Anda di halaman 1dari 4

BAB. III ( PEMBAHASAN ) 1. PERLAKUAN AKUNTANSI PSAK No.

46 tidak mengatur secara eksplisit hal-hal yang terkait dengan pelaporan aktiva dan kewajiban pajak tangguhan pada laporan keuangan interim. Namun demikian, PSAK No.3 paragraf 8 memberikan arahan untuk mengakui aktiva dan kewajiban pajak tangguhan, arahan tersebut dinyatakan sebagai berikut: Pada akhir tiap periode interim, perusahaan harus membuat taksiran pajak penghasilan untuk dibebankan pada periode interim. Perhitungan pajak penghasilan periode interim harus sesuai dengan kebanyakan akuntansi tentang pajak penghasilan yang dianut pada akhir tahun. Dengan demikian, jika terjadi perubahan tarif dan ketentuan perpajakan yang sudah diumumkan pada saat tanggal laporan keuangan interim, walaupun perubahan tarif dan ketentuan perpajakan tersebut mulai diberlakukan setelah tanggal laporan keuangan interim maka laporan keuangan interim harus telah memasukkan penyesuaian akibat perubahan tarif dan ketentuan perpajakan tersebut, jika perubahan tersebut mempengaruhi laporan keuangan tahunan (Purba dan Andreas, 2005). PSAK No.46 juga tidak mengatur lebih tegas seandainya estimasi pajak penghasilan yang diakui pada laporan keuangan interim berbeda dengan laporan keuangan tahunan, padahal perhitungan estimasi pajak penghasilan interim akan ditutup pada periode tahunan. Berbeda dengan PSAK No. 46, IAS No.12 paragraf 28 mengatur pengakuan estimasi pajak penghasilan pada laporan keuangan interim, demikian kutipan lengkapnya: An entity shall apply the same accounting policies in its interim financial statements as are applied in its annual financial statements, except for accounting policy changes made after the date of the most recent annual financial statements. However, the frequency, of an entitys reporting (annual, half year, or quarterly) shall not affect the measurement of its annual results. To achieve that objective, measurements for interim reporting purposes shall be made on a year to date basis IAS No.12 paragraf 28 mengharuskan laporan keuangan interim perusahaan menerapkan kebijakan akuntansi yang dipakai pada laporan keuangan tahunan. Namun, pelaporan keuangan interim tersebut harus tidak mempengaruhi pengukuran yang digunakan pada laporan keuangan tahunan. Untuk menghindari perbedaan antara perhitungan interim dengan perhitungan akhir tahun, laporan keuangan interim harus disusun berbasis kumulatif, yang pada akhirnya tidak terjadi perbedaan.

Dalam menyajikan beban dan manfaat pajak penghasilan baik pajak kini maupun pajak tangguhan, IAS No. 12 memberikan peringatan agar jangan sampai beban dan manfaat pajak penghasilan yang diakui pada laporan keuangan interim akan mempengaruhi taksiran beban dan manfaat pajak penghasilan yang akan diakui pada laporan keuangan tahunan. 2. PENYAJIAN PAJAK KINI Pengakuan pajak kini sejumlah pajak terutang dihitung berdasarkan tarif pajak ( peraturan pajak ) yang berlaku atau yang telah secara substantif berlaku pada tanggal neraca (Jusuf Halim, 2001; Saptono, 2004). Dengan demikian pajak kini dihitung sekali dalam satu tahun fiskal. Dalam pelaporan keuangan interim yang memenggal periode satu tahun menjadi triwulan atau semester sehingga mengharuskan beban pajak kini dilaporkan dalam periode interim tersebut, yang berarti mengharuskan pembebanan pajak kini dengan terlebih dahulu mensetahunkan laba fiskal yang akan dikalikan dengan tarif efektif pajak penghasilan yang berlaku (Purba dan Andreas, 2005). Beban pajak kini yang telah diperoleh dibagi sesuai dengan periode interim. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam ilustrasi di bawah ini: PT XYZ menyusun laporan keuangan interim secara triwulanan. Laporan keuangan triwulan pertama disusun untuk periode yang berakhir tertanggal 31 Maret 2010. Laba fiskal triwulan pertama adalah sebesar Rp 220.000.000,00. Besarnya pajak kini yang terutang yang harus diakui pada laporan laba rugi interim adalah sebagai berikut: Laba fiskal yang disetahunkan adalah: 4 x Rp 220.000.000,00 = Rp 880.000.000,00 Tarif Pasal 17 UU PPh Badan adalah 25% sehingga jumlah pajak adalah 25% X Rp 880.000.000,00 = Rp 220.000.000,00 Sehingga besarnya beban pajak kini untuk triwulan pertama adalah sebesar Rp 220.000.000,00 / 4 atau Rp 55.000.000,00. Jika triwulan kedua terdapat laba fiskal sebesar Rp 150.000.000,00 maka beban pajak kini yang harus diakui pada triwulan kedua adalah sebagai berikut: Beban pajak kini pada triwulan kedua adalah: Laba fiskal yang disetahunkan adalah: 2 x Rp 370.000.000 (kumulatif) = Rp 740.000.000,00. Beban pajak kini adalah: 25% X Rp 740.000.000,00 = Rp 185.000.000,00 Sehingga besarnya beban pajak kini untuk triwulan kedua adalah sebesar beban pajak kini kumulatif dikurangi dengan beban pajak yang telah dibebankan pada triwulan pertama yaitu: Pajak kini = (Rp 185.000.000,00/2) - Rp 55.000.000,00 = Rp 37.500.000,00

Perkiraan Laba Fiskal Beban Pajak ( kini )

Triwulan 1 Rp 220.000.000,00 Rp 55.000.000,00

Triwulan 2 Rp 150.000.000,00 Rp 37.500.000,00

Kumulatif Rp 370.000.000,00 Rp 92.500.000,00

3. PENYAJIAN PAJAK TANGGUHAN Menurut Purba dan Andreas (2005) pelaporan interim pajak tangguhan harus memperhatikan kemungkinan realisasi dan penyelesaian dari suatu aktiva dan kewajiban pajak tangguhan. Misalnya, jika pada pelaporan triwulan pertama terdapat rugi fiskal, maka pengakuan aktiva pajak tangguhan yang berasal dari rugi fiskal harus dilakukan dengan hati hati dengan melihat ekspektasi dalam periode setahun. Pajak tangguhan dihitung dengan menggunakan tarif pajak maksimum yang digunakan untuk basis pelaporan keuangan tahunan, dalam hal ini menggunakan tarif yang digunakan untuk menghitung pajak penghasilan [Tarif Pasal 17 untuk PPh Badan] yakni 25%. Sesuai dengan PSAK No. 46 Paragraf 26-27 yang menghendaki agar dilakukan pengakuan terhadap future tax effect dari kerugian fiskal yang diakui dalam laporan keuangan, apabila besar kemungkinan laba fiskal periode mendatang cukup memadai untuk dikompensasi, sehingga penyajian pajak tangguhan dalam laporan keuangan interim juga harus sejalan dengan yang dikehendaki dalam Paragraf 26-27 tersebut.

BAB. IV ( PENUTUP ) SIMPULAN

1. Pada dasarnya laporan keuangan interim sama dengan laporan keuangan tahunan, yang berbeda hanyalah periode pelaporan. Laporan keuangan interim biasanya dilaporkan per triwulan atau per semester. Pelaporan keuangan interim diatur dengan standar khusus yaitu PSAK No.3 tentang Laporan Keuangan Interim dan IAS No.34 tentang Interim FinancialReporting. 2. Dalam menyajikan beban dan manfaat pajak penghasilan baik pajak kini maupun pajak tangguhan, IAS No. 12 memberikan peringatan agar jangan sampai beban dan manfaat pajak penghasilan yang diakui pada laporan keuangan interim akan mempengaruhi taksiran beban dan manfaat pajak penghasilan yang akan diakui pada laporan keuangan tahunan. 3. Pelaporan interim pajak tangguhan harus memperhatikan kemungkinan realisasi dan penyelesaian dari suatu aktiva dan kewajiban pajak tangguhan. Misalnya, jika pada pelaporan triwulan pertama terdapat rugi fiskal, maka pengakuan aktiva pajak tangguhan yang berasal dari rugi fiskal harus dilakukan dengan hati hati dengan melihat ekspektasi dalam periode setahun

Anda mungkin juga menyukai