda antara pemimpin dan bukan pemimpin dalam komunikasi. Komunikator politik yang menjadi pimpinan dalam organisasi pemerintah tidak dipilih secara acak dari populasi umum. Malahan, mereka direkrut dari pengelompokan yang lebih kecil lagi: yang memenuhi syarat, yang mampu, partisipan, konsisten, kandidat, dan yang terpilih. Lalu bagaimana dengan pemimpin simbolik? Menurut Klapp pemimpin simbolik, muncul dari suatu proses yang dialektis, seperti pemilihan pemimpin organisasi, memiliki beberapa tahap. Pemimpin simbolik muncul jika

komunikator melakukan tindakan yang dramatis, secara selektif mengumpulkan kesan dari tanggapan khayalak, kemudian menyesuaikan diri dan atau berusaha keras untuk berbuat sesuai dengan kesan rakyat. Yang penting ialah bahwa pemimpin melambangkan sesuatu bagi mereka secara individual. Jika demikian, pemimpin itu telah mendapat sukses pribadi yang dramatis, dan ia telah menjadi pemimpin simbolik. Bertahan atau tidaknya ia sebagai pemimpin simbolik, tergantung dari apakah pemimpin itu terus bertindak sebagaimana yang diharapkan.

16

3.5 Ketidakpastian dalam Peran Komunikator Politik Kontemporer Untuk menutup bab ini, kita akan membahas siapa (yang mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa, dengan akibat-akibat apa) ini dengan memperkenalkan tiga bidang ketidakpastian dalam kegiatan komunikasi politik. 3.5.1 Profesionalisme Beberapa orang sarjana dalam tahun-tahun terakhir ini bertambah khawatir bahwa para komunikator politik telah meninggalkan klien, pemilih, dan khayalak mereka disebabkan oleh kesetiaan kepada nilai-nilai impersonal dan profesional. Alasan fundamental mereka ialah bahwa profesionalisme mendukung pemerintah yang lebih baik dengan menekankan teknik-teknik intelektual, penerapan seluruh pengetahuan secara sistematis, dan lain sebagainya. 3.5.2 Karakteristik Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa ciri-ciri sosial para komunikator sendiri utema jarang merefleksikan orang kebanyakan. Ada perbedaan status, tingkat perhatian terhadap politik, dan jumlah waktu dan usaha yang dicurahkan pada komunikasi politik. 3.5.3 Peran Peran disini mengenai motif-motif mereka. Motif yang dimiliki bercampur. Mereka bisa mengatakan sesuatu, menuliskannya, bahkan menggambarkannya di atas pentas atau di dalam film, semata-mata agar khalayak menikmatinya bagi kepentingan sendiri, bukan sebagai alat agar menikmatinya bagi kepentingan mereka sendiri.

17

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil resume buku tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keterkaitan antara politik dan komunikasi begitu kuat dan erat. Diantaranyaterdapat proses opini publik dimana hal itu mencerminkan keterkaitan antara keduanya. Lalu, kita mengetahui bahwa keberadaan pelaku komunikasi politik atau yang kita sebut dengan komunikator politik adalah wujud nyata akan adanya proses komunikasi politik di sini. Komunikator politik sendiri memiliki berbagai jenis dan bentuk sesuai dari sudut mana kita ingin melihatnya. Dari resume buku ini kita bisa mengetahui komunikator politik dari sisi bentuknya, jenis pelakunya, hingga kedalam peran yang harus mereka lakukan. 4.2 Saran Berikut ini adalah saran untuk penugasan yang mendatang: 1. Rekomendasi untuk penugasan mengenai keberadaan komunikasi politik hingga ke komunikator politik secara kasuistik di lingkungan masyarakat sekitar. 2. Karena penugasan ini atas materi yang masih bersifat umum, untuk penugasan kedepan sebaiknya dibuat dengan materi yang lebih spesifik dalam tiap pembahasan. 3. Melihat dewasa kini sering kita jumpai tokoh komunikator politik, maka kedepannya dapat menggunakan fenaomena tersebut dalam penugasan. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan atat pernyataan mengenai jenis, bentuk dan peranan dari komunikator politik

18

Anda mungkin juga menyukai